TIDAK PROFESIONAL TANGANI KASUS PPPK KABUPATEN LANGKAT, LBH MEDAN DESAK KAPOLRI COPOT KAPOLDA & DIRKRIMSUS POLDA SUMUT

Rilis Pers LBH MEDAN

12 Juni 2024, Setengah tahun berlalu laporan polisi guru-guru honorer Langkat di Kepolisian Daerah Sumatera Utara terkait dugaan tindak pidana korupsi dalam penyelenggaran seleksi PPPK Kabupaten Langkat Tahun 2023 tidak juga mengungkap aktor intelektualnya.

Laporan polisi/Pengaduan Masyarakat yang sebelumnya telah dibuat pada 24 Januari 2024 lalu, hanya menetapkan 2 (dua) orang kepala sekolah sebagai Tersangka yaitu Awaluddin dan Rohayu Ningsih yang merupakan Kepala sekolah di SDN 055975 pancur ido, selapian kab. Langkat dan 056017 tebing tanjung selamat, sebagaimana berdasarkan surat nomor: B/1252/III/RES7.4/Ditreskrimsus tertanggal 27 Meret 2024.

Parahnya, terhadap kedua Tersangka tersebut tidak dilakukan penanahan dengan alasan keduanya kooperatif dan wajib lapor sebagaimana yang disampaikan Kanit 3 Subdit III Tipikor Ditreskrimsus Polda Sumut AKP. Rismanto J. Purba saat menerima aksi guru-guru pada 5 juni 2024 di Polda Sumut.

Hal ini menggambarkan jika Polda Sumut tidak profesional dalam menangani kasus PPPK Langkat dan diduga memberikan *Privilege (Keistimewaan)* kepada 2 tersangka, serta tebang pilih dalam menegakan hukum.

Bahkan LBH Medan menilai jika Polda Sumut telah membuat *sejarah terburuk* penegakan hukum di Sumut dengan tidak melakukan Penahanan terhadap Tersangka dugaan tindak pidana Korupsi. Kedepannya tidak menutup kemungkinan para pelaku Korupsi di Sumut berlaku kooperatif saja biar tidak ditahan.

LBH Medan sedari awal menduga jika kedua Tersangka merupakan tumbal dari aktor intelektualnya, Hal tersebut bukan tanpa alasan dimana keduanya bukanlah *Decision Maker (Pengambil keputusan)* terkait lulus atau tidaknya seorang guru dalam seleksi PPPK Langkat Tahun 2023.

Melainkan Plt. Bupati melalui penilaian yang dilakukan oleh Kepala Dinas Pendidikan dan BKD Langkat sebagaimana PermenpanRB 14 Tahun 2023 jo Kepmendibud Riset dan Teknologi Nomor 298 jo KepmenpanRB Nomor 649 Tahun 2023.

Tidak hanya itu ketidakprofesionalan Polda Sumut terlihat jelas ketika AKP. Rismanto J. Purba menyatakan jika dalam kasus ini telah dilakukan pemeriksaan 40 (Empat Puluh) orang Saksi. Namun anehnya sampai sekarang belum memeriksa Plt. Bupati dan mengatakan jika nanti dalam proses penyidikan dibutuhkan keterangan yang bersangkutan (Plt Bupati Langkat) maka akan dipanggil.

Padahal penentu kelulusan para guru-guru honorer Langkat menjadi PPPK adalah kewenangan Plt Bupati. Maka seyogianya secara hukum Plt. Bupati harus diperiksa. Tapi faktanya hingga saat ini belum dilakukan pemeriksaan (Mistar.id/5 Juni 2024).

Ketidakprofesionalan Polda Sumut juga sangat terang terlihat ketika sampai dengan saat ini pihak Polda Sumut dalam hal ini Ditreskrimsus tidak memberikan SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan dan SP2HP lanjutan kepada Korban (Guru-Guru Honorer Langkat).

Harusnya secara hukum berdasarkan pasal 109 Ayat (1) KUHAP jo putusan MK Nomor 130/PUU-XII/2015 SPDP *wajib* diberikan kepada Korban dan Terlapor paling lambat 7 hari setelah ditingkatkannya suatu kasus pidana ke Penyidikan. Namun setengah tahun berjalan kasus PPPK Langkat, SPDP tersebut tidak diberikan.

Hal ini menggambarkan ada dugaan ditutup-tutupinya kasus tersebut dan parahnya diduga kasus ini hanya ingin diselesaikan sampai 2 kepala sekolah saja. Dimana dapat terlihat jika berkas perkara hendak dikirimkan ke kejaksaan.

Perlu diketahui terkait dengan kasus PPPK Langkat tersebut korban telah melakukan aksi sebanyak 3 kali (24 Januari, 14 Maret dan 5 Juni 2024) yang mana aksi ketiga para guru membawa *kerenda mayat* ke Polda sumut dengan maksud memberitahukan jika matinya penegakan hukum dan keadilan dipolda Sumut.

Serta para guru juga telah mengirimkan surat Pengaduan dan Mohon keadilan kepada Kapolri, Kabareskrim, Irwasum dan Kadiv Propam Mabes Polri dll pada tanggal 29 April 2024.

Namun tetap juga Kapolda Sumut dan Dirkrimsus Polda Sumut sebagai pimpinan yang paling bertanggung jawab dalam kasus ini tidak menetapkan Tersangka Intelektualnya. Hal ini berbanding terbalik dengan kasus PPPK Kabupaten Madina dan Batubara yang telah ditetapkannya 6 dan 4 orang Tersangka (Kepala Dinasn Pendidikan, BKD Kabupaten Masing-masing dan lainya).

Maka dengan tidak profesionalnya polda Sumut dalam menangani kasus PPPK Langkat tahun 2023 diduga telah melanggar Perpol 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Etik Polri.

Oleh karena itu LBH Medan secara tegas mendesak Kapolri untuk *Mencopot Kapolda Sumut dan Dirkrimsus dari jabatanya*. Seraya mengambil alih kasus PPPK Langkat ke Mabes Polri guna terciptanya keadilan bagi masyarakat khususnya para korban.

Sejatinya kecurangan dan dugaan tindak pidana korupsi dalam seleksi PPPK Kab. Langkat Tahun 2023 telah melanggar Pasal 1 ayat (3) Undang-undang 1945, Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Jo Declaration Of Human Right (deklarasi universal hak asasi manusia/duham), ICCPR, Undang-undang nomor 19 Tahun 2019 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 30 Tahun 2002. PemenpaRB 14, Kepmenpan 658,659,651 dan 652.

Demikian Rilis Pers ini disampaikan, semoga dapat digunakan dengan sebaiknya.

Irvan Saputra, S.H,M.H : 0821 8066 5239
Sofiyan Muis Gajah, S.H : 0822 7799 7501

RATUSAN GURU HONORER KAB. LANGKAT AJUKAN 121 BUKTI SURAT TERKAIT KECURANGAN DAN MALADMINISTRSI SELEKSI PPPK GURU KABUPATEN LANGKAT TAHUN 2023 DI PTUN MEDAN !

Rilis Pers LBH MEDAN

Kecurangan dan Dugaan Tindak Pidana Korupsi seleksi PPPK guru Kabupaten Langkat Tahun 2023 sebelumnya pada maret 2024 digugat oleh ratusan guru honorer Langkat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan.

Adapun sidang di PTUN saat ini memasuki agenda pembuktian dari para pihak (Para Penggugat, Tergugat dan Tergugat II Intervensi). Dimana sidang sebelumnya terkait jawab menjawab (Gugatan, Jawaban, Replik dan Duplik) dilakuan secara Ecourt (online).

Sidang yang dimulai sekitar pukul 11.00 Wib dihadiri puluhan guru honorer (Para Penggugat) dan Kuasa Hukum (LBH Medan), tanpa dihadiri Tergugat dan Tergugat II Intervensi. Dalam persidangan pembuktian para penggugat mengajukan 121 Bukti surat terkait kecurangan, maladministrasi dan guru fiktif dalam seleksi PPPK Langkat Tahun 2023.

Namun, untuk bukti P-18 s/d P-121 harus dipending karena penyesuaian dengan pengantar alat buktinya. Sangat disayangkan pihak Tergugat dan Tergugat II Intervensi tidak hadir dan tidak pula memberitahukan alasan ketidakhadiranya.

LBH Medan menilai ketidakhadiran Tergugat dan Tergugat II Intervensi merupakan bentuk ketidaktaatan akan hukum dan ketidaksiapan Tergugat dan Tergugat II Intervensi dalam menghadapi gugatan para Penggugat.

Hal tersebut bukan tanpa alasan dimana sebelumnya pihak PTUN Medan telah jauh-jauh hari memberitahukan akan agenda pembuktian tersebut melalui ecourt.

Perlu diketahui sebelumnya Polemik terkait kecurangan dalam seleksi PPPK langkat tahun 2023 tidak hanya digugat di PTUN, tetapi juga telah dilaporkan ke Polda Sumut, Ombudsman RI Pusat dan Sumut, Komnas HAM, Kompolnas, Kementerian Pendidikan, Budaya, Riset dan Teknologi, KemenpanRB, BKN dan Kemendagri.

Untuk pelaporan di Polda Sumut telah diketahui khalayak banyak (Publik) jika telah ditetapkan 2 orang kepala sekolah kabupaten langkat sebagai Tersangka atas tindak pidana suap dalam penyelenggaraan seleksi PPPK Langkat Tahun 2023. Serta terkait pelaporan di Ombudsman telah ditemukanya 6 Maladministrasi dan tindakan korektif dalam hal ini membatalkan pengumuman Bupati Langkat (Objek Sengketa TUN) dan menjadikan hasil CAT BKN (Tanpa SKTT) sebagai penentu kelulusan.

Maka melalaui persidangan ini para Penggugat bermohon kepada Ketua PTUN c.q Majelis Hakim Perkara ini untuk dapat mengabulkan gugatan para Penggugat untuk seluruhnya. Adapun petitum (tuntutan) para Penggugat sebagai berikut:

Dalam Penundaan:

1.Mengabulkan penunda PENGUMUMAN NOMOR: 810/2998/BKD/2023 TENTANG HASIL SELEKSI KOMPETENSI PENERIMAAN CALON APARATUR SIPIL NEGARA DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN. LANGKAT SERTA PENGISIAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP UNTUK PENGUSULAN PENETAPAN NI PPPK JABATAN FUNGSIONAL TAHUN ANGGARAN 2023 BERSERTA LAMPIRANNYA TANGGAL 22-12-2023 sampai dengan adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap;

2.Mewajibkan kepada Tergugat untuk menunda pelaksaan PENGUMUMAN NOMOR: 810/2998/BKD/2023 TENTANG HASIL SELEKSI KOMPETENSI PENERIMAAN CALON APARATUR SIPIL NEGARA DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN. LANGKAT SERTA PENGISIAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP UNTUK PENGUSULAN PENETAPAN NI PPPK JABATAN FUNGSIONAL TAHUN ANGGARAN 2023 BERSERTA LAMPIRANNYA TANGGAL 22-12-2023, yang dikeluarkan/diterbitkan sampai dengan adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

Dalam Pokok Perkara:

1.Mengabulkan gugatan para Penggugat untuk seluruhnya;

2.Menyatakan batal atau tidak sah PENGUMUMAN NOMOR: 810/2998/BKD/2023 TENTANG HASIL SELEKSI KOMPETENSI PENERIMAAN CALON APARATUR SIPIL NEGARA DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN. LANGKAT SERTA PENGISIAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP UNTUK PENGUSULAN PENETAPAN NI PPPK JABATAN FUNGSIONAL TAHUN ANGGARAN 2023 BERSERTA LAMPIRANNYA TANGGAL 22-12-2023;

3.Mewajibkan Tergugat untuk mencabut PENGUMUMAN NOMOR: 810/2998/BKD/2023 TENTANG HASIL SELEKSI KOMPETENSI PENERIMAAN CALON APARATUR SIPIL NEGARA DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN. LANGKAT SERTA PENGISIAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP UNTUK PENGUSULAN PENETAPAN NI PPPK JABATAN FUNGSIONAL TAHUN ANGGARAN 2023 BERSERTA LAMPIRAN TANGGAL 22-12-2023;

3.Memerintahkan Tergugat untuk mengumumkan kembali kelulusan seleksi PPPK Kabupaten Langkat Tahun 2023 berdasarkan hasil Computer Asisted Test (CAT);

4.Menghukum Tergugat untuk membayar biaya yang timbul dalam perkara ini.

Demikian gugatan ini dibuat dan diajukan untuk dapat diperiksa dan diselesaikan sebagaimana mestinya. Atau apabila majelis hakim berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).

Adapun Kecurangan dan dugaan tindak pidana korupsi dalam seleksi PPPK Kab. Langkat Tahun 2023 telah melanggar Pasal 1 ayat (3) Undang-undang 1945, Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Jo Declaration Of Human Right (deklarasi universal hak asasi manusia/duham) Undang-undang nomor 19 Tahun 2019 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 30 Tahun 2002. PemenpaRB 14, Kepmenpan 658,659,651 dan 652.

Demikian Rilis Pers ini disampaikan, semoga dapat digunakan dengan sebaiknya.

Irvan Saputra, S.H,M.H : 0821 8066 5239
Sofyan Muis Gajah, S.H : 0822 7799 7501

LBH MEDAN SOMASI PT. TELEKOMUNIKASI INDONESIA (REGIONAL SUMATERA UTARA) & PT. TELEKOMUNIKASI SELULAR (TELKOMSEL) AREA I SUMUT

RILIS PERS

NO: 82/LBH/RP/IV/2024

LBH Medan, 19 April 2024. Sebelumnya pada 23 Februari 2024 telah terjadi sebuah peristiwa yang memperihatinkan dialami oleh Lutfhi Hakim Fauzi, seorang aktivis lingkungan di Kota Medan.Luthfi merupakan korban kabel yang menjuntai di Simpang Empat Universitas Negeri Medan, atau sekitar pada Medan Estate, Deli Serdang, Sumatera Utara.Atas peristiwa tersebut Luthfi mengalami luka dengan 20 jahitan di bagian lehernya dan harus dirawat di RS. Pirngadi, akibat luka berat yang dialaminya Lutfhi harus mengeluarkan biaya untuk perobatan sekitar Rp. 40.000.000- (Empat Puluh Juta Rupiah).

Kejadian tersebut menimbulkan beragam spekulasi tentang siapa yang seharusnya bertanggung jawab atas insiden tersebut, namun beberapa pihak yang diduga sebagai pemilik kabel semrawut hingga saat ini tidak memberikan pertanggung jawaban terhadap Luthfi dan begitu juga dengan Pemerintah dinilai tidak memberikan respon yang baik dan diduga melakukan pembiaran terhadap kabel-kabel semrawut tersebut. Serta belum adanya tindakan tegas terhadap para perusahaan atau pengusaha yang menjalankan kegiatan bisnis jaringan telekomunikasi dan jaringan telepon.

Tepat pada 23 Maret 2024 Lutfi yang didampingi oleh LBH Medan telah meminta pertanggung jawaban kepada pihak-pihak (perusahaan) terkait melalui konprensi persnya dan meminta kepada pemerintahan daerah untuk segera menindaklanjuti kabel-kabel semrawut, namun hingga saat ini kedua pihak tersebut terkesan membiarkan dan menganggap peristiwa yang dialami lutfhi sebagai ketiadaan.

Tidak adanya pertanggungjawaban dan respon pemerintah daerah LBH Medan melakukan investigasi, dan didapati bahwa diduga PT. Telekomunikasi Indonesia dan PT. Telekomunikasi Selular yang seharusnya bertanggung jawab terhadap Luthfi. Maka patut secara hukum LBH Medan melayangkan Somasi (Peringatan Hukum) terhadap PT. Telekomunikasi Indonesia dan PT. Telekomunikasi Selular untuk memberikan pertanggung jawaban terhadap Luthfi. Seraya meminta kepada pemerintah daerah dalam hal ini walikota Medan untuk menertibkan kabel-kabel yang semberaut serta menindak tegas pihak perusahan pemilik kabel yang tidak menertibkan kabel-kabelnya dalam mencabut izin oprasionalnya.

Bahwa perlu diketahui sebelumnya pasca kejadian yang menimpa lutfi, seseorang yang mengaku seniornya saat di SMA 8 menghubungi lutfi untuk bertemu dan melihat keadaan lutfi. Hal tersebut dipersilahkan lutfi. Tetapi ketika waktu yang telah ditentukan untuk berjumpa, senior tersebut tidak datang sendirian melainkan dengan lebih kurang 7 orang lainnya dengan menggunakan 3 unit mobil.

Ternyata diketahui jika 7 orang tersebut yang dipimpin seorang perempuan merupakan pihak dari telkom, yang saat bertemu dengan lutfi menyampaikan prihatin kepada lutfi. Akan tetapi diselah pembicaraan tersebut, mereka mengatakan jika berdasarkan audit internal kami, kabel yang melilit lutfi bukan milik telkom. Mendengarkan hal tersebut lutfi kemudian bertanya *Jika itu bukan kabel telkom jadi kabel siapa? Kemudian pihak telkom menyampaikan “jika kami tidak bisa memberitahukan karena ada hubungan bisnis”.

Oleh karena itu LBH Medan menduga ada yang ditutup tutupi oleh pihak telkom terkait fakta dan kepemilikan kabel yang menjerat leher lutfi.Sehubungan dengan hal tersebut LBH Medan yang merupakan kuasa hukum dari Luthfi secara tegas melalui somasinya meminta pertanggug jawaban kepada PT. Telekomunikasi Indonesia dan PT. Telekomunikasi Selular serta Pemerintahan Kabupaten/Kota untuk melakukan pengawasan dan penertiban atas kabel-kabel yang semrawut milik perusahaan/pengusaha di daerahnya.

Karena hal tersebut diduga telah melanggar Pasal 1 ayat (7), Pasal 27 ayat (1), Pasal 28 D ayat (1) dan Pasal 28 H UUD RI Tahun 1945 Jo. Pasal 17 UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Mnusia, Pasal 26 UU No. 12 Tahun 2005 Tentang Pengesahan ICCPR, Pasal 52 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2006 Tentang Jalan dan Pasal 360 KUHPidana yang diancam hukuman penjara selama 5 Tahun.

Maka melalui rilis ini LBH Medan meminta secara tegas kepada PT. Telekomunikasi Indonesia dan PT. Telekomunikasi Selular serta Pemerintahan Kabupaten dan Kota untuk segera menindaklanjuti peristiwa yang dialami oleh Luthfi. Demikian rilis ini dibuat, mohon kiranya dapat menjadi bahan pemberitaan. Atas perhatiannya kami ucapkan terimakasih.

Banyak Laporan Polisi Bertahun-Tahun Tidak Kunjung Selesai (Undue Delay), LBH Medan Desak Kapolri Copot Kapolrestabes & Kasat Reskrim Polrestabes Medan

Rilis Pers
Nomor:283/LBH/VIII/2023

30 Agustus 2023, Banyaknya laporan polisi yang saat ini proses penegakan hukumnya bertahun- tahun tidak kunjung terselesaikan membuktikan jika aparat penegak hukum tidak secara sungguh-sungguh/profesional dalam menjalankan tugas dan fungsinya.

Hal tersebut menggambarkan buruknya kinerja Polrestabes Medan. Banyak masyarakat khususnya kota Medan yang telah melaporkan permasalahan hukumnya ke Polrestabes Medan untuk mendapatkan penyelesaian merasa kecewa, dikarenakan laporan mereka tidak ada kepastian hukumnya selama bertahun-tahun (undeu delay).

Tindankan tersebut menimbulkan pertanyaan dan prespektif negatif masyarakat pertama, apakah polrestabes medan tidak mampu menyelesaikanya, kedua laporan tersebut diduga sengaja tidak diselesaikan/ditindaklanjuti.

Meyikapi hal tersebut LBH Medan sebagai lembaga yang konsern terhadap penegakan hukum dan hak asasi manusia (HAM) telah membuat pengaduan secara tertulis kepada Kapolri dan jajaranya serta Kompolnas R.I atas kinerja Kapolrestabes dan Kasat reskrim yang diduga buruk atau mengulur-ulur waktu (undue delay) untuk menyelesaikan laporan dari Masyarakat.

Perlu diketahui LBH Medan telah mendapat pengaduan dari masyarakat untuk mendampingi 6 masyarakat yang sedang berhadapan dengan hukum didaerah hukum Polrestabes Medan yang dewasa ini sudah bertahun-tahun tidak kunjung diselesaikan.

Laporan tersebut ditangani Reskrim polrestabes medan dan dipimpin oleh Kapolrestabes Medan. Parahnya terkait laporan itu LBH Medan sudah berkali-kali berupaya atau mendorong pihak yang berwenang untuk menyelasaikan laporan/pengaduan tersebut, namun tidak diselesaiakan juga. Hal ini jelas sangat merugikan bagi masyarakat khususnya pencari keadilan.

Adapun 6 laporan masyarakat yaitu :

  1. Riama Br. Tambunan LP : STTLP/1074/IX/2018/SPKT tertanggal 28 September 2018 merupakan korban dugaan tindak pidana pemalsuan tandatangan berdasarkan Pasal 263 KUHPidana hingga saat ini sudah 5 tahun.
  2. Tiarmidan Sianturi LP : 1386/X/2018/SPKT tertanggal 02 November 2018 merupakan korban dugaan tindak pidana pemalsuan tandatangan berdasarakan Pasal 263 KUHPidana hingga saat ini sudah 5 tahun.
  3. Syari Rahmawati LP : STTLP/1085/III/YAN:2.2,5/2022/SPKT/Polrestabes Medan tertanggal 31 Maret 2022, anak pelapor merupakan korban tindak pidana kekerasan seksual berdasarkan Pasal 82 UU 35 tahun 2014 hingga saat ini sudah 1 tahun.
  4. Jaya Krisna LP : STTLP/1154/V/2020/SPKT/Polrestabes Medan tertanggal 08 Mei 2020 merupakan korban dugaan tindak pidana penggelapan berdasarkan Pasal 372 KUHPidana hingga saat ini sudah 3 tahun.
  5. Rahmat Agus Legiwo LP : STTLP/1110/K/V/2014/Polrestabes Medan tertanggal 02 Mei 2014 merupakan korban dugaan tindak pidana penipuan dan penggelapan berdasarkan Pasal 378 Jo 372 KUHPidana hingga saat ini sudah 9 tahun.
  6. Zulfarizon LP : STTLP/940/K/V/2017/Polrestabes Medan tertanggal 03 Mei 2017 merupakan korban dugaan tindak pidana penipuan dan penggelapan berdasarkan Pasal 378 Jo 372 KUHPidana hingga saat ini sudah 6 tahun.

Padahal Kapolri telah mengeluarkan pernyataan “jika tidak mampu membersikan ekor maka kepala akan saya potong hal tersebut juga telah ditegaskan oleh wakapolrestabes Medan kepada jajarannya.

Yang menekankan personal agar segera menindaklanjuti pengaduan setiap masyarakat. Namun faktanya berbanding terbalik seperti yang sedang dialami oleh Masyarakat yang sedang di damping oleh LBH Medan sampai hari ini mereka tidak mendapatkan keadilan dan kepastian hukum.

Maka dari itu LBH Medan secara tegas meminta dari Kapolri untuk mengevaluasi dan mencopot Kapolrestabes medan & Kasat reskrim Polrestabes Medan karena dinilai tidak professional, proporsional dan prosedural dalam menangani pengaduan dari masyarakat sampai bertahun-tahun tidak dapat diselesaikan.

Seraya mengevaluasi kinerja seluruh Kapolres didaerah hukum sumatera utara semisal Kapolres Dairi yg hari ini LBH Medan juga Mendesak untuk dicopat dan diproses hukum baik etik & pidanan karena diduga telah menganiaya anggotanya.

Tindakan Kapolrestabes & Kasat Reskrim yang diduga mengulur-ulur dan tidak menyelesaikan laporan bertahun-tahun telah melanggar Pasal 28D ayat 1, Pasal 28 I UUD 1945 Jo. Pasal 4, Pasal 7 Pasal 17 Pasal 18 UU No 39 tahun 1999 tentang HAM Jo. Pasal 8, Pasal 10 ICCPR Jo. Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11 DUHAM Jo. Pasal 6 ayat 1 UU No 12 Tahun 2005 Tentang Hak Sipil Politik, Perpol 7 Tahun 2022. Tentang Kode Etik & Komisi Etik.

Demikian rilis pers ini dibuat semoga dapat dijadikan sumber berita yang baik.

Irvan Saputra 0821 8066 5239
Doni Choirul 0812 8871 0084

LBH Medan Mendesak Kejatisu Melakukan Penyidikan Dugaan Tindak Pidana Korupsi Dana Penanggulangan Covid-19 yang Diduga Adanya Keterlibatan Mantan Bupati Samosir Rapidin Simbolon Berdasarkan Putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor : 439 K/Pid.Sus/2023

Rilis Pers
Nomor : 278/LBH/RP/VIII/2023

Medan, 28 Agustus 2023, Mahkamah Agung telah menerbitkan putusan terhadap Sekda Samosir Jabiat Sagala yang memperbaiki putusan pengadilan tindak pidana korupsi pada Pengadilan Tinggi Medan Nomor : 35/Pid.Sus-TPK/2022/PT MDN, 17 Oktober 2022 yang mengubah putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor : 28/Pid.Sus-TPK/2022/PN Mdn, tanggal 18 Agustus 2022 menjatuhkan pidana penjara selama 1 (satu) tahun 3 (tiga) bulan dan pidana denda sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 1 (satu) bulan.

Dalam pertimbangan hukumnya, Mahkamah Agung menilai Rapidin Simbolon yang saat itu menjabat sebagai Bupati Samosir terbukti memanfaatkan dan menikmati Dana Covid-19 untuk kepentingan pribadi dengan cara Rapidin Simbolon bersama tim relawan memindahkan packing bantuan ke Rumah Dinas Bupati dan menempelkan sticker bergambar Bupati Samosir Rapidin Simbolon dan Wakil Bupati pada setiap kantong paket bantuan untuk dibagikan kepada masyarakat maka secara hukum dapat dijadikan sebagai bukti permulaan adanya dugaan tindak pidana korupsi dana penanggulangan Covid-19 yang dilakukan oleh Rapidin Simbolon saat menjabat sebagai Bupati Samosir.

Putusan Kasasi ini dapat dijadikan bukti permulaan adanya dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan mantan Bupati Samosir Rapidin Simbolon dan sudah sepatutnya Kejaksaan Tinggi Sumut menindak lanjutinya dengan melakukan penyidikan dan penetapan Tersangka terhadap Rapidin Simbolon dan pihak-pihak lain yang juga diduga terlibat sebab bila tidak, akan menimbulkan kesan kebal hukum terhadap mantan Bupati Samosir ini.

Selain itu, perilaku tidak terpuji ini sangat melukai hati masyarakat karena memanfaatkan momentum penanggulangan covid-19 ini untuk pencitraan dalam keadaan bencana dan masyarakat tengah resah akan potensi kematian karena penularan Covid-19 yang paket bantuan seolah-olah dana penanggulangan Covid-19 berasal dari dirinya.

Maka dari itu LBH Medan mendesak Kepala Kejaksaan Tinggi Sumut untuk segera melakukan penyidikan atas adanya dugaan tindak pidana korupsi dana penanggulangan covid 19 dan menetapkan Rapidin Simbolon sebagai Tersangka berdasarkan putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor : 439 K/Pid.Sus/2023 sesegera mungkin melimpahkannya ke Pengadilan untuk diperiksa dan diputus oleh Majelis Hakim Tipikor Pengadilan Negeri Medan.

Demikian rilis pers ini dibuat dan disampaikan kepada rekan rekan pewarta sekalian sekiranya dapat dijadikan pemberitaan.

 

Hormat kami,
LEMBAGA BANTUAN HUKUM MEDAN.

 

Narahubung : Muhammad Alinafiah Mtd. (085296075321)

Tuntutan Oditur & Putusan Pengadilan Militer Tinggi I Medan Diduga Penuh Kejanggalan & Tidak Memberikan Keadilan

Press Release
Nomor : 271/LBH/RP/VIII/2023

Medan, 21 Medan 2023, Masih segar ingatan masyarakat khususnya kota medan atas penggerudukan polrestabes medan yang diduga dilakukan Mayor Dedy Hasibuan dan Puluhan anggota TNI AD lainya, sehingga dinilai mencoreng institusi TNI dimata masyarakat.

Kali ini kembali lagi masyarkat a.n Sabar Pasaribu (Korban) dugaan tindak pidana penipuan yang dilakukan Letkol Inf (Purn) Sahat Tua Bate’e (Terdakwa) merasakan ketidakadilan dan kekecewaan terhadap oknum TNI dalam hal ini Oditur dan Majelis Hakim Pengadilan Militer Tinggi I Medan atas tuntutan dan putusan yang diduga penuh kejanggalan terhadap terdakwa.

Dugaan tindak pidana Penipuan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 378 KUHPidana yang dilakukan oleh Terdakwa yang awalnya ditangani oleh Pomdam I/BB dengan Laporan Polisi Militer Nomor : LP-02/A-02/III/2022/Idik dan telah dilimpahkan ke Oditur Militer Tinggi I Medan dan disidangkan di pengadilan Militer Tinggi I Medan.

Sedari awal kejanggalan tersebut telah dirasakan korban ketika tidak ditahannya/ditangguhkanya Terdakwa oleh Pomdam I/BB dan Oditur Militer dan ketika terdakwa mengajukan gugatan perdata Perbuatan Melawan Hukum (PMH) majelis hakim menunda melanjutkan sidang pidananya melalui putusan sela, padahal LP tersebut telah jauh adanya sebelum gugatan terdakwa, yang diduga akal-akalan Terdakwa untuk menunda tersebut.

Padahal dugaan tindak pidana penipuan tersebut memenuhi unsur dapat dilakukan penahanan ditambah lagi dilakukan oleh purn parajurit dengan pangkat mayor yang mengetahui aturan hukum, Namun hal tersebut tidak dilakukan dan menimbukan pertanyaan besar korban apakah adanya keberpihakan terhadap terdakwa.

Sidang pertama dilaksanakan 5 Agustus 2022 dengan agenda pembacaan Dakwaan dengan perkara Nomor : 11-K/PMT-I/AD/IV/2023. Adapun Oditur yang menangani perkara a quo ialah Kolonel EKS dan nama Majelis Hakim yang menyidangkan perkara adalah Hakim Ketua : Kolonel TAB, Hakim Anggota 1 : Kolonel M dan Hakim Anggota 2 : Kolonel FNA.

Pada tanggal 24 Juli 2023, Oditur Militer menyampaikan Tuntutannya dimuka persidangan. Atas dugaan tindak pidana Penipuan yang dilakukan oleh Terdakwa kepada korban Sabar Pasaribu dengan kerugian sebesar Rp. 270.000.000.- (Dua Ratus Tujuh Puluh Juta), Oditur Militer Tinggi I Medan menuntut Terdakwa 6 (enam) bulan penjara. Terkait tuntutan tersebut, LBH Medan menilai sangat janggal dan jauh dari rasa Keadilan.

LBH Medan menduga Oditur Militer Tinggi I Medan berpihak kepada Terdakwa, dikarenakan Oditur matra yang sama dengan Terdakwa yaitu sama-sama dari TNI AD. Sehingga hal tersebut sangat rentan mengalami keberpihakan dan tidak objektif. Mirisnya tuntutan tersebut hanya 6 bulan Penjara, hal ini jelas tidak masuk akal sehat, padahal pelakunya adalah eks prajurit yang tahu akan hukum. Maka sudah seyogyianya lebih berat tuntutanya dari masyarakat sipil biasa.

LBH Medan menduga Oditur Militer telah mempermainkan hukum dengan menunut sangat ringan terdakwa. Parahnya tidak hanya Oditur Militer, Pengadilan Militer Tinggi I Medan sebagai tempat pencari keadilan untuk mendapatkan keadilan pada tanggal 11 Agustus 2023, menjatuhkan putusan terhadap Terdakwa dengan hukuman “pidana penjara 10 (sepuluh) bulan”.

Hal tersebut jelas telah melukai keadilan terhadap masyarakat khususnya pada korban. LBH Medan menilai putusan Majelis Hakim tersebut telah menggambarkan ketidakadilan yang nyata. Alih- alih menjatuhkan hukuman yang berat, malah menjatuhkan hukuman yg sebaliknya.

Perlu diketahui kejanggalan demi kejanggan semakin terlihat ketika putusan dibacakan dalam amar putusanya hakim tidak memerintahkan Terdakwa untuk ditahan. Pasca pembacan putusan hal tersebut diamini oleh Oditur yang sampai dengan saat ini juga tidak melakukan penahanan/ mengeksekusi putusan Pengadilan Militer Tinggi I Medan. Padahal sangat jelas, tugas/kewenangan dari Oditur menurut Pasal 254 Ayat (1) dan (2) KUHPM dan dikuatkan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 69/PUU-X/2012.

Dalam putusan mahkamah konsitusi tersebut harus dipahami bahwa suatu putusan pengadilan haruslah dianggap benar dan sah menurut hukum dan oleh karenanya mengikat secara hukum terhadap pihak yang dimaksud oleh putusan tersebut sebelum ada putusan pengadilan lain yang menyatakan pembatalan putusan tersebut. Oleh karena itu, dengan adanya putusan Majelis Hakim pada Pengadilan Militer Tinggi I Medan, patut secara hukum Oditur harus menjalankan/mengeksekusi putusan Pengadilan Militer Tinggi I Medan dengan menahan Terdakwa demi terciptanya keadilan dan kepastian hukumt terhadap korban.

Memang benar bahwa dalam suatu amar putusan pidana tetap perlu ada suatu pernyataan bahwa terdakwa tersebut ditahan, tetap dalam tahanan, atau dibebaskan sebagai bagian dari klausula untuk menegaskan materi amar putusan lainnya yang telah menyatakan bahwa terdakwa bersalah dan harus dijatuhi pidana, namun ada atau tidak adanya pernyataan tersebut tidak dapat dijadikan alasan untuk mengingkari kebenaran materiil yang telah dinyatakan oleh hakim dalam amar putusannya. Oleh karena itu, tidak ada alasan Oditur untuk tidak melakukan penahanan/mengeksekusi putusan Pengadilan Militer Tinggi I Medan.

Dengan tidak dilakukannya penahanan/ mengeksekusi putusan Pengadilan Militer Tinggi I Medan, maka LBH Medan menilai Oditur Militer Tinggi I Medan diduga telah melangar Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945, Pasal 3 Ayat (2) dan (3) UU No. 39 Tahun 1999 Tentang HAM, Pasal 254 Ayat (1) dan (2) KUHPM, Pasal 256 Ayat (1) KUHPM dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 69/PUU-X/2012.

Demikin Press Release yang kami sampaikan, atas kerjasamanya, kami ucapkan terimakasih.

Contak person :
1. Irvan Saputra, S.H, M.H (082153736197)
2. Marselinus Duha, S.H (085359901921)

LINK SOSIAL MEDIA RESMI LBH MEDAN

Untuk menghubungi LBH Medan, berikut link tautan media sosial resmi yang bisa dihubungi

Website : https://lbhmedan.org/

Instagram : https://www.instagram.com/lbh_medan/

Facebook : https://www.facebook.com/BantuanHukumMedan

Youtube : https://www.youtube.com/post/UgkxyxlwK-z2f69lKQEOlwAefCpUQv6t9XOv

Email : lbhmedan@gmail.com

Whatsapp : 08136643932

Telephone : 061-4515340

 

 

KABURNYA TERPIDANA CRAZY RICH MUJIANTO MERUPAKAN PRESEDEN BURUK PENEGAKAN HUKUM DI SUMATERA UTARA

RILIS PERS
NOMOR:221/LBH/RP/VII/2023

LBH MEDAN, Kamis 06 Juli 2023. Kasus Mujianto yang di putus bebas oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Medan yang berlanjut ke Mahkamah Agung melalui upaya Kasasi oleh Jaksa Penuntut Umum. Pada tanggal 22 Juni 2023 diketahui melaui pemberitaan online bahwasanya Mujianto diputus terbukti bersalah dan meyakinkan oleh Mahkamah Agung telah melanggar Pasal 2 ayat 1 Jo Pasal 18 Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan Pasal 5 ayat 1 UU TPPU dengan Pidana penjara 9 tahun, denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan, serta dijatuhi hukuman untuk membayar Uang Pengganti (UP) kerugian negara senilai Rp 13.400.000.000, dengan subsider 4 tahun penjara.

Pasca diputus bersalah pada 22 Juni 2023 Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara diduga telah memperoleh salinan putusan dari kepaniteraan Mahkamah Agung. Namun, Jaksa Penuntut Umum belum dapat segera mengeksekusi terpidana Mujianto sebab harus mempelajari putusan tersebut sebagaimana pernyatan Kasi Penkum Kejati Sumut (Detik.Com).

Melihat dari jangka waktu setelah diputus bersalah oleh Mahkamah Agung hingga hari ini sekitar ± 2 minggu. Alhasil saat ini diketahui jika Mujianto Kabur/Melarikan Diri sebagaimana dibanyak pemberitaan.

LBH Medan menilai jika kaburnya Mujianto merupakan preseden buruk penegakan hukum di sumatera utara. Dan oleh karenanya patut secara hukum LBH Medan meminta Kejaksaan Agung untuk memeriksa Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara yang menangani perkara a quo.

LBH Medan menduga adanya kelalaian dan kejangaalan terhadap lamanya eksekusi yang dilakukan jaksa. Seharusnya sebagaimana amanat pasal 270 KUHP yang menyatakan “pelaksaana putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dilaksanakan oleh jaksa”.

Oleh karena itu sudah seharusnya jaksa segera melakukan eksekusi terhadap Mujianto. Ditambah lagi tindak pidana korupsi merupakan kejahatan luar biasa (extra ordinary crime). Maka sudah sepatutnya penegakan hukumnya harus luar biasa pula. Termasuk dalam melakukan Eksekusi Mujianto.

Seharusnya Jaksa segera mengeksekuisi Mujianto, akan tetapi LBH Medan menduga Jaksa berleha-leha dalam mengeksekusi terpidana Bos PT Agung Cemara Realty (ACR) tersebut yang telah merugikan uang negara berjumlah Rp.39.5 M. diketahui pada tanggal 5 juli 2023 Mujianto masuk daftar DPO sebagaimana pemberitan (Detik.com)

LBH Medan juga menyoroti banyaknya DPO di Sumut baik itu dikepolisian dan Kejaksaan yang belum ditangkap maka hal ini sudah seharusnya menjadi tanggung jawab negara untuk menyelesaikanya. Dan perlu diketahui hingga sampai saat ini belum adanya aturan yang jelas dan tegas terkait DPO. Oleh karena itu

LBH Medan mendesak hal ini harus segera ditindaklanjuti negara sebagai bentuk memberikan keadilan dan kepastian hukum serta meberikan rasa aman kepada rakyatnya.

Narahubung :
Irvan Saputra, S.H., M.H : 0821-6373-6197
Doni Choirul, SH : 0812-8871-0084

Resah diintimidasi untuk berdamai, Korban dan Saksi Pemerasan dan Rekyasa Kasus Minta Perlindungan LPSK R.I

RILIS PERS
Nomor : 215/LBH/RP/VI/2023

LBH Medan mendampingi Kamaluddin alias Deca dan Ariyanto alias Fury mengajukan permohonan perlindungan sebagai Korban dan Saksi ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban R.I yang berada di Gedung Keuangan Negara Jl. Diponegoro Medan dan permohonan telah diterima pada Selasa, 27 Juni 2023 dengan wujud perlindungan fisik, pemenuhan hak procedural, perlindungan hukum, psikologis, rehabilitasi psikososial sebagaimana ditentukan pada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 Perubahan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Dan untuk itu Deca dan Fury telah melengkapi syarat dan menyerahkan bukti yang ada untuk menguatkan permohonan perlindungan ke LPSK tersebut.

Permohonan ini beranjak dari keresahan dan ketakutan yang dirasakan oleh Deca dan Fury akibat tekanan untuk berdamai dengan terduga pelaku pemerasan yang terjadi di Markas Polda Sumut baik disampaikan melalui keluarga, teman dan bahkan oleh Perwira Polisi yang langsung ke rumah Korban Deca diketahui bernama Kombes Budiman Bostang dan AKBP Budi.

Patut disampaikan, sejak terbitnya Surat Tanda Penerimaan Laporan No. : STTLP/B/758/VI/2023/SPKT/ POLDA SUMUT, tanggal 23 Juni 2023 Pelapor an. Kamal Ludin alias Deca, personil LBH Medan telah berulangkali di hubungi oleh banyak pihak termasuk oknum mengaku personil Polda Sumut agar Deca dan Fury mengurungkan niat untuk melanjutkan proses hukum ini dengan tawaran pengembalian uang hasil pemerasan namun secara tegas ditolak karena selain perbuatan terduga pelaku ini merupakan tindak pidana, perbuatan ini juga bentuk kesewenang-wenangan kekuasaan oknum Kepolisian dan pelanggaran HAM bagi masyarakat yang dapat saja berulang yang bila tidak diproses tuntas secara hukum maka tidak akan menimbulkan efek jera bagi terduga pelaku dan pelajaran bagi pemegang kekuasaan Kepolisian lainnya.

Berdasarkan kegentingan permasalahan hukum ini, patut dan wajar apabila LBH Medan dengan ini menyampaikan kepada :

1. LPSK R.I sekiranya dapat mengabulkan permohonan perlindungan Deca dan Fury selaku Korban dan Saksi atas adanya perbuatan tindak pidana sesuai Surat Tanda Penerimaan Laporan No. : STTLP/B/758/VI/2023/SPKT/ POLDA SUMUT, tanggal 23 Juni 2023 Pelapor an. Kamal Ludin alias Deca

2. Kapolda Sumut sekiranya memberikan atensi serius penegakan hukum terhadap Terduga Pelaku, agar :

a. Segera menyelesaikan rangkaian penyelidikan dan penyidikan tindak pidana serta penetapan Tersangka dan melakukan Penahanan terhadap Terduga Pelaku karena melanggar Pasal 368 Jo. Pasal 220 Jo. Pasal 318 KUHPidana.

b. Segera menyelesaikan rangkaian penyelidikan dan Penyidikan pelanggaran etik dengan kategori berat serta menetapkan sebagai Terduga Pelanggar dan menjatuhkan hukuman Pemberhentian Tidak Dengan Hormat terhadap Terduga Pelanggar karena Para Terduga Pelaku ini telah melakukan pelanggaran terhadap UU No. 39 Tahun 1999 Tentang HAM dan Pelanggaran Etik sehingga patut dan wajar apabila Kapolda Sumut memeriksa Kedua Perwira tersebut secara etik berdasarkan Perpol Nomor 7 Tahun 2022 Tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Polri.

c. Melakukan evaluasi dan pembinaan kepada seluruh personil Polda Sumut melaksanakan tugas dan kewajiban berpegang teguh pada perlindungan, penghormatan dan pemenuhan hak asasi manusia.

Demikian rilis pers ini disampaikan dengan berharap dapat dijadikan bahan pemberitaan bagi rekan-rekan pewarta. Atas perhatian dan kerjasamanya yang baik diucapkan terima kasih.

Narahubung :
Muhammad Alinafiah Matondang (0852-9607-5321)

BELUM DILAKUKANNYA SIDANG ETIK & PEMERIKSAAN DUGAAN TINDAK PIDANA PEMERASAN DAN PENJEBAKAN KASUS TRANSPUAN, ADA APA DENGAN PROPAM & DITRESKRIMUM POLDA SUMUT ?

RILIS PERS
LBH Medan

Masih teringat jelas viralnya kasus AKBP Achiruddin yang menghebohkan Indonesia khususnya kota Medan. Saat ini Medan dihebohkan kembali dengan viralnya dugaan tindak pidana pemerasan dan penjebakan/rekayasa kasus yang dilakukan oknum perwira polri dan tim polda Sumut terhadap dua orang transpuan a.n Deca dan Puri di Polda Sumut.

 

Diketahui dugaan tindak pidana yang terjadi pada tanggal 19 & 20 Juni 2023 telah dilaporkan secara resmi oleh Deca di Polda Sumut sebagaimana Surat Tanda Penerimaan Laporan No. : STTLP/B/758/VI/2023/SPKT/ POLDA SUMUT, tanggal 23 Juni 2023 artinya telah delapan hari pasca laporan tersebut. Namun sampai saat ini Propam dan Ditreskrimum Polda Sumut belum melakukan sidang etik dan pemeriksaan dugaan tindak pidana tersebut.

 

Hal ini menimbulkan tandanya besar, karena berbeda dengan proses hukum dugaan tindak pidana yang dilakukan AKBP Achiruddin yang diketahui pasca 7 hari viralnya video tindak pidana tersebut, polda sumut melakukan sidang etik dan pemeriksaan pidananya secara marathon. LBH Medan mempertanyakan Ada apa dengan Propam dan Ditreskrimum Polda Sumut?

 

LBH Medan menilai harusnya proses hukum terhadap lebih kurang delapan orang terduga pelanggar etik dan pelaku dugaan tindak pidana tersebut sama dengan proses penegakan hukum AKBP Achiruddin, bahkan bisa lebih cepat. Bukan tanpa alasan tindak pidana yang dialami Deca jelas sangat mencoreng institusi polri dikarenakan diduga dilakukan secara terstruktur dan sistemantis dan melibatkan oknum perwira polda sumut.

 

Terkait permasalahan a quo, diketahui propam polda sumut telah melakukan pemeriksaan terhadap korban, saksi dan para terduga pelanggar kode etik dalam katagori berat sebagaimana pasal 17 ayat (3) Perpol 7 Tahun 2022 tentang kode etik profesi dan komisi etik kepolisian negara Republik Indonesia.

 

Perlu diketahui saat pendampingan pemeriksaan korban dan saksi yang dilakukan LBH Medan pada senin tanggal 26 Juni 2023 di Propam polda Sumut. LBH Medan menduga adanya kejanggalan dimana pada saat pemeriksaan saksi dan korban sekitar pukul 17.30 Wib, Kabid Propam Polda Sumut Kombes Dudung menyampaikan kepada LBH Medan untuk melakukan Press Rilis bersama karena hal ini merupakan perintah Kapolda Sumut. Namun hal tersebut tidak terlaksana dikarenakan satu dari personil LBH Medan harus mengajar di jam yang sama.

 

Dugaan kejanggal tersebut diketahui pasca pendampingan oleh tim LBH Medan yaitu sekitar pukul 21.00 Wib. Dimana sebelum meninggalkan Propam Polda Sumut, tim LBH Medan mendapatkan kabar dan pesan dari Kabid Propam dengan mengatakan “besok kita press rilis jam 11 dan pengembalian uang (barang bukti) perkara a quo, sekalian sampaikan terima kasih kepada kapolda sumut terkait respon cepat Kapolda Sumut atas permasalahan ini, tolong sampaikan ke pak Irvan.

 

LBH Medan menduga apa yang disampaikan Kabid Propam telah bertentangan dengan aturan hukum yang berlaku, terkait dengan pengembalian uang tersebut sangat aneh dimana tindak pidananya sedang berproses di Ditreskrimum dan sudah seyogiyanya barang bukti tersebut berada pada penyidik, namun dengan gampangnya Kabid Propam menyampaikan akan mengembalikan barang bukti kepada korban pada saat press rilis.

 

Diduga hal tersebut merupakan bentuk perdamaian antara para Terduga Pelanggar etik dan pelaku tindak pidana dengan korban. Disinyalir nantinya tindakan tersebut dilakukan sebagai bentuk pertimbangan dugaan pemeriksaan pendahuluan dapat dihentikan apabila adanya penyelesaian perkara melalui perdamaian sebagaimana dimaksud dalam pasal 31 Ayat (1) huruf d Perpol 7 Tahun 2022.

 

Tidankan para Pelanggar dan Pelaku Pidana diduga telah melanggar UUD 1945 sebagaimana pada Pasal 1 ayat (3) dan 28, UU Nomor 39 Tahun 1999 Tentang HAM , Pasal 368, 220 & 318 KUHPidana, UU Nomor 12 Tahun 2005 Tentang ICCPR, DUHAM serta diduga telah melanggar pasal 5, 7, 8, 12 dan 13 Perpol 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia.

 

Oleh karena itu LBH Medan secara tegas meminta kepada Propam Polda Sumut untuk melakukan tugas dan fungsinya secara profesional, prosedural dan proporsional dalam hal ini dengan segara melakukan sidang etik terhadap para terduga pelanggar. Seraya meminta kepada Ditreskrimum untuk memeriksa perkara a quo dengan segera demi terciptanya keadilan dan kepastian hukum dimasyarakat khususnya terhadap korban.

 

Demikian rilis pers ini disampaikan dengan berharap dapat dijadikan bahan pemberitaan bagi rekan-rekan pewarta. Atas perhatian dan kerjasamanya yang baik diucapkan terima kasih.

Narahubung :
Irvan Saputra : 0821 6373 6197
Marselinus Duha : 0853 5990 1921