Rilis Pers Nomor: 40/LBH/RP/II/2023 LBH Medan Surati Bupati dan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Deli Serdang “JANGAN TUNGGU ADA KORBAN BARU DIPERBAIKI”

Rilis Pers
Nomor: 40/LBH/RP/II/2023

LBH Medan Surati Bupati dan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Deli Serdang “JANGAN TUNGGU ADA KORBAN BARU DIPERBAIKI”

Selasa, 21 Februari 2023, Jalan Bustamam, Pasar X Bandar Klipa, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara merupakan jalan umum yang tidak hanya digunakan oleh masyarakat Pasar X Bandar Klipa namun juga masyarakat dari wilayah lain sebagai akses keluar-masuk sehari-hari ke tempat pekerjaan, sekolah, pasar, tempat ibadah dan tujuan lainnya.

Namun, saat ini kondisi jalan tersebut rusak parah dan berlubang menyebabkan arus lalu lintas atau transportasi masyarakat menjadi terhambat dan waktu tempuh perjalanan semakin lama. Diduga Kondisi ini juga menyebabkan mobilisasi perekonomian terganggu, menimbulkan kerugian karena kendaraan rentan mengalami kerusakan khususnya di bagain as roda, jari-jari dan lingkar dan lainya.

Serta jumlah emisi polusi dari knalpot yang meningkat saat kendaraan direm. Selain proses perjalanan pengemudi menjadi terganggu saat menjalani aktivitas sehari-hari karena arus lalu lintas menjadi lambat, pengemudi juga rentan terjatuh, terperosok, terserempet ataupun ditabrak kendaraan lain saat menghindari jalan rusak tersebut.

Jalan yang berlubang juga menjadi sarang debu saat musim kemarau dan menimbulkan genangan air saat musim hujan dan lubang menjadi tidak terlihat sehingga menyulitkan pejalan kaki dan pengemudi kendaraan bermotor untuk memilih jalan yang bisa dilewati.

Bahwa dalam Pasal 3 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (The Universal Declaration on Human Rights) atau DUHAM dan Pasal 28G (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disebutkan jika setiap orang berhak atas kehidupan, kebebasan dan keselamatan sebagai individu sehingga kondisi infrastruktur jalan yang rusak di sepanjang Jalan Bustamam, Pasar X Bandar Klipa, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara mengancam keselamatan dan keamanan masyarakat pengguna jalan tersebut.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, jalan merupakan bagian dari layanan publik barang dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 2 tahun 2022 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan telah mengatur penguasaan atas jalan ada pada negara dan wewenang penguasaan, penyelenggaraan, pengawasan tersebut diberikan kepada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan Pemerintah Desa. Oleh karena itu sudah sepatutnya secara hukum Bupati dan Kepala Dinas PUPR bertanggung jawab untuk memperbaiki jalan tersebut segera.

Infrastruktur jalan merupakan fasilitas yang sangat vital bagi masyarakat sebagai salah satu pilar utama untuk meningkatkan mobilitas yang menyokong aktivitas perekonomian dan merupakan hak masyarakat sesuai dengan International Covenant On Civil And Political Rights (Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil dan Politik) yang telah diratifikasi menjadi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2005.

Mengingat kondisi tersebut diduga sudah dibiarkan berlarut-larut dan hanya ditambal dengan sederhana menggunakan kerikil oleh masyarakat setempat/pihak lain, LBH Medan menilai perhatian dan keseriusan pemerintah Kab. Deli Serdang sangat minim untuk melakukan Penyelenggaraan Jalan yang layak fungsi dan memperhatikan kepentingan masyarakat.

Kondisi ini juga menunjukkan bahwa pemerintah Kabupaten Deli Serdang seolah-olah hanya menuntut kewajiban masyarakat untuk membayar pajak namun diduga tidak melakukan kewajibannya untuk menyediakan infrastruktur dasar yang merupakan hak masyarakat.

Padahal pemerintah dan/atau pemerintah daerah sebagai penyelenggara jalan memiliki kewajiban untuk segera memperbaiki jalan yang rusak yang dapat mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dan pemerintah dan/atau pemerintah daerah juga diwajibkan untuk memberi tanda atau rambu pada jalan yang rusak, jika belum dapat melakukan perbaikan jalan untuk mencegah terjadinya kecelakaan lalu lintas sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ).

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan sebagai lembaga yang konsern terhadap Penegakan Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) dengan konsep Bantuan Hukum Struktural (BHS) telah menyurati Bupati dan Kepala Dinas PUPR secera resmi tertanggal 20 Februari 2023, guna meminta secara tegas kepada Bupati Kabupaten Deli Serdang Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Deli Serdang segera memperbaiki jalan tersebut untuk mewujudkan pelayanan dan infrastruktur publik yang berkualitas, menciptakan keamanan dan kenyamanan berlalu-lintas guna menyokong mobilisasi dan perekonomian masyarakat.

Narahubung:
IRVAN SAPUTRA, S.H.,M.H (0821 6373 6197)

MARSELINUS DUHA, S.H (0853 5990 1921)

 

 

Editor : Rimma Itasari Nababan, S.H

Esensi Putusan Sambo Bukan Tentang Hukuman Mati,Tetapi Bukti Nyata Adanya Rekayasa, Penghilangan/Pengerusakan Barang Bukti Dan Ketidakprofesionalan Ditubuh Polri

Rilis Pers

Nomor: 39/LBH/RP/II/2023

Medan 16 Februari 2023, Pembunuhan berencana terhadap Brigadir J telah menghebohkan seluruh masyarakat Indonesia bahakan dunia Internasional. Brigadir J yang merupakan personil polri serta ajudan pribadi dari Ferdy Sambo/Otak pelaku pembunuhan Brigadir J yang merupakan perwira tinggi/pejabat utama polri berpangkat bintang dan menjabat sebagai Kadiv Propam saat itu telah mencoreng Institusi Polri dimata masyarakat Indonesia dan Internasional.

Pembunuhan berencana Brigadir J di rumah dinas Ferdy Sambo awalnya dikatakan Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen. Pol. Achamd Ramadhan karena tembak-menembak sesama anggota polri. Bahkan adanya pelecehan terhadap Putri chandrawaty yang merupakan istri Sambo.

Namun, kematian Brigadir J yang dirasa janggal menurut keluarga menjadi viral dan terus diberitakan secara masif oleh media serta banyak mendapat respon dan tekanan dari lapisan masyarakat untuk diungkap apa sebenarnya yang terjadi.

Pemberitan yang masif dan banyak masyarakat yang bertanya-tanya terkait matinya Brigadir J, mendapatkan respon dari polri. Setelah itu dilakukanlah proses Penyidikan yang cukup panjang dan diketahui tidak adanya tembak – menembak melainkan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.

Serta terkait adanya laporan pelecehan seksual terhadap Putri Chandrawaty yang sebelumnya ditangani Polres Metro Jakarta Selatan dan Polda Metro Jaya yang kemudian diambil alih oleh Bareskrim Mabes Polri akhirnya dihentikan.

Kemudian Penyidikan yang dilakukan oleh Tim Khusus yang dibentuk oleh Kapolri, kembali menemukan tindak pidana lainya yaitu adanya bentuk menghalang-halangi/perintangan penyidikan (Obstruction Of Justice) dalam kasus Brigadir J. Bahkan luarbisanya terdapat puluhan personil polri yang terlibat dan akhirnya ditetapkan 6 tersangka atas tindak pidana tersebut.

Masuknya perkara sambo kepersidangan berjalan dengan panjang dan penuh drama hingga akhirnya Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang di Ketuai Wahyu Iman Santosa tanggal 13 Februari 2023 memvonis Ferdy sambo dengan hukuman Mati. Adapun putusan tersebut telah membuat heboh masyarakat indonesia bahkan dunia internasional. Serta masyarakat menilai putusan tersebut sudah mencerminkan rasa keadilan bagi keluarga korban.

Tetapi LBH Medan menilai jika esensi putusan sambo bukan tentang hukuman matinya tetapi jika dilihat lebih jauh dan mendalam putusan tersebut menggambarkan adanya bukti nyata pratek-praktek rekayasa, penghilangan/pengerusakan barang bukti dan ketidakprofesionalan ditubuh polri. Oleh karena itu sudah seharunyaa reformasi ditubuh polri harus benar-benar secara nyata diwujudkan agar tidak ada lagi oknum-oknum yang mencoreng polri dan masyarakat bisa kembali percaya kepada institusi polri.

Melihat adanya bukti nyata pratek-praktek rekayasa, penghilangan/pengerusakan barang bukti dan ketidakprofesionalan di tubuh polri, LBH Medan menilai sudah seharusnya Kapolri sebagai pimpinan tertinggi bertanggung jawab dalam mewujudkan secara nyata reformasi polri. Karena jika hal tersebut tidak segera dilakukan dan tidak pula dirasakan dimasyarakat secara langsung maka tidak menutup kemungkinan permasalahan seperti sambo terulang kembali dan membuat institusi polri semakin terpuruk.

LBH Medan menilai pratek-praktek rekayasa, penghilangan/pengerusakan barang bukti, Obstruction Of Justice dan ketidakprofesionalan di tubuh polri telah melanggar ketentuan Pasal 27 Ayat (1), Pasal 28D Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Jo. Pasal 5 Undang-Undang 39 Tahun 1999, Pasal 2 Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian, Pasal 7 Deklarasi Universal HAM (DUHAM), Pasal 26 UU No. 12 Tahun 2005 tentang pengesahan International covenant on civil and political rights (ICCPR), Pasal 7 Perkap No. 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Demikian Rilis Pers ini dibuat semoga dapat dipergunakan dengan baik, Terimakasih

Irvan Saputra, SH.,MH 0821 6373 6197
Doni Choirul, SH 0812 8871 0084

Silaturahmi Alumni Lintas Generasi Lbh Medan Dan Pelantikan Direktur Lbh Medan Periode 2023- 2027, Bukti Konsistensi Lbh Medan Meperjuangkan Rakyat Miskin, Buta Hukum & Marginal

RILIS PERS
Nomor: 37/LBH/RP/II/2023

LBH Medan,13 Februari 2023. Para Alumni LBH Medan dan Lembaga Bantuan Hukum Medan pada tanggal 12 Februari 2023 menyelenggarakan kegiatan silaturahmi lintas generasi atau reuni alumni LBH Medan dan pelantikan direktur LBH Medan Periode 2023-2027 di Hotel Grand Inna jalan Balai Kota No.2 Medan.

Adapun kegiatan tersebut dihadiri oleh pendiri LBH Medan sekaligus direktur periode (1982-1988) HM. Kamaluddin Lubis, S.H., Prof. Dr. Kusbianto, S.H., M.hum/Direktur Pasca Sarjana Universiatas Dharmawangsa. (1997-2000), Irham Buana Nasution, S.H., M.Hum/Wakil Ketua DPRD Sumut (2000-2006), Sumut, Nuriyono, S.H/Advokat senior (2009-2012) serta dihadiri para Adik-Adik Panti Asuhan Puteri Aisyiyah, Ketua KPU Kota Medan Agussyah R Damanik, Ketua-ketua Bawaslu Kab/kota, Para Alumni LBH Medan (Advokat Senior, Akademisi & Aktivis) , Dekan Fakultas Hukum di Sumut/perwakilanya, Jejaring atau Organisasi Masyarakat Sipil, Jurnalis, Klien LBH Medan.

Dalam acara tersebut, Direktur LBH Medan Periode 2018-2022 Ismail Lubis, S.H., M.H menyampaikan kata sambutan dan nasehatnya dengan mengucapkan “terima kasih atas pengalaman terbaik selama di LBH Medan dan meminta maaf atas kesalahan/khilafan ketika memimpin, serta menyampaikan bahwa pelantikan kali ini berbeda dengan pelantikan Direktur-Direktur sebelumnya.

Pelantikan ini membuat sejarah baru khususnya di LBH Medan, jadi untuk Direktur Terpilih selamat dan semoga mampu mengemban amanah dengan baik.” Hal sama yang diucapkan oleh Ketua YLBHI Bidang Riset, Pengembangan Organisasi dan Advokasi International Pratiwi Febry, SH saat memberikan kata sambutan “Pelantikan ini merupakan sejarah baru di YLBHI dan 17 LBH Kantor se-Indonesia.”

Pasca penyampaian kata sambutan oleh YLBHI, dilanjutkan dengan pembacaan hasil pemilihan Direktur LBH Medan pada tanggal 06 Januari 2023 dan pembacaan Surat Keputusan. Serta pengambilan sumpah/Janji jabatan yang dipandu oleh Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia YLBHI dalam hal ini diwakili Ketua Bidang Riset, Pengembangan Organisasi dan Advokasi Internasional dan diikuti Irvan Saputra, S.H., M.H. Setelah pembacaan sumpah/ janji Irvan Saputra, S.H., M.H resmi menjadi Direktur LBH Medan periode 2023-2027 (Direktur Ke-11).

Setelah dilantik sebagai Direktur LBH Medan Irvan Saputra menyampaikan orasi politiknya sebagai Direktur LBH Medan dengan mengatakan “LBH Medan terus konsisten menjaga nyalanya api perjuangan untuk para pencari keadilan dan memperjuangkan Hak Asasi Manusia (HAM) bagi Masyarakat Miskin, Buta Hukum, Marginal, Buruh, Petani Nelayan, Mahasiswa, dan kelompok Rentan. Masih banyak permasalah HAM di Indonesia khususnya di Sumatera. Mulai dari Eksekutif, Legeslatif dan Yudikatif.

Semisal dieksekutif masih banyaknya kebijakan-kebijakan yang tidak pro rakyat serta mengkhianati konstitusi dengan menerbitkan Perpu Cipta Kerja yang notabennya tidak memenuhi syarat kegentingan memaksa, pasal-pasal bermasalah di KUHP diduga hal tersebut hanya untuk kepentingan oligarki.

Tidak hanya itu, permasalahan terhadap aparat penegak hukum dalam hal ini sebagai contoh kepolisian. Seringnya para pencari keadilan diberlakukan secara diskriminatif ketika simiskin, buta hukum dan marginal menjadi korban dan meronta-ronta mencari keadilan hal tersebut sangat lama dan bahkan tanpa kejelasan.

Namun tidak sebaliknya bagi kelompok-kelompok pemodal atau orang yang mempunyai kewenangan/berpengaruh di negeri ini. Sejalan dengan hal tersebut permasalahan juga banyak di legeslatif dan yudikatif, sebagai contoh Undang-undang atau Revisi Undang-undang dikebut dengan cepat diduga tanpa menyerap seluas-luasnya aspirasi rakyat dan dibuat secara ugal-ugalan (revisi uu KPK, UU Ciptakerja/Perpu, KUHP). Namun tidak sebaliknya terhadap UU yang diperjuangkan rakyat.

Terakhir permasalah Yudikatif semisal masih banyaknya putusan-putusan yang tidak memberikan keadilan bagi simiskin, buta hukum dan tertindas. Namun tidak bagi pihak-pihak yang mempunyai kekuatan ekonomi dan pengaruh/jabatan.

Terkait permasalahan tersebut LBH Medan tetap memohon dukungan para almuni baik nasehat, masukan dan pengalamannya. Serta dukungan masyarakat, jurnalis dan para rekan-rekan NGO dalam merawat api perlawanan yang menyengsarakan rakyat melalui bantuan hukum struktural (BHS).

Selain acara silaturahmi alumni LBH Medan Lintas Generasi dan pelantikan, LBH Medan juga mengucapkan rasa syukurnya telah berusia 45 Tahun (28 Januari 1978 – 28 Januari 2023) dan konsisten memperjuangkan hak-hak rakyat. Adapun bentuk rasa syukur tersebut diwujudkan dalam kegiatan saling berbagi kepada 45 orang adik-adik yang luar biasa/istimewa dari Panti Asuhan Puteri Aisyiyahs seraya memanjatkan doa dan harapan, semoga LBH Medan terus konsisten dalam memperjuangkan hak-hak dan keadilan bagi masyarakat.

Selanjutnya acara tersebut ditutup dengan sambutan serta wejangan nasehat dari para Direktur LBH Medan pada periodenya kepada Direktur LBH Medan yang baru dan alumni lainya.

Demikian Rilis Pers ini dibuat dan disampaikan kepada rekan-rekan jurnalis, untuk disebar luaskan ke masyarakat sebagai tanda bahwa LBH Medan hingga sampai saat ini masih eksis memperjuangkan hak-hak masyarakat untuk mendapatkan keadilan.

Narahubung:
IRVAN SAPUTRA (0821-6373-6197)
ALMA A’ DI (0812-6580-6978)

REVIEW : Apakah Keadilan Mudah Untuk Didapatkan?

“Apakah Keadilan Mudah Untuk Didapatkan? “

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan, di sepanjang tahun 2022 menerima banyak pengaduan dengan berbagai jenis kasus yang berkaitan dengan Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA), Sipil dan Politik (Sipol) dan Sumber Daya Alam (SDA). Kasus yang masuk ke sistem Simpensus LBH Medan ada 32 kasus, jumlah tersebut belum semua kasus yang masuk ke sistem Simpensus millik LBH Medan dikarenakan ada kerusakan sistem, sehingga total kasus yang tercatat belum secara keseluruhan. LBH Medan mencatat ada 24 kasus, 2 diantaranya tahap konsultasi dan 22 lagi naik ke tahap litigasi, non litigasi maupun keduanya, ada 8 kasus yang ditangani secara litigasi dan 5 kasus ditangani secara non litigasi. Pemohon bantuan yang datang, menurut gender ada 13 perempuan dan 11 laki-laki.

Dari ke 24 pengaduan tersebut ada 22 pengaduan yang merupakan individu kemudian 2 pengaduan dari keluarga. Untuk kasus pidana ada 15 kasus, PHI ada 5 kasus, dan perdata ada 4 kasus. Di LBH Medan sendiri ada 3 divisi yang menangani kasus sesuai dengan pengaduan yang diterima. Pada Divisi PPA ada 7 pengaduan Kasus Kekerasan Seksual yang masuk ke LBH Medan, mayoritas korbannya adalah anak berusia 11-14 tahun dan 1 orang korbannya merupakan anak laki-laki.Ironinya dalam kasus Kekerasan seksual ini pelakunya rata-rata merupakan orang terdekat sang anak, mulai dari tetangganya, keluarga dan bahkan ayah kandungnya sendiri. Untuk tindak lanjut pengaduan LBH Medan melakukan tindakan berupa pelaporan kepada pihak kepolisian, penyelidikan, penyidikan dan pendampingan terhadap korban dalam bentuk pemeriksaaan kesehatan fisik dan mental korban.

Dari ke 7 kasus tersebut ada 1 kasus yang jalan di tempat dikarenakan pelaku dalam status DPO. Dalam hal penanganan kasus Kekerasan Seksual ini yang menjadi kendala LBH Medan adalah proses pelaporan kepada pihak Kepolisian yang terkesan diperlambat dan diabaikan. Kemudian Divisi Sipol, ada sebanyak 15 kasus pelanggaran hak sipil dan politik baik berupa kasus pidana, perdata, maupun pelanggaran terhadap hak-hak buruh (PHI). Ada 2 kasus menyangkut pengakuan dan jaminan atas pertanahan, 7 kasus Perselisihan Hubungan Industrial (PHI) dan berdasarkan fokus isu LBH Medan mencatat ada sebanyak 6 kasus pelanggaran hak sipil baik korban maupun tersangka yang secara khusus di bawah naungan Kepolisian Daerah Sumatera Utara.

Dalam berbagai pelanggaran tersebut justru Kepolisian yang menjadi pelanggar paling banyak, polisi yang seharusnya melayani dan mengayomi masyarakat justru sebaliknya. Dan yang menjadi pelapor merupakan masyarakat di garis kemiskinan, namun pihak kepolisian juga terkesan menganggap remeh akan pelaporan tersebut. Jika orang miskin yang melapor, maka prosesnya akan lama, tetapi jika orang kaya yang melapor, proses akan dipercepat. Kemudian dalam Divisi SDA, tercatat ada 5 kasus mulai dari kasus pertanahan yang berpotensi menjadi kriminalisasi, eksploitasi satwa, pembangunan infrastruktur dan tindak pidana penyerobotan tanah.

Untuk penanganan banjir di Kota Medan dan di Belawan, LBH Medan menarik kesimpulan bahwa banjir di kota Medan selain cuaca, banjir juga disebabkan karna pasang surutnya air laut, kemudian adanya alih fungsi kawasan mangrove menjadi sawit yang diduga ilegal, banyaknya sampah yang dibuang sembarangan dan pembangunan infrastruktur pelabuhan. Sampai saat ini belum ada solusi yang tepat untuk menangani masalah banjir di Kota Medan. Kemudian kekurangan ruang terbuka hijau juga sangat mempengaruhi potensi terjadinya banjir. Harus ada 20% ruang terbuka hijau di Kota Medan, namun hal tersebut nihil dikarenakan pembangunan besar-besaran yang dilakukan oleh pemerintah kota Medan.

Perjuangan LBH Medan masih akan terus berlanjut, sesuai dengan salah satu misi LBH Medan, “menjadikan YLBHI-LBH Medan sebagai basis/rumah perjuangan bagi masyarakat miskin dan tertindas, dalam memperjuangkan sitem hukum yang adil dan berlandaskan Hak Asasi Manusia (HAM)”.

 

Artikel ini ditulis oleh Vitalentauly Nainggolan

Mahasiswi PKL dari Fakultas Hukum Universitas Sari Mutiara sebagai refleksi dari Konferensi Pers dan Launching Buku LBH Medan berjudul Batu Sandungan Penegakan Hukum dan Keadilan.

Editor : Rimma Itasari Nababan

 

REVIEW : Benarkah Polisi Sekarang Berbalik Menjadi Musuh Masyarakat?

“Kami berusaha supaya setiap tahun ada semacam refleksi penegakan hukum dan hak asasi manusia khususnya di Sumatera Utara berdasarkan perspektif LBH Medan yang tentunya berasal dari pengamatan dan pengaduan masyarakat,” tutur Ismail Lubis, S.H. selaku Direktur LBH Medan dalam pembukaan konferensi pers dan launching buku LBH Medan berjudul Batu Sandungan Penegakan Hukum dan Keadilan.

Adapun isu-isu yang dibahas diambil dari tiga divisi yang ada yaitu, Divisi Sipil dan Politik; Divisi SDA/Lingkungan; dan Divisi Perlindungan Perempuan & Anak. Jumlah kasus yang tercatat dalam CATAHU adalah sebanyak 24 kasus dimana 22 kasus berlanjut ke proses litigasi dan 2 kasus hanya sebatas konsultasi. Di antara 24 kasus, yang paling dominan adalah kasus pidana sebanyak 15 kasus disusul dengan kasus PHI sebanyak 5 kasus dan terakhir adalah kasus perdata sebanyak 4 kasus.

Pemaparan mengenai buku ini dimulai dari divisi Sipil dan Politik yang diketuai oleh Maswan Tambak, S.H. Beliau secara gamblang mengatakan bahwa bahkan sampai saat ini banyak isu sipil yang pelakunya adalah polisi, dimana aparat penegak hukum malah menjadi pelanggar hak sipil dan politik masyarakat. “Banyak kita temui ketika orang miskin menjadi korban dan melapor malah dipersulit dan kasus dibiarkan hingga bertahun- tahun,” ucap beliau seakan menegaskan bahwa penegakan hukum hanya berlaku bagi masyarakat berada. Dilanjut dengan pemaparan dari perwakilan Divisi Perlindungan Perempuan & Anak dimana korban kasus Kekerasan Seksual yang tercatat dalam buku tersebut mayoritas anakanak berusia 11-14 tahun dan ironisnya pelaku cenderung adalah orang yang dekat dengan korban seperti tetangga, keluarga, bahkan orang tua kandung mereka sendiri.

Kasus Kekerasan Seksual ini bisa dikatakan memiliki proses yang panjang karena harus dilakukan pelaporan, penyelidikan, penyidikan, serta proses kesehatan dimana korban yang berusia di bawah umur harus menjalani pemeriksaan. Isu yang terakhir dipaparkan dalam Konferensi kali ini adalah isu tentang lingkungan yang disampaikan oleh ketua Divisi SDA/Lingkungan yaitu Muhammad Alinafiah Matondang, S.H., M.Hum dimana isu yang terjadi tentu saja tentang lingkungan seperti contohnya penanganan banjir di kota Medan yang terjadi di beberapa wilayah seperti Belawan dikarenakan pasang air laut, ada juga wilayah yang banjir dikarenakan pembangunan infrastruktur yang tidak merata, sampah menumpuk yang dibiarkan dan yang paling parah adalah alih fungsi kawasan mangrove menjadi lahan sawit alias tindakan ilegal. Itulah beberapa penjelasan singkat mengenai isu-isu yang dibahas ketiga divisi pada Konferensi Pers Launching Buku LBH Medan 2022. Walaupun sempat terjadi kesalahan teknis pada SIMPENSUS (Sistem informasi dan Pendokumentasian Kasus) LBH Medan di pertengahan tahun 2022 yang mengakibatkan tidak semua kasus dapat tercatat secara keseluruhan namun dapat dipastikan semua kasus dan penyelesaian hukumnya dalam buku dipaparkan dengan jelas oleh masing-masing divisi.

Ada satu kalimat yang menarik atensi saya yaitu ketika ketua Divisi Sipil dan Politik secara tegas menyampaikan opininya mengenai polisi sebagai aparat penegak hukum yang seharusnya mengayomi masyarakat nyatanya malah menjadi oknum yang mempersulit masyarakat khususnya masyarakat miskin yang membutuhkan perlindungan. Saya sangat berharap agar kedepannya Kepolisian Republik Indonesia dapat mengembalikan kepercayaan masyarakat dengan bekerja lebih sungguh-sungguh untuk melindungi dan memperjuangkan hak-hak masyarakat tanpa pandang bulu serta saya berharap LBH Medan akan terus berkomitmen untuk menjadi organisasi masyarakat yang memberikan bantuan hukum terhadap masyarakat miskin, buta hukum, dan tertindas berlandaskan Hak Asasi Manusia.

 

Artikel ini ditulis oleh Ananda Geraldine

Mahasiswi PKL dari Fakultas Hukum Universitas Prima sebagai refleksi dari Konferensi Pers dan Launching Buku LBH Medan berjudul Batu Sandungan Penegakan Hukum dan Keadilan.

Editor : Rimma Itasari Nababan

HARI PERS NASIONAL 2023, KESEJAHTERAAN & PERLINDUNGAN INSAN PERS JAUH PANGGANG DARI API

Release Press
Nomor:35/LBH/RP/2023

Tanggal 9 Februari 2023, para insan pers tanah air merayakan dan meluapkan euphoria hari pers nasional. LBH Medan yang merupakan mitra kerja insan pers khususnya Sumatera Utara dalam hal mengawal penegakan hukum dan hak asasi manusia di sumatera utara mengucapkan selamat Hari Pers Nasional (HPS) yang ke-38. Semoga para insan pers dalam keadaan sehat, sejahtera dan tetap semangat dalam melaksanakan kerja-kerja mulianya.

Prinsipnya setiap perayaan/hari jadi suatu lembaga, institusi dan lainya seyogiyanya menggambarkan keadaan bahagia dan suka cita, hal ini tidak terlepas bagai para insan pers. Namun berdasarkan pemantauan lapangan dan wawancara terhadap beberapa insan pers kota medan masih terdapat permasalahan besar dan kesedihan terhadap kawan –kawan pers.

LBH Medan mencatat ada tiga permasalahan besar pers hari ini. Pertama, terkait kesejahteran para insan pers yang ditandai dengan masih banyaknya insan pers yang belum mendapatkan upah/gaji sesuai aturan hukum yang berlaku atau sesuai upah minimum baik UMK/UMP. Belum mendaptkan BPJS Ketenagakerjaan dan Kesehatan.

Bahkan diduga masih ada insan pers yang tidak punya gaji/upah. Serta tidak sedikit insan pers menyatakan jika “perusaahan pers sejahtera, tapi persnya sengasara”.

Kedua, permasalahan perlindungan pers dalam hal ini baik secara fisik maupun psikis mengancam pers. hal ini ditandai dengan masih banyak pers yang diduga dikriminalisasi, dianiaya, diintimidasi dan diintervensi dalam melaksanakan kerja-kerja pers. Bahkan berdasarkan data dan hasil riset Aliansi Jurnalis Independen (AJI) pada akhir 2022, tercatat ada 82,6 % dari 852 jurnalis perempuan yang dilibatkan dalam risiet di 34 provinsi mengalami kekerasan seksual baik melalui daring maupun luring. Parahnya 26 % diduga pelaku kekerasan seksual berasal dari tempat insan pers bekerja serta orang lain yang ditemui dilapangan saat melakukan liputan.

Ketiga, lemahnya pengawasan dan perlindungan Dewan Pers terhadap insan pers dan perusahan pers hal ini ditandai dengan adanya dugaan media yang tidak terverifikasi Dewan Pers yang berakibat munculnya pers/wartawan gadungan atau istilah lain dikalangan insan pers kota medan Wartawan “Bodrexs” yang diketahui melakuan perbuatan-perbuatan yang mencoreng kerja-kerja pers.

Misalanya diduga melakuan pemerasan dan pengancaman terhadap instansi maupun person untuk kepentingan pribadi. Lemahnya pengawasan Dewan Pers terhadap permasalan tersebut secara tidak langsung telah mencoreng insan pers yang telah menjalankan tugas mulianya sebagai bagian dari pilar demokrasi secara baik dan benar. Padahal secara fungsinya Dewan Pers mempunyai tanggung jawab atas permasalahan tersebut.

Maka patut dan wajar secara hukum LBH Medan menillai dewasa ini kesejahteran dan perlindungan pers seperti peribahasa “jauh panggang dari api” yang menggambarkan kesejahteran dan perlindungan pers tidak sesuai dengan harapan dan bahkan masih jauh dari apa yang diharapan kawan-kawan pers khususnya pers kota Medan.

Oleh karena itu dalam LBH Medan meminta secara tegas kepada pemerintah, perusahan pers dan dewan pers untuk secara maksimal dan nyata mewujudkan kesejahteraan dan perlindungan pers, dimana hal tersebut pada dasarnya telah dijamin oleh konstitusi 1945, UU No. 13 Tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan, UU No. 39 Tahun 1999 Tentang HAM ,UU No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers, Universal Declaration of Human Rights (DUHAM), International Labour Organization (ILO).

 

Narahubung:
IRVAN SAPUTRA, SH., MH. (0821 6373 6197)
BAGUS SATRIO, SH. (0857 6250 9653)

Editor : Rimma Itasari Nababan, S.H

Batu Sandungan Penegakan Hukum & Keadilan (Mengulas Catatan Akhir Tahun 2022 LBH Medan)

Release Press
Nomor : 24/LBH/RP/I/2023

LBH Medan, 30 Januari 2023, Sepanjang tahun 2022, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan menerima banyak pengaduan dari berbagai jenis kasus yang berkaitan atas pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) Hak Sipil dan Politik (SIPOL), Sumber Daya Alam (SDA) maupun kasus-kasus terhadap Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) di Sumatera Utara.

Pengaduan-Pengaduan tersebut disampaikan oleh berbagai macam kalangan yakni individu sebagai Tersangka atau Korban, maupun pengaduan oleh kelompok-kelompok masyarakat di Sumatera Utara.
Selain pengaduan langsung, guna mempermudah masyarakat melaporkan permasalahan hukum yang terjadi dan untuk mengetahui prosedur penanganan kasus, LBH Medan juga membuat akun Whatsapp khusus pengaduan.

Berdasarkan hasil rekapitulasi data pengaduan LBH Medan, sejak November 2021 hingga November 2022 Terdapat hampir 200 masyarakat menyampaikan pengaduannya melalui akun Whatsapp LBH Medan. Hal ini membuktikan bahwa permasalahan hukum yang terjadi setahun belakang ini sangat signifikan.

Berdasarkan data yang diinventarisasi secara manual, ada 24 pemohon bantuan hukum yang melakukan pengaduan langsung ke LBH Medan. Ada 2 yang menjalani tahapan konsultasi dan 22 diantaranya merupakan kasus yang didampingi secara lanjut baik dalam upaya litigasi, non-litigasi ataupun keduanya.
Berdasarkan hasil rekapitulasi pengaduan Organisasi Bantuan Hukum (OBH) masyarakat ke LBH Medan melalui sistem Simpensus 2022, tercatat sebanyak 32 pengaduan yang diterima oleh LBH Medan.

Namun jumlah pengaduan tersebut belum mencakup perhitungan secara keseluruhan dikarenakan Wibsite pendataan pengaduan melalui sistem Simpensus tidak dapat diakses (masalah teknis) sejak pertengahan tahun 2022. Sehingga mengakibatkan total pengaduan yang diterima LBH Medan pada 2022 tidak dapat tercatat secara keseluruhan.

LBH Medan mencatat jumlah pengaduan yang ditangani berdasarkan jenis kelamin (Gender) yaitu terdapat 13 orang berjenis kelamin perempuan dan 11 orang berjenis kelamin laki-laki dari 24 pemohon bantuan hukum yang datang. Sebagian besar perempuan tersebut merupakan korban kekerasan seksual yang juga dialami oleh Anak dibawah umur dan pekerja yang dipecat sepihak serta tidak mendapatkan hak-hak normatifnya sebagai pekerja.

Berdasarkan hasil catatan Divisi Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) LBH Medan yang dituliskan dalam Catatan Akhir Tahun 2022, pada tahun 2021 sebanyak 3 Kasus kekerasan seksual terhadap anak dan Tahun 2022 sebanyak 7 Kasus kekerasan seksual terhadap anak. Dalam Catahu 2022 LBH Medan mencatat sebanyak 5 Kasus kekerasan Seksual terhadap anak yang telah ditangani.

Dari berbagai kasus kekerasan seksual tersebut, LBH Medan menilai keberadaan Predator anak saat ini berada dimanapun dan terjadi dengan cara apapun seperti yang dialami anak inisial IPS (10) yang menjadi Korban Cabul oleh Hasan Basri atau “Opa” (70) yang melakukan perbuatan kejinya di toilet wanita Masjid Istiqlal Jalan Halat, Medan.

Kasus yang diproses oleh Unit PPA Polrestabes Medan ini menjadi salah satu atensi oleh Divisi LBH Medan. Pasalnya, dalam proses penegakan hukum Polrestabes Medan diduga berupaya menyelesaikan kasus ini melalui upaya Restorative Justice. Diketahui bahwa Unit PPA Satreskrim Polrestabes Medan selama berjalannya proses hukum kasus ini, Penyidik diduga tidak professional dengan tidak transparan atas tindak lanjut kasus tersebut bahkan mengenai Visum et Repertum (VerP). Anehnya, pasca Pelapor mengadukan kejanggalan tersebut ke Propam Polda Sumut, penegakan hukum baru dilanjutkan.

LBH Medan menilai kinerja Polri seperti ini adalah bentuk lemahnya penegakan hukum khususnya dalam mengimplementasikan cita-cita dari Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Jo. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

Menelisik Kasus terhadap pelanggaran Hak-Hak Sipil dan Politik (Sipol), dalam Catahu 2022 LBH Medan mencatat sebanyak 15 kasus baik pidana, perdata, maupun pelanggaran terhadap hak-hak buruh. Sebanyak 2 kasus menyangkut pengakuan dan jaminan hak atas pertanahan yang menimpa Mariapan dan Sejahtera Barus (73) yang memperjuangkan tanahnya atas dugaan okupasi oleh pihak PTPN II yang diduga bekerjasama dengan pihak BPN Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang an. Bastian Butar-Butar serta oknum TNI diduga an. Sagala.

Selain itu tercatat juga sebanyak 7 kasus Perselisihan Hubungan Industrial yang dialami sejumlah buruh di Sumatera Utara diantaranya yang oleh Dini Hartika (Karyawan PT. Naughty Gift And Accessories), Okta Rina Sari dan Sukma (Apoteker/Karyawan Apotik Istana I) yang pasca bebas murni dari proses hukum atas dugaan kelalaian memberikan obat, keduanya yang tidak lagi bekerja di Apotik Istana I karena menjalani proses hukum dibalik Rutan, kini memperjuangkan hak-hak normatifnya ke Pengadilan Hubungan Insustrial pada Pengadilan Negeri Medan.

Kemudian Divisi Sipil dan Politik (Sipol) LBH Medan mencatat sebanyak 6 kasus pelanggaran hak sipil baik Korban maupun terhadap Tersangka khususnya dibawah naungan wilayah hukum Kepolisian Daerah Sumatera Utara. Dari beberapa kasus tersebut, rata-rata pelanggaran yang terjadi, berdasarkan hasil rekapitulasi kasus diduga banyak dilakukan oleh APH di Polrestabes Medan terhadap hak atas perlindungan, jaminan dan kepastian hukum warga negara bahkan menyangkut hak atas perlakuan yang tidak diskriminatif dan hak untuk bebas dari praktik Penyiksaan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang HAM Jo. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 Tentang Pengesahan Konvenan Hak-Hak Sipil dan Politik Jo. Konvensi Menentang Penyiksaan oleh PBB dalam Resolusinya No. 39/46 tanggal 10 Desember 1984, khususnya terhadap kasus yang dialami Rudi Hardi yang menjadi atensi dalam penanganan kasus priode 2022.

Rudi Hardi (37), warga Medan Perjuangan yang merupakan seorang Ayah dari 3 orang anaknya (Balita) pada tanggal 27 Januari 2022 ditangkap dan ditahan oleh pihak Polrestabes Medan atas dugaan tindak pidana pencurian tanpa dilengkapi administrasi yang sah (Unprosedural). Berdasarkan hasil penelusuran fakta tim LBH Medan, penangkapan Rudi Hardi diduga disertai adanya praktik Penyiksaan sebagaimana telah dituliskan dalam Catahu 2022 LBH Medan, “diduga Rudi Hardi dimasukkan ke dalam 1 (satu) unit mobil kemudian mata dan leher dililit lakban serta dibekab bagian lehernya sementara kakinya menahan luka timah panas yang diduga akibat ditembak”.

Peristiwa ini dilakukan ketika Rudi Hardi dibawa ke Jalan Negara dan diduga ditahan sepihak oleh Pihak Polrestabes Medan selama 2 (dua) hari. Pasca penahanan 2 (dua) hari, Rudi Hardi dibawa ke Rs. Bhayangkara I Medan untuk menjalani pengobatan luka tembaknya dan selanjutnya dibawa ke Mako Polrestabes Medan. LBH Medan juga menemukan adanya dugaan praktik Penyiksaan dimana ketika Rudi Hardi tiba di Satreskrim Polrestabes Medan, ia mengalami sejumlah Penyiksaan yang berdasarkan penuturannya diduga dilakukan oleh Bripda Dio Danuarta Silalahi.

LBH Medan menilai, pelanggaran-pelanggaran terhadap Hak Sipil dan Politik seperti ini harus menjadi atensi bersama bagi semua lapisan masyarakat dan NGO serta khususnya Polda Sumut selaku pimpinan tertinggi Kepolisian di Daerah yang bertanggungjawab atas segala perilaku anggotanya agar dapat menindak dan mengevaluasi kinerja anggotanya dalam menjalankan penegakan hukum yang menghormati Hak Asasi Manusia.
Dalam Catahu 2022

LBH Medan, Divisi Sumber Daya Alam (SDA) LBH Medan juga mencatat beberapa pelanggaran atau tindakan yang berpotensi melanggar Hak Asasi Manusia yaitu sebanyak 5 kasus/ issue SDA di Sumatera Utara. Mulai dari kasus Pertanahan (Perdata) bahkan yang berpotensi kriminalisasi, pembangunan infrastruktur seperti upaya mitigasi banjir melalui pembangunan Drainase secara masih dan tidak beraturan dan kejahatan terhadap satwa melalui praktik sindikat perdagangan satwa lindung. Dalam Priode 2022, LBH Medan telah menyelesaikan kasus agrarian yang menimpa Ismailsyah Sembiring yang merupakan ahli Waris dari Teralpor an. Alm. Syahril Sembiring yang dilaporkan oleh Pelapor An. Ahmad Syukri Lubis atas dugaan tindak pidana Penyerobotan Tanah di Subdit IV Renakta Polda Sumut. Dalam kasus ini, LBH Medan menilai pihak Subdit IV Renakta Polda Sumut terlalu memaksakan hukum yang berpotensi kriminalisasi terhadap Ismailsyah selaku ahli waris Terlapor.

Pasca dibuatnya laporan polisi pada 19 April 2021, diketahui pada 17 Mei 2021 Terlapor telah meninggal dunia, sehingga berdasarkan Pasal 77 KUHAP “Hak Menuntut Gugur” lantaran Terlapor meninggal dunia. Namun ahehnya, Pihak Subdit IV Renakta Polda Sumut justru secara berulangkali menyampaikan undangan klarifikasi kepada Ismailsyah selaku ahli waris Terlapor, dan atas beberapa undangan klarifikasi tersebut, Ismailsyah bersikap kooperatif dengan mengindahkan undangan. Disisi lain, Ismailsyah mengalami kerugian materil akibat biaya transportasi yang timbul dan terlanggar haknya untuk memperoleh kepastian hukum. Sejak 19 April 2021 hingga terbitnya Surat Penghentian Penyelidikan Oleh Dirreskrimum Polda Sumut tertanggal 28 Juli 2022, terhitung 1 tahun 3 bulan Ismailsyah tidak mendapat kepastian hukum dan hal ini membuktikan bahwa penegakan hukum khususnya di Polda Sumut atas kasus-kasus pertanahan masih banyak yang menciderai kehormatan Hak Asasi Manusia.

LBH Medan juga menemukan ketidakcermatan Aparat Penegak Hukum (APH) saat melakukan advokasi terhadap perlindungan satwa liar yang dilindungi dalam proses pemantauan kasus di Pengadilan Negeri Lubuk Pakam Cabang Labuhan Deli. Thomas D Raider yang merupakan Terdakwa sindikat perdagangan satwa lindung mendapat vonis ringan dengan pertimbangan hukum Majelis Hakim yang dinilai cacat berfikir dimana Terdakwa Thomas hanya divonis 1 Tahun penjara, sementara hukuman ringan seperti ini juga terjadi terhadap kasus serupa yang dilakukan oleh Terdakwa Edi Alamsyah Putra yang divonis 8 Bulan Penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Binjai. Tidak hanya itu, kecacatan berfikir para APH ini juga terjadi dalam pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Padang Sidimpuan yang menolak gugatan Perbuatan Melawan Hukum yang diajukan LBH Medan terhadap dugaan eksploitasi satwa lindung oleh Mini Zoo milik PT. Nuansa Alam Nusantara (NAN) yang terletak di Gunung Tua.

Selama melakukan advokasi tersebut, Divisi SDA LBH Medan berhasil melakukan pemetaan aktor sindikat perdagangan satwa liar dilindungi dan mendapati adanya keterlibatan oknum-oknum secara terstruktur yang diduga dari Institusi Kepolisian, Kejaksaan, Hakim hingga keterlibatan 2 Oknum TNI AD diduga inisial TP dan DPA dari Batalyon Infanteri (Yonif) Raider 100/PS) dan (Batalyon Infanteri (Yonif) 125/Simbisa). Diketahui sejak berjalannya proses hukum terhadap Terdakwa Thomas D Raider, pihak Ditreskrimsus Polda Sumut diduga dengan sengaja melepaskan ke 4 (empat) rekan-rekan Terdakwa, dan dalam proses pemeriksaan di Pengadilan, LBH Medan juga mendapati kejanggalan diantaranya Jaksa yang bertanggunjawab perkara tersebut an. Eva Christine Sitepu diduga berulangkali mangkir sesuka hati dalam persidangan tanpa alasan yang jelas, dan Majelis Hakim yang diduga menunda persidangan dengan “kucing-kucingan” diduga menghindari pemantauan oleh Tim LBH Medan.

Disisi lain, Divisi SDA LBH Medan juga mencatat iklim proyek oleh Pemerintah khususnya Pemerintahan Kota Medan (Pemko Medan) dibawah kepemimpinan Walikota Bobby Nasution. Berbagai proyek yang mengatasnamakan mitigasi banjir, proyek Pemko Medan diduga melanggar hak asasi warganya baik dalam sektor kenyamanan berkendara, hak untuk memperoleh hidup yang layak bahkan hak untuk mendapatkan tempat tinggal. Salah satu catatan kelam Pemko Medan yang dituliskan dalam Catahu 2022 LBH Medan yaitu persoalan proyek mitigasi banjir pembangunan Drainase dan proyek pengendalian banjir Sungai Deli.

Kedua proyek tersebut menjadi persoalan, lantaran banyak reaksi masyarakat yang timbul atas pelaksanaan proyek Pemko Medan ini. Sejumlah Warga Kelurahan Kesawan yang bermukim dipinggiran sungai deli mendatangi menyampaikan pengaduannya ke LBH Medan lantaran diketahui Pemko Medan mewacanakan pembangunan proyek pengendalian banjir sungai deli yang berpotensi merenggut keberlangsungan hidup sejumlah warga yang sudah menetap secara turun temurun di Kelurahan Kesawan.

LBH Medan menilai, Pemko Medan terlalu ambisius menjalankan proyek semata dengan tidak memikirkan resiko yang timbul dari berbagai sektor sosial. Khususnya mitigasi banjir melalui wacana proyek pengendalian banjir sungai deli, LBH Medan mencermati persoalan banjir di Kota Medan terjadi karena berbagai faktor salah satunya ketersediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang mampu menyerap genangan. Berdasarkan Pasal 29 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 Tentang Penataan Ruang disebutkan bahwa proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30% dari luas wilayah kota, dan proporsi ruang terbuka hijau publik pada wilayah kota paling sedikit 20% dari luas wilayah kota. Disisi lain, hasil kajian LBH Medan menilai kebutuhan RTH di Kota Medan sampai dengan tahun 2030 adalah sebesar 2.152,86 Ha. Kota Medan sendiri justru hanya memiliki RTH seluas 5 (lima) Hektar (Ha) saja dari total luas kota sekitar 26.510 Hektar (Ha) dan jika perhitungkan secara keseluruhan maka Kota Medan kekurangan 4.000 Hektar untuk memenuhi 20% RTH publik sesuai dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan.

Dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan menyebutkan RTH merupakan ruang memanjang atau jalur atau mengelompok yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh tanaman secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.

Kekurangan Ruang Terbuka Hijau inilah yang berpotensi menyebabkan air hujan tidak dapat diserap oleh ruang yang cukup. Ditambah lagi, dengan kondisi RTH yang sedikit dari yang seharusnya. Pemerintahan Kota Medan terlalu sibuk menjalankan proyek yang diduga tidak tepat waktu dan sasaran. Salah satu contoh yaitu pembangunan proyek drainase di sekitaran wilayah Kota Medan. Proyek yang dikerjakan pada tahun 2022 ini, terlihat banyak mengganggu badan jalan yang mengakibatkan terjadinya banyak rekayasa arus lalu lintas di Kota Medan.

Berdasarkan versinya, Pemerintah Kota Medan menilai bahwa pembangunan drainase ini adalah solusi utama dan efektif dalam penanggulangan banjir Sungai Deli di Kota Medan. padahal luas Sungai Deli sendiri mencakup Tanah Karo (Hulu), Deli Serdang hingga Kota Medan (Hilir). Tentunya dengan kondisi geografis Sungai Deli tersebut, harusnya pemerintah Kota Medan menyadari bahwa penanggulangan banjir yang hingga saat ini masih sering terjadi tidak dapat dilakukan dengan keputusannya sendiri, melainkan harus ada upaya koordinasi dengan Pemerintahan Kabupaten/ Kota lain yang mencakup aliran Sungai Deli khususnya di wilayah hulu Sungai untuk sama-sama mencari solusi dalam penanggulangan banjir saat ini.

Demikian rilis pers ini disampaikan agar dapat dijadikan sebagai sumber pemberitaan. Terimakasih.

Narahubung :
ISMAIL LUBIS, SH., MH (0813 9798 8047)
IRVAN SAPUTRA, SH., MH (0821 6373 6197)
MUHAMMAD ALINAFIAH MTD, SH., M.Hum (0852 9607 5321)
MASWAN TAMBAK, SH (0895 1781 5588)