Pos

Masa Tahanan Lewat 12 Hari, Kepala Rutan Klas I Medan Diduga Lakukan Pelanggaran HAM

Masa Penahanan Lewat, Ka Rutan Klas I Medan Melanggar HAM

Masa Tahanan Lewat 12 Hari, Kepala Rutan Klas I Medan Diduga Lakukan Pelanggaran HAM

Masa Tahanan Lewat 12 Hari, Kepala Rutan Klas I Medan Diduga Lakukan Pelanggaran HAM

LBH Medan, Sabtu 20 Agustus 2022, Penasehat Hukum dari LBH Medan dan keluarga Anwar Tanjung alis Nuek yang merupakan Terpidana tindak pidana penganiayaan mendatangi Rutan Klas I Medan Jalan Tanjung Gusta meminta untuk segera membebaskan Anwar Tanjung als Nuek dari Rutan.

Namun, bukan pembebasan yang didapat akan tetapi Penasehat Hukum tidak diberi akses untuk berjumpa dengan Nuek dengan alasan di Rutan sedang ada kegiatan dan ditiadakan kunjungan.

Bahwa keluarga dan Penasehat Hukum saat dirutan berjumpa dengan a.n Herman yang diketahui selaku petugas Rutan bagian administrasi. Dimana petugas tersebut mengatakan kepada PH dan Keluarga untuk menunggu diruang tunggu hingga 6 jam, sembari mengatakan “sabar ya kita masih menunggu pihak kejaksaan untuk mengantarkan petikan kebebasan”.

Padahal LBH Medan sudah menyampaikan jika masa tahanan Nuek berakhir sejak tanggal 07 Agustus 2022. Namun hingga sampai saat ini terhitung sudah lewat 12 (dua belas) hari dari masa tahanan Nuek tidak kunjung dibebaskan/dikeluarkan. Akan tetapi pihak keluarga dan Penasehat hukum tetap disuruh menunggu dan tidak diberikan akses berjumpa dengan Nuek.

Bahwa sebelumnya Nuek disangkakan Pasal 351 ayat (1) Jo Pasal 212 KUHPidana terkait penganiayaan atau melakukan kekerasan terhadap seorang pejabat yang sedang melaksanakan tugas. Nuek ditangkap pada tanggal 06 Februari 2021 dan ditahan pada tanggal 07 Februari 2021. Akibat perbuatanya Nuek telah diperiksa dan diadili di Pengadilan Negeri Medan.

Berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor: 883/Pid.B/2021/PN.Mdn tertanggal 09 Juni 2021 mengadili Nuek dengan :

  1. Menyatakan Terdakwa Anwar Tanjung alias Nuek tersebut diatas telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “dengan kekerasan memaksa seseorang pegawai negeri untuk tidak melakukan sesuatu tindakan jabatan yang sah” ;
  2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan ;
  3. Menetapkan lamanya Terdakwa ditangkap dan ditahan dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan ;
  4. Menetapkan agar Terdakwa tetap berada dalam tahanan ;
  5. Membebankan kepada Terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 5000 (lima ribu rupiah).

Lembaga Bantuan Hukum Medan sebagai lembaga yang konsern terhadap Penegakan Hukum dan Hak Asasi Manusia dengan ini patut dan wajar menyampaikan tindakan dari Rutan Klas I Medan yang dipimpin oleh Karutanya terkait melewati masa tahanan selama 12 (dua belas) hari diduga telah melanggar hak asasi manusia.

Serta tindakan petugas Rutan yang tidak memberikan Penasehat hukum terkait berjumpa dengan Klien diduga telah melanggar Pasal 70 KUHAP. Dan atas perbuatan tersebut LBH Medan berencana akan menggugat Ka Rutan Klas I Medan terkait tindakanya terhadap Nuek.

LBH Medan menduga tindakan Karutan Kelas I Medan telah melanggar Pasal 28D, UUD 1945, UU 39 tahun 1999 Tentang HAM, DUHAM dan UU No. 12 Tahun 2005 Tentang Pengesahan ICCPR, Pasal 70 KUHAP dan Pasal 6 ayat (3) Permenkumham No. M.HH-24.Pk.01.01.01 Tahun 2011Tentang PengeluaranTahanan Demi Hukum menyatakan “Kepala Rutan atau Kepala Lapas wajib mengeluarkan Tahanan demi hukum yang telah habis Masa Penahanannya atau habis masa perpanjangan penahanannya”.

Contact Person :
IRVAN SAPUTRA (0821-6373-6197)
ALMA A’DI (0812-6580-6978)

 

Baca juga => https://telisik.net/perkara/masa-tahanan-lewat-12-hari-karutan-kelas-i-medan-diduga-lakukan-pelanggaran/

https://lbhmedan.org/lagi-penasehat-hukum-bharada-e-diganti-ada-apa-dengan-polri/

Lagi, Penasehat Hukum Bharada E Diganti, Ada Apa dengan Polri?

Lagi, Penasehat Hukum Bharada E Diganti. Ada Apa dengan Polri?

Lagi, Penasehat Hukum Bharada E Diganti, Ada Apa dengan Polri?

Lagi, Penasehat Hukum Bharada E Diganti. Ada Apa dengan Polri?

(LBH Medan, 16 Agustus 2022). Bersumber dari berita Online Jakarta, Kompas.com tertanggal 12 Agustus 2022 diperoleh informasi pemberitaan terkait Bareskrim benarkan Bharada E cabut kuasa Deolipa Yumara dan M Burhanuddin. Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri Brigjen Andi Rian Djajadi mengatakan Bharada Richard Eliezer alias Bharada E, mencabut kuasa Deolipa Yumara dan Muh Burhanuddin dari status pengacaranya.

Kemudian diperoleh informasi dari akun youtube Metro TV dalam acara Kontroversi tertanggal 12 Agustus 2022 dengan judul “Motif Dewasa Sambo Bunuh Yosua”. Dalam acara tersebut hadir salah satu narasumber yaitu Deolipa Yumara yang diketahhui sebelumnya merupakan salah satu Penasihat Hukum Bharada E.

Dalam perbincangan acara tersebut, Deolipa Yumara mengatakan bahwasanya Bharada E telah mencabut kuasa. Surat pencabutan kuasa tersebut diperoleh Deolipa dari anak buahnya melalui pesan Whatsapp. Dari pesan whatsapp tersebut terdapat file surat pencabutan kuasa yang pada intinya dituliskan dalam bentuk ketikan. Terhadap surat yang diketik tersebut, Deolipa merasa janggal karena Bharada E berada dalam Tahanan sehingga tidak mungkin mengetik.

Pada saat acara live berlangsung Deolipa juga membacakan surat pencabutan kuasa tersebut yang pada intinya menerangkan terhitung 10 Agustus 2022 Bharada E mencabut kuasa yang diberikan kepada Deolipa Yumara, SH dan S. Psi dan Muhammad Burhanuddin, SH. dengan ini Surat Kuasa tertanggal 08 Agustus 2022 sudah tidak berlaku dan tidak dapat dipergunakan lagi. Surat pencabutan kuasa ini dibuat dalam keadaan sadar dan tanpa ada paksaan dari pihak manapun.

LBH Medan berpendapat ada yang janggal dari pencabutan kuasa tersebut. Pertama, seorang Tersangka yang berada dalam Rumah Tahanan Kepolisian secara hukum hanya dapat ditemui oleh Keluarga dan atau Penasihat Hukum demikianlah diatur dalam Pasal 54 s.d Pasal 57 dan Pasal 61 KUHAP. Sedangkan selain dari Keluarga dan Pengacara maka hanya Penyidik lah yang berwenang menemui Tersangka dalam kepentingan Penyidikan.

Jika dari berita dan youtube tersebut diatas diketahui bahwa Deolipa selaku penasihat hukum baru mengetahui Surat Pencabutan Kuasa tersebut dari pesan whatsapp anak buahnya. Artinya hanya ada tiga kemungkinan, antara keluarga atau kepolisian atau memang inisiatif Bharada E lah pencabutan kuasa tersebut. Namun jika melihat dari keterangan Deolipa tersebut maka akan sangat sulit mengamini pencabutan tersebut dilakukan tanpa intervensi. Sebagai seorrang terssangka tentu bharada E membutuhkan bantuan hukum dari penasihat hukum.

Dari pengalaman LBH Medan sendiri, kerap kali pencabutan kuasa terjadi karena ada intervensi dari Penyidik atau Penuntut Umum atau pihak terkait lainnya yang tidak sejalan dengan LBH Medan sebagai Penasihat Hukum. pengalaman tersebut layak dijadikan sebagai dasar untuk berasumsi yang sama dengan apa yang dialami Deolipa dan rekannya.

Lembaga Bantuan Hukum Medan yang konsern terhadap penegakan hukum dan perlindungan Hak Asasi Manusia menilai bahwa Indonesia sebagai negara hukum (Pasal 1 ayat 3 UUD 1945) tentu segala aktifitas lembaga atau perangkatnya harus taat terhadap hukum. Pencabutan kuasa yang diduga penuh dengan intervensi tentu mengganggu nilai nilai Advokat yang bebas dalam menjalankan tugas profesinya untuk membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya dengan tetap berpegang pada kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan sebagaimana dijelaskan pada Pasal 15 UU RI Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.

Apabila tidak ada pelanggaran Undang-Undang dan Kode Etik maka akan sangat aneh jika seorang Tersangka yang membutuhkan Pendampingan Penasihat Hukum mencabut kuasa dari Penasihat hukum yang telah mendampingi dengan keberanian mengungkap fakta ke publik. Advokat merupakan Penegak hukum bahkan di sebut sebagai Officium Nobile (Profesi yang Mulia) sebagaiama pada ketentuan Pasal 3 Huruf G Kode Etik Advokat Indonesia.

Atas dugaan intervensi pencabutan kuasa oleh Bharada E tersebut, LBH Medan Menilai Polri tidak Profesional. Kedepan tidak boleh ada intervensi terhadap tugas seorang atau lebih Advokat yang beritikad baik mendampingi kliennya. Terlebih dalam kasus ini, akan sangat merugikan jika Bharada E terus menerus mengganti Penasihat hukumnya terlebih apabila penggantian Penasihat hukum tersebut bukan karena kemauan dari Bharada E.

Contact person :
MASWAN TAMBAK (0895 1781 5588)
ALMA A’ DI (0812 6580 6978)

 

Baca juga => https://lbhmedan.org/data-dpo-tak-kunjung-diberikan-ada-apa-polda-sumut/

TNI AU Lanud Soewondo Diduga Salah Terapkan Aturan Peradilan

Diduga POM TNI AU Lanud Soewondo salah terapkan aturan Peradilan dan HAM diabaikan

Periksa 2 warga sipil terduga pelaku pencurian, Potongan Rambut berantakan, diduga POM TNI AU Lanud Soewondo salah terapkan aturan Peradilan dan HAM diabaikan.

Pada hari Selasa, 02 Agustus 2022 Lembaga Bantuan Hukum Medan memperoleh infomasi dari akun instagram waspadaonline terkait POM TNI AU Lanud Soewondo menangkap 2 kawanan maling, yang mana di hari tersebut Satuan Polisi Militer (Sat Pom) Angkatan Udara (AU) Lanud Soewondo melaksanakan patroli rutin dan berhasil menangkap 2 (dua) orang kawanan maling yang beraksi di Kompleks Perumahan Angkatan Udara Jalan Polonia, Kecamatan Medan Polonia, Kota Medan.

Pelaku berinisial R dan A saat ditanya oleh oknum POM terkait peran “1 (satu) orang mengawasasi? dan 1 (satu) orang lagi mengambil?” kemudian R dan A menganggukkan kepala seolah-olah mengiyakan. Tidak hanya sampai disitu, oknum POM kembali bertanya “mengawasinya dimana, depan gereja?” Dan keduanya menganggukkan kepala.

Bahwa pada video di instagram tersebut terlihat R dan A yang menggunakan baju kaos hijau lumut celana jeans panjang dan baju kaos putih celana hitam pendek, masing- masing membawa (diduga) hasil curiannya. Terlihat juga pada rambut R dan A yang potongan rambutnya tidak beraturan.

Oleh karena hal diatas, Pihak POM TNI AU Lanud Soewondo melanggar Hak Asasi Manusia sebagaimana diatur pada Pasal 28J ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945 Jo Pasal 1 ayat (1) UU RI No 39 Tahun 1999 tentang HAM Jo Pasal 14 ayat (2) UU No 12 Tahun 2005 tentang Hak-Hak Sipil dan Politik yang intinya menjelaskan Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Lalu tidak boleh ada penghukuman sebelum putusan pengadilan terhadap orang yang diduga melakukan kejahatan/pelanggaran (Praduga tak bersalah).

Pada cuplikan video tersebut juga terlihat R dan A diperiksa dan dimintai keterangan oleh pihak POM TNI AU Lanud Soewondo. Pemeriksaan terhadap warga sipil yang diduga melakukan tindak pidana bukan merupakan ranah pemeriksaan dari TNI AU. UU RI No. 9 Tahun 1947 tentang Hukum Pidana Militer Jo Pasal 5 ayat (1) UU RI No 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer yang intinya menjelaskan KUHPidana Militer hanya membahas terkait aturan tindak pidana yang dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia dan Peradilan militer merupakan pelaksana kekuasaan kehakiman di lingkungan Angkatan Bersenjata.

Lembaga Bantuan Hukum Medan sebagai lembaga yang konsern terhadap Penegakan Hukum dan Hak Asasi Manusia dengan ini patut dan wajar menyampaikan bahwasanya pihak POM TNI AU Lanud Soewondo telah salah dalam melakukan pemeriksaan terhadap terduga pelaku pencurian. Kemudian juga akan sangat bersalah lagi apabila potongan rambut terduga pelaku pencurian tersebut diakibatkan perbuatan oknum TNI AU Lanud Soewondo. Untuk itu kedepannya diharap tidak ada lagi pemeriksaan atau tindakan seolah proses hukum terhadap warga sipil oleh TNI.

NARAHUBUNG :
MASWAN TAMBAK, S.H. (0895-1781-5588)

ALMA A’ DI, S.H. (0812-6580-6978)

Baca juga => https://www.instagram.com/reel/CgwjUtPPvQI/?utm_source=ig_web_copy_link

https://lbhmedan.org/lbh-medan-hadirkan-saksi-saksi-dugaan-perusakan-perampasan-barang-barang-dan-pengancaman-yang-diduga-dilakukan-oknum-oknum-tni-ad-cq-kodam-i-bb-ke-puspom-mabes-tni-2/

7 Tahun Penembakan Hariadi Tak Kunjung Memperoleh Keadilan

7 Tahun Kasus Penembakan, Pelaku Tak Kunjung Ditemukan

7 Tahun Penembakan Hariadi Tak Kunjung Memperoleh Keadilan

7 (Tujuh) Tahun kasus Penembakan, pelaku tak ditemukan. 1 (satu) Tahun dimohonkan, penanganan perkara penembakan tak kunjung di alihkan. Peluru tetap di badan, poldasu lakukan pembiaran.

(Lembaga Bantuan Hukum Medan, 04 Agustus 2022). Bahwa Hariadi merupakan korban Penembakan yang sedang mencari keadilan di Polsek Medan Baru. Sampai saat ini tidak ada langkah hukum yang pasti dan konkrit untuk dapat mengusut peristiwa yang dialaminya, kemudian Hariadi memohon kepada Polda Sumut untuk mengambil alih penanganan perkara tersebut. kini sudah genap 1 (satu) tahun Permohonan Hariadi kepada Polda Sumut namun tidak ada tindaklanjut sehingga patut diduga pihak Polda Sumut melakukan pembiaran.

Awal mula Sekitar pukul 19.00 Wib pada tanggal 22 November 2015, Hariadi menyalip sebuah mobil sedan karena hendak mengambil penumpang/sewa di Jl. Iskandar Muda Simp. Syailendra Kota Medan. Kemudian terjadi cek-cok antara hariadi dengan pengendara mobil/Orang Tidak Dikenal (OTK) dengan ciri-ciri badan kekar dan rambut cepak.

Setelah cekcok, dari dalam mobil si pengendara mobil menembak Hariadi dibagian lengan sebelah kiri dan menembus dada, Kemudian Pengendara mobil tersebut melarikan diri. setelah penembakan tersebut Hariadi dilarikan ke Rumah Sakit Bayangkara untuk dirawat. Atas peristiwa tersebut, Dewi Hartati merupakan kakak kandung Hariadi membuat Laporan Polisi ke Polsek Medan Baru dengan Nomor : STTLP/170/XI/2015/SPKT MDN Baru.

Setelah membuat Laporan Polisi, pihak Polsek Medan Baru telah memeriksa Dewi Hartati dan Hariadi. Setelah melakukan perawatan awal, pihak rumah sakit bhayangkara tidak mampu melakukan operasi untuk pengangkatan peluru karena peralatan tidak memadai. Kemudian Hariadi telah beberapa kali di rujuk ke Rumah Sakit lain tetapi terkendala dengan biaya yang terlalu tinggi untuk melakukan operasi.

Hariadi pernah meminta untuk dilakukan operasi di RSH Adam Malik, namun awalnya pihak RSH Adam malik tidak bisa melakukan operasi karena keterbatasan alat. Namun setelah di surati dan ada rekomendasi dari Kanwil Menkumham, akhirnya pihak RSH Adam Malik dapat melakukan operasi. Dikarenakan saat itu istri Hariadi sedang hamil, akhirnya hariadi memilih untuk menunda operasi agar bisa mencari nafkah untuk keluarga. 

Dalam proses penyelidikan, pihak Penyidik telah mengamankan sebuah mobil sedan Mitsubishi Eterna BK 74 CK yang diduga digunakan pelaku saat penembakan. kemudian pihak Penyidik meminta bantuan Dirlantas untuk mengidentifikasi Nomor Polisi, Nomor Mesin dan Nomor Rangka yang terdapat pada mobil tersebut. berdasarkan hasil identifikasi nomor plat mobil dan nomor rangka, diketahui pemilik Plat bernama Trisno dan Melva Sari. Apabila berdasarkan Nomor Rangka teridentifikasi milik Melva sari namun jenis mobil lain. setelah mendapatkan hasil tersebut penyidik memanggil nama yang bersangkutan tetapi tidak hadir tanpa alasan.

Setelah pemanggilan pertama terhadap Trisno dan Melva Sari, setelah bertahun-tahun pihak Polsek Medan Baru hingga saat ini tidak ada melakukan upaya lanjutan yang kongkrit sehingga patut diduga pihak Polsek Medan Baru tidak mampu menangani serta mengungkap peristiwa yang dialami oleh Hariadi. melihat hal tersebut pada tanggal 03 Agustus 2021 LBH Medan mengirimkan Surat Permohonan Pengalihan Penanganan Perkara dengan Nomor : 183/LBH/PP/VIII/2021 tertanggal 03 Agustus 2021 kepada Kapolda Sumut dan Dirkrimum Polda Sumut.

LBH Medan berulangkali mencoba untuk Follow Up atau mengikuti tindaklanjut Permohonan pengalihan penanganan kasus penembakan terhadap Hariadi tetapi tidak ada Jawaban yang jelas untuk menjalankan Permohonan tersebut. Melihat tidak ada respon yang baik dari pihak Polda Sumut terhadap Permohonan Pengalihan Penanganan Perkara akhirnya LBH Medan kembali mengirim Surat dengan Nomor 145/LBH/PP/2022 tertanggal 17 Juni 2022 perihal mohon tindaklanjut dan atensi dengan harapan pihak Polda Sumut benar-benar serius menjalankan Penanganan perkara.

Jika dibandingkan dengan perkara lain yang ditangani dan/atau diambil alih oleh pihak Polda Sumut seperti Kasus perjudian yang terdapat di MMTC kota Medan, Kasus perjudian tembak ikan di pematang siantar, Kasus Penganiayaan Anak Dibawah Umur oleh mantan kader PDIP, Kasus Penganiayaan Pedagang Sayur, faktanya pihak Polda Sumut mengambil alih kasus yang memungkinkan dapat di selesaikan di tingkat Polsek maupun Polres setempat namun yang terjadi dengan kasus penembakan yang dialami oleh Hariadi seakan-akan pihak Polda Sumut melakukan pembiaran untuk menangani serta mengusut tuntas yang mengancam keselamatan Hariadi.

Narahubung :

MASWAN TAMBAK, S.H : 0895 1781 5588

DONI CHOIRUL, S.H : 0812 8871 0084

Baca juga => https://lbhmedan.org/7-tahun-peluru-bersarang-di-badan-hariadi-polda-sumut-melakukan-pembiaran/

https://waspada.co.id/2022/08/polda-sumut-diminta-ambil-alih-kasus-penembakan-tukang-becak/

Data DPO Tak Kunjung Diberikan, Ada Apa Polda Sumut?

Data DPO Tak Kunjung Diberikan Polda Sumut

DATA DPO (DAFTAR PENCARIAN ORANG) TIDAK KUNJUNG DIBERIKAN POLDA SUMUT, LBH MEDAN AJUKAN PENYELESAIAN SENGKETA INFORMASI PUBLIK KE KOMISI INFORMASI DAERAH (KIPD) SUMUT

Rabu 27 Juli 2022, LBH Medan mengajukan Permohonan Penyelesaian Sengketa Informasi Publik terkait tidak diberikannya data DPO (Daftar Pencarian Orang) oleh Polda Sumut dan jajaranya ke Komisi Informasi Daerah Sumatera Utara sebagaimana berdasarkan surat Nomor :178/LBH/S/VII/2022, tertanggal 26 Juli 2022.

Permohonan data DPO diajukan berawal dari dibukanya Posko Pengaduan DPO yang diduga belum ditangkap pada tanggal 01 Desember 2021 dan LBH Medan mengadakan diskusi publik dengan tema “DPO Tanggung Jawab Siapa?” pada tanggal 18 Februari 2022.

Atas adanya posko tersebut LBH Medan memiliki banyaknya data DPO yang diduga belum ditangkap di daerah hukum Sumatera Utara dalam hal ini menjadi tanggung jawab Kepolisian Daerah Sumatera Utara.

Adapun data DPO yang dimiliki LBH Medan terkait DPO sebanyak 62 (enam puluh dua) orang diantaranya di Polda Sumut 3 (tiga) orang, Polrestabes Medan 1 (satu) orang, Polres Batubara 25 (dua puluh lima) orang, Polres Asahan 19 (sembilan belas) orang, Polresta Deli Serdang 2 (dua) orang, Polsek Percut Sei Tuan 1 (satu) orang, Polsek Medan Timur 1 (satu) orang, Polsek Sunggal 9 (sembilan), Polsek Patumbak 1 (satu) orang.

Sebelumnya, pada hari Rabu tanggal 02 Maret 2022 Polda Sumut melalui Dirkrimum Kombes. Tatan Dirsan Atmaja, S.I.K mengundang LBH Medan dengan mengirimkan surat Nomor : B/1580/II/RES.7.5./2022 Ditreskrimum perihal Undangan Audiensi.

Adapun saat pertemuan tersebut diwakili oleh Kabag Wassidik Polda Sumatera Utara a.n AKBP. Musa Hengky Pandapotan Tampubolon, S.I.K., S.H. Kabag Wassidik sepakat untuk menindaklanjuti permasalahan DPO dengan memberikan data DPO di daerah hukum Polda Sumatera Utara beserta jajarannya yang akan dipergunakan sebagai bahan penelitian dan mendorong terbentuknya regulasi yang tegas dan efektif menyelesaikan persoalan DPO serta mendorong para DPO segara ditangkap.

Agar kedepannya tidak lagi terjadi DPO yang bertahun-tahun bahkan puluhan tahun tidak ditangkap/ Belum tertangkap (Harun Masiku, Edy Tansil, Djoko chandra Maria Pauline dll). Namun, data yang diminta tidak kunjung diberikan padahal data tersebut merupakan informasi publik yang harus diberikan.

Bahwa perlu diketahui sebelum permohonan Penyelesaian Sengketa Informsi Publik ini diajukan, LBH Medan secara resmi telah mengirimkan surat kepada Kapolda Sumut dan jajaranya pada tanggal 08 April 2022 dengan nomor surat : 91/LBH/S/IV/2022, perihal Mohon Data Daftar Pencarian Orang, namun surat tersebut tidak mendapatkan balasan atau tanggapan apapun.

Kemudian untuk menghindari prespektif negatif masyarakat, LBH Medan kembali mengirimkan surat pada tanggal 23 Juni 2022 dengan nomor surat : 148/LBH/S/VI/2022 perihal Keberatan dan Mohon Data Daftar Pencarian Orang, namun kembali lagi tidak mendapatkan balasan ataupun menginformasikan mengapa tidak dibalas.

Oleh karena itu, melalui Permohonan Penyelesaian Sengketa Informasi tersebut, LBH Medan meminta Komisi Informasi Daerah Sumut untuk segera menindaklanjuti permohonan a quo seraya melaksanakan Penyelesaian Sengketa Informasi Publik secara berkeadilan.

LBH Medan menduga tindakan Polda Sumatera Utara tidak memberikan data DPO, yang sejatinya merupakan data Publik telah melanggar Pasal 1 Ayat (3), Pasal 27 Ayat (1), Pasal 28 D Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Jo Pasal 5 UU 39 Tahun 1999, Pasal 17 Jo 21 KUHP, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik Jo Peraturan Komisi Informasi Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2021 Tentang Standar Layanan Informasi Publik Tentang Keterbukaan Informasi Publik, Pasal 7 Perkap Nomor : 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Pasal 7 Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia (DUHAM).

Narahubung :
IRVAN SAPUTRA, S.H., M.H. (0821-6373-6197)
ALMA A’ DI, S.H. (0812-6580-6978)

 

Baca juga => https://lbhmedan.org/poldasu-dan-jajaran-kesulitan-menangkap-dpo/
https://medan.inews.id/read/132910/tak-berikan-data-dpo-lbh-medan-adukan-polda-sumut-ke-komisi-informasi

7 Tahun Pembiaran Kasus Penembakan Terhadap Hariadi Oleh Polda Sumut & Polsek Medan Baru

7 Tahun Pembiaran Kasus Penembakan Hariadi

7 Tahun Pembiaran Kasus Penembakan Terhadap Hariadi Oleh Polda Sumut & Polsek Medan Baru

7 tahun pembiaran penembakan terhadap Hariadi oleh Polda Sumut & Polsek Medan Baru

Pada tanggal 22 November 2015 sekira pukul 19.00 WIB, Hariadi yang berprofesi sebagai penarik becak mesin hendak mengambil penumpang di Jl. Iskandar Muda, Simpang Syailendra, Kota Medan.

Saat Hariadi menyalip sebuah mobil sedan berwarna hitam, kemudian OTK yang mengendarai mobil tersebut dengan ciri-ciri badan kekar dan rambut cepak memanggilnya dengan nada keras.

Lalu Hariadi turun dari becaknya dan mendekati OTK tersebut hingga terjadilah percekcokan diantara mereka hingga OTK tersebut menembak Hariadi dengan senjata api tepat di lengan kiri yang menembus dada Hariadi, dan OTK tersebut langsung melarikan diri.

Warga sekitar yang melihat peristiwa itu langsung menolong Hariadi untuk membawanya ke RS Bhayangkara Medan. Setelah mendapatkan pertolongan pertama dari RS Bhayangkara, kemudian RS Bhayangkara merujuknya ke RS Adam Malik dengan menggunakan BPJS agar mendapatkan perawatan yang lebih intensif.

Atas peristiwa itu Dewi Hartati selaku Kakak kandung Hariadi membuat Laporan Polisi ke Polsek Medan Baru, hingga kemudian Polsek Medan Baru mengonfirmasi kepada Dewi Hartati kalau mereka telah menyita barang bukti berupa mobil sedan Mitsubishi Eterna dengan nomor plat BK 74 CK dan nomor rangka E 33 GT-001523 yang diduga milik Pelaku.

Namun setelah menyita barang bukti tersebut tidak ada kejelasan lanjut terkait perkembangan kasus Hariadi oleh Polsek Medan Baru, padahal sudah berulang kali Dewi Hartati menanyakan tindaklanjut atas kasus tersebut.

Pada bulan Maret 2016 Polsek Medan Baru meminta informasi terkait kepemilikan mobil sedan Mitsubishi Eterna dengan nomor plat BK 74 CK dan nomor rangka E 33 GT-001523 kepada Dirlantas Polda Sumut.

Kemudian pada tanggal 25 April 2016, LBH Medan membuat Surat Mohon Atensi atas kasus Hariadi tersebut ke Kapolsek Medan Baru, lalu pihak Polsek Medan Baru mengonfirmasi bahwa telah mengetahui identitas pemilik mobil tersebut a.n T & MS, dan menyatakan ada hambatan dalam proses penyidikan karena pemilik mobil tersebut tidak berhadir.

Pada tanggal 31 Mei 2016 Polsek Medan Baru mengonfirmasi bahwa hasil data record dari Dirlantas Polda Sumut, mobil dengan nomor rangka E 33 GT-001523 terdaftar a.n MS namun bukan jenis sedan eterna melainkan jenis kendaraan lain dan telah memanggil pemiliknya namun tidak berhadir.

Atas konfirmasi tersebut LBH Medan langsung berkordinasi kepada Penyidik Polsek Medan Baru dan Penyidik tersebut menerangkan mobil dengan nomor plat BK 74 CK dengan nomor rangka E 33 GT-001523 tidak sesuai dengan data karena yang terdata dengan nomor rangka E 33 GT-001523 adalah nomor plat BK 1021 UJ.

Pada tanggal 28 Juli 2016 LBH Medan menyampai surat permohonan bantuan operasi pengangkatan peluru yang ada di dada Hariadi kepada Presiden R.I, Menkopulhukam R.I, Menkumham R.I, Menkes R.I, Mensos R.I, Kapolri, Komnas HAM R.I, LPSK R.I, Kapolda Sumut, Kadis Kes Sumut, & Kadis Sos Sumut. 

Kemudian pada tanggal 03 Oktober 2016, Menkumham R.I merespon surat permohonan LBH Medan tersebut dengan mengirimkan surat kepada Kadis Kes Sumut, Dirut BPJS Kesehatan R.I, & Kapolsek Medan Baru yang menerangkan permasalahan yang dialami oleh Hariadi dapat diselesaikan sehingga penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia tidak terabaikan sebagaimana amanat konstitusi UU No. 39 Tahun 1999 Tentang HAM.

LBH Medan berulang kali berkordinasi kepada Polsek Medan Baru untuk dapat mengungkap peristiwa penembakan Hariadi namun tidak tergambar upaya yang pasti  hingga pada akhirnya pada tanggal 01 Desember 2016 LBH Medan mengadukan Polsek Medan Baru ke Kapolda Sumut, Irwasda Polda Sumut, Kabag Wassidik Dirkrimum Polda Sumut, dan Kabid Propam Polda Sumut atas dugaan undue delay atau penanganan kasus yang berlarut-larut.

Pada tanggal 07 Desember 2016 BPJS Kesehatan R.I merespon surat permohonan operasi untuk Hariadi yang menyatakan “kasus yang dialami oleh Hariadi bukan merupakan kasus gawat darurat, sehingga BPJS Kesehatan tidak dapat menjamin pelayanan kesehatan yang dilakukan di fasilitas kesehatan yang tidak bekerja sama dengan BPJS Kesehatan”.

Pada tanggal 18 April 2017 LBH Medan terus mendesak Polsek Medan Baru dengan meminta penjelasan tindaklanjut atas penanganan kasus Hariadi, namun pihak Polsek Medan Baru tidak menanggapinya. 

Pasca 3 tahun tanpa kejelasan, pada tanggal 25 September 2020 Polsek Medan Baru menyatakan hambatan dalam proses penyidikan terkait laporan kasus Hariadi tersebut yaitu karena belum tertangkapnya tersangka yang melakukan penembakan terhadap Hariadi.

Kemudian pada tanggal 03 Agustus 2021 LBH Medan meminta kepada Kapolda Sumut & Dirkrimum Polda Sumut untuk pengambil-alihan penanganan kasus Hariadi tersebut, namun setahun pasca surat tersebut tidak ada tanggapan.

Hingga pada tanggal 16 Juni 2022 LBH Medan menanyakan terkait pengambil-alihan penangan kasus tersebut namun pihak Polda Sumut menyatakan masih terkendala karena mereka melakukan pergantian Kanit.

Atas pernyataan itu pada tanggal 17 Juni 2022 LBH Medan menyampaikan surat mohon tindaklanjut dan atensi kepada Kapolda Sumut & Dirkrimum Polda Sumut dengan harapan pihak terkait benar-benar serius dalam menjalankan penanganan kasus penembakan Hariadi karena sudah hampir 7 tahun tanpa kejelasan, namun hingga saat ini Pelaku juga tidak ditemukan dan penanganan kasus juga tidak diambil alih oleh Polda Sumut.

Baca juga => https://lbhmedan.org/7-tahun-peluru-bersarang-di-badan-hariadi-polda-sumut-melakukan-pembiaran/

http://redaksi.waspada.co.id/v2021/2015/11/pengemudi-betor-korban-penembakan-opname-di-icu-rs-bhayangkara/

Hariadi Korban Penembakan

7 Tahun Peluru Bersarang di Badan Hariadi

Hariadi Korban Penembakan

Pada tanggal 22 november 2015 sekira pukul 19.00 wib, Hariadi yang berprofesi sebagai penarik becak mesin, hendak mengambil penumpang di Jl. Iskandar Muda, Simpang Syailendra Kota Medan. Saat di jalan, Hariadi menyalip sebuah mobil sedan berwarna hitam.

Kemudian orang di dalam mobil tersebut dengan ciri-ciri badan kekar dan rambut cepak, memanggilnya dengan nada keras.

Saat Hariadi mendekat sempat terjadi adu mulut diantara mereka hingga secara tiba-tiba pria itu menembaknya dengan sebuah senjata api tepat di lengan kiri sampai menembus dadanya.

Pria tersebut pun langsung melarikan diri. Kemudian warga sekitar yang melihat peristiwa penembakan itu langsung menolong Hariadi untuk dibawa ke Rumah Sakit Bhayangkara Medan.

Setelah dirawat di RS Bhayangkara, tenaga medis RS Bhayangkara tidak sanggup melakukan tindakan operasi terhadap luka Hariadi.

Dengan keadaan seperti itu RS Bhayangkara merujuknya ke RS Adam Malik dengan menggunakan BPJS untuk mendapatkan perawatan yang lebih intensif.

Kemudian pihak RS Adam Malik melakukan pemeriksaan luka/ronsen dan hasilnya terlihat tulang lengan sebelah kiri hancur dan terdapat bayangan oval seperti peluru tajam di sela-sela tulang rusuk.

Atas peristiwa penembakan tersebut, Dewi Hartati selaku kakak kandung Hariadi membuat Laporan Polisi ke Polsek Medan Baru.

Namun diduga Penyidik Polsek Medan Baru tidak profesional dan tidak transparan, karena hingga saat ini tidak ada tindak lanjut terhadap kasus tersebut.

Karena tidak adanya tindak lanjut tersebut, Hariadi meminta kepada Polda Sumut untuk mengambil alih penanganan perkara tersebut.

7 tahun peristiwa penembakan itu berlalu, namun peluru itu masih bersarang di dadanya karena menurut keterangan dokter saat itu ada resiko kematian jika operasi dilakukan.

Selain resiko kematian, ketidak profesionalan dan tidak adanya iktikad baik Polsek Medan Baru dan Polda Sumut lah yang menjadi kendala utama bagi Hariadi dalam memperoleh keadilan.

Padahal Polsek Medan Baru telah menyita mobil yang diduga milik pelaku, namun anehnya Penyidik Polsek Medan baru hingga saat ini tidak bisa menghadirkan pemilik mobil tersebut.

Baca juga => http://redaksi.waspada.co.id/v2021/2015/11/pengemudi-betor-korban-penembakan-opname-di-icu-rs-bhayangkara/

https://lbhmedan.org/7-tahun-pembiaran-kasus-penembakan-hariadi-oleh-polda-sumut-polsek-medan-baru/

JPU Kejari Medan Hanya Tuntut 7 Tahun Terdakwa Pencabulan

JPU Kejari Medan

LBH Medan, Press Release – Terdakwa Pencabulan Dituntut 7 Tahun Penjara, LBH Medan Laporkan Kajari, Kasipidum & JPU Kejari Medan Ke Kejaksaan Agung RI.

Sidang tindak pidana Pencabulan dengan Terdakwa a.n AGH salah seorang Mahasiswa dari salah satu Universitas yang ada di Medan terhadap korban anak laki-laki a.n F, sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 82 ayat (1) Jo Pasal 76 E UU RI No. 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas UU RI No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, pada tanggal 14 Juni 2022 dimana sidang lanjutan tindak pidana tersebut dengan agenda tuntutan di Pengadilan Negeri Medan. JPU Kejari Medan a.n RY menuntut Terdakwa dengan 7 (Tujuh) Tahun Penjara.

Kasus dengan modus mengajak korban bermain game mobile legend, dimana terdakwa melalui permainan tersebut mengajak korban bermain bersama di kosnya yang beralamat di jalan Abdul Hakim Kec. Medan Baru. Kemudian korban yang diketauhi hobi bermain game on line mobil legend tanpa berpikir panjang datang ke kost Terdakwa dan seketika itu Terdakwa langsung melakukan aksinya mencabuli (Sodomi) korban.

Atas kejadian tersebut keluarga (Ibu) korban membuat laporan polisi di Polrestabes Medan dan seketika membawa Terdakwa untuk diserahkan kepada Kepolisian.Terkait laporan tesebut korban telah mengahadirkan Saksi-saksi dan bukti dugaan tindak pidana a quo di Pengadilan Negeri Medan.

LBH Medan sebagai Lembaga Bantuan Hukum yang konsern terhadap Penegakan Hukum dan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) menduga tindakan Kajari, Kasipidum melalui JPU a.n RY yang menuntut Terdakwa sangat rendah telah bertentangan dengan aturan hukum yang berlaku dan Surat Edaran: No. SE-001/J-A/4/1995 Tentang Pedoman Tuntutan Pidana serta tidak menjalankan program pemerintah yang mana notabenenya tahun 2016 secara tegas Presiden Jokowi telah menetapkan kekerasan seksual terhadap anak merupakan kejahatan luar biasa (Extra Ordinary Crime). oleh karenanya penangananya haruslah luar biasa, dalam hal ini menghukum berat pelaku kekerasan seksual terhadap anak.

LBH Medan menduga adanya kejanggalan yang nyata dalam tuntutan JPU a.n RY, hal tersebut dapat dilihat jelas ketika tuntutan JPU berbanding terbalik dengan tuntutan JPU pada Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara yang bersidang di Pengadilan Negeri Medan tahun 2021 perkara pencabulan yang dilakukan oleh oknum Kepsek atau Pendeta kepada siswanya menuntut Terdakwa dengan tuntutan selama 15 (Lima belas) tahun penjara.

Tidak hanya itu, sebagai pembanding lainya masih ditahun yang sama Jaksa Penuntut Umum Labuhan Deli telah menuntut terdakwa dalam tindak pidana pencabulan yang dilakukan oleh seorang kakek terhadap seorang anak perempuan yang berusia 4 tahun dituntut 12 (dua belas tahun) penjara serta diketahui Jaksa Meliani Marpaung, SH pada perkara Nomor: 19/Pid.Sus/2022 menuntut 13 (Tiga Belas) tahun penjara terhadap pelaku kekerasan seksual.

hal ini jelas membuat pertanyaan besar ada apa dengan Kejaksaan Negeri Medan dan apa yang menjadi pertimbangan JPU membuat disparitas tuntutan terhadap terdakwa a.n AGH selama 7 (Tujuh) tahun. Oleh karena itu tindak Kejaksaan negeri Medan telah mencederai keadilan Korban.

LBH Medan menilai tuntutan rendah JPU tersebut akan sangat berdampak terhadap keseriusan pemerintah menindak tegas pelaku kekerasan seksual terhadap anak dan tidak menuntup kemungkinan tidak memberikan efek jera kepada Terdakwa serta bisa berdampak kepada masyarakat yang diduga menilai pelaku kekerasan seksual terhadap anak hanya dihukum ringan.

Serta memberikan dampak yang sangat buruk terhadap tumbuh kembang anak (korban) dan berbahaya terhadap anak-anak khususnya yang ada di Kota Medan saat ini karena tidak tegasnya aparat penegak hukum dalam kasus kekerasan seksual terhada anak. oleh karana itu LBH Medan meminta kepada Majelis Hakim perkara a quo Pengadilan Negeri Medan untuk memutuskan perkara tersebut dengan seadil-adilnya.

Bahwa sejalan dengan hal tersebut, LBH Medan menduga Kajari, Kasipidum dan JPU a.n RY pada Kejaksaan Negeri Medan telah melanggar Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28D, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM Pasal 2, Pasal 3 ayat (2), Pasal 17, UU No. 35 Tahun 2014 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang no. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang disebutkan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak Pada Pasal 76C dan Surat Edaran: No. SE-001/J-A/4/1995 Tentang Pedoman Tuntutan Pidana pada bagian ke II Perkara Tindak Pidana Khusus angka III ”.

 

Narahubung :
IRVAN SAPUTRA, S.H., M.H (0821 6373 6197)
KHAIRIYAH RAMADHANI, S.H (0823 6186 3626)

 

Baca juga => https://telisik.id/news/kejari-medan-tuntut-terdakwa-sodomi-bocah-hanya-7-tahun-lbh-cederai-keadilan

Kekerasan Seksual Meningkat, Korban Semakin Sekarat

https://lbhmedan.org/kekerasan-seksual-meningkat-korban-semakin-sekarat/

Korupsi Adalah Budaya Kita?

Jalan anti korupsi

LBH Medan, Suara Rakyat – Hampir setiap hari selalu kita melihat dan mendengar dari pemberitaan tentang Korupsi yang dilakukan segelintir elit politik, pejabat yang duduk di sektor pemerintahan maupun swasta, bahkan tidak dipungkiri perbuatan korup hadir ditengah-tengah masyarakat kecil yang setiap harinya tanpa disadari telah dilakukan. Seperti perilaku tidak jujur, tidak disiplin dan professional dalam menjalankan tugas pekerjaan dan lain sebagainya.

Hal ini berbanding lurus ketika kita melihat kehidupan masyarakat jauh dari sejahtera akibat perbuatan korup yang menghancurkan moral dan etika sehingga menimbulkan masyarakat miskin yang tidak dapat mengenyam pendidikan, sulit mendapatkan akses pelayanan kesehatan dan terjadinya penindasan penggusuran bagi warga masyarakat tidak memiliki rumah yang layak huni sebagai tempat berlindungnya diri dan keluarga.

Di tengah kondisi yang cukup kompleks semacam ini, dibutuhkan sebuah strategi yang mumpuni untuk membangkitkan semangat dalam menyelesaikan persoalan ini. Pemerintah mencoba dalam menangani persoalan ini telah berupaya semaksimal mungkin untuk melakukan penyempurnaan regulasi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 yang merupakan aturan baru dan telah dilakukan perubahan berulang kali.

Selain itu pemerintah juga melakukan penguatan kelembagaan salah satunya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) untuk melakukan pencegahan, pemberantasan serta penindakan perbuatan korup yang diharapkan semaksimal mungkin dapat mengurangi jumlah angka kejahatan tindak pidana Korupsi.

Selain itu, bukan hanya kelembagaan KPK saja yang dilakukan penguatan, hal ini terus diupayakan untuk diadakan disetiap sektor wilayah lembaga pemerintah maupun swasta untuk menerapkan Wilayah Bebas Korupsi (WBK) sebagai strategi dalam menyelesaikan persoalan yang terus menjamur ini.

Namun, yang menjadi persoalannya adalah belum adanya penguatan kesadaran diri, peningkatan moralitas dan etika terhadap perbuatan korupsi belum terlalu serius dilakukan sehingga sekuat apapun strategi yang dilakukan namun tidak adanya penyadaran diri bahwa korupsi bukan hanya perbuatan yang dapat merugikan negara atau menguntungkan diri sendiri hal ini akan mengakibatkan tak jarang perilaku korupsi masih massif terjadi.

Hal lain bisa kita lihat dari buku Tarmizi Taher yang berjudul “Jihad NU-Muhammadiyah Memerangi Korupsi” Menurut Bung Hatta yang merupakan tokoh berintegritas dalam menjalankan kehidupan pribadinya maupun menjalankan tugas sebagai Wakil Presiden Indonesia yang saat itu sedang dipangkunya.

Ia mengatakan sebagaimana dikutip dari Masdal Hilmy, di era Orde Baru Korupsi di Indonesia sudah sampai pada tahap membudaya, jika era sebelumnya yang banyak melakukan korupsi adalah pemerintah tingkat pusat, tetapi di era reformasi, Korupsi hampir terjadi di semua lini (Eksekutif, Yudikatif, Legislatif baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah).

Korupsi sudah menjadi budaya massa yang membanggakan dan mengasyikkan. Otonomi daerah yang awalnya bertujuan untuk memeratakan dan memajukan penduduk, justru malah berimbas kepada meratanya tradisi korupsi di daerah-daerah.

Tanggung-jawab Warga Negara

Setiap warga Negara memiliki kewajiban untuk memberikan kontribusi penuh untuk menyelesaikan permasalahan ini. Sebuah mindset yang harus kita hilangkan adalah perbuatan korupsi tidak seharusnya kita amini sebagai perbuatan yang biasa dilakukan ditengah kehidupan masyarakat, kalau tidak melakukan Korupsi segala bentuk urusan tidak terselesaikan atau lain sebagainya.

Hal ini secara tidak langsung kita telah merawat perbuatan Korupsi untuk tumbuh subur dan berkembang. Mungkin hal dasar untuk mengubah mindset ini bisa kita mulai dengan sepenggal kalimat “Korupsi Bukan Budaya Dan Jangan Di Budidayakan”.

Sebuah perbuatan yang baik dimulai dengan pembiasaan untuk melakukan hal-hal kebaikan. Sering sekali ketika kita masih kecil diruang lingkup keluarga untuk membiasakan perilaku yang baik. Semisalnya tidur larut malam agar tidak terlambat bangun tidur bagi yang beragama Islam agar tidak terlambat bangun untuk melaksanakan Sholat Subuh. Ketika bangun tidur sesegera mungkin merapihkan tempat tidur dan lekas untuk membersihkan badan sarapan pagi bersama keluarga lalu pergi berangkat sekolah.

Hal-hal yang sesederhana ini mungkin sering dilakukan di ruang lingkup keluarga. Apabila kebiasaan ini kita fahami dan maknai lebih dalam, secara langsung telah mengajarkan kita perbuatan untuk disiplin dan professional dalam mengatur waktu. Dan ini merupakan perbuatan yang dapat mencegah perilaku kejahatan Korupsi.

Di ruang lingkup pendidikan formal juga bisa dilakukan ketika guru tidak hanya menjelaskan materi pembelajaran yang sifatnya sebagai bahan pelajaran wajib untuk diterima murid. Bisa disisipkan sebuah kisah untuk penyadaran agar tidak melakukan perbuatan Korupsi.

Misalnya ketika Ibu kita menyuruh kita membeli sembako di warung dan memberi uang kepada kita sejumlah Rp. 50.000.00,- (Berbentuk Pecahan), namun ditengah jalan ada tetangga kita sedang membutuhkan uang pecahan Rp. 50.000.00,- sehingga apa yang bisa kita lakukan?

Jawabannya adalah tidak memberikan uang pecahan Rp. 50.000.00,- kepada tetangga kita, karena Ibu kita menitipkan amanah yang harus kita pegang sampai tugas kita selesai. Terkesan rumit dan sedikit berlebihan, tapi yang sederhana ini saja kita belum tentu bisa melaksanakannya bahkan tak banyak orang setuju dengan kisah tersebut.

Apabila kisah sederhana ini bisa di aplikasikan, kemungkinan besar dan seluruh masyarakat dan pemangku jabatan di negeri ini bahkan aspek global akan menjalankan tugasnya dengan penuh amanah dan tanggung-jawab.

Aspek Hukum Politik

Sangat penting rasanya apabila dilakukan penyelarasan pemahaman anti Korupsi dalam aspek hukum-politik. Hal ini seperti yang disampaikan oleh Lawrence Friedman tentang sistem hukum yaitu Struktur Hukum yaitu lembaga penegakan hukum, substansi Hukum yaitu berkaitan dengan asas dan hukum serta produk peraturan perundang-undangan dan Budaya Hukum yaitu kebiasaan ataupun cara berfikir masyarakat dan aparat penegakan hukum sesuai dengan aturan yang berlaku harus dilakukan secara bijaksana, tegas dan tidak diskriminasi. Apabila sebuah sistem hukum memiliki pemahaman kesamaan visi dan misi dalam anti terhadap perbuatan kejahatan Korupsi maka perilaku Korupsi akan mudah untuk diatasi.

Kesimpulan

Sebenarnya sangat banyak cara yang bisa dilakukan untuk mencegahan perbuatan Korupsi, mulai dari hal yang sederhana tidak membutuhkan angka anggaran yang cukup fantastis hingga penyurusan rancangan strategi atau taktik jitu dalam menurunkan perilaku kejahatan Korupsi. Selain itu, untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur dilihat dari tindakan para pemimpin bangsa yang menjadi sorotan bagi masyarakat sebagai contoh tauladan untuk rakyatnya yang tidak berperilaku Koruptif.

Masalah Korupsi bukan hanya tanggung jawab dari Pemerintah, Aparat Penegak Hukum untuk menyelesaikannya, ini adalah tanggung jawab kita bersama sebagai warga negara yang baik harus menanamkan kepada diri sendiri dan orang lain untuk bersikap anti Korupsi dan dengan suka rela memberikan pehaman tentang Anti Korupsi secara massif kepada orang lain itu artinya kita telah melakukan aksi nyata berjuang untuk melawan Korupsi.

 

Penulis : Hidayat Chaniago, S.H

Editor : Tri Achmad Tommy Sinambela, S.H

 

Baca juga => https://lbhmedan.org/pelemahan-kpk-nyata-di-depan-mata/

https://redaksi.waspada.co.id/v2021/2021/09/organisasi-masyarakat-sipil-buka-kantor-darurat-pemberantasan-korupsi-di-sumut/

Harapan Pancasila Kepada Omnibus Law

harapan pancasila kepada omnibus lawLBH Medan, Suara Rakyat – Munculnya omnibus law bermula ketika Presiden Joko Widodo gamang terhadap pertumbuhan investasi di Indonesia. Sampai saat ini investasi belum menunjukkan angka yang diinginkan untuk mencapai target sesuai yang diharapkan.

Data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat investasi pada kurtal pertama 2019 tumbuh 5,3% menjadi Rp 195, 1 triliun. Capaian ini menjadi realisasi investasi terendah dalam kurun 2014-2019. Meski tumbuh dari kuartal 2018, namun pertumbuhannya masih sangat jauh dari target yang diharapkan oleh pemerintah.

Melihat terjadinya perang dagang antara USA dan China juga tidak menyebabkan banyak investor yang ingin menanamkan investasinya di Indonesia. Terkait adanya perang dagang tersebut, data menunjukkan bahwa sebanyak lebih dari 50 perusahaan multinasional telah mengumumkan rencana atau mempertimbangkan pemindahan manufaktur keluar dari China.

Yang menjadi pertanyaan besarnya adalah mengapa Indonesia tidak menjadi pilihan menarik untuk investasi dibandingkan dengan  negara-negara di Asia? seperti Vietnam, Taiwan, dsb.

Kalau ditelaah kembali, hal ini disebabkan dikarenakan banyaknya regulasi ataupun aturan-aturan terkait dengan perizinan yang tumpang tindih dan tentu saja bermuara pada lamanya izin investasi dan memakan biaya yang tinggi sehingga sulit diprediksi.

Disharmoni peraturan perundang-undangan terkait perizinan diberbagai sektor, maka muncullah sebuah gagasan pentingnya omnibus law untuk menyelesaikan persoalan tersbut. Pemerintah harus merubah beberapa pasal-pasal terkait perizinan di bidang investasi di 72 undang-undang lewat satu undang-undang baru (omnibslaw), yang tentunya akan punya daya jangkau yang luas.

Pada saat ini, pemerintah telah merumuskan Visi Indonesia maju 2045 sebagai langkah strategis menjadikan sebagai 5 (lima) besar kekuatan ekonomi dunia pada tahun 2045.

Terkait hal ini ada empat pilar utama Visi Indonesia 2045, salah satunya adalah pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, melalui peningkatan iklim investasi, perdagangan luar negeri yang terbuka dan adil, industri sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi, pembangunan ekonomi kreatif dan digital, peran pariwisata Indonesia sebagai destinasi unggulan, pembangunan ekonomi maritim, pemantapan ketahanan pangan dan peningkatan kesejahteraan petani, pemantapan ketahanan air, peningkatan ketahanan energi dan komitmen terhadap lingkungan hidup.

Kalau dilihat dari salah satu visi ini ada suatu hal yang perlu bisa digaris bawahi bahwa untuk mewujudkannya pemerintah mengharapkan adanya “gelombang investasi” guna mempercepat proses pembangunan serta masyarakat berpartisipasi dalam proses tersebut.

Akan tetapi ada permasalahan yang terjadi dilapangan yaitu tumpang-tindih dan ketidakharmonisan undang-undang sektoral yang menjadi hambatan utama dalam menciptakan iklim investasi yang ramah bagi investor.

Selain itu banyak juga kontradiksi dan disharmonisasi perundang-undangan baik secara horizontal maupun vertikal yang menyebabkan ketidakpastian hukum yang berujung kepada digagasnya transpalansi yang bernama omnibus law.

Tradisi pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia haruslah merujuk kepada nilai-nilai yang termaktub didalam Pancasila yang didalamnya terdapat esensi sebagai dasar negara modus vivendi yang digali dari perenungan jiwa yang mendalam para pendiri bangsa, yang kemudian dituangkan kedalam suatu sistem yang tepat.

Pembangunan sistem hukum Pancasila sudah seharusnya mengarah kepada cita negara (staatside) Indonesia. Cita-cita negara yang sajauh ini mungkin harus dibangun kembali secara khas sesuai dengan jati diri dan kepribadian bangsa Indonesia.

Yang paling penting adalah sistem hukum Pancasila tidak indentik dengan sistem Sosialisme/Komunisme yang tidak mengakui adalah kepemilikan individu akan tetapi indentik dengan Kerakyatan.

Maka dalam  proses pembentukan undang-undang omnibus law harus memberikan efek secara filosfis maupun sosiologis bahwa suatu produk hukum yang diciptakan dalam konsep Pancasila sangat efektif dikarenakan nilai-nilai hukum yang terkandung di dalam peraturan perundang-undangan yang dibuat sesuai dengan kenyataan yang hidup didalam masyarakat. Dan sudah saatnya seluruh elemen bangsa “bergotong royong” untuk mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia lebih maju.

Dalam sistem hukum  di Indonesia, hukum memperoleh kekuasaan mengikat karena diwujudkan dalam peraturan yang berbentuk undang-undang serta tersusun secara sistematis di dalam kodifikasi. Hal inilah yang menjadi dasar yang sejalan dengan nilai utama yang merupakan tujuan hukum adalah kepastian hukum.

Meski banyak sekali perbedaan pendapat dan perdebatan terkait omnibus law ini, karena ini adalah produk kesepakatan politik anatara pemerintah dan DPR tentu harus memegang teguh kepada nilai-nilai Pancasila sebagai Dasar Negara apabila ingin membentuk suatu perundang-undangan di Indonesia.

Pada satu sisi hukum diharapkan menjadi sarana untuk menciptakan ketertiban dan kemantapan tata hidup bermasyarakat. Pancasila memiliki elemen-elemen yang spesifik yang menjadikan negara hukum Indonesia berbeda dengan konsep negara hukum yang dikenal secara umum.

Perbedaan itu terletak pada nilai-nilai pada sila pertama Pancasila yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, tidak adanya pemisahan antara negara dan agama, prinsip musyawarah dalam pelaksanaan kekuasaan pemerintahan negara, prinsip keadilan sosial, kekeluargaan dan gotong royong serta hukum yang mengabdi pada keutuhan negara kestuan Indonesia.

Sejalan dengan hal ini, omnibus law sangat diharapkan agar selaras dengan karakteristik sistem hukum Pancasila. Mohammad Koesno mengatakan bahwa karakteristik hukum Indonesia adalah berwatak melindungi bukan hanya memerintah begitu saja.

Perlindungan dalam artian adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah. Jadi omnibus law dibentuk bukan hanya untuk kepentingan pembangunan perekonomian Indonesia yang lebih maju dan mandiri. Akan tetapi, jauh dari pada itu adalah untuk melindungi seluruh elemen bangsa ini agar bisa terciptanya hukum yang berkeadilan sesuai dengan amanah Pancasila.

Terlepas dari perdebatan secara formil dalam konsep pembentukan undang-undang omnibus law, haruslah memegang teguh kepada perlindungan berdasarkan kepada persatuan dan dalam merealisasikannya mengandung ide dan gagasan sebagai acuan untuk terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Pancasila mengandung filosofis yang sangat mendalam bukan hanya sebagai jargon ataupun ideologi negara namun harus benar-benar meresap kedalam jantung peraturan perundang-undangan dan secara subsansi materiil omnibus law tersebut jangan sampai melenceng atau melukai nilai-nilai dari Pancasila itu sendiri.

Pada akhirnya penekanan yang semestinya dilakukan dalam konsep omnibus law bukan lagi terletak pada kekakuan cara berpikir legastik formil yang sering ditujukkan oleh kaum positivisme dalam sistem hukum civil law.

Dalam menemukan nilai-nilai keadilan kita harus mampu beyond the rule dan menemukan suatu keadilan substantif. Meskipun omnibus law itu lahir dari negara-negara anglo saxon yang bercorak common law, bukanlah menjadi suatu dosa besar walaupun sistem hukum di Indonesia itu bercorak civil law.

Namun demikian, pembentukan omnibus law tersebut harus sejalan dengan nafas Pancasila dan mencerminkan sifat hukum yang responsif terhadap kebutuhan-kebutuhan sosial yang ada dimasyarakat. Yang diartikan sebagai melayani kebutuhan dan kepentingan sosial yang di alami dan ditemukan oleh rakyat bukan semata hanya untuk kepentingan penguasa dan pengusaha.

 

Penulis : Hidayat Chaniago, S.H

Editor : Tri Achmad Tommy Sinambela, S.H

 

Baca juga => https://lbhmedan.org/press-release-ylbhi-dan-17-lbh-se-indonesia/

LBH MEDAN MENDAMPINGI 243 AKSI MASSA TOLAK OMNIBUS LAW

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20201009093059-12-556380/243-orang-diamankan-polisi-lbh-medan-tak-diberi-akses