Pos

Proyek Drainase Amburadul, Kerja Buruk Wali Kota Medan

 Rilis Pers

Nomor : 374/LBH/RP/XII/2022

(Lembaga Bantuan Hukum Medan, 28 Desember 2022). Proyek Drainase yang dibuat oleh Wali Kota Medan Bobby Nasution amburadul, seperti yang terjadi di Jl. Hindu/Perdana, Kesawan, Kota Medan. Proyek yang katanya mengatasi banjir di Kota Medan, justru menjadi penyebab kemacetan lalu lintas hingga menimbulkan korban di masyarakat banyak mobil dan Bus Pariwisata terperosok kelubang bekas galian diareal pengerjaan proyek bertepatan di depan kantor LBH Medan.

Beberapa waktu lalu masyarakat terdampak sekitar proyek juga menyampaikan keluhan ke LBH Medan atas debu, kemacetan, terputusnya jaringan pipa air PDAM dan potensi kecelakaan bagi pejalan kaki dari penyempitan jalan pengerjaan proyek. Banyak juga pedagang yang merugi karena terpaksa menutup tempat usaha saat dilakukan penggalian dan pengecoran drainase.

LBH Medan menilai proyek menantu Presiden R.I ini terkesan asal dan amburadul serta diduga tanpa pengawasan yang ketat dari Dinas PU Pemko Medan akan potensi dampak yang ditimbulkan terhadap pengguna jalan dan masyarakat sekitar proyek. Dan akan melanggar hak masyarakat untuk mendapatkan kesejahteraan dan lingkungan yang baik dan sehat sebagaimana ketentuan Pasal 28 H ayat (1) Amandemen UUD 1945. Untuk itu diminta kepada Walikota Medan Cq. Kadis PU Pemko Medan untuk segera menyelesaikan proyek dan mengatasi ketidaknyamanan ini tidak hanya bagi pengguna jalan dan masyarakat sekitar proyek akan tetapi juga bagi masyarakat yang mengakses bantuan hukum di LBH Medan sehingga tidak dianggap menghalang-halangi masyarakat pencari keadilan menikmati haknya sebagaimana ketentuan Pasal 17 Undang-Undang nomor 39 tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.

Dan apabila tidak dihiraukan Pemko Medan maka akan memperbesar penderitaan kerugian bagi masyarakat dan patut bila masyarakat menempuh upaya hukum terhadap Pemko Medan dan pihak-pihak terkait lainnya untuk meminta ganti kerugian sebagaimana diatur ketentuan Pasal 37 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Jo. Pasal 1365 KUHPerdata. Sebelumnya LBH Medan juga menerima pengaduan masyarat atas ketidaknyamanan yang mereka alami dampak proyek drainase tersebut dan LBH Medan telah melayangkan surat keberatan dan mohon tindak lanjut yang berkeadilan dengan Nomor : 368/LBH/S/XII/2022 tertanggal 26 Desember 2022, yang ditujukan kepada Wali Kota Medan Bobby Nasution, dan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan.

Selain itu berdasarkan pantauan, informasi dan data yang dihimpun oleh LBH Medan pada wilayah lain yang juga sedang tahap proses pengerjaan drainase juga mengalami permasalahan diantaranya adanya dugaan pengerjaan proyek drainase yang terkesan tebang pilih, proyek drainase yang diharapkan mengurangi banjir namun sebaliknya diduga memicu banjir sampai dengan bekas korekan/galian dibiarkan mengakibatkan jalan di sekitarnya penuh lumpur dan menghambat arus lalu lintas dan aktivitas masyarakat.

Dengan amburadul nya proyek pengerjaan drainase Walikota Medan ini, LBH Medan menyampaikan surat kepada Kadis PU Pemko Medan dengan Nomor : 358/LBH/S/XII/2022, tertanggal 14 Desember 2022, yang meminta seluruh informasi dan data publik terkait kebijakan, perencanaan, anggaran dan kegiatan pelaksanaan proyek penanganan banjir oleh Walikota Medan namun hingga saat belum mendapatkan tanggapan dari pihak Pemko Medan.

Namun demikian dimintakan kepada Walikota Medan untuk secepatnya menyelesaikan dan mengatasi dampak yang diderita masyarakat dan meminimalisir potensi kecelakaan lalulintas mengingat proyek ini terkesan lambat dan lemahnya pengawasan yang bahkan menjelang libur tahun baru ini sangat berpotensi akan menimbulkan kemacetan lalu lintas yang parah karena pengerjaan drainase ini dilakukan dibanyak titik di Kota Medan ditambah adanya pengalihan arus lalu lintas di banyak titik di Kota Medan yang juga terkesan hanya memindahkan lokasi kemacetan di Kota Medan.

Demikian rilis pers ini diperbuat, kami ucapkan terimakasih.

Contact Person :

Muhammad Alinafiah Matondang : 0852 9607 5321 (wa)

Tri Achmad Tommy Sinambela : 0823 8527 8480 (wa)

Restitusi 4 (Empat) Terdakwa Kasus Dugaan Kekerasan/Penyiksaan Kerangkeng Manusia di Langkat Tidak Menghapus Pidana

RELEASE PERS
Nomor:314/LBH/RP/XI/2022

Kamis, 03 November 2022 sidang terhadap 4 (empat) Terdakwa berinisial DP, HS, IS dan HS dengan Register Perkara Nomor: 467/Pidb.B/2022/PN.Mdn dan 468/Pid.B/2022/PN.Mdn atas dugaan tindak pidana kekerasan/penyiksaan di kerangkeng manusia milik Bupati Langkat Non-aktif Terbit Rencana Perangin-Angin (TRP) yang mengakibatkan SG dan ASI (korban) meninggal dunia memasuki sidang pembacaan permohonan restitusi yang dimohonkan oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) terhadap keluarga korban/ahli warisnya.

Dalam sidang tersebut ketua majelis hakim perkara a quo Halida Rahardhini SH.,M.Hum menyampaikan surat permohonan restitusi yang diajukan LPSK melalui Kejaksaan Negeri Langkat atas meninggalnya para korban telah dilaksanakan Terdakwa melalui penasehat hukumnya.

Restitusi adalah ganti kerugian yang diberikan kepada korban atau keluarganya oleh pelaku tindak pidana atau pihak ketiga. Permohonan restitusi diajukan LPSK melalui Kejaksaan Negeri Langkat kepada Pengadilan Negeri Stabat cq Majelis Hakim, akhirnya terpenuhi.

Adapun restitusi tersebut diberikan Para Terdakwa melalui Penasehat Hukumnya sebesar Rp. 530.000.000,- (lima Ratus Tiga Puluh Juta Rupiah) guna pemulihan/tunjangan kematian terhadap ahli waris Para Korban yang masing-masing mendapatkan uang sebesar Rp. 265.000.000,- (dua ratus enam puluh lima juta rupiah).

Diketahui 4 (empat ) Terdakwa DP, HS, IS dan HS sebelumnya didakwakan telah melanggar Pasal 170 ayat (2) ke-3 KUHP atau 351 ayat (3) KUHP dengan ancaman hukuman penjara selama-lamanya 12 Tahun atau selama-lamnya 7 tahun penjara. Oleh karena itu LBH Medan menilai pemberian restitusi terhadap ahli waris sesungguhnya tidak menghapus pidana yang dilakukan para Terdakwa. Restitusi tersebut merupakan salah satu alasan JPU maupun hakim untuk mempertimbangkan keringanan hukuman terhadap para Terdakwa.

LBH Medan sebagai lembaga yang konsern terhadap penegakan hukum dan hak asasi manusia (HAM) mengecam keras tindak kekerasan/penyiksaan yang diduga dilakukan para Terdakwa dan secara tegas meminta kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan Hakim yang menangani perkaa a quo tidak terpaku pada restitusi yang telah dilakukan para Terdakwa, terkhusus kepada JPU Kejaksaan Negeri langkat yang diketahui dalam agenda sidang selajutnya pada tanggal 9 November 2022 akan menyampaikan tuntutanya kepada majelis hakim.

Terkait hal tersebut LBH Medan meminta agar JPU tidak ujuk-ujuk menuntut para Terdakwa dengan tuntutan yang ringan/diskon hukuman meskipun telah dilakukannya restitusi. LBH Medan meminta JPU untuk tetap objektif dalam melakukan penuntutan, karena jika tuntutanya itu ringan atau bahakan sangat ringan maka secara tidak langsung telah mencederai keadilan bagi masyarakat yang notabenenya mengetahui perkara a quo dan akan berdampak kepada kepercayaan publik terhadap Kejaksaan Negeri Langkat dalam melakukan penegakan hukum.

Tuntutan yang objektif dari JPU dapat memberikan efek jera kepada para terdakwa dan menunjukkan komitmen atau keseriusan negara dalam menindak tegas para pelaku tindak pidana kekerasan/penyiksaan di Indoneseia. Karena sesungguhnya praktik-praktik kekerasaan/penyiksaan dikecam seluruh lapisan masyarakat dunia. Serta begitu juga nantinya putusan pengadilan harus mengedepankan keadilan di masyarakat.

LBH Medan menduga tindak pidana kekerasan/penyiksaan yang terjadi di kerangkeng manusia milik bupati langkat non aktif TRP telah melanggar Undang-undang Dasar RI tahun 1945 dan bertentangan dengan Hak Asasi Manusia sebagaimana dijelaskan pada Pasal 28A UUD 1945 Jo Pasal 33 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Jo Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Hak-Hak Sipil dan Politik yang intinya menjelaskan “Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan kehidupannya, berhak bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang kejam yang tidak manusiawi, berhak untuk bebas dari penghilangan nyawa secara paksa yang bertentangan dengan aturan hukum yang berlaku serta telah melanggar UU Nomor 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Convention Against Torturead Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment (Konvensi Menentang Penyiksaan Dan Perlakuan Atau Penghukuman Lain Yang Kejam, Tidak Manusiawi Atau Merendahkan Martabat Manusia).

Demikian rilis ini dibuat dengan maksud dipergunakan sebagai bahan pemberitaan yang mengedukasi masyarakat tentang pentingnya mematuhi hukum dan menjunjung tinggi serta menghormati Hak Asasi Manusia.

Narahubung :
IRVAN SAPUTRA, S.H., M.H. (0821-6373-6197)
ALMA A’ DI, S.H. (0812-6580-6978)

Adakah Standar Ganda Penggunaan Kewenangan Dalam Proses Penyelidikan/Penyidikan di Kepolisian?

RELEASE PRESS

Nomor : 309/LBH/RP/X/2022

Adakah Standar Ganda Penggunaan Kewenangan Dalam Proses Penyelidikan/Penyidikan di Kepolisian?(LBH Medan, Kamis, 27 Oktober 2022). Pada tanggal 21 Oktober 2022, LBH Medan menyelenggarakan Diskusi Publik dengan tema “Adakah Standar Ganda Pengunaan Kewenangan Dalam Proses Penyelidikan/Penyidikan di Kepolisian?”. Diskusi Publik ini dilaksanakan secara online melalui Zoom Meeting, dengan menghadirkan beberapa narasumber diantaranya Sugeng Teguh Santoso, S.H. selaku Ketua Indonesia Police Watch (IPW), AKBP. Rakhman Anthero Purba, S.H., M.H. (Bidang Hukum Polda Sumut), Maswan Tambak, S.H. (Kepala Bidang Sipil & Politik LBH Medan), dan Hariadi (Korban Penembakan/Refleksi Kasus 7 Tahun Pelaporan yang diduga undue delay di Polda Sumut).

Adapun yang menjadi acuan sebagai pengantar dalam penyelenggaraan Diskusi Publik ini yaitu pasca 24 Tahun Reformasi yang diharapkan dapat memberikan terobosan baru dalam perubahan sistem khususnya di bidang penegakan hukum, dimana pembaharuan itu dengan melakukan pemisahan Dwi Fungsi Abri yaitu TNI dan Polri yang diharapkan agar memberikan pelayanan terbaik untuk masyarakat. LBH Medan sendiri yang merupakan salah satu lembaga inisiator pada saat itu juga mendorong agar dilakukannya perubahan tersebut, terkhusus untuk instansi Polri agar benar-benar melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai Penegak Hukum.

Kemudian pasca pemisahan Dwi Fungsi Abri tersebut, di tubuh Polri khususnya telah silih berganti tonggak kepemimpinan dengan berbagai jargon/slogannya untuk memicu semangat penegakan hukum di tingkat Kepolisian, dimana saat ini Polri yang dipimpin oleh Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang resmi menjabat sejak tanggal 27 Januari 2021, menawarkan sebuah slogan/jargon “Presisi” yang merupakan akronim dari Prediktif, Responsibilitas & Transparansi Berkeadilan. Bahkan Kapolri juga pernah menegaskan kalau “Tak Mampu Bersihkan Ekor, Kepalanya Akan Saya Potong”. Pertanyaannya apakah jargon/slogan dan pernyataan tegas Kapolri itu benar-benar mampu menyelesaikan permasalahan masyarakat?

Berdasarkan data LBH Medan ada 13 kasus di wilayah hukum Polda Sumut yang diduga terkendala dan tidak sesuai prosedur penangannya, diantaranya dalam refleksi kasus Hariadi seorang tukang becak yang merupakan Korban Penembakan OTK di Jl. Iskandar Muda Simp. Syailendra Kota Medan pada tanggal 22 November 2015, sampai saat ini belum memperoleh keadilan sebab Pelaku belum juga ditemukan oleh pihak Kepolisian, pasca 7 tahun Hariadi & Kakak Kandungnya Dewi Hartati membuat Laporan Polisi di Polsek Medan Baru pada 22 November 2015 lalu, hingga pada 03 Agustus 2021 LBH Medan meminta Polda Sumut untuk mengambil alih penanganan perkaranya namun hingga saat ini tidak ada tindaklanjut dari Polda Sumut.

Menariknya, dalam kasus terhadap kader PDIP Prov. Sumut a.n Halfian Sembiring yang diduga memukul remaja pelajar SMA inisial FL di sebuah minimarket di Medan Johor pada 16 Desember 2021 lalu, yang mana saat itu kasus tersebut awalnya ditangani oleh Polrestabes Medan, dikarenakan banyaknya perhatian publik yang menyebabkan kasus tersebut viral, pada tanggal 27 Desember 2021 pihak Polda Sumut mengambil-alih penanganan perkaranya.

Melihat fakta tersebut, sangat miris ketika masyarakat miskin yang harus berhadapan dengan hukum, pihak Kepolisian terkesan tidak serius dalam penanganannya, dan ketika seseorang yang diduga memiliki relasi kuasa yang berhadapan dengan hukum, pihak Kepolisian terkesan secepat kilat untuk memproses perkaranya. Padahal idealnya pihak Kepolisian sebagai aparat penegak hukum tidak boleh tebang pilih dalam menangani perkara demi keadilan terhadap seluruh masyarakat.

AKBP. Rakhman Anthero Purba, S.H., M.H. (Bidang Hukum Polda Sumut)

Menyikapi fakta yang menjadi acuan Diskusi Publik tersebut, AKBP. Rakhman Anthero Purba, S.H., M.H. (Bidang Hukum Polda Sumut) sebagai narasumber pertama menjelaskan untuk standar ganda dalam penanganan perkara pihak Kepolisian dalam implementasinya melibatkan pihak internal Polri untuk mengambil keputusan dalam penanganan perkara. Dan pihak Polda Sumut melakukan manajemen penanganan kasus yang memposisikan tingkat kesulitannya dan  mulai dari perkara yang mudah, sedang, sulit dan sangat sulit, bahkan terkadang menggunakan metode Restorative Justice demi keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum bagi para pihak.

Sugeng Teguh Santoso, S.H. (Ketua Indonesia Police Watch (IPW))

Kemudian Sugeng Teguh Santoso, S.H. (Ketua IPW) selaku narasumber kedua membantah dengan menjelaskan secara tegas dan lugas tidak ada standar ganda dalam penanganan perkara di Kepolisian, karena dalam penegakan hukumnya harus Pro Justicia agar memberikan kepastian hukum terutama di tingkat penyelidikan/penyidikan. Dan Sugeng juga memberikan masukan agar pihak Polri harus berintegritas dalam menjalankan tugasnya dan mengajak para Pengacara dalam menjalankan profesinya harus profesional dan tidak bermain dengan oknum Kepolisian.

Maswan Tambak, S.H. (Kepala Bidang Sipil & Politik LBH Medan)

Selanjutnya Maswan Tambak, S.H (Kadiv Sipol LBH Medan) sebagai narasumber ketiga juga mengatakan seharusnya tidak ada standar ganda yang dilakukan oleh Kepolisian dalam menangani perkara, karena hal tersebut tidak ada diatur dalam peraturan manapun. Dan apabila ada standar ganda dalam penanganan perkara dimungkinkan diduga akan terjadi pelanggaran hukum dan tidak terpenuhinya hak asasi seseorang ketika berhadapan dengan hukum. Maka tebang pilih kasus seharusnya tidak terjadi di tubuh Kepolisian.

Dalam kesimpulannya pada penutup diskusi, AKBP. Rakhman Anthero Purba, S.H., M.H. (Bidang Hukum Polda Sumut) menyatakan bersedia dan berjanji untuk membantu dan menindaklanjuti beberapa data dan kasus yang dipaparkan dalam diskusi tersebut, sebagai bentuk kepedulian Polri dalam melayani masyarakat.

Demikian Release Press ini disampaikan, agar kiranya Release Press ini dapat digunakan sebagai sumber pemberitaan. Terimakasih.

Contact Person :

Maswan Tambak, S.H.                               (0895-1781-5588)

Tri Achmad Tommy Sinambela, S.H.     (0823-8527-8480)

Tragedi Stadion Kanjuruhan Malang: Negara Harus Bertanggung Jawab Atas Jatuhnya Korban Jiwa

Tragedi Stadion Kanjuruhan Malang: Negara Harus Bertanggung Jawab Atas Jatuhnya Korban Jiwa

Siaran Pers
YLBH dan LBH Kantor Seluruh Indonesia

Tragedi Stadion Kanjuruhan Malang: Negara Harus Bertanggung Jawab Atas Jatuhnya Korban Jiwa

Tragedi Stadion Kanjuruhan Malang: Negara Harus Bertanggung Jawab Atas Jatuhnya Korban Jiwa

Kami menyampaikan bela sungkawa sedalam-dalamnya atas jatuhnya korban jiwa dan luka-luka dalam tragedi yang terjadi di Stadion Kanjuruhan yang terjadi setelah selesainya laga pertandingan sepakbola Arema vs Persebaya pada tanggal 1 Oktober 2022. Kami mendapat laporan bahwa sampai dengan Pukul 07.30 WIB, diduga telah ada 153 korban jiwa dari kejadian ini.

Sejak awal panitia mengkhawatirkan akan pertandingan ini dan meminta kepada Liga (LIB) agar pertandingan dapat diselenggarakan sore hari untuk meminimalisir resiko. Tetapi sayangnya pihak Liga menolak permintaan tersebut dan tetap menyelenggarakan pertandingan pada malam hari.

Pertandingan berjalan lancar hingga selesai, hingga kemudian kerusuhan terjadi setelah pertandingan dimana terdapat supporter memasuki lapangan dan kemudian ditindak oleh aparat. Dalam video yang beredar, kami melihat terdapat kekerasan yang dilakukan aparat dengan memukul dan menendang suporter yang ada di lapangan. Ketika situasi suporter makin banyak ke lapangan, justru kemudian aparat melakukan penembakan gas air mata ke tribun yang masih banyak dipenuhi penonton.

Kami menduga bahwa penggunaan kekuatan yang berlebihan (excessive use force) melalui penggunaan gas air mata dan pengendalian masa yang tidak sesuai prosedur menjadi penyebab banyaknya korban jiwa yang berjatuhan. Penggunaan Gas Air mata yang tidak sesuai dengan Prosedur pengendalian massa mengakibatkan suporter di tribun berdesak-desakan mencari pintu keluar, sesak nafas, pingsan dan saling bertabrakan. Hal tersebut diperparah dengan over kapasitas stadion dan pertandingan big match yang dilakukan pada malam hari hal tersebut yang membuat seluruh pihak yang berkepentingan harus melakukan upaya penyelidikan dan evaluasi yang menyeluruh terhadap pertandingan ini.

Padahal jelas penggunaan gas Air mata tersebut dilarang oleh FIFA. FIFA dalam Stadium Safety and Security Regulation Pasal 19 menegaskan bahwa penggunaan gas air mata dan senjata api dilarang untuk mengamankan massa dalam stadion.

Kami menilai bahwa tindakan aparat dalam kejadian tersebut bertentangan dengan beberapa peraturan sebagai berikut :

  1. Perkapolri No.16 Tahun 2006 Tentang Pedoman pengendalian massa
  2. Perkapolri No.01 Tahun 2009 Tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian
  3. Perkapolri No.08 Tahun 2009 Tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara RI
  4. Perkapolri No.08 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Lintas Ganti dan Cara Bertindak Dalam Penanggulangan Huru-hara
  5. Perkapolri No.02 Tahun 2019 Tentang Pengendalian Huru-hara

Maka atas pertimbangan diatas, kami menilai bahwa penanganan aparat dalam mengendalikan masa berpotensi terhadap dugaan Pelanggaran HAM dengan meninggalnya lebih dari 150 Korban Jiwa dan ratusan lainnya luka-luka.

Maka dari itu kami menyatakan sikap:

  1. Mengecam Tindak represif aparat terhadap penanganan suporter dengan tidak mengindahkan berbagai peraturan, terkhusus Implementasi Prinsip HAM POLRI;
  2. Mendesak Negara untuk segera melakukan penyelidikan terhadap tragedi ini yang mengakibatkan Jatuhnya diduga 153 Korban jiwa dan korban luka dengan membentuk tim penyelidik independen ;
  3. Mendesak Kompolnas dan Komnas HAM untuk memeriksa dugaan Pelanggaran HAM, dugaan pelanggaran profesionalisme dan kinerja anggota kepolisian yang bertugas;
  4. Mendesak Propam POLRI dan POM TNI untuk segera memeriksa dugaan pelanggaran profesionalisme dan kinerja anggota TNI-POLRI yang bertugas pada saat peristiwa tersebut;
  5. Mendesak KAPOLRI untuk melakukan Evaluasi secara Tegas atas Tragedi yang terjadi yang memakan Korban Jiwa baik dari masa suporter maupun kepolisian;
  6. Mendesak Negara cq. Pemerintah Pusat dan Daerah terkait untuk bertanggung jawab terhadap jatuhnya korban jiwa dan luka-luka dalam tragedi Kanjuruhan, Malang.

Narahubung:
Muhamad Isnur (YLBHI) : 0815-1001-4395
Habibus Shalihin (Kadiv Advokasi LBH Surabaya) : 0823-3023-1599
Daniel (Koordinator LBH Surabaya Pos Malang) : 0856-3495-689

DAGELAN JPU & HAKIM DALAM PERSIDANGAN KETERANGAN SAKSI PERKARA TINDAK PIDANA SINDIKAT PERDAGANGAN ORANGUTAN (PONGO ABELII)

“DAGELAN” JPU & HAKIM DALAM SIDANG TINDAK PIDANA PERDAGANGAN SATWA ORANGUTAN SUMATERA (PONGO ABELII)

DAGELAN JPU & HAKIM DALAM PERSIDANGAN KETERANGAN SAKSI PERKARA TINDAK PIDANA SINDIKAT PERDAGANGAN ORANGUTAN (PONGO ABELII)

DAGELAN JPU & HAKIM DALAM PERSIDANGAN KETERANGAN SAKSI PERKARA TINDAK PIDANA SINDIKAT PERDAGANGAN ORANGUTAN (PONGO ABELII)

Kamis 15 September 2022, pasca 2 (dua) kali sidang agenda keterangan saksi dan ahli ditunda atas perkara dugaan tindak pidana perdagangan satwa liar jenis Orangutan Sumatera (Pongo Abelii) terhadap Terdakwa a.n Thomas Di Raiders, akhirnya pada tanggal 15 September 2022 sekira pukul 16.30 WIB agenda sidang tersebut dapat digelar. Namun diduga JPU a.n Eva Christine sengaja hanya menghadirkan 1 (satu) orang saksi saja atas nama Arya Rivaldi Pratama (20), padahal dalam perkara a quo ada 3 saksi lainnya yaitu atas nama Haidar Yasir (20), Putri Adelina (20), RAI (17).

Dalam keterangannya pada persidangan, Arya Rivaldi Pratama menjelaskan kalau dia beserta dengan Thomas dan keempat saksi lainnya pergi dari Binjai ke Cemara Asri bertujuan untuk jalan-jalan menggunakan mobil merk Toyota Yaris Warna Putih dengan Nomor Polisi BK 1665 RO, yang mana saat itu saksi diminta untuk menyetir mobil tersebut.

Kemudian sesampainya di Cemara Asri saksi mengatakan kalau Thomas sedang menunggu seseorang untuk COD barang. Lalu saksi menjelaskan kalau dia tidak mengetahui apa isi barang tersebut yang dimasukkan ke dalam bagasi belakang mobil. Saat ditanya JPU mengenai barang tersebut yang kemudian diketahui isinya Orangutan Sumatera (Pongo Abelii) kapan dimasukkan ke bagasi belakang mobil itu?, saksi menjawab “tidak mengetahui kapan Orangutan itu ada dibagasi, karena saksi beralasan kalau sebelumnya mobil itu dibawa oleh Haidar dan Thomas.

Sehingga keterangan saksi tersebut sangatlah kontradiktif dengan keterangannya di Kepolisian yang sebelumnya telah menjelaskan kalau saksi melihat melalui kaca spion kalau Thomas ada meletakkan 1 (satu) bungkusan kardus pada bagasi belakang mobil tersebut.

Disisi lain, LBH Medan juga menduga Saksi Arya banyak memberi keterangan yang tidak masuk diakal yang salah satunya Saksi memberi keterangan “tidak ada mendengar suara apapun (suara Orangutan) selama perjalanan karena Saksi menghidupkan musik di- dalam mobil”, keterangan ini diduga bentuk akal-akalan Saksi demi melepaskan dirinya dari kasus sindikat perdagangan satwa ini.

Padahal di Kepolisian, Saksi telah mengaku “dalam perjalanan menuju ke Medan, Saksi mengetahui terdapat 1 (ekor) satwa dilindungi di dalam mobil yang dikendarainya karena Saksi mendengar suara tangisan satwa Orangutan dan ketika itu Saksi juga mempertanyakan kepada Terdakwa soal tangisan itu dan Terdakwa memberitahu jika suara tersebut adalah suara Orangutan”.

Kemudian berdasarkan informasi yang dihimpun oleh LBH Medan, Saksi Haidar menerangkan saat pemeriksaan ditingkat penyidikan kalau saksi dijemput di rumahnya oleh Thomas beserta dengan saksi Arya dan RAI menggunakan mobil untuk ikut mengantarkan barang (yang diduga Orangutan) ke Kota Medan, dan kemudian saksi mengatakan kalau Thomas memberitahukan akan menjumpai calon pembeli 1 (satu) ekor satwa jenis Orangutan Sumatera (Pongo Abelii) di Kota Medan tepatnya di Cemara Asri.

LBH Medan melihat adanya dugaan skenario dan ketidakseriusan JPU ketika dalam persidangan JPU an. Eva Cristhine menyampaikan pernyataan secara tegas kepada Saksi Arya “kamu jujur, dari keteranganmu ini harusnya kamu masuk juga ini”, namun LBH Medan mengetahui pasca persidangan JPU Eva justru memberikan keterangan lain kepada wartawan mengenai keterangan dan keterlibatan Saksi dalam kasus ini “keterangan dia (Saksi Arya) udah sesuai sama BAP nya, jadi tidak ada keterlibatannya dikasus ini dan untuk Saksi yang 3 (tiga) lagi aku uda nyerah”.

LBH Medan menduga sejak sulit dihadirkannya 4 (empat) Saksi yang diduga terlibat dalam kasus sindikat perdagangan satwa lindung ini hingga keterangan Saksi yang tidak masuk akal atau kontradiktif dalam persidangan serta adanya pernyataan Jaksa seperti ini.

LBH Medan menduga kuat ada skenario yang tersistematis dalam penanganan kasus Thomas dan tidak adanya upaya untuk mengungkapkan sindikat perdagangan satwa dilindungi tersebut dan tidak menutup kemungkinan dugaan tersebut juga melibatkan Majelis Hakim dalam memeriksa dan memutus perkara ini, karena sejak pemeriksaan Saksi fakta, Majelis Hakim terkesan tidak serius karena tidak ada mempertanyakan soal peran dan keterlibatan Saksi dalam perkara ini, ditambah lagi Majelis Hakim juga tidak ada mempertanyakan kehadiran 3 (tiga) Saksi lainnya yang diduga terlibat dalam kasus ini sehingga Majelis Hakim diduga tidak menjalankan asas Domini Litis Principle yang memaknai bahwa Hakim harus bersifat aktif dalam perkara pidana untuk mencari kebenaran materil.

LBH Medan menduga ada kerjasama antara JPU dengan Majelis Hakim karena justru setelah pemeriksaan terhadap saksi Arya dan ahli BKSDA Sumut, JPU dan Majelis Hakim bersepakat menetapkan agenda sidang berikutnya yaitu Keterangan Terdakwa, bukan menetapkan untuk menghadirkan ketiga saksi lainnya yang telah mangkir sebanyak 3 (tiga) kali agar dilakukan upaya jemput paksa sebagaimana ketentuan Pasal 159 Ayat (2) Jo. 154 Ayat (6) KUHAP, dan apabila mangkir dapat diancam sanksi pidana selama-lamanya 9 (Sembilan) bulan penjara sebagaimana Pasal 224 Ayat (1e) KUHP.

Kemudian pada persidangan tersebut juga hadir seorang saksi ahli dari BKSDA Sumut atas nama Dede Syahputra Tanjung, SP, dalam persidangan ahli menjelaskan kalau berdasarkan identifikasi mengenai barang bukti itu merupakan satwa lindung jenis Orangutan Sumatera (Pongo Abelii) yang dilindungi sebagaimana Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi SDA Hayati dan Ekosistemnya Jo. Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 07 Tahun 1999 Tentang Pengawtan Jenis Tumbuhan Dan Satwa Liar Jo. Lampiran Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor : P.106/MenLHK/Setjen/Kum.1/12/2018 tanggal 28 Desember 2018 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor : P.20/menlhk/setjen/kum.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Dilindungi.

Bahwa Ahli juga menerangkan, Orangutan tersebut merupakan bayi betina berumur sekitar 4-11 bulan yang teridentifikasi dengan kondisi setres dan dehidrasi. Kemudian ahli tersebut juga menjelaskan kalau Thomas tidak memiliki izin membawa Orangutan tersebut, dan berdasarkan aturan juga perorangan tidak diperbolehkan untuk membawanya. Selanjutnya ahli juga menyatakan kalau bayi Orangutan Sumatera (Pongo Abelii) itu selalu dijaga oleh indukannya, maka ahli menduga kalau dalam proses penangkapan bayi Orangutan Sumatera (Pongo Abelii) tersebut diduga terlebih dahulu indukannya dibunuh agar dapat mengambil bayinya.

Namun sayangnya Hakim tidak menggunakan keaktifannya untuk menggali informasi atau keterangan terkait modus operandi para pelaku kejahatan TSL dari Ahli BKSDA Sumut tersebut, sehingga bisa mengungkap jaringan sindikat perdagangan satwa ini.

Lalu pada akhir keterangannya ahli menjelaskan kalau Orangutan adalah satwa endemic yang spesial karena hanya ada di Indonesia khususnya Sumatera dan Kalimantan, Sehingga apa yang dilakukan saudara Thomas bisa mengganggu kelestarian alam, dan ahli juga meminta kepada Majelis Hakim kiranya dapat memberikan hukuman yang adil bagi kelestarian satwa.

Bahwa untuk tidak menimbulkan stigma negative dalam penegakan hukum kasus ini, LBH Medan meminta kepada Majelis Hakim untuk menggunakan kewenangannya memerintahkan JPU agar memanggil secara paksa 3 (tiga) Saksi lainnya secara patut sebagaimana yang telah ditentukan pada Pasal 159 Ayat (2) Jo. 154 Ayat (6) Undang-Undang Nomor 08 Tahun 1981 Tentang KUHAP dan mengenai Saksi yang mangkir atas panggilan tersebut dapat dikenakan sanksi pidana selama-lamanya 9 (Sembilan) bulan penjara sebagaimana ditentukan dalam Pasal 224 Ayat (1e) KUHP.

LBH Medan menilai hal ini patut dan wajib dilakukan oleh Majelis Hakim dan JPU demi penegakan hukum yang objektif selama memperoleh kebenaran materil dan pengungkapan sindikat perdagangan satwa lindung, namun apabila Majelis Hakim dan JPU tidak menjalankan kewenangannya sangat kuat diduga adanya pelanggaran hukum acara dan kode etik dari JPU dan Hakim sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial Nomor : 047/KMA/SKB/IV/2009 dan Nomor : 02/SKB/P.KY/IV/2009 Tentang Kode Etik Dan Pedoman Perilaku Hakim, dan Peraturan Jaksa Agung RI Nomor : PER-014/A/JA/11/12 Terntang Kode Perilaku Jaksa.

Maka dari itu LBH Medan akan membuat dan menyampaikan pengaduan terhadap Majelis Hakim dan JPU kepada Badan Pengawas internal masing masing dan kepada pihak terkait lainnya sebagai bentuk partisipasi publik dalam memenuhi hak atas pencegahan pengrusakan lingkungan hidup dan pengawasan terhadap penegakan hukum.

 

Contact Person :

Muhammad Alinafiah Matondang, S.H., M.Hum.     (0852-9607-5321)

Bagus Satrio, S.H                                                       (0857-6250-9653)

Tri Achmad Tommy Sinambela, S.H                         (0823-8527-8480)

 

 

 

Baca juga => https://sumut.idntimes.com/news/sumut/idn-times-hyperlocal/sidang-saksi-remaja-penjual-orangutan-ditunda-lagi-lbh-panggil-paksa

https://lbhmedan.org/menilik-keseriusan-hakim-jaksa-dalam-kasus-sindikat-perdagangan-orangutan-sumatera-pongo-abelii/

Menilik Keseriusan Hakim & Jaksa Dalam Kasus Sindikat Perdagangan Orangutan Sumatera (Pongo Abelii)

Terbongkar!!! Sindikat Mafia Orangutan (Pongo Abelii) Di Sumatera

Menilik Keseriusan Hakim & Jaksa Dalam Kasus Sindikat Perdagangan Orangutan Sumatera (Pongo Abelii)

Selasa 5 September 2022, Tim Pemantauan Sidang Lembaga Bantuan Hukum Medan yang sedang melakukan pemantauan terhadap dugaan pemilikan serta perdagangan satwa liar jenis Orangutan Sumatera (Pongo Abelii) atas Terdakwa a.n. TDR dengan Perkara No. 1360/Pid.b/LH/2022/PN.Lbp dengan jeratan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya yang dalam hal ini merupakan ruang lingkup Pengadilan Negeri Lubuk Pakam yang bersidang di Labuhan Deli.

Bahwa sejak pertama kali disidangkan pada tanggal 15 Agustus 2022 hingga saat ini pada agenda keterangan saksi dan keterangan ahli, persidangan dinilai tidak dilaksanakan dengan profesional dan transparan, penilaian tersebut didapatkan melalui 2 (dua) kali penundaan sidang yang dirasa janggal dengan agenda sidang keterangan saksi dan keterangan ahli.

Kejanggalan pertama terjadi saat persidangan pada tanggal 01 September 2022, awalnya dikabarkan akan digelar pada pukul 13.00 WIB. Namun saat Tim LBH Medan mendatangi tempat sidang Labuhan Deli pada waktu tersebut, keadaan ruang Sidang Pengadilan masih kosong.

Kemudian Seorang tukang parkir di sana mengatakan jika para hakim tengah beristirahat dan akan kembali pukul 14.00 WIB. Tim pun menunggu bersama sejumlah awak media. Sekira pukul 14.00 WIB, tempat bersidang mulai ramai beberapa orang yang juga tengah menunggu persidangan perkara lainnya, dan Majelis Hakim pun telah berulang kali mengetok palu persidangan perkara lain. Namun, diantara pengunjung sidang tidak ada satupun saksi dalam perkara Thomas yang hadir.

Tim LBH Medan yang mulai keheranan, beberapa kali mendatangi ruang sidang. Hingga seorang anggota tim LBH Medan bertanya dengan Hakim di ruang sidang tersebut. Namun anehnya, saat itu hakim Sulaiman yang memimpin persidangan Terdakwa Thomas malah mengatakan sidang ditunda hingga Senin (5/9/2022), dan tadi sudah dibuka untuk dinyatakan tunda.

Bahwa kemudian pada tanggal 5 September 2022 persidangan kembali dibuka dengan agenda keterangan saksi dengan memanggil saksi a charge sebanyak 4 orang a.n. Haidar Yasir (20), Putri Adelina (20), RAI (17), dan Arya Rivaldi Pratama (20) dan saksi Ahli, namun pada saat persidangan tersebut kembali didapati kejanggalan dalam proses penundaan persidangan oleh Majelis Hakim.

Hal tersebut disebabkan JPU a.n. Eva Christine yang menangani perkara A quo hanya menjelaskan alasan ketidak hadiran dari saksi ahli melalui surat resmi kepada Majelis Hakim namun tidak menyinggung konfirmasi ketidak hadiran Keempat orang saksi lainnya yang diduga memiliki keterlibatan langsung atas dugaan tindak pidana pemilikan dan perdagangan satwa liar dilindungi.

Hal tersebut menjadi pertanyaan besar bagi LBH Medan pada seluruh perangkat persidangan khususnya JPU a.n. Eva Christine yang tidak mampu menghadirkan ke 4 orang saksi tersebut atau diduga sengaja tidak menghadirkan ke 4 orang saksi tersebut, yang demikian ini akan menimbulkan persepsi negatif dari masyarakat khususnya pegiat satwa dilindungi di Sumatera Utara.

Mengingat adanya dugaan keterlibatan terdakwa TDR ini dalam kasus perdagangan Orangutan Sumatera (Pongo Abelii) di Binjai dengan terpidana Eddy Alamsyah Putra yang dalam hal ini diduga secara Bersama-sama dengan TDR diduga terlibat dalam jaringan internasional perdagangan satwa dilindungi yang diduga pula dikendalikan oleh seorang narapidana di Rutan Klas II Pekanbaru, Irawan Shia als. Min Hua.

Perlu disampaikan informasi lainnya Thomas ini merupakan Terdakwa atas pengembangan kasus sebelumnya terhadap Terpidana Eddy Alamsyah Putra yang telah divonis 8 bulan penjara & denda Rp. 100 juta di PN Binjai dan telah berkekuatan hukum tetap sejak tanggal 17 Mei 2022 lalu.

Jadi peran si Thomas ini sebagai pemilik Orangutan Sumatera (Pongo Abelii) yang dijual dengan harga Rp. 12 Juta ke Irawan Shia Als Aju Bin Min Hua melalui Terpidana Eddy Alamsyah, kemudian nantinya Orangutan Sumatera (Pongo Abelli) itu akan dijual lagi oleh Irawan Shia ke seseorang warga negara asing bernama Zainal sebesar Rp. 50 Juta.

Irawan Shia ini bukanlah pemain baru, karena ia sendiri merupakan Terpidana atas tindak pidana “Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan” dengan menyelundupkan/menempatkan seekor anakan Leopard (Panthera), 4 (empat) ekor anak singa (Panthera Leo), dan 58 (lima puluh delapan) ekor Kura-kura jenis Indiana Star dari Malaysia hal itu telah bertentangan dengan Pasal 86 huruf a, b, & c Jo. Pasal 33 ayat (1) huruf a, b, & c UU No. 21 Tahun 2019 Tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan.

Irawan Shia Als Aju Bin Min Hua saat ini sedang menjalani hukuman penjara selama 4 (Empat) tahun di Rutan Klas II B Pekanbaru sejak putusan PN Pekanbaru telah berkekuatan hukum tetap pada tanggal 16 Juli 2020 lalu. Sehingga dapat difahami meski sedang mendekam dipenjara, Irawan Shia ini masih bisa mengendalikan sindikat perdagangan satwa liar bahkan hingga internasional.

Namun kami mendapati kejanggalan dalam proses pengungkapan sindikat perdagangan satwa ini, karena berdasarkan putusan PN Binjai terhadap Terpidana Eddy Alamsyah Putra, dalam amar putusan dijelaskan barang bukti berupa 1 (satu) buah kotak kayu, 1 (satu) helai kain sarung warna coklat corak kotak-kotak, dan uang lembaran berjumlah Rp. 1.75 Juta dikembalikan kepada Penuntut Umum untuk dijadikan barang bukti dalam perkara Irawan Shia Als Aju Bin Min Hua (berkas perkara terpisah).

Akan tetapi hingga saat ini pertanggal 09 September 2022 pasca 3 (tiga) bulan putusan terhadap Terpidana Eddy, berdasarkan informasi melalui website SIPP PN Pekanbaru, perkara  a quo juga belum ada dalam jadwal persidangan, dan yang kami temui hanya perkara atas Terpidana Irawan Shia Als Aju Bin Min Hua sebelumnya yang telah berkekuatan hukum tetap atas tindak pidana “Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan” yang saat ini sedang ia jalani hukumannya di Rutan Klas II B Pekanbaru.  

 


Baca juga => https://kliksumut.com/persidangan-terdakwa-tdr-dalam-kasus-perdagangan-satwa-liar-dilindungi-lbh-medan-persidangan-tersebut-dirasa-janggal/

https://lbhmedan.org/menilik-dugaan-kedipan-mata-sang-jaksa-penuntut-umum-dalam-persidangan-tdr-terdakwa-kasus-perdagangan-satwa-liar-dilindungi/

Asas Nebis In Idem Dilanggar, Diduga Ada Mafia Peradilan

Diduga-Langgar-Asas-Nebis-In-Idem-dan-Adanya-Dugaan-Mafia-Peradilan-LBH-Medan-Laporkan-Oknum-Hakim-P

Diduga Langgar Asas Nebis In Idem dan Adanya Dugaan Mafia Peradilan, LBH Medan Laporkan Oknum Hakim PN Medan, Serta Hakim PT Medan Ke Mahkamah Agung RI

12 September 2022. Abdul Nasir (57) dkk atau Pemohon Eksekusi yang dahulunya Penggugat/Pembanding/Termohon Kasasi & Termohon PK dalam Perkara Putusan Nomor: 07/PK/Pdt/2009 jo 995/K/Pdt/2002 jo 265/Pdt.G/2001 jo 270 /Pdt.G/2000/PN.Mdn yang telah berkekuatan hukum tetap (Inkracht Van Gewijde) adalah Pemenang Objek Perkara Tanah & Bangunan diatas seluas 218 m2 dan 94 m2 yang terletak di Jalan Kuda No. 18 B & 18 D, Kel. Pandau Hulu I, Kec. Medan Kota. Kota Medan.

Pasca Putusan Incraht, Abdul Nasir sebagai Pemohon Eksekusi mengajukan Permohonan Eksekusi ke Pengadilan Negeri Medan. Atas permohonan a quo pihak PN Medan telah membuat Penetapan Nomor: 52/Eks/2017/270/Pdt.G/2000/PN.Mdn tertanggal 28 Juni 2021 dan Surat Pemberitahuan Pelaksanaan Eksekusi Nomor: W2.U1/4148/Hk.02/VIII/2022 tertanggal 16 Agustus 2022. Dimana sebelumnya pihak PN Medan telah melakukan Aanmaning, Constitering, dan Rakor (Rapat Kordinasi) di Polrestabes Medan.

Namun ketika dilakukan Eksekusi objek perkara pada tanggal 24 Agustus 2022, pihak PN Medan tanpa adanya Penetapan/Pemberitahuan secara tertulis menyampaikan kepada Pemohon Eksekusi melalui Jurusita jika objek Perkara No. 18 B tidak dapat di Eksekusi dikarenakan telah adanya putusan yang bertentangan dalam hal ini Putusan Nomor: 629/Pdt.G/2021/PN Medan jo 160/Pdt/2022/PT Medan.

Adapun Hakim yang memutus perkara Nomor: 629/Pdt.G/2021/PN Medan jo 160/Pdt/2022/PT Medan. diketahui a.n IM, SH.,MH selaku Ketua Majelis, HUS, SH.,MH dan ZH, SH.,MH selaku Hakim Anggota pada PN Medan, Serta PN ,SH.MH selaku Hakim Ketua, Dr.DS, SH.,MH dan JPL.SH.,MH selaku hakim anggota Pengadilan Tinggi Medan dibantu Panitera Pengganti.

Menyikapi tindakan sewenang-wenang (abuse of power) PN Medan, Pemohon eksekusi melalui kuasanya LBH Medan menyampaikan keberatannya, dikarenakan tindakan PN medan diduga telah bertentangan dengan hukum yang berlaku dan secara tegas meminta eksekusi dilaksanakan sesuai 52/Eks/2017/270/Pdt.G/2000/PN.Mdn dan Surat Pemberitahuan Pelaksanaan Eksekusi Nomor: W2.U1/4148/Hk.02/VIII/2022. Namun pihak PN Medan menagatakan hal tersebut merupakan perintah Ketua PN Medan.

Akhirnya Eksekusi yang dihadiri PN Medan, Polretabes Medan, Masyarakat Pembela Tanah Wakaf (MPTW) dan sekelompok orang yang diduga ingin menghalangi Eksekusi ditunda, dikarenakan alasan Keamaan/Tidak Kondusif.

LBH Medan menilai penundaan tersebut seharusnya tidak dilakukan karena pihak kepolisian yang berjumlah ± 75 tersebut dapat melakukan tindakan tegas terhadap pihak yang mencoba menghalangi eksekusi.

Hingga sampai saat ini Eksekusi perkara a quo belum juga terlaksana, LBH Medan menduga Putusan Nomor: 629/Pdt.G/2021/PN Medan jo 160/Pdt/2022/PT Medan syarat akan kejanggalan. Dimana Hakim PN Medan serta Hakim PT Medan diduga secara hukum melanggar asas nebis in idem (perkara yang memiliki para pihak sama, objek yang sama dan materi pokok yang sama) yang seharusnya tidak dapat diperiksa kembali sesuai Pasal 1917 KUHPerdata dan dikuatkan dengan Surat Edaran (SE) Mahkamah Agung RI Nomor 3 Tahun 2002 Tentang Penanganan Perkara Yang Berkaitan dengan Asas Nebis In Idem.

Bukan tanpa alasan, perlu diketahui jika Termohon Eksekusi telah berulangkali mengajukan gugatan,Banding, kasasi, PK dan Bantahan terhadap Eksekusi ke PN Medan, PT Medan,Mahakamah Agung R.I sebagaimana putusan PN Medan Nomor: 442/Pdt.G/2008/PN.Mdn tanggal 07 Mei 2009 jo 740/Pdt.G/2017/PN.Mdn tanggal 14 Agustus 2018 jo 595/Pdt.G/2017/PN.Mdn tanggal 19 September 2018 jo Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor : 416/Pdt.G/2019/PN.Mdn jo 763/Pdt.Bth/2021/PN Mdn. Tertanggal 01 September 2022, seluruhnya ditolak dengan alasan Nebis in Idem.

Begitu juga di PT Medan berdasarkan putusan Putusan Pengadilan Tinggi Medan Nomor : 533/Pdt/2020/PT MDN tanggal 20 Januari 2020 dan Putusan Mahkamah Agung R.I Nomor : 1362 K/Pdt/2011 jo Putusan Nomor: 616/PK/Pdt/2016, tertanggal 15 Desember 2016, yang keseluruhanya juga ditolak secara tegas oleh Mahkamah Agung RI dengan alasan yang sama yaitu Nebis in Idem. oleh karena itu patut dan wajar secara hukum LBH Medan menduga adanya mafia peradilan atas putusan 629/Pdt.G/2021/PN Medan jo 160/Pdt/2022/PT Medan.

Maka atas adanya dugaan Mafia Peradilan dan pelanggaran Kode Etik Hakim, LBH Medan telah membuat pengaduan secara resmi kepada Ketua Mahkamah Agung RI dll berdasarkan Surat Nomor: 232/LBH/PP/IX/2022 tertanggal 02 September 2022. Oleh karena itu sudah sepatut Ketua Mahkamah Agung RI , Bawas Mahakamah Agung serta KY RI dll, menindaklanjuti Laporan/Pengaduan Pemohon, seraya memeriksa dan menindak tegas para hakim yang bersangkutan dikarenakan diduga telah melanggar hukum yang berlaku dan kode etik hakim dan segera memerintakahkan ketua PN Medan untuk segera melakukan Eksekusi kembali terhadap objek perkara, karena apabila tidak dilakukan Eksekusi tersebut akan meninmbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap Pengadilan yang seharusnya memberikan Keadilan.

LBH Medan menduga para Hakim PN Medan dan Hakim PT Medan melanggar UUD 1945, UU 39 Tahun 1999, serta Pasal 1917 KUHPerdata Jo Surat Edaran Mahkamah Agung No. 3 Tahun 2002 tentang penanganan perkara yang berkaitan dengan Asas Nebis in idem. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) dan ICCPR (International Covenant on Civil and Political Rights).

Contact Whatsapp
Irvan Saputra, S.H., M.H. (0821-6373-6197)
Alma A’ Di, S.H. (0812-6580-6978)

 

 

Baca juga => https://www.portibi.id/diduga-langgar-asas-nebis-in-idem-dan-dugaan-mafia-peradilan-lbh-medan-laporkan-oknum-hakim-pn-medan-dan-hakim-pt-medan-ke-ma/

https://lbhmedan.org/pn-medan-polrestabes-medan-tunda-eksekusi-putusan-inkracht/https://lbhmedan.org/pn-medan-polrestabes-medan-tunda-eksekusi-putusan-inkracht/

MENILIK DUGAAN KEDIPAN MATA SANG JAKSA PENUNTUT UMUM DALAM PERSIDANGAN TDR TERDAKWA KASUS PERDAGANGAN SATWA LIAR DILINDUNGI

MENILIK DUGAAN KEDIPAN MATA SANG JAKSA PENUNTUT UMUM DALAM PERSIDANGAN TDR TERDAKWA KASUS PERDAGANGAN SATWA LIAR DILINDUNGI

MENILIK DUGAAN KEDIPAN MATA SANG JAKSA PENUNTUT UMUM DALAM PERSIDANGAN TDR TERDAKWA KASUS PERDAGANGAN SATWA LIAR DILINDUNGI

LBH Medan, Selasa 5 September 2022, Tim Pemantauan Sidang Lembaga Bantuan Hukum Medan yang sedang melakukan pemantauan terhadap dugaan pemilikan serta perdagangan satwa liar terdakwa a.n. TDR dengan Perkara No. 1360/Pid.b/LH/2022/PN.Lbp dengan jeratan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya yang dalam hal ini merupakan ruang lingkup Pengadilan Negeri Lubuk Pakam yang bersidang di Labuhan Deli.

Bahwa sejak pertama kali disidangkan pada tanggal 15 Agustus 2022 hingga saat ini pada agenda keterangan saksi dan keterangan ahli, persidangan dinilai tidak dilaksanakan dengan profesional dan transparan, penilaian tersebut didapatkan melalui 2 (dua) kali penundaan sidang yang dirasa janggal dengan agenda sidang keterangan saksi dan keterangan ahli.

Bahwa kemudian pada tanggal 5 September 2022 persidangan kembali dibuka dengan agenda keterangan saksi dengan memanggil saksi a charge sebanyak 4 orang a.n. Haidar Yasir (20), Putri Adelina (20), RAI (17), dan Arya Rivaldi Pratama (20) dan saksi Ahli, namun pada saat persidangan tersebut kembali didapati kejanggalan dalam proses penundaan persidangan oleh Majelis Hakim, hal tersebut disebabkan JPU a.n. Eva Christine yang menangani perkara A quo hanya menjelaskan alasan ketidak hadiran dari saksi ahli melalui surat resmi kepada Majelis Hakim namun tidak menyinggung konfirmasi ketidak hadiran Keempat orang saksi lainnya yang diduga memiliki keterlibatan langsung atas dugaan tindak pidana pemilikan dan perdagangan satwa liar dilindungi.

Hal tersebut menjadi pertanyaan besar bagi LBH Medan pada seluruh perangkat persidangan khususnya JPU a.n. Eva Christine yang tidak mampu menghadirkan ke 4 orang saksi tersebut atau diduga sengaja tidak menghadirkan ke 4 orang saksi tersebut, yang demikian ini akan menimbulkan persepsi negatif dari masyarakat khususnya pegiat satwa dilindungi di Sumatera Utara mengingat adanya dugaan keterlibatan terdakwa TDR ini dalam kasus perdagangan orang utan (Pongo abelli) di Binjai dengan terpidana Eddy Alamsyah Putra yang dalam hal ini diduga secara Bersama-sama dengan TDR diduga terlibat dalam jaringan internasional perdagangan satwa dilindungi yang diduga pula dikendalikan oleh seorang narapidana di Rutan Klas II Pekanbaru, Irawan Shia als. Min Hua.

Bahwa pada saat tim pemantau sidang dari LBH Medan meminta izin kepada hakim ketua untuk mengambil foto dan video pada saat proses persidangan berlangsung, hakim memberikan izin kepada tim pemantau sidang dari LBH Medan, namun ternyata dihalangi oleh JPU a.n. Eva Christine dengan melakukan intervensi menolak izin tersebut kepada hakim melalui kedipan mata kepada hakim dengan alasan kekhawatiran LBH Medan akan menyalahgunakan foto dan video yang akan diambil oleh LBH Medan, yang pada akhirnya hakim menyatakan “Hanya boleh mengambil foto”.

Hal tersebut sangat disayangkan oleh LBH Medan, Hakim Ketua dapat mengubah kebijakannya secara seketika hanya berdasarkan alasan tendensiusnya JPU kepada LBH Medan dalam menggunakan hak dalam berpartisipasi dalam pencegahan kerusakan lingkungan hidup dan mengawal proses peradilan yang adil dan transparan tanpa ada intervensi dari pihak manapun yang akan mempengaruhi putusan hakim termasuk JPU sendiri.

Lembaga Bantuan Hukum Medan yang selama ini juga konsern dalam advokasi perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dengan ini patut dan wajar menyampaikan Tindakan yang dilakukan oleh Hakim Ketua a.n. Sulaiman dan Jaksa a.n. Eva Christine ini di dalam ruang persidangan menimbulkan dugaan kesengajaan untuk tidak menghadirkan ke 4 orang saksi serta pembatasan LBH Medan dalam melakukan pemantauan sidang ini tanpa alasan yang tepat dan jelas dapat diklasifikasi adanya dugaan pelanggaran ketentuan Pasal 30C Huruf C Undang-undang No. 11 Tahun 2021 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia, pasal 160 Ayat (1) Huruf C KUHAP serta Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim dalam hal Bersikap Mandiri, Berintegritas Tinggi serta Menjunjung Tinggi Harga Diri.

Untuk menguji keseriusan JPU dalam membuktikan dakwaannya terhadap terdakwa TDR patut dan wajar atas ketidakhadiran keempat orang saksi ini pada dua kali agenda persidangan, Majelis Hakim memerintahkan JPU untuk melakukan upaya paksa membawa keempat orang saksi tersebut karena diduga telah menghalang-halangi proses pemeriksaan dipengadilan dan diduga telah melanggar ketentuan 216 KUHPidana yang dapat diancam hukuman penjara selama-lamanya empat bulan dua minggu.

Contact Person :
Muhammad Alinafiah S.H., M. Hum (0852-9607-5321)
Tri Achmad Tommy Sinambela S.H (0823-8527-8480)

 

 

Baca juga => https://lbhmedan.org/diduga-lakukan-pelanggaran-ham-terhadap-terpidana-lbh-medan-adukan-ka-rutan-klas-i-medan-pengadilan-negeri-medan-kejaksaan-negeri-medan/

https://sumut.idntimes.com/news/sumut/idn-times-hyperlocal/menakar-keseriusan-peradilan-kasus-remaja-penjual-orangutan?utm_source=whatsapp

Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung R.I , Suwito Lagola Memohon Agar Istrinya Dibebaskan!

Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung R.I, Suwito Lagola Memohon Agar Istrinya Dibebaskan

Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung R.I , Suwito Lagola Memohon Agar Istrinya Dibebaskan!

Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung R.I , Suwito Lagola Memohon Agar Istrinya Dibebaskan

Sidang Putusan Herawaty (istri mantan juara tinju dunia Suwito Lagola) pada hari Selasa, 08 Februari 2022 oleh Pengadilan Negeri Stabat. Adapun Majelis Hakim Pengadilan Negeri Stabat menjatuhkan putusan terhadapnya yaitu dengan amar putusan menyatakan Herawaty secara sah dan meyakinkan terbukti bersalah melakukan tindak pidana penipuan secara bersama-sama (Pasal 378 Jo. 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana), dan menghukum Terdakwa selama 2 tahun penjara dipotong masa tahanan dan memerintahkan Terdakwa tetap dalam tahanan serta membebankan biaya sebesar Rp. 7.500,-

Putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Stabat dinilai sangat janggal dikarenakan diduga Majelis Hakim dalam perkara a quo mengabaikan fakta-fakta yang terungkap di persidangan. Semisal banyaknya kebohongan yang diduga dilakukan Terdakwa lain (dalam berkas terpisah) inisal M dan S pada saat pemeriksaan diantaranya mengatakan telah menerima uang sebesar Rp. 150 Juta dari Saksi Korban inisial K. Padahal di persidangan K dan Saksi lainnya, E, D & ST menyatakan jika uang itu telah dipotong 10% lebih dulu oleh K sebagai uang administrasi dan bunga perbulan, dll.

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Stabat juga diduga mengabaikan jika seyogyanya Herawaty tidak pernah menerima uang dari K, serta Majelis Hakim juga mengabaikan jika perkara a quo merupakan perkara perdata. Kejanggalan itu sangat nyata terlihat ketika Majelis Hakim Pengadilan Negeri Stabat menjatuhkan putusan yang dinilai aneh dan bertentangan dengan hukum. Dimana Majelis Hakim menjatuhkan putusan penjara selama 2 Tahun terhadap Herawaty dan memutus masing-masing 1 Tahun 4 bulan terhadap Terdakwa M dan S.

Atas putusan yang diduga tidak objektif tersebut, pada tanggal 08 Februari 2022, Herawaty melalui LBH Medan mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Medan. Namun putusan banding tersebut malah menguatkan putusan sebelumnya, sehingga pada tanggal 13 Juni 2022, Herawaty ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung R.I.

#JusticeForHerawaty
#StopKriminalisasi
#SuwitoLagola
#KeadilanUntukSemua
#BantuSuwitoLagola
#KicauanJalanHindu12
#LBHMedan

Baca juga => https://lbhmedan.org/putusan-janggal-bentuk-nyata-kriminalisasi-terhadap-istri-suwito-lagola/
https://sumutpos.jawapos.com/hukum-kriminal/21/02/2022/dihukum-2-tahun-terkait-kasus-penipuan-istri-mantan-petinju-dunia-banding/

PN Medan & Polrestabes Medan Tunda Eksekusi Putusan Inkracht

PN Medan & Polrestabes Medan Tunda Eksekusi Putusan Inkracht

LBH Medan Kecewa Terhadap Kinerja Ketua Pengadilan Negeri Medan dan Polrestabes Medan Yang Menunda Eksekusi Putusan Yang Telah Berkekuatan Hukum Tetap (Inkracht Van Gewijde)

(LBH Medan, 24 Agustus 2022). Lembaga Bantuan Hukum Medan selaku Kuasa Hukum dari Abdul Nasir (57) berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 07 Januari 2020. Rabu, 24 Agustus 2022 Pengadilan Negeri Medan melalui Surat Penetapan Nomor: 52/Eks/2017/270/Pdt.G/2000/PN.Mdn tertanggal 28 Juni 2021 dan Surat Pemberitahuan Pelaksanaan Nomor: W2.U1/4148/Hk.02/VIII/2022 tertanggal 16 Agustus 2022, melaksanakan Eksekusi di Jalan Kuda No.18B dan 18D, Kelurahan Pandau Hulu I, Kecamatan Medan Kota, Kota Medan dengan objek perkara tanah dan bangunan diatasnya seluas 218 m2 dan 94 m2. Yang merupakan tanah wakaf islamiyah arabia berdasarkan Putusan 07/PK/Pdt/2009 jo 999/K/Pdt/2002 jo 265/Pdt.G/2001 jo 270/Pdt.G/2000/PN.Mdn yang telah berkekuatan hukum tetap (Inkracht Van Gewijde).

Ekseksusi yang dilaksanakan pukul 09.00 Wib turut dihadiri perwakilan PN Medan sebanyak ± 7 orang , Kepolisian Polrestabes Medan sebanyak ±75 personil, Pihak Kelurahan sebanyak ± 2 orang, Pemohon Eksekusi/Kuasanya serta Termohon Eksekusi/Kuasanya.

Awalnya pihak Kepolisian melalui Kompol Hendra Simatupang membariskan pihak-pihak yang terlibat dalam eksekusi, sembari menyampaikan informasi terkait keamaan dan ketertiban dalam proses Eksekusi.

Setelahnya Pihak PN Medan yang diwakilkan oleh Jurisita memanggil Pemohon Eksekusi dari LBH Medan dan Termohon Eksekusi yang diwakilkan oleh Kuasa Hukumnya menyampaikan “hari ini akan dilaksanakan eksekusi terhadap objek perkara No. 18D. namun untuk No.18B belum dapat dieksekusi karena adanya putusan yang bertentangan”.

Terkait penyampain dari Pengadilan Negeri Medan tersebut, Pemohon Eksekusi melalui Kuasanya LBH Medan telah menyampaikan Keberatan karena yang menjadi objek perkara yang telah tertuang dalam Penetapan Eksekusi 52/Eks/2017/270/Pdt.G/2000/PN.Mdn dan Surat Pemberitahuan Pelaksanaan Putusan Nomor : W2.U1/4148/Hk.02/VIII/2022 adalah Tanah dan Bangunan yang terletak di Jl. Kuda Nomor 18B dan 18 D Pandau Hulu I, Kecamatan Medan Kota.

Namun saat penyampaian hanya 1 (satu) objek saja yaitu 18 D. Hal ini jelas telah melanggar aturan hukum yang berlaku dan merupakan bentuk penyalahgunaan kewenanagan yang dilakukan Pengadilan Negeri Medan.

Bahwa ketika pihak PN Medan akan membacakan surat penetapan, ada seseorang yang mengaku Kuasa Hukum dengan menyampaikan “Klien kita tidak pernah digugat, punya SHM serta tidak pernah ada pembatalan akta Jual Beli, kok bangunan No. 18D mau dieksekusi, kami keberatan.” Lantas dijawab oleh pihak Kepolisian Kompol. Hendra Simatupang “kalau saudara keberatan silahkan sampaikan kepada Ketua Pengadilan, tugas kami mengamani jalannya eksekusi.”

Disamping itu sekelompok orang berjumlah ±15 yang tidak diketahui identitasnya diduga mencoba memprovokasi dan menghalangi eksekusi dengan mengatakan “kami menolak dilakukannya eksekusi, kami tidak percaya dengan polisi, tidak ada bedanya dengan sambo.”

Atas pernyataan yang memprovokasi tersebut, masyarakat pembela tanah wakaf geram hingga terjadi adu mulut. Sehingga pihak Kepolisian beralasan “tidak memungkinkan untuk dilaksanakan eksekusi, untuk sementara ditunda dulu Eksekusinya. Kalau keberatan, silahkan sampaikan langsung kepada atasan kami Kabag Ops, tapi kalau masyarakat yang hadir ini aman, maka kita lanjutkan eksekusinya.”

Mendengar pernyataan tersebut, Masyarakat pembela tanah wakaf langsung menertibkan diri dengan menjauhi objek perkara yang akan dieksekusi. Setelah masyarakat tertib, Pihak Kepolisian malah kembali menyampaikan penundaannya, sedangkan penetapan eksekusi belum dibacakan oleh pihak PN Medan.

LBH Medan menduga pihak Kepolisian tidak serius melaksanakan tugasnya sebagai pengamanan, padahal Kepolisian dilindungi oleh hukum sebagaimana dijelaskan pada UU R.I No.22 Tahun 2002 tentang Kepolisian Jo Pasal 212 dan Pasal 216 KUHP yang intinya menjelaskan jika ada yang menghalangi polisi dalam bertugas maka bisa dikatakan melawan Polisi dalam melaksanakan tugasnya.

LBH Medan sebagai lembaga yang konsern terhadap Penegakan Hukum dan Perlindungan Hak Asasi Manusia dengan ini patut dan wajar Kecewa atas kinerja PN Medan dan Kepolisan Resor Kota Besar Medan. Serta menduga Kepolisian Resor Kota Besar Medan tidak melaksanakan tugasnya secara profesional, proporsional dan prosedural sebagaimana dijelaskan pada Perkap No.14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Kepolisian.

Disamping itu LBH Medan juga menduga Ketua Pengadilan Negeri Medan telah melanggar UUD 1945, UU 39 Tahun 1999, serta Pasal 1917 KUHPerdata Jo Surat Edaran Mahkamah Agung No. 3 Tahun 2002 tentang penanganan perkara yang berkaitan dengan Asas Nebis In Idem karena mempertimbangkan kembali putusan yang sudah berkuatan hukum tetap (inkracht).

Padahal tidak ada satupun putusan yang membatalkan Putusan Mahkamah Agung tersebut. Oleh karena itu melalui rilis ini LBH Medan meminta secara tegas kepada PN Medan dan Polretabes Medan untuk segera melaksanakan Eksekusi Kembali dan melakukan pengamanan Eksekusi demi tegaknya hukum dan Keadilan.

Narahubung :
Irvan Saputra (0821-6373-6197)
Alma A’ Di (0812-6580-6978)

 

Baca juga => https://www.neracanews.com/lbh-medan-kecewa-terhadap-kinerja-ketua-pengdilan-negeri-medan-dan-polrestabes-medan-yang-menunda-eksekusi-putusan-yang-telah-berkekuatan-hukum-tetap-inkracht-van-gewijde/

https://lbhmedan.org/wp-admin/post.php?post=1084&action=edit&classic-editor=1