Banyak Laporan Polisi Bertahun-Tahun Tidak Kunjung Selesai (Undue Delay), LBH Medan Desak Kapolri Copot Kapolrestabes & Kasat Reskrim Polrestabes Medan

Rilis Pers
Nomor:283/LBH/VIII/2023

30 Agustus 2023, Banyaknya laporan polisi yang saat ini proses penegakan hukumnya bertahun- tahun tidak kunjung terselesaikan membuktikan jika aparat penegak hukum tidak secara sungguh-sungguh/profesional dalam menjalankan tugas dan fungsinya.

Hal tersebut menggambarkan buruknya kinerja Polrestabes Medan. Banyak masyarakat khususnya kota Medan yang telah melaporkan permasalahan hukumnya ke Polrestabes Medan untuk mendapatkan penyelesaian merasa kecewa, dikarenakan laporan mereka tidak ada kepastian hukumnya selama bertahun-tahun (undeu delay).

Tindankan tersebut menimbulkan pertanyaan dan prespektif negatif masyarakat pertama, apakah polrestabes medan tidak mampu menyelesaikanya, kedua laporan tersebut diduga sengaja tidak diselesaikan/ditindaklanjuti.

Meyikapi hal tersebut LBH Medan sebagai lembaga yang konsern terhadap penegakan hukum dan hak asasi manusia (HAM) telah membuat pengaduan secara tertulis kepada Kapolri dan jajaranya serta Kompolnas R.I atas kinerja Kapolrestabes dan Kasat reskrim yang diduga buruk atau mengulur-ulur waktu (undue delay) untuk menyelesaikan laporan dari Masyarakat.

Perlu diketahui LBH Medan telah mendapat pengaduan dari masyarakat untuk mendampingi 6 masyarakat yang sedang berhadapan dengan hukum didaerah hukum Polrestabes Medan yang dewasa ini sudah bertahun-tahun tidak kunjung diselesaikan.

Laporan tersebut ditangani Reskrim polrestabes medan dan dipimpin oleh Kapolrestabes Medan. Parahnya terkait laporan itu LBH Medan sudah berkali-kali berupaya atau mendorong pihak yang berwenang untuk menyelasaikan laporan/pengaduan tersebut, namun tidak diselesaiakan juga. Hal ini jelas sangat merugikan bagi masyarakat khususnya pencari keadilan.

Adapun 6 laporan masyarakat yaitu :

  1. Riama Br. Tambunan LP : STTLP/1074/IX/2018/SPKT tertanggal 28 September 2018 merupakan korban dugaan tindak pidana pemalsuan tandatangan berdasarkan Pasal 263 KUHPidana hingga saat ini sudah 5 tahun.
  2. Tiarmidan Sianturi LP : 1386/X/2018/SPKT tertanggal 02 November 2018 merupakan korban dugaan tindak pidana pemalsuan tandatangan berdasarakan Pasal 263 KUHPidana hingga saat ini sudah 5 tahun.
  3. Syari Rahmawati LP : STTLP/1085/III/YAN:2.2,5/2022/SPKT/Polrestabes Medan tertanggal 31 Maret 2022, anak pelapor merupakan korban tindak pidana kekerasan seksual berdasarkan Pasal 82 UU 35 tahun 2014 hingga saat ini sudah 1 tahun.
  4. Jaya Krisna LP : STTLP/1154/V/2020/SPKT/Polrestabes Medan tertanggal 08 Mei 2020 merupakan korban dugaan tindak pidana penggelapan berdasarkan Pasal 372 KUHPidana hingga saat ini sudah 3 tahun.
  5. Rahmat Agus Legiwo LP : STTLP/1110/K/V/2014/Polrestabes Medan tertanggal 02 Mei 2014 merupakan korban dugaan tindak pidana penipuan dan penggelapan berdasarkan Pasal 378 Jo 372 KUHPidana hingga saat ini sudah 9 tahun.
  6. Zulfarizon LP : STTLP/940/K/V/2017/Polrestabes Medan tertanggal 03 Mei 2017 merupakan korban dugaan tindak pidana penipuan dan penggelapan berdasarkan Pasal 378 Jo 372 KUHPidana hingga saat ini sudah 6 tahun.

Padahal Kapolri telah mengeluarkan pernyataan “jika tidak mampu membersikan ekor maka kepala akan saya potong hal tersebut juga telah ditegaskan oleh wakapolrestabes Medan kepada jajarannya.

Yang menekankan personal agar segera menindaklanjuti pengaduan setiap masyarakat. Namun faktanya berbanding terbalik seperti yang sedang dialami oleh Masyarakat yang sedang di damping oleh LBH Medan sampai hari ini mereka tidak mendapatkan keadilan dan kepastian hukum.

Maka dari itu LBH Medan secara tegas meminta dari Kapolri untuk mengevaluasi dan mencopot Kapolrestabes medan & Kasat reskrim Polrestabes Medan karena dinilai tidak professional, proporsional dan prosedural dalam menangani pengaduan dari masyarakat sampai bertahun-tahun tidak dapat diselesaikan.

Seraya mengevaluasi kinerja seluruh Kapolres didaerah hukum sumatera utara semisal Kapolres Dairi yg hari ini LBH Medan juga Mendesak untuk dicopat dan diproses hukum baik etik & pidanan karena diduga telah menganiaya anggotanya.

Tindakan Kapolrestabes & Kasat Reskrim yang diduga mengulur-ulur dan tidak menyelesaikan laporan bertahun-tahun telah melanggar Pasal 28D ayat 1, Pasal 28 I UUD 1945 Jo. Pasal 4, Pasal 7 Pasal 17 Pasal 18 UU No 39 tahun 1999 tentang HAM Jo. Pasal 8, Pasal 10 ICCPR Jo. Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11 DUHAM Jo. Pasal 6 ayat 1 UU No 12 Tahun 2005 Tentang Hak Sipil Politik, Perpol 7 Tahun 2022. Tentang Kode Etik & Komisi Etik.

Demikian rilis pers ini dibuat semoga dapat dijadikan sumber berita yang baik.

Irvan Saputra 0821 8066 5239
Doni Choirul 0812 8871 0084

LBH Medan Mendesak Kejatisu Melakukan Penyidikan Dugaan Tindak Pidana Korupsi Dana Penanggulangan Covid-19 yang Diduga Adanya Keterlibatan Mantan Bupati Samosir Rapidin Simbolon Berdasarkan Putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor : 439 K/Pid.Sus/2023

Rilis Pers
Nomor : 278/LBH/RP/VIII/2023

Medan, 28 Agustus 2023, Mahkamah Agung telah menerbitkan putusan terhadap Sekda Samosir Jabiat Sagala yang memperbaiki putusan pengadilan tindak pidana korupsi pada Pengadilan Tinggi Medan Nomor : 35/Pid.Sus-TPK/2022/PT MDN, 17 Oktober 2022 yang mengubah putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor : 28/Pid.Sus-TPK/2022/PN Mdn, tanggal 18 Agustus 2022 menjatuhkan pidana penjara selama 1 (satu) tahun 3 (tiga) bulan dan pidana denda sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 1 (satu) bulan.

Dalam pertimbangan hukumnya, Mahkamah Agung menilai Rapidin Simbolon yang saat itu menjabat sebagai Bupati Samosir terbukti memanfaatkan dan menikmati Dana Covid-19 untuk kepentingan pribadi dengan cara Rapidin Simbolon bersama tim relawan memindahkan packing bantuan ke Rumah Dinas Bupati dan menempelkan sticker bergambar Bupati Samosir Rapidin Simbolon dan Wakil Bupati pada setiap kantong paket bantuan untuk dibagikan kepada masyarakat maka secara hukum dapat dijadikan sebagai bukti permulaan adanya dugaan tindak pidana korupsi dana penanggulangan Covid-19 yang dilakukan oleh Rapidin Simbolon saat menjabat sebagai Bupati Samosir.

Putusan Kasasi ini dapat dijadikan bukti permulaan adanya dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan mantan Bupati Samosir Rapidin Simbolon dan sudah sepatutnya Kejaksaan Tinggi Sumut menindak lanjutinya dengan melakukan penyidikan dan penetapan Tersangka terhadap Rapidin Simbolon dan pihak-pihak lain yang juga diduga terlibat sebab bila tidak, akan menimbulkan kesan kebal hukum terhadap mantan Bupati Samosir ini.

Selain itu, perilaku tidak terpuji ini sangat melukai hati masyarakat karena memanfaatkan momentum penanggulangan covid-19 ini untuk pencitraan dalam keadaan bencana dan masyarakat tengah resah akan potensi kematian karena penularan Covid-19 yang paket bantuan seolah-olah dana penanggulangan Covid-19 berasal dari dirinya.

Maka dari itu LBH Medan mendesak Kepala Kejaksaan Tinggi Sumut untuk segera melakukan penyidikan atas adanya dugaan tindak pidana korupsi dana penanggulangan covid 19 dan menetapkan Rapidin Simbolon sebagai Tersangka berdasarkan putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor : 439 K/Pid.Sus/2023 sesegera mungkin melimpahkannya ke Pengadilan untuk diperiksa dan diputus oleh Majelis Hakim Tipikor Pengadilan Negeri Medan.

Demikian rilis pers ini dibuat dan disampaikan kepada rekan rekan pewarta sekalian sekiranya dapat dijadikan pemberitaan.

 

Hormat kami,
LEMBAGA BANTUAN HUKUM MEDAN.

 

Narahubung : Muhammad Alinafiah Mtd. (085296075321)

Tuntutan Oditur & Putusan Pengadilan Militer Tinggi I Medan Diduga Penuh Kejanggalan & Tidak Memberikan Keadilan

Press Release
Nomor : 271/LBH/RP/VIII/2023

Medan, 21 Medan 2023, Masih segar ingatan masyarakat khususnya kota medan atas penggerudukan polrestabes medan yang diduga dilakukan Mayor Dedy Hasibuan dan Puluhan anggota TNI AD lainya, sehingga dinilai mencoreng institusi TNI dimata masyarakat.

Kali ini kembali lagi masyarkat a.n Sabar Pasaribu (Korban) dugaan tindak pidana penipuan yang dilakukan Letkol Inf (Purn) Sahat Tua Bate’e (Terdakwa) merasakan ketidakadilan dan kekecewaan terhadap oknum TNI dalam hal ini Oditur dan Majelis Hakim Pengadilan Militer Tinggi I Medan atas tuntutan dan putusan yang diduga penuh kejanggalan terhadap terdakwa.

Dugaan tindak pidana Penipuan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 378 KUHPidana yang dilakukan oleh Terdakwa yang awalnya ditangani oleh Pomdam I/BB dengan Laporan Polisi Militer Nomor : LP-02/A-02/III/2022/Idik dan telah dilimpahkan ke Oditur Militer Tinggi I Medan dan disidangkan di pengadilan Militer Tinggi I Medan.

Sedari awal kejanggalan tersebut telah dirasakan korban ketika tidak ditahannya/ditangguhkanya Terdakwa oleh Pomdam I/BB dan Oditur Militer dan ketika terdakwa mengajukan gugatan perdata Perbuatan Melawan Hukum (PMH) majelis hakim menunda melanjutkan sidang pidananya melalui putusan sela, padahal LP tersebut telah jauh adanya sebelum gugatan terdakwa, yang diduga akal-akalan Terdakwa untuk menunda tersebut.

Padahal dugaan tindak pidana penipuan tersebut memenuhi unsur dapat dilakukan penahanan ditambah lagi dilakukan oleh purn parajurit dengan pangkat mayor yang mengetahui aturan hukum, Namun hal tersebut tidak dilakukan dan menimbukan pertanyaan besar korban apakah adanya keberpihakan terhadap terdakwa.

Sidang pertama dilaksanakan 5 Agustus 2022 dengan agenda pembacaan Dakwaan dengan perkara Nomor : 11-K/PMT-I/AD/IV/2023. Adapun Oditur yang menangani perkara a quo ialah Kolonel EKS dan nama Majelis Hakim yang menyidangkan perkara adalah Hakim Ketua : Kolonel TAB, Hakim Anggota 1 : Kolonel M dan Hakim Anggota 2 : Kolonel FNA.

Pada tanggal 24 Juli 2023, Oditur Militer menyampaikan Tuntutannya dimuka persidangan. Atas dugaan tindak pidana Penipuan yang dilakukan oleh Terdakwa kepada korban Sabar Pasaribu dengan kerugian sebesar Rp. 270.000.000.- (Dua Ratus Tujuh Puluh Juta), Oditur Militer Tinggi I Medan menuntut Terdakwa 6 (enam) bulan penjara. Terkait tuntutan tersebut, LBH Medan menilai sangat janggal dan jauh dari rasa Keadilan.

LBH Medan menduga Oditur Militer Tinggi I Medan berpihak kepada Terdakwa, dikarenakan Oditur matra yang sama dengan Terdakwa yaitu sama-sama dari TNI AD. Sehingga hal tersebut sangat rentan mengalami keberpihakan dan tidak objektif. Mirisnya tuntutan tersebut hanya 6 bulan Penjara, hal ini jelas tidak masuk akal sehat, padahal pelakunya adalah eks prajurit yang tahu akan hukum. Maka sudah seyogyianya lebih berat tuntutanya dari masyarakat sipil biasa.

LBH Medan menduga Oditur Militer telah mempermainkan hukum dengan menunut sangat ringan terdakwa. Parahnya tidak hanya Oditur Militer, Pengadilan Militer Tinggi I Medan sebagai tempat pencari keadilan untuk mendapatkan keadilan pada tanggal 11 Agustus 2023, menjatuhkan putusan terhadap Terdakwa dengan hukuman “pidana penjara 10 (sepuluh) bulan”.

Hal tersebut jelas telah melukai keadilan terhadap masyarakat khususnya pada korban. LBH Medan menilai putusan Majelis Hakim tersebut telah menggambarkan ketidakadilan yang nyata. Alih- alih menjatuhkan hukuman yang berat, malah menjatuhkan hukuman yg sebaliknya.

Perlu diketahui kejanggalan demi kejanggan semakin terlihat ketika putusan dibacakan dalam amar putusanya hakim tidak memerintahkan Terdakwa untuk ditahan. Pasca pembacan putusan hal tersebut diamini oleh Oditur yang sampai dengan saat ini juga tidak melakukan penahanan/ mengeksekusi putusan Pengadilan Militer Tinggi I Medan. Padahal sangat jelas, tugas/kewenangan dari Oditur menurut Pasal 254 Ayat (1) dan (2) KUHPM dan dikuatkan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 69/PUU-X/2012.

Dalam putusan mahkamah konsitusi tersebut harus dipahami bahwa suatu putusan pengadilan haruslah dianggap benar dan sah menurut hukum dan oleh karenanya mengikat secara hukum terhadap pihak yang dimaksud oleh putusan tersebut sebelum ada putusan pengadilan lain yang menyatakan pembatalan putusan tersebut. Oleh karena itu, dengan adanya putusan Majelis Hakim pada Pengadilan Militer Tinggi I Medan, patut secara hukum Oditur harus menjalankan/mengeksekusi putusan Pengadilan Militer Tinggi I Medan dengan menahan Terdakwa demi terciptanya keadilan dan kepastian hukumt terhadap korban.

Memang benar bahwa dalam suatu amar putusan pidana tetap perlu ada suatu pernyataan bahwa terdakwa tersebut ditahan, tetap dalam tahanan, atau dibebaskan sebagai bagian dari klausula untuk menegaskan materi amar putusan lainnya yang telah menyatakan bahwa terdakwa bersalah dan harus dijatuhi pidana, namun ada atau tidak adanya pernyataan tersebut tidak dapat dijadikan alasan untuk mengingkari kebenaran materiil yang telah dinyatakan oleh hakim dalam amar putusannya. Oleh karena itu, tidak ada alasan Oditur untuk tidak melakukan penahanan/mengeksekusi putusan Pengadilan Militer Tinggi I Medan.

Dengan tidak dilakukannya penahanan/ mengeksekusi putusan Pengadilan Militer Tinggi I Medan, maka LBH Medan menilai Oditur Militer Tinggi I Medan diduga telah melangar Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945, Pasal 3 Ayat (2) dan (3) UU No. 39 Tahun 1999 Tentang HAM, Pasal 254 Ayat (1) dan (2) KUHPM, Pasal 256 Ayat (1) KUHPM dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 69/PUU-X/2012.

Demikin Press Release yang kami sampaikan, atas kerjasamanya, kami ucapkan terimakasih.

Contak person :
1. Irvan Saputra, S.H, M.H (082153736197)
2. Marselinus Duha, S.H (085359901921)

LINK SOSIAL MEDIA RESMI LBH MEDAN

Untuk menghubungi LBH Medan, berikut link tautan media sosial resmi yang bisa dihubungi

Website : https://lbhmedan.org/

Instagram : https://www.instagram.com/lbh_medan/

Facebook : https://www.facebook.com/BantuanHukumMedan

Youtube : https://www.youtube.com/post/UgkxyxlwK-z2f69lKQEOlwAefCpUQv6t9XOv

Email : lbhmedan@gmail.com

Whatsapp : 08136643932

Telephone : 061-4515340