Tuntutan Kasus Kerangkeng Manusia Sangat Ringan & Lukai Rasa Keadilan Masyarakat, LBH Medan Minta Jamwas Kejagung dan Komisi Kejaksaan R.I Periksa Kajari, Kasi Pidum dan JPU Kejaksaan Negeri Langkat

RELEASE PRESS
Nomor:324/LBH/RP/XI/2022

(LBH Medan, 15 November 2022). Senin, 14 November 2022 sidang lanjutan terhadap 4 (empat) Terdakwa berinisial DP, HS, IS dan HS dengan Register Perkara Nomor: 467/Pid.B/2022/PN.Stb dan 468/Pid.B/2022/PN.Stb atas dugaan tindak pidana kekerasan/penyiksaan di kerangkeng manusia milik Bupati Langkat Non-aktif Terbit Rencana Perangin-Angin (TRP) yang mengakibatkan SG dan ASI (korban) meninggal dunia telah memasuki sidang pembacaan Tuntutan.

Adapun tuntutan Jaksa Penuntut Umum terhadap para Terdakwa yaitu 3 Tahun penjara, dimana JPU dalam tuntutanya menyatakan jika para Terdakwa secara sah bersalah melanggar Pasal 351 ayat (3) KUHP jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.

Padahal para Terdakwa sebelumnya didakwakan telah melanggar Pasal 170 ayat (2) ke-3 KUHP atau 351 ayat (3) KUHP dengan ancaman hukuman penjara selama-lamanya 12 tahun atau selama-lamanya 7 tahun penjara.

LBH Medan menilai tuntutan JPU sangat ringan dan melukai rasa keadialan di masyarakat, seharusnya tindakan para Terdakwa yang diduga telah menghilangkan nyawa para korban dituntut secara objektif sesuai aturan hukum yang berlaku. LBH Medan juga menduga ada kejanggalan dalam tuntutan dan ketidak seriusan JPU menangani perkara a quo.

Pertama, dalam dakwaanya para terdakawa melanggar 170 ayat (2) ke-3 KUHP atau 351 ayat (3) KUHP, hal ini menggambarkan jika dakwaan yang disusun oleh JPU telah cermat, jelas dan lengkap sesuai dengan pasal 143 KUHAP.Namun anehnya ketika tuntutan jaksa menyatakan jika para terdakwa secara sah melanggar Pasal 351 ayat (3) KUHP jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.

Kedua, tuntutan JPU sangat ringat dimana acaman pasal tersebut 7 tahun penjara, tetapi dituntut 3 tahun penjara artinya tidak sampai setengah dari ancamannya.

Ketiga, diketahui dalam pemberitaan jika JPU menyatakan terharuh atas restitusi yang dilakukan oleh para terdakwa hal ini menggambarkan ketidakobjektifan JPU dalam perkara a quo yang seharusnya berdiri bersama korban.

Keempat, seharusnya agenda sidang tuntutan tanggal 09 November 2022, namun ditunda menjadi tanggal 14 November 2022 dan Kelima, diketahui sidang dilaksanakan jam 18.00 Wib. Padahal perkara ini sangat mendapatkan perhatian publik secara nasional (Viral) namun disidangkan diwaktu yang sangat sore. Hal ini semua menggambarkan adanya kejanggalan dalam tuntutan JPU.

Terkait banyaknya kejanggalan tersebut, LBH Medan secara tegas meminta kepada Jamwas (Jaksa Muda Pengawas) Kejaksaan Agung dan Komisi Kejaksaan R.I untuk memeriksa dan menindak Kajari, Kasi Pidum dan JPU dalam perkara a quo. Karena menurut hukum tuntutan JPU telah melukai rasa keadilan masyarakat dan bertentangan dengan Surat Edaran Kepala Kejaksaan Agung R.I Nomor: SE-001/J-A/4/1995 atau Surat Edaran Nomor 3 Tahun 2019 tentang Pedoman Penuntutan. Jika hal ini tidak ditindak lanjuti secara serius maka akan sangat berdampak kepada kepercayaan publik terhadap institusi kejaksaan terkhusus Kejaksaan Negeri Langkat.

LBH Medan juga meminta kepada majelis hakim yang menangani perkara a quo, untuk tidak mempertimbangkan tuntutan JPU atau bahkan mengabaikannya, seraya memberikan putusan yang berkeadilan kepada korban dan masyarakat demi tegaknya hukum kerana tindakan para terdakwa diduga telah melanggar Undang-undang Dasar RI tahun 1945 dan bertentangan dengan Hak Asasi Manusia sebagaimana dijelaskan pada Pasal 28A UUD 1945 Jo Pasal 33 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Jo Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Hak-Hak Sipil dan Politik dan UU Nomor 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Convention Against Torturead Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment (Konvensi Menentang Penyiksaan Dan Perlakuan Atau Penghukuman Lain Yang Kejam, Tidak Manusiawi Atau Merendahkan Martabat Manusia).

Demikian rilis ini dibuat dengan maksud dipergunakan sebagai bahan pemberitaan yang mengedukasi masyarakat tentang pentingnya mematuhi hukum dan menjunjung tinggi serta menghormati Hak Asasi Manusia.

Narahubung :
IRVAN SAPUTRA, S.H., M.H. (0821-6373-6197)
ALMA A’ DI, S.H. (0812-6580-6978

Release Press Nomor:317/LBH/RP/XI/2022 LBH Medan “Kota Medan Butuh Infrastruktur Yang Menyelesaikan Masalah Masyarakat, Bukan Semata-Mata Mempercantik Kota”

 

LBH Medan, Rabu 8 November 2022, LBH Medan menyayangkan rehabilitasi jembatan Jalan Raden Saleh Kecamatan Medan Barat dan pembanguanan Gapura perbatasan Kota Medan yang saat ini sedang dikerjakan Pemko Medan melalui Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan. Proyek jembatan dan pembanguanan Gapura perbatasan Kota Medan yang berjalan saat ini menurut LBH Medan tidak tepat dan tidak memberikan rasa keadilan bagi masyarakat.

Dimana seharusnya Walikota Medan lebih memproritasakan kemaslahatan masyarakat dengan cara memperbaiki jalan-jalan yang masih banyak rusak dan memperbaiki drainase dll, guna mencegah terjadinya banjir dan masalah masyarakat kota medan lainya.

Diketahui rehabilitasi Jembatan Jalan Raden Saleh Kecamatan Medan Barat dan Gapura perbatasan Kota Medan Jalan Jamin Ginting/Tuntungan memakan biaya yang fantantis yaitu sebesar 1.031.031.000 (Satu Miliyar Tiga Puluh Satu Juta Tiga Puluh Satu Rupiah) dan 2,4 Miliar Rupiah.

Parahnya jembatan Raden Saleh diketahui masih baru atau telah beberapa kali direhabilitasi dan sangat kokoh namun tanpa alasan yang jelas direhabilitasi kembali.Hal ini patut menimbulkan kecurigaan masayarakat, Apakah rehabilitasi tersebut dibutuhkan atau diduga hanya sekedar menghabiskan anggaran?

LBH Medan menilai pembanguan tersebut saat ini tidak dibutuhkan karena tidak berdampak terhadap kemaslahatan masyarakat kota Medan dan hanya sekedar mempercantik kota, tidak hanya itu Rehabilitasi Jembatan dan Gapura tidak mencerminkan pembangunan yang berkeadilan.

Bukan tanpa alasan berdasarkan informasi yang didapat LBH Medan saat ini masyarakat di jalan Salam, kelurahan Harjosari II, kecamatan Medan Amplas diketahui selalu tergenang air dan parit yang rusak bahkan terabaikan, padahal sudah beberapa kali masuk proses musrenbang tingkat kelurahan maupun kecamatan dan sudah berulang kali pula pihak dari Pemko Medan melalui dinas terkait (PU) melakukan survei lokasi.

Namun usulan tersebut tidak terealisasi dengan berbagai alasan teknis. Hal ini jelas membuat miris masyarakat, bukannya mengutamakan keluhan masyarakat malah mempercantik kota. Seharusnya sebagaimana amanat Undang-undang No.17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang berasaskan keadilan, disebutkan bahwa pembangunan harus berkeadilan dan kepatutan.

Oleh karena itu LBH Medan menilai jika rehabilitasi jembatan Raden Saleh dan Gapura perbatasan Medan-Deliserdang tidak mencerminkan keadilan dan kepatutan, yang mana seyogiyanya Walikota Medan melalui Dinas PU lebih memproritaskan kebutuhan dan keluhan masyarakat sebagai contoh masyarakat jalan selam.

LBH Medan sebagai lembaga yang konsern terhadap penegakan hukum dan hak asasi manusia (HAM) secara tegas meminta Walikota Medan untuk menggunakan APBD semata-mata untuk kemaslahatan masyarakat Kota Medan, bukan cuma mempercantik kota yang pada prinsipnya tidak diperlukan masyarakat dan diketahui saat ini Medan juga tidak dalam mengikuti kontes kecantikan kota.

Oleh karenanya dewasa ini yang dibutuhkan masyarakat adalah infrastruktur yang mampu menyelesaikan masalah masyarakat diantarannya banjir, jalan berlubang, macat, polusi, sampah, kemiskinan dan dapat menunjang kesejahteraan serta keaman masyarakat kota Medan sebagaimana yang telah diamanatkan dalam pasal 33 Undang-undang Dasar RI Tahun 1945 jo Pasal 9 Ayat (2) dan (3) UU Nomor 39 Tahun 1999 Tentang HAM.

Demikian rilis ini dibuat dengan maksud dipergunakan sebagai bahan pemberitaan yang atas perhatiannya diucapkan terimakasih..

Narahubung :
IRVAN SAPUTRA, S.H., M.H. (0821-6373-6197)
BAGUS SATRIO, S.H. (0857-6250-9653)

Restitusi 4 (Empat) Terdakwa Kasus Dugaan Kekerasan/Penyiksaan Kerangkeng Manusia di Langkat Tidak Menghapus Pidana

RELEASE PERS
Nomor:314/LBH/RP/XI/2022

Kamis, 03 November 2022 sidang terhadap 4 (empat) Terdakwa berinisial DP, HS, IS dan HS dengan Register Perkara Nomor: 467/Pidb.B/2022/PN.Mdn dan 468/Pid.B/2022/PN.Mdn atas dugaan tindak pidana kekerasan/penyiksaan di kerangkeng manusia milik Bupati Langkat Non-aktif Terbit Rencana Perangin-Angin (TRP) yang mengakibatkan SG dan ASI (korban) meninggal dunia memasuki sidang pembacaan permohonan restitusi yang dimohonkan oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) terhadap keluarga korban/ahli warisnya.

Dalam sidang tersebut ketua majelis hakim perkara a quo Halida Rahardhini SH.,M.Hum menyampaikan surat permohonan restitusi yang diajukan LPSK melalui Kejaksaan Negeri Langkat atas meninggalnya para korban telah dilaksanakan Terdakwa melalui penasehat hukumnya.

Restitusi adalah ganti kerugian yang diberikan kepada korban atau keluarganya oleh pelaku tindak pidana atau pihak ketiga. Permohonan restitusi diajukan LPSK melalui Kejaksaan Negeri Langkat kepada Pengadilan Negeri Stabat cq Majelis Hakim, akhirnya terpenuhi.

Adapun restitusi tersebut diberikan Para Terdakwa melalui Penasehat Hukumnya sebesar Rp. 530.000.000,- (lima Ratus Tiga Puluh Juta Rupiah) guna pemulihan/tunjangan kematian terhadap ahli waris Para Korban yang masing-masing mendapatkan uang sebesar Rp. 265.000.000,- (dua ratus enam puluh lima juta rupiah).

Diketahui 4 (empat ) Terdakwa DP, HS, IS dan HS sebelumnya didakwakan telah melanggar Pasal 170 ayat (2) ke-3 KUHP atau 351 ayat (3) KUHP dengan ancaman hukuman penjara selama-lamanya 12 Tahun atau selama-lamnya 7 tahun penjara. Oleh karena itu LBH Medan menilai pemberian restitusi terhadap ahli waris sesungguhnya tidak menghapus pidana yang dilakukan para Terdakwa. Restitusi tersebut merupakan salah satu alasan JPU maupun hakim untuk mempertimbangkan keringanan hukuman terhadap para Terdakwa.

LBH Medan sebagai lembaga yang konsern terhadap penegakan hukum dan hak asasi manusia (HAM) mengecam keras tindak kekerasan/penyiksaan yang diduga dilakukan para Terdakwa dan secara tegas meminta kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan Hakim yang menangani perkaa a quo tidak terpaku pada restitusi yang telah dilakukan para Terdakwa, terkhusus kepada JPU Kejaksaan Negeri langkat yang diketahui dalam agenda sidang selajutnya pada tanggal 9 November 2022 akan menyampaikan tuntutanya kepada majelis hakim.

Terkait hal tersebut LBH Medan meminta agar JPU tidak ujuk-ujuk menuntut para Terdakwa dengan tuntutan yang ringan/diskon hukuman meskipun telah dilakukannya restitusi. LBH Medan meminta JPU untuk tetap objektif dalam melakukan penuntutan, karena jika tuntutanya itu ringan atau bahakan sangat ringan maka secara tidak langsung telah mencederai keadilan bagi masyarakat yang notabenenya mengetahui perkara a quo dan akan berdampak kepada kepercayaan publik terhadap Kejaksaan Negeri Langkat dalam melakukan penegakan hukum.

Tuntutan yang objektif dari JPU dapat memberikan efek jera kepada para terdakwa dan menunjukkan komitmen atau keseriusan negara dalam menindak tegas para pelaku tindak pidana kekerasan/penyiksaan di Indoneseia. Karena sesungguhnya praktik-praktik kekerasaan/penyiksaan dikecam seluruh lapisan masyarakat dunia. Serta begitu juga nantinya putusan pengadilan harus mengedepankan keadilan di masyarakat.

LBH Medan menduga tindak pidana kekerasan/penyiksaan yang terjadi di kerangkeng manusia milik bupati langkat non aktif TRP telah melanggar Undang-undang Dasar RI tahun 1945 dan bertentangan dengan Hak Asasi Manusia sebagaimana dijelaskan pada Pasal 28A UUD 1945 Jo Pasal 33 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Jo Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Hak-Hak Sipil dan Politik yang intinya menjelaskan “Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan kehidupannya, berhak bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang kejam yang tidak manusiawi, berhak untuk bebas dari penghilangan nyawa secara paksa yang bertentangan dengan aturan hukum yang berlaku serta telah melanggar UU Nomor 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Convention Against Torturead Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment (Konvensi Menentang Penyiksaan Dan Perlakuan Atau Penghukuman Lain Yang Kejam, Tidak Manusiawi Atau Merendahkan Martabat Manusia).

Demikian rilis ini dibuat dengan maksud dipergunakan sebagai bahan pemberitaan yang mengedukasi masyarakat tentang pentingnya mematuhi hukum dan menjunjung tinggi serta menghormati Hak Asasi Manusia.

Narahubung :
IRVAN SAPUTRA, S.H., M.H. (0821-6373-6197)
ALMA A’ DI, S.H. (0812-6580-6978)