Tujuh Bulan Kasus Luthfi Tidak Ada Kepastian Hukum, LBH Medan: Laporkan Kapolrestabes Medan & Kasat Reskrim ke Propam Polda Sumut

RILIS PERS

Tujuh Bulan Kasus Luthfi Tidak Ada Kepastian Hukum,

LBH Medan Laporkan Kapolrestabes Medan & Kasat Reskrim ke Propam Polda Sumut.

 

Luthfi Hakim Fauzie merupakan seorang korban kabel menjutai yang hampir menyebabkannya meninggal dunia. Luthfi mengalami luka berat akibat lilitan kabel yang melingkar di bagian leher setelah mobil box menyambar kabel menjuntai di Jalan William Iskandar Pasar V Medan Estate pada 23 Februari 2024.

Bermula saat Lutfhi hendak menjemput istrinya di sore hari dari Tembung kearah Medan. Dalam perjalannya menjemput istri, sekira Pukul 17:00 Wib kejadian tersebut terjadi dimana sebuah mobil box dikendarai oleh seorang sopir yang menggunakan baju yang diduga beratribut Indomaret menabrak kabel menjuntai sehingga kabel tersebut menyambar mengenai leher Luthfi.

Akibatnya luthfi mengalami luka berat, dimana lehernya hampir putus dan harus di jahit sebanyak 20 jahitan dan dirawat hingga berbulan-bulan.

Kemudian kejadian tersebut viral, dikarenakan telah viral diketahui pihak yang diduga dari PT. Telkom Indonesia bolak balik mengajak Luthfi untuk bertemu dan meminta membuat statement bahwa kabel tersebut bukan kabel mereka. Akan tetapi Luthfi tidak mengindahkan hal tersebut. Kemudian Luthfi menanyakan jadi itu kabel siapa kepada Pihak Telkom?

Namun, pertanyaannya tersebut dijawab tidak bisa menyampaikan kabel tersebut milik siapa dikarenakan hubungan bisnis.

Atas hal ini Lutfhi bersama kuasa hukumnya LBH Medan membuat laporan Polisi di Polda Sumut atas dugaan tindak pidana kelalaian mengakibatkan orang luka berat sebagaimana diatur Pasal 360 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang KUHP dengan terlapor atas nama Direktur PT. INDIHOME sesuai dengan Surat Tanda Bukti Lapor Nomor: STTLP/B/840/VII/2024/SPKT/Polda Sumatera Utara, tertanggal 01 Juli 2024.

Namun seiring berjalannya waktu dan sudah memasuki fase 7 bulan dari dibuatnya laporan polisi, hingga kini belum ada tindak lanjut dan terkesan jalan di tempat. Padahal Kuasa Hukum Luthfi dari LBH Medan telah berulangkali mempertanyakan tentang tindak lanjutnya, namun penyidik Pembantu atas nama Aiptu DMS selalu beralibi “perkara ini payah, harus banyak lagi ini yang mau di periksa”.

Anehnya lagi dari dua saksi yang di undang untuk diwawancara tidak ada diberikan sepucuk surat, serta selama tujuh bulan Luthfi hanya menerima satu kali surat SP2HP.

Dengan tidak adanya kepastian hukum terhadap luthfi diduga Kapolresta Kasat Reskrim dan Panit sebagai angkum dari penyidik pembantu telah melanggar kode etik Profesi Polri.

Dimana seharusnya ”Setiap Anggota Polri wajib : Menjalankan tugas secara profesional, proporsional, dan prosedural” Pasal 5 Ayat (1) huruf C Perpol Nomor 7 Tahun 2022 Tentang Kode Etik Profesi Dan Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Serta memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan cepat, tepat, mudah, nyaman, transparan, dan akuntabel sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan Pasal 7 huruf C Perpol Nomor 7 Tahun 2022 Tentang Kode Etik Profesi Dan Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Tidak hanya itu, dengan tidak adanya kepastian hukum dan keadilan terhadap kasus luthfi diduga Kapolrestabes, Kasat Reskrim, Panit dan Penyidik Pembantu juga telah melanggar Hak Asasi luthfi, sebagaimana yang diatur dalam UU HAM jo Pasal 26 UU No. 12 Tahun 2005 Tentang Pengesahan International Covenant On Civil And Political Rights (ICCPR) (Konvenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik) menyebutkan “Semua orang berkedudukan sama dihadapan hukum dan berhak atas perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi apapun”

Maka patut secara hukum LBH Medan telah membuat pengaduan dan mohon keadilan kepada jajaran Mabes Polri dan Propam Polda Sumut atas adanya dugaan pelanggaran kode etik profesi yang diduga dilakukan Kapolrestabes, Kasat Reskrim, Panit dan Penyidik Pembantu, Polrestabes Medan.

Narahubung
Irvan Saputra
Sofyan Gajah (+62822-7799-7501)

RATUSAN GURU HONORER KAB. LANGKAT AJUKAN 121 BUKTI SURAT TERKAIT KECURANGAN DAN MALADMINISTRSI SELEKSI PPPK GURU KABUPATEN LANGKAT TAHUN 2023 DI PTUN MEDAN !

Rilis Pers LBH MEDAN

Kecurangan dan Dugaan Tindak Pidana Korupsi seleksi PPPK guru Kabupaten Langkat Tahun 2023 sebelumnya pada maret 2024 digugat oleh ratusan guru honorer Langkat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan.

Adapun sidang di PTUN saat ini memasuki agenda pembuktian dari para pihak (Para Penggugat, Tergugat dan Tergugat II Intervensi). Dimana sidang sebelumnya terkait jawab menjawab (Gugatan, Jawaban, Replik dan Duplik) dilakuan secara Ecourt (online).

Sidang yang dimulai sekitar pukul 11.00 Wib dihadiri puluhan guru honorer (Para Penggugat) dan Kuasa Hukum (LBH Medan), tanpa dihadiri Tergugat dan Tergugat II Intervensi. Dalam persidangan pembuktian para penggugat mengajukan 121 Bukti surat terkait kecurangan, maladministrasi dan guru fiktif dalam seleksi PPPK Langkat Tahun 2023.

Namun, untuk bukti P-18 s/d P-121 harus dipending karena penyesuaian dengan pengantar alat buktinya. Sangat disayangkan pihak Tergugat dan Tergugat II Intervensi tidak hadir dan tidak pula memberitahukan alasan ketidakhadiranya.

LBH Medan menilai ketidakhadiran Tergugat dan Tergugat II Intervensi merupakan bentuk ketidaktaatan akan hukum dan ketidaksiapan Tergugat dan Tergugat II Intervensi dalam menghadapi gugatan para Penggugat.

Hal tersebut bukan tanpa alasan dimana sebelumnya pihak PTUN Medan telah jauh-jauh hari memberitahukan akan agenda pembuktian tersebut melalui ecourt.

Perlu diketahui sebelumnya Polemik terkait kecurangan dalam seleksi PPPK langkat tahun 2023 tidak hanya digugat di PTUN, tetapi juga telah dilaporkan ke Polda Sumut, Ombudsman RI Pusat dan Sumut, Komnas HAM, Kompolnas, Kementerian Pendidikan, Budaya, Riset dan Teknologi, KemenpanRB, BKN dan Kemendagri.

Untuk pelaporan di Polda Sumut telah diketahui khalayak banyak (Publik) jika telah ditetapkan 2 orang kepala sekolah kabupaten langkat sebagai Tersangka atas tindak pidana suap dalam penyelenggaraan seleksi PPPK Langkat Tahun 2023. Serta terkait pelaporan di Ombudsman telah ditemukanya 6 Maladministrasi dan tindakan korektif dalam hal ini membatalkan pengumuman Bupati Langkat (Objek Sengketa TUN) dan menjadikan hasil CAT BKN (Tanpa SKTT) sebagai penentu kelulusan.

Maka melalaui persidangan ini para Penggugat bermohon kepada Ketua PTUN c.q Majelis Hakim Perkara ini untuk dapat mengabulkan gugatan para Penggugat untuk seluruhnya. Adapun petitum (tuntutan) para Penggugat sebagai berikut:

Dalam Penundaan:

1.Mengabulkan penunda PENGUMUMAN NOMOR: 810/2998/BKD/2023 TENTANG HASIL SELEKSI KOMPETENSI PENERIMAAN CALON APARATUR SIPIL NEGARA DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN. LANGKAT SERTA PENGISIAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP UNTUK PENGUSULAN PENETAPAN NI PPPK JABATAN FUNGSIONAL TAHUN ANGGARAN 2023 BERSERTA LAMPIRANNYA TANGGAL 22-12-2023 sampai dengan adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap;

2.Mewajibkan kepada Tergugat untuk menunda pelaksaan PENGUMUMAN NOMOR: 810/2998/BKD/2023 TENTANG HASIL SELEKSI KOMPETENSI PENERIMAAN CALON APARATUR SIPIL NEGARA DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN. LANGKAT SERTA PENGISIAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP UNTUK PENGUSULAN PENETAPAN NI PPPK JABATAN FUNGSIONAL TAHUN ANGGARAN 2023 BERSERTA LAMPIRANNYA TANGGAL 22-12-2023, yang dikeluarkan/diterbitkan sampai dengan adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

Dalam Pokok Perkara:

1.Mengabulkan gugatan para Penggugat untuk seluruhnya;

2.Menyatakan batal atau tidak sah PENGUMUMAN NOMOR: 810/2998/BKD/2023 TENTANG HASIL SELEKSI KOMPETENSI PENERIMAAN CALON APARATUR SIPIL NEGARA DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN. LANGKAT SERTA PENGISIAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP UNTUK PENGUSULAN PENETAPAN NI PPPK JABATAN FUNGSIONAL TAHUN ANGGARAN 2023 BERSERTA LAMPIRANNYA TANGGAL 22-12-2023;

3.Mewajibkan Tergugat untuk mencabut PENGUMUMAN NOMOR: 810/2998/BKD/2023 TENTANG HASIL SELEKSI KOMPETENSI PENERIMAAN CALON APARATUR SIPIL NEGARA DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN. LANGKAT SERTA PENGISIAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP UNTUK PENGUSULAN PENETAPAN NI PPPK JABATAN FUNGSIONAL TAHUN ANGGARAN 2023 BERSERTA LAMPIRAN TANGGAL 22-12-2023;

3.Memerintahkan Tergugat untuk mengumumkan kembali kelulusan seleksi PPPK Kabupaten Langkat Tahun 2023 berdasarkan hasil Computer Asisted Test (CAT);

4.Menghukum Tergugat untuk membayar biaya yang timbul dalam perkara ini.

Demikian gugatan ini dibuat dan diajukan untuk dapat diperiksa dan diselesaikan sebagaimana mestinya. Atau apabila majelis hakim berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).

Adapun Kecurangan dan dugaan tindak pidana korupsi dalam seleksi PPPK Kab. Langkat Tahun 2023 telah melanggar Pasal 1 ayat (3) Undang-undang 1945, Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Jo Declaration Of Human Right (deklarasi universal hak asasi manusia/duham) Undang-undang nomor 19 Tahun 2019 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 30 Tahun 2002. PemenpaRB 14, Kepmenpan 658,659,651 dan 652.

Demikian Rilis Pers ini disampaikan, semoga dapat digunakan dengan sebaiknya.

Irvan Saputra, S.H,M.H : 0821 8066 5239
Sofyan Muis Gajah, S.H : 0822 7799 7501

LINK SOSIAL MEDIA RESMI LBH MEDAN

Untuk menghubungi LBH Medan, berikut link tautan media sosial resmi yang bisa dihubungi

Website : https://lbhmedan.org/

Instagram : https://www.instagram.com/lbh_medan/

Facebook : https://www.facebook.com/BantuanHukumMedan

Youtube : https://www.youtube.com/post/UgkxyxlwK-z2f69lKQEOlwAefCpUQv6t9XOv

Email : lbhmedan@gmail.com

Whatsapp : 08136643932

Telephone : 061-4515340

 

 

Warga Kesuma Laporkan Direktur PT. NDP Atas dugaan Pengerusakan Rumah dan Sekolah ke Polda Sumut


Release Press

Nomor : 201/LBH/RP/VI/2023

LBH Medan mendampingi masyarakat kesuma dalam membuat laporan polisi ke POLDA SUMUT atas dugaan tindak pidana pengrusakan rumah warga dan sekolah PAUD SAPTA KURNIA. yang diduga dilakukan oleh Direktur PT. Nusa Dua Property (NDP) dkk.
Pengerusakan itu terjadi pada tanggal 31 Mei 2023 di Jalan Kesuma Dusun XV, dalam Laporan Polisi Nomor : LP/B/698/VI/2023/SPKT/POLDA SUMUT. Direktur PT. NDP dkk diduga melanggar Pasal 170 Jo. 406 KUHPidana.

Akibat pengrusakan tersebut warga tidak bisa lagi menempati rumah dan puluhan anak-anak tidak bisa bersekolah.
Pembongkaran paksa itu sangat menyakitkan dimana diantara bangunan rumah milik masyarakat itu terdapat PAUD SAPTA KURNIA yang merupakan tempat Pendidikan bagi anak-anak usia dini dalam hal belajar untuk mencapai dan mengejar cita-cita mereka kelak dewasa nanti.

Sehingga dengan dibongkarnya PAUD tersebut, anak-anak usia dini kehilangan tempat pendidikannya dan merusak psikologis anak, dikarenakan pengrusakan yang diduga dilakukan pada saat jam belajar oleh Satpol PP Deli Serdangm,Polisi dan Bahkan dihadiri TNI.

Diketahui perumahan milik masyarakat yang dibongkar paksa oleh Satpol PP dkk diduga berada di lahan 35 Ha untuk dijadikan perumahan elit Kota Mega Deli Metropolitan.
Masyarakat kesuma sangat kecewa atas sikap kejam pihak PT. NDP bahkan parahnya tidak memberikan ganti rugi kepada pihak masyarakat yang rumahnya dibongkar secara paksa padahal telah menempatinya selama puluhan tahun (59 Tahun).

Sebelumnya telah terjadi negosiasi atas ganti rugi atau tali asih yang akan diberikan oleh pihak PT. NDP, namun belum tercapai kesepakatan pihak PT. NDP langsung membongkar rumah dan menggusur masyarakat dengan kejam.

LBH Medan menilai Penghancuran tersebut diduga demi kepentingan pembangunan perumahan mewah Kota Deli Mega Politan seluas 8000 Ha di Kab. Deli Serdang dan untuk memenuhi kebutuhan segelintir orang bukan untuk masyarakat dan dengan tidak mempedulikan dampak negative masyarakat luas.

LBH Medan menilai tindakan PT. NDP telah melanggar HAM dalan hal Hak sipil politik dan ekonomi, sosial budaya.
LBH Medan juga menyangkan pihak Pemkab Deli Serdang yang tidak menunjukkan sikap peduli terhadap masyarakatnya yang terdampak dan menngamini tidakan PT. NDP hal tersbut ditandai dengan terlibanta Satpol PP dalam penghancuran rumah dan sekolah Paud tersebut.

Oleh karena itu LBH Medan menilai pihak terkait dalam hal ini baik Pemkab Deli Serdang maupun pihak PT. NDP, Polisi, Dishub, Satpol PP, dan Satpam PTPN II diduga telah melanggar ketentuan Pasal 1 ayat (2), Pasal 28A, dan Pasal 28H ayat (4), Pasal 31 ayat (1) UUD 1945. Jo. Pasal 12 UU No. 39 Tahun 1999 Tentang HAM, Jo. UU No. 11 Tahun 2005 Tentang Pengesahan Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial Dan Budaya, Jo. UU No. 12 Tahun 2005 Tentang Pengesahan Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil Dan Politik, Jo. Pasal 9 ayat (1) UU No. 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak dan melalui rilis ini LBH Medan meminta Komnas HAM untuk dapat memberikan perlindungan pada warga kesuma yang terdampak atas penghancuran tersebut.

Demikianlah Rilis ini diperbuat dengan harapan dapat dipergunakan dengan baik.

Contact Person :
Irvan Saputra : 0821-6373-6197
Doni Choirul : 0812-8871-0084

PT. NDP & Aparat Robohkan Rumah & Sekolah, Warga & Anak Sekolah Terlunta-lunta

Press Release
Nomor : 174/LBH/RP/VI/2023

LBH Medan, Jum’at, bisa 02 Juni 2023. Pada hari rabu tanggal 31 Mei 2023 sekitar pukul 11.00 wib, Perumahan milik masyarakat sebanyak 8 (delapan) rumah yang terletak di Jalan Kesuma Desa Sampali Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang. Dibongkar paksa oleh pihak Satpol PP Deli Serdang dengan alat berat.

Sejumlah aparat baik dari Kepolisian dan TNI turut hadir dalam pembongkaran tersebut, yang mana pembongkaran itu diduga atas Permohonan PT. NDP (Nusa Dua Properti) anak perusahaan PTPN 2.

Pembongkaran paksa itu sangat menyakitkan dimana diantara bangunan rumah milik masyarakat itu terdapat PAUD SAPTA KURNIA yang merupakan rumah atau tempat Pendidikan bagi anak-anak usia dini dalam hal belajar untuk mencapai dan mengejar cita-cita mereka kelak dewasa nanti.

Sehingga dengan dibongkarnya PAUD itu, anak-anak usia dini kehilangan tempat pendidikannya dan hancur mental anak-anak tersebut. Sebab pada saat jam belajar disitu pula lah Satpol PP Deli Serdang atau pihak PT. NDP (Nusa Dua Property) melakukan pembongkaran secara paksa tanpa dasar yang jelas atau tanpa putusan pengadilan.

Perumahan milik masyarakat yang hari ini dibongkar paksa oleh Satpol PP diduga berada di lahan 35 Ha untuk dijadikan perumahan elit Kota Mega Deli Metropolitan. Hal itu bisa kita lihat bersama dari masyarakat yang sebelumnya digusur. Dan sekarang telah berdiri property atau bangunan milik pengembang. Kemudian dikuatkan adanya pernyataan atau statement dari pihak PT. NDP (Nusa Dua Property) itu sendiri.

Parahnya masyarakat yang rumahnya dibongkar paksa oleh Satpol PP Deli Serdang atau PT. NDP (Nusa Dua Property) belum menerima sepeserpun ganti rugi dari pihak PT. NDP.

Masyarakat sangat kecewa atas sikap kejam pihak PT. NDP yang belum atau tidak memberikan ganti rugi kepada pihak masyarakat yang rumahnya dibongkar secara paksa. Walaupun sebelumnya telah terjadi negosiasi atas ganti rugi atau tali asih yang akan diberikan oleh pihak PT. NDP, namun belum tercapai kesepakatan pihak PT. NDP langsung membongkar rumah dan menggusur masyarakat.

Jika ditelisik surat dari Satpol PP Deli Serdang Nomor : 503/459, Perihal Surat Peringatan III tertanggal 26 Mei 2023 yang ditujukan kepada 8 (delapan) rumah milik masyarakat. Merupakan asset atau lahan milik PTPN 2 dengan Nomor SHGU : 152/Sampali diduga keliru. Sebab SHGU Nomor : 152/Sampali telah berakhir (eks).

Hal itu diduga diungkapkan langsung oleh pihak PTPN 2 melalui kuasa hukumnya berdasarkan adanya gugatan Perdata Reg No : 17/Pdt.G/2023/PN.Lbp tertanggal 4 Mei 2023. Pada pokoknya menerangkan sesungguhnya lahan Perkebunan Sampali seluas 35 Ha merupakan bagian dari tanah HGU dengan Nomor : 5382/Sampali tertanggal 6 Januari 2022.

LBH Medan menilai Penghancuran dan penggusuran ini sangat kuat dugaan demi kepentingan pembangunan perumahan mewah Kota Deli Mega Politan seluas 8000 Ha di Kab. Deli Serdang dan untuk memenuhi kebutuhan lahan seluas ini diduga sebahagian atau seluruhnya menyulap lahan Eks HGU seolah-olah lahan HGU PTPN-II dengan tidak mempedulikan dampak negative bagi hak sipil, politik, ekonomi dan sosial masyarakat. Hal ini dapat dikategorikan sebagai bentuk pelanggaran HAM termasuk hak atas pendidikan bagi anak.

Padahal segala daya dan upaya telah dilakukan oleh masyarakat Kesuma Sampali ini baik pada tingkat eksekutif dan legislatif, namun dirasakan tidak berpihak ke masyarakat. Sehingga patut diduga Pemerintahan Kab. Deli Serdang telah dibungkam dan berkonspirasi untuk merampas lahan masyakat demi memenuhi hasrat pemodal membangun perumahan mewah di Kab. Deli Serdang.

Oleh karena itu LBH Medan menilai pihak terkait dalam hal ini baik Pemkab Deli Serdang maupun pihak PT NDP telah melanggar ketentuan Pasal 1 ayat (2), Pasal 28A, dan Pasal 28H ayat (4), Pasal 31 ayat (1) UUD 1945. Jo. Pasal 12 UU No. 39 Tahun 1999 Tentang HAM, Jo. UU No. 11 Tahun 2005 Tentang Pengesahan Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial Dan Budaya, Jo. UU No. 12 Tahun 2005 Tentang Pengesahan Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil Dan Politik, Jo. Pasal 9 ayat (1) UU No. 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak.

Demikianlah Rilis ini diperbuat dengan harapan dapat di publikasikan atau disiarkan kepada khalayak ramai agar seluruh rakyat Indonesia dapat melihat dan mendengar atas adanya dugaan perlakuan yang semena-mena dilakukan oleh PT. NDP (Nusa Dua Property) anak perusahaan PTPN2 dan kepada Negara dapat melindungi masyarakatnya yang terdzolimi.

Hormat Kami
Masyarakat Kesuma Desa Sampali

Contact Person :
Irvan Saputra : 0821-6373-6197
Mhd. Alinafiah Matondang : 0852-9607-5321

Alasan PAD, Petugas Dishub Kota Medan Diduga Mengganggu Kenyamanan dan Akses keadilan Masyarakat di LBH Medan

Whats-App-Image-2023-05-26-at-18-08-26

RILIS PERS
Nomor : 169/LBH/RP/V/2023

Kamis 25 Mei 2023 Petugas Dinas Perhubungan Kota Medan membuat riuh didepan kantor LBH Medan karena melarang kendaraan parkir diatas trotoar bagi personil LBH Medan sehingga membuat pelayanan bantuan hukum kepada masyarakat terganggu dan tidak nyaman.

Pelarangan ini dinilai tidak prosedural karena hanya beralasan kendaraan terparkir diatas trotoar tanpa ada sosialisasi meluas ke masyarakat sebelumnya dan tanpa dilengkapi surat tugas bagi petugas. Setelah terjadi adu argumentasi dengan personil LBH Medan, ternyata pelarangan ini agar personil LBH Medan dan masyarakat pencari keadilan parkir dilokasi yang telah disediakan guna menambah Pendapatan Asli Daerah Kota Medan pada sektor Perparkiran.

Patut diketahui 45 tahun LBH Medan berkantor di Jl. Hindu No. 12 Medan, masyarakat dari segala penjuru dan pelosok sumatera utara dari kalangan Mahasiswa, Buruh, Petani, Nelayan, Kelompok Rentan, Disabilitas dan Miskin Kota serta organisasi masyarakat sipil lainnya dan rekan-rekan pers yang datang untuk kepentingan urusan hak dan kepentingan hukum dan hak asasi mayarakat selalu memarkirkan kendaraan nya didepan kantor lbh medan, namun sekarang terganggu dengan adanya penyempitan jalan dan pelarangan parkir oleh Dinas Perhubungan Kota Medan.

LBH Medan menilai tidak prosedurnya pelarangan parkir ini diduga bentuk serangan pihak Pemko Medan terhadap LBH Medan yang menyuarakan aspirasi rakyat mengkoreksi kinerja dan tanggung jawab Pemko Medan atas proyek yang ada diantaranya lampu “Pocong”, drainase, jembatan dan gapura. Dan dugaan ini diperkuat tidak adanya jalan akses keluar masuk yang dibuat didepan kantor LBH Medan saat pengerjaan proyek drainase dan trotoar tersebut oleh Pemko Medan.

Tindakan arogansi pihak Pemko Medan melalui petugas Dishub Kota Medan ini dinilai sikap anti kritik dan diduga usaha pembungkaman atas suara masyarakat mengkritik kinerja Walikota Medan yang dinilai buruk. Oleh karenanya patut lah tindakan ini disinyalir melanggar Undang-Undang No 39 tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Jo. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang pengesahan Hak Sipil dan politik.

Pelarangan parkir ini juga dinilai bentuk ketidakpekaan Pemko Medan kepada masyarakat miskin yang mengadukan nasibnya ke LBH Medan karena sudah susah karena masalah hukum yang ada kemudian ditambah susah karena harus keluarkan uang parkir untuk pendapatan Pemko Medan dan dapat dikategorikan bentuk penghalangan hak akses keadilan bagi terhadap masyarakat sebagaimana Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum.

Ketidakpekaan Pemko Medan diperkuat dengan tidak adanya Peraturan Daerah Pemko Medan tentang Penyelenggaraan Bantuan Hukum Cuma-Cuma bagi masyarakat miskin Kota Medan sebagaimana yang diatur Pasal 19 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum.

Untuk itu, dengan ini LBH Medan mendesak kepada Pemko Medan, agar :
1. Menyampaikan klarifikasi pelarangan parkir tersebut kemasyarakat Kota Medan.
2. Tidak menghalangi dan mengurangi akses keadilan masyarakat Sumatera Utara dalam mengakses bantuan hukum ke LBH Medan.
3. Tidak melakukan upaya pembukaman aspirasi masyarakat khususnya di Kota Medan dalam menyuarakan penilaian kinerja buruk Pemko Medan.
4. Meminta maaf kepada masyarakat Kota Medan atas ketidaknyamanan yang ditimbulkan saat adanya penyelenggaraan pelayanan bantuan hukum di LBH Medan.
5. Segera mengajukan dan membahas Rancangan Peraturan Daerah Pemko Medan Tentang Penyelenggaraan Bantuan Hukm Cuma-Cuma bagi Miskin Kota Medan.

Demikian rilis pers ini dibuat dan disampaikan dengan harapan dapat dijadikan bahan pemberitaan bagi rekan-rekan pewarta. Atas kerjasamanya yang baik kami ucapkan terima kasih.
LEMBAGA BANTUAN HUKUM MEDAN

Narahubung :
1. Muhammad Alinafiah Matondang (0852-9607-5321)
2. Tri Achmad Tommy Sinambela (0823-8527-8480)

DUGAAN MARAKNYA JUAL BELI TUNTUTAN DI KEJAKSAAN NEGERI ASAHAN DAN BATU BARA, LBH MEDAN DESAK KAJAGUNG RI COPOT KAJARI ASAHAN DAN BATU BARA

Rilis Pers
Nomor : 168/LBH/RP/V/2023

Belum lagi bergeming pasca viralnya kasus dugaan seorang oknum Kejaksaan Negeri Batu Bara inisial EKT. Dimana jaksa tersebut diduga memeras ibu seorang Terdakwa dugaan tindak pidana narkotika.

Adapun hal itu dilakukan guna meringankan tuntutan terhadap Terdakwa. Belum jelasnya tindakan etik dan proses hukumnya jaksa EKT hingga saat ini.

Kembali masyarakat dihebohkan dengan adanya dugaan jual beli tuntutan di Kejaksaan Negeri Batu Bara yang mengakibatkan stigma negatif masyarakat terhadap instansi kejaksaan RI di daerah hukum Kejaksaan Tinggi Sumut.

Setali tiga uang atas kasus Jaksa EKT tersebut, sebagaimana berdasarkan sumber pemberitaan dari medan.tribunnews.com pada 22 Mei 2023 lalu. Diduga 10 oknum Jaksa di Kejari Asahan menyalahgunakan jabatan dengan diduga melakukan praktik jual-beli tuntutan dengan cara memeras para Terdakwa dimana para jaksa tersebut diantaranya berinisial 1. BT, 2.CS, 3. ER, 4.HM, 5.NF, 6.GN, 7.RP, 8.FS, 9.RH dan 10. S.

Hal tersebut dilakukan dengan menawarkan keringanan tuntutan terhadap para Terdakwa sebagaimana yang dilakukan oleh Jaksa EKT.

Adapun jual-beli tuntutan yang dilakukan oleh 10 oknum Jaksa tersebut kebanyakan terhadap Terdakwa kasus narkoba dan pencurian. Diduga biaya jual beli tuntutan tersebut berkisar Rp3 Juta hingga Rp60 Juta, bahkan meminta 1 unit mobil avanza.

Kasus ini mulai terkuak setelah aksi demo sekelompok masyarakat di Kejari Asahan yang mengatasnamakan dirinya Barisan Rakyat Anti Korupsi (Bara Api). Mereka menyebut bahwa Kejari Asahan sarang suap dan tukang peras Terdakwa sebagaimana pemberitaan Tribun Medan. Bahkan salah seorang peserta aksi dalam mengekspresikan kekecewaannya hingga nekat memecahkan gelas kaca ke kepalanya hingga mengeluarkan darah.

LBH Medan menilai dugaan jual beli tuntutan yang diduga dilakukan oleh 10 oknum Jaksa Kejari Asahan itu jelas tidak dibenarkan. Apabila benar maka jelas telah melanggar kode perilaku Jaksa dan dugaan tindak pidana pemerasan.

Kode Perilaku Jaksa telah secara tegas dan jelas menyebutkan Jaksa dilarang untuk memberikan atau menjanjikan sesuatu, meminta, menerima hadiah dan/atau keuntungan dalam bentuk apapun terhadap pribadinya.

Kemudian dilarang memperoleh finansial secara langsung maupun tidak langsung, serta larangan melakukan permufakatan secara melawan hukum dengan para pihak yang terkait dalam penanganan perkara. Hal itu jelas diatur dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a, b, c, & d Peraturan Jaksa Agung Nomor :Per–014/A/Ja/11/2012 Tentang Kode Perilaku Jaksa.

Selain itu, dugaan jual beli tuntutan dengan cara memeras tersebut diduga merupakan tindak pidana korupsi. Hal itu jelas telah melanggar ketentuan Pasal 12 huruf e UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dinyatakan “Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri”.

Adapun ancaman pidana terhadap Jaksa yang diduga melakukan pemerasan sebagaimana pasal 12 huruf e diatas yaitu dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidanapenjara paling singkat 4 (empat) tahundan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua- ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Oleh karena itu LBH Medan sebagai lembaga yang konsern terhadap penegakan hukum dan hak asasi manusia (HAM) patut secara hukum mendesak Kepala Kejaksaan Agung RI untuk mencopot Kepala Kejaksaan Negeri Asahan dan Batu Bara dikarenakan ketika anggotanya bermasalah maka sudah barang tentu menjadi tanggung jawab moral pimpinan instansi tersebut.

Seraya memerintakan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara agar mengusut pemasalahan ini secara objektif, tuntas dan transparan terhadap Jaksa Kejari Batu Bara EKT dan 10 orang Oknum Jaksa Kejari Asahan.

Baik secara etik maupun dugaan pidananya hal tersebut guna meminta komitmen Kepala Kejasaan RI Bpk. Dr. ST. Baharuddin, SH.,MH yang mengatakan “Tidak segan Mencopot, Mendemosi dan Mempidanakan Jaksa yang bermain dengan perkara” (16/1/2023) Kompas.

LBH Medan meminta Jaksa Agung Republik Indonesia agar “bersih-bersih” atau melakukan Reformasi di tubuh Kejaksaan RI khususnya Kejaksaan di daerah hukum Kejatisu dan mendesak para jaksa untuk taat melaporkan LHKPN-nya guna bentuk preventif dugaan tindak pidana korupsi. Karena diduga kasus ini hanyalah contoh kecil yang telah terkuak ke publik.

Apabila hal tersebut tidak dilakukan maka LBH Medan menilai kedepannya tidak menutup kemungkinan hal tersebut terjadi kembali di tubuh Kejaksaan sehingga dapat mencoreng instansi Kejaksaan RI di mata masyarakat.

Reformasi di tubuh Kejaksaan juga demi menjaga nama baik dan motto dari Kejaksaan Agung yaitu Tri Krama Adhyaksa yang artinya “kesetiaan yang bersumber pada rasa jujur, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, terhadap diri pribadi dan keluarga, maupun kepada sesama manusia”.

Contact Person :
Irvan Saputra, S.H, MH (0821-6373-6197)
Tri A. T. Sinambela, S.H (0823-8527-8480)

HARI PERS NASIONAL 2023, KESEJAHTERAAN & PERLINDUNGAN INSAN PERS JAUH PANGGANG DARI API

Release Press
Nomor:35/LBH/RP/2023

Tanggal 9 Februari 2023, para insan pers tanah air merayakan dan meluapkan euphoria hari pers nasional. LBH Medan yang merupakan mitra kerja insan pers khususnya Sumatera Utara dalam hal mengawal penegakan hukum dan hak asasi manusia di sumatera utara mengucapkan selamat Hari Pers Nasional (HPS) yang ke-38. Semoga para insan pers dalam keadaan sehat, sejahtera dan tetap semangat dalam melaksanakan kerja-kerja mulianya.

Prinsipnya setiap perayaan/hari jadi suatu lembaga, institusi dan lainya seyogiyanya menggambarkan keadaan bahagia dan suka cita, hal ini tidak terlepas bagai para insan pers. Namun berdasarkan pemantauan lapangan dan wawancara terhadap beberapa insan pers kota medan masih terdapat permasalahan besar dan kesedihan terhadap kawan –kawan pers.

LBH Medan mencatat ada tiga permasalahan besar pers hari ini. Pertama, terkait kesejahteran para insan pers yang ditandai dengan masih banyaknya insan pers yang belum mendapatkan upah/gaji sesuai aturan hukum yang berlaku atau sesuai upah minimum baik UMK/UMP. Belum mendaptkan BPJS Ketenagakerjaan dan Kesehatan.

Bahkan diduga masih ada insan pers yang tidak punya gaji/upah. Serta tidak sedikit insan pers menyatakan jika “perusaahan pers sejahtera, tapi persnya sengasara”.

Kedua, permasalahan perlindungan pers dalam hal ini baik secara fisik maupun psikis mengancam pers. hal ini ditandai dengan masih banyak pers yang diduga dikriminalisasi, dianiaya, diintimidasi dan diintervensi dalam melaksanakan kerja-kerja pers. Bahkan berdasarkan data dan hasil riset Aliansi Jurnalis Independen (AJI) pada akhir 2022, tercatat ada 82,6 % dari 852 jurnalis perempuan yang dilibatkan dalam risiet di 34 provinsi mengalami kekerasan seksual baik melalui daring maupun luring. Parahnya 26 % diduga pelaku kekerasan seksual berasal dari tempat insan pers bekerja serta orang lain yang ditemui dilapangan saat melakukan liputan.

Ketiga, lemahnya pengawasan dan perlindungan Dewan Pers terhadap insan pers dan perusahan pers hal ini ditandai dengan adanya dugaan media yang tidak terverifikasi Dewan Pers yang berakibat munculnya pers/wartawan gadungan atau istilah lain dikalangan insan pers kota medan Wartawan “Bodrexs” yang diketahui melakuan perbuatan-perbuatan yang mencoreng kerja-kerja pers.

Misalanya diduga melakuan pemerasan dan pengancaman terhadap instansi maupun person untuk kepentingan pribadi. Lemahnya pengawasan Dewan Pers terhadap permasalan tersebut secara tidak langsung telah mencoreng insan pers yang telah menjalankan tugas mulianya sebagai bagian dari pilar demokrasi secara baik dan benar. Padahal secara fungsinya Dewan Pers mempunyai tanggung jawab atas permasalahan tersebut.

Maka patut dan wajar secara hukum LBH Medan menillai dewasa ini kesejahteran dan perlindungan pers seperti peribahasa “jauh panggang dari api” yang menggambarkan kesejahteran dan perlindungan pers tidak sesuai dengan harapan dan bahkan masih jauh dari apa yang diharapan kawan-kawan pers khususnya pers kota Medan.

Oleh karena itu dalam LBH Medan meminta secara tegas kepada pemerintah, perusahan pers dan dewan pers untuk secara maksimal dan nyata mewujudkan kesejahteraan dan perlindungan pers, dimana hal tersebut pada dasarnya telah dijamin oleh konstitusi 1945, UU No. 13 Tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan, UU No. 39 Tahun 1999 Tentang HAM ,UU No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers, Universal Declaration of Human Rights (DUHAM), International Labour Organization (ILO).

 

Narahubung:
IRVAN SAPUTRA, SH., MH. (0821 6373 6197)
BAGUS SATRIO, SH. (0857 6250 9653)

Editor : Rimma Itasari Nababan, S.H

Batu Sandungan Penegakan Hukum & Keadilan (Mengulas Catatan Akhir Tahun 2022 LBH Medan)

Release Press
Nomor : 24/LBH/RP/I/2023

LBH Medan, 30 Januari 2023, Sepanjang tahun 2022, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan menerima banyak pengaduan dari berbagai jenis kasus yang berkaitan atas pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) Hak Sipil dan Politik (SIPOL), Sumber Daya Alam (SDA) maupun kasus-kasus terhadap Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) di Sumatera Utara.

Pengaduan-Pengaduan tersebut disampaikan oleh berbagai macam kalangan yakni individu sebagai Tersangka atau Korban, maupun pengaduan oleh kelompok-kelompok masyarakat di Sumatera Utara.
Selain pengaduan langsung, guna mempermudah masyarakat melaporkan permasalahan hukum yang terjadi dan untuk mengetahui prosedur penanganan kasus, LBH Medan juga membuat akun Whatsapp khusus pengaduan.

Berdasarkan hasil rekapitulasi data pengaduan LBH Medan, sejak November 2021 hingga November 2022 Terdapat hampir 200 masyarakat menyampaikan pengaduannya melalui akun Whatsapp LBH Medan. Hal ini membuktikan bahwa permasalahan hukum yang terjadi setahun belakang ini sangat signifikan.

Berdasarkan data yang diinventarisasi secara manual, ada 24 pemohon bantuan hukum yang melakukan pengaduan langsung ke LBH Medan. Ada 2 yang menjalani tahapan konsultasi dan 22 diantaranya merupakan kasus yang didampingi secara lanjut baik dalam upaya litigasi, non-litigasi ataupun keduanya.
Berdasarkan hasil rekapitulasi pengaduan Organisasi Bantuan Hukum (OBH) masyarakat ke LBH Medan melalui sistem Simpensus 2022, tercatat sebanyak 32 pengaduan yang diterima oleh LBH Medan.

Namun jumlah pengaduan tersebut belum mencakup perhitungan secara keseluruhan dikarenakan Wibsite pendataan pengaduan melalui sistem Simpensus tidak dapat diakses (masalah teknis) sejak pertengahan tahun 2022. Sehingga mengakibatkan total pengaduan yang diterima LBH Medan pada 2022 tidak dapat tercatat secara keseluruhan.

LBH Medan mencatat jumlah pengaduan yang ditangani berdasarkan jenis kelamin (Gender) yaitu terdapat 13 orang berjenis kelamin perempuan dan 11 orang berjenis kelamin laki-laki dari 24 pemohon bantuan hukum yang datang. Sebagian besar perempuan tersebut merupakan korban kekerasan seksual yang juga dialami oleh Anak dibawah umur dan pekerja yang dipecat sepihak serta tidak mendapatkan hak-hak normatifnya sebagai pekerja.

Berdasarkan hasil catatan Divisi Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) LBH Medan yang dituliskan dalam Catatan Akhir Tahun 2022, pada tahun 2021 sebanyak 3 Kasus kekerasan seksual terhadap anak dan Tahun 2022 sebanyak 7 Kasus kekerasan seksual terhadap anak. Dalam Catahu 2022 LBH Medan mencatat sebanyak 5 Kasus kekerasan Seksual terhadap anak yang telah ditangani.

Dari berbagai kasus kekerasan seksual tersebut, LBH Medan menilai keberadaan Predator anak saat ini berada dimanapun dan terjadi dengan cara apapun seperti yang dialami anak inisial IPS (10) yang menjadi Korban Cabul oleh Hasan Basri atau “Opa” (70) yang melakukan perbuatan kejinya di toilet wanita Masjid Istiqlal Jalan Halat, Medan.

Kasus yang diproses oleh Unit PPA Polrestabes Medan ini menjadi salah satu atensi oleh Divisi LBH Medan. Pasalnya, dalam proses penegakan hukum Polrestabes Medan diduga berupaya menyelesaikan kasus ini melalui upaya Restorative Justice. Diketahui bahwa Unit PPA Satreskrim Polrestabes Medan selama berjalannya proses hukum kasus ini, Penyidik diduga tidak professional dengan tidak transparan atas tindak lanjut kasus tersebut bahkan mengenai Visum et Repertum (VerP). Anehnya, pasca Pelapor mengadukan kejanggalan tersebut ke Propam Polda Sumut, penegakan hukum baru dilanjutkan.

LBH Medan menilai kinerja Polri seperti ini adalah bentuk lemahnya penegakan hukum khususnya dalam mengimplementasikan cita-cita dari Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Jo. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

Menelisik Kasus terhadap pelanggaran Hak-Hak Sipil dan Politik (Sipol), dalam Catahu 2022 LBH Medan mencatat sebanyak 15 kasus baik pidana, perdata, maupun pelanggaran terhadap hak-hak buruh. Sebanyak 2 kasus menyangkut pengakuan dan jaminan hak atas pertanahan yang menimpa Mariapan dan Sejahtera Barus (73) yang memperjuangkan tanahnya atas dugaan okupasi oleh pihak PTPN II yang diduga bekerjasama dengan pihak BPN Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang an. Bastian Butar-Butar serta oknum TNI diduga an. Sagala.

Selain itu tercatat juga sebanyak 7 kasus Perselisihan Hubungan Industrial yang dialami sejumlah buruh di Sumatera Utara diantaranya yang oleh Dini Hartika (Karyawan PT. Naughty Gift And Accessories), Okta Rina Sari dan Sukma (Apoteker/Karyawan Apotik Istana I) yang pasca bebas murni dari proses hukum atas dugaan kelalaian memberikan obat, keduanya yang tidak lagi bekerja di Apotik Istana I karena menjalani proses hukum dibalik Rutan, kini memperjuangkan hak-hak normatifnya ke Pengadilan Hubungan Insustrial pada Pengadilan Negeri Medan.

Kemudian Divisi Sipil dan Politik (Sipol) LBH Medan mencatat sebanyak 6 kasus pelanggaran hak sipil baik Korban maupun terhadap Tersangka khususnya dibawah naungan wilayah hukum Kepolisian Daerah Sumatera Utara. Dari beberapa kasus tersebut, rata-rata pelanggaran yang terjadi, berdasarkan hasil rekapitulasi kasus diduga banyak dilakukan oleh APH di Polrestabes Medan terhadap hak atas perlindungan, jaminan dan kepastian hukum warga negara bahkan menyangkut hak atas perlakuan yang tidak diskriminatif dan hak untuk bebas dari praktik Penyiksaan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang HAM Jo. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 Tentang Pengesahan Konvenan Hak-Hak Sipil dan Politik Jo. Konvensi Menentang Penyiksaan oleh PBB dalam Resolusinya No. 39/46 tanggal 10 Desember 1984, khususnya terhadap kasus yang dialami Rudi Hardi yang menjadi atensi dalam penanganan kasus priode 2022.

Rudi Hardi (37), warga Medan Perjuangan yang merupakan seorang Ayah dari 3 orang anaknya (Balita) pada tanggal 27 Januari 2022 ditangkap dan ditahan oleh pihak Polrestabes Medan atas dugaan tindak pidana pencurian tanpa dilengkapi administrasi yang sah (Unprosedural). Berdasarkan hasil penelusuran fakta tim LBH Medan, penangkapan Rudi Hardi diduga disertai adanya praktik Penyiksaan sebagaimana telah dituliskan dalam Catahu 2022 LBH Medan, “diduga Rudi Hardi dimasukkan ke dalam 1 (satu) unit mobil kemudian mata dan leher dililit lakban serta dibekab bagian lehernya sementara kakinya menahan luka timah panas yang diduga akibat ditembak”.

Peristiwa ini dilakukan ketika Rudi Hardi dibawa ke Jalan Negara dan diduga ditahan sepihak oleh Pihak Polrestabes Medan selama 2 (dua) hari. Pasca penahanan 2 (dua) hari, Rudi Hardi dibawa ke Rs. Bhayangkara I Medan untuk menjalani pengobatan luka tembaknya dan selanjutnya dibawa ke Mako Polrestabes Medan. LBH Medan juga menemukan adanya dugaan praktik Penyiksaan dimana ketika Rudi Hardi tiba di Satreskrim Polrestabes Medan, ia mengalami sejumlah Penyiksaan yang berdasarkan penuturannya diduga dilakukan oleh Bripda Dio Danuarta Silalahi.

LBH Medan menilai, pelanggaran-pelanggaran terhadap Hak Sipil dan Politik seperti ini harus menjadi atensi bersama bagi semua lapisan masyarakat dan NGO serta khususnya Polda Sumut selaku pimpinan tertinggi Kepolisian di Daerah yang bertanggungjawab atas segala perilaku anggotanya agar dapat menindak dan mengevaluasi kinerja anggotanya dalam menjalankan penegakan hukum yang menghormati Hak Asasi Manusia.
Dalam Catahu 2022

LBH Medan, Divisi Sumber Daya Alam (SDA) LBH Medan juga mencatat beberapa pelanggaran atau tindakan yang berpotensi melanggar Hak Asasi Manusia yaitu sebanyak 5 kasus/ issue SDA di Sumatera Utara. Mulai dari kasus Pertanahan (Perdata) bahkan yang berpotensi kriminalisasi, pembangunan infrastruktur seperti upaya mitigasi banjir melalui pembangunan Drainase secara masih dan tidak beraturan dan kejahatan terhadap satwa melalui praktik sindikat perdagangan satwa lindung. Dalam Priode 2022, LBH Medan telah menyelesaikan kasus agrarian yang menimpa Ismailsyah Sembiring yang merupakan ahli Waris dari Teralpor an. Alm. Syahril Sembiring yang dilaporkan oleh Pelapor An. Ahmad Syukri Lubis atas dugaan tindak pidana Penyerobotan Tanah di Subdit IV Renakta Polda Sumut. Dalam kasus ini, LBH Medan menilai pihak Subdit IV Renakta Polda Sumut terlalu memaksakan hukum yang berpotensi kriminalisasi terhadap Ismailsyah selaku ahli waris Terlapor.

Pasca dibuatnya laporan polisi pada 19 April 2021, diketahui pada 17 Mei 2021 Terlapor telah meninggal dunia, sehingga berdasarkan Pasal 77 KUHAP “Hak Menuntut Gugur” lantaran Terlapor meninggal dunia. Namun ahehnya, Pihak Subdit IV Renakta Polda Sumut justru secara berulangkali menyampaikan undangan klarifikasi kepada Ismailsyah selaku ahli waris Terlapor, dan atas beberapa undangan klarifikasi tersebut, Ismailsyah bersikap kooperatif dengan mengindahkan undangan. Disisi lain, Ismailsyah mengalami kerugian materil akibat biaya transportasi yang timbul dan terlanggar haknya untuk memperoleh kepastian hukum. Sejak 19 April 2021 hingga terbitnya Surat Penghentian Penyelidikan Oleh Dirreskrimum Polda Sumut tertanggal 28 Juli 2022, terhitung 1 tahun 3 bulan Ismailsyah tidak mendapat kepastian hukum dan hal ini membuktikan bahwa penegakan hukum khususnya di Polda Sumut atas kasus-kasus pertanahan masih banyak yang menciderai kehormatan Hak Asasi Manusia.

LBH Medan juga menemukan ketidakcermatan Aparat Penegak Hukum (APH) saat melakukan advokasi terhadap perlindungan satwa liar yang dilindungi dalam proses pemantauan kasus di Pengadilan Negeri Lubuk Pakam Cabang Labuhan Deli. Thomas D Raider yang merupakan Terdakwa sindikat perdagangan satwa lindung mendapat vonis ringan dengan pertimbangan hukum Majelis Hakim yang dinilai cacat berfikir dimana Terdakwa Thomas hanya divonis 1 Tahun penjara, sementara hukuman ringan seperti ini juga terjadi terhadap kasus serupa yang dilakukan oleh Terdakwa Edi Alamsyah Putra yang divonis 8 Bulan Penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Binjai. Tidak hanya itu, kecacatan berfikir para APH ini juga terjadi dalam pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Padang Sidimpuan yang menolak gugatan Perbuatan Melawan Hukum yang diajukan LBH Medan terhadap dugaan eksploitasi satwa lindung oleh Mini Zoo milik PT. Nuansa Alam Nusantara (NAN) yang terletak di Gunung Tua.

Selama melakukan advokasi tersebut, Divisi SDA LBH Medan berhasil melakukan pemetaan aktor sindikat perdagangan satwa liar dilindungi dan mendapati adanya keterlibatan oknum-oknum secara terstruktur yang diduga dari Institusi Kepolisian, Kejaksaan, Hakim hingga keterlibatan 2 Oknum TNI AD diduga inisial TP dan DPA dari Batalyon Infanteri (Yonif) Raider 100/PS) dan (Batalyon Infanteri (Yonif) 125/Simbisa). Diketahui sejak berjalannya proses hukum terhadap Terdakwa Thomas D Raider, pihak Ditreskrimsus Polda Sumut diduga dengan sengaja melepaskan ke 4 (empat) rekan-rekan Terdakwa, dan dalam proses pemeriksaan di Pengadilan, LBH Medan juga mendapati kejanggalan diantaranya Jaksa yang bertanggunjawab perkara tersebut an. Eva Christine Sitepu diduga berulangkali mangkir sesuka hati dalam persidangan tanpa alasan yang jelas, dan Majelis Hakim yang diduga menunda persidangan dengan “kucing-kucingan” diduga menghindari pemantauan oleh Tim LBH Medan.

Disisi lain, Divisi SDA LBH Medan juga mencatat iklim proyek oleh Pemerintah khususnya Pemerintahan Kota Medan (Pemko Medan) dibawah kepemimpinan Walikota Bobby Nasution. Berbagai proyek yang mengatasnamakan mitigasi banjir, proyek Pemko Medan diduga melanggar hak asasi warganya baik dalam sektor kenyamanan berkendara, hak untuk memperoleh hidup yang layak bahkan hak untuk mendapatkan tempat tinggal. Salah satu catatan kelam Pemko Medan yang dituliskan dalam Catahu 2022 LBH Medan yaitu persoalan proyek mitigasi banjir pembangunan Drainase dan proyek pengendalian banjir Sungai Deli.

Kedua proyek tersebut menjadi persoalan, lantaran banyak reaksi masyarakat yang timbul atas pelaksanaan proyek Pemko Medan ini. Sejumlah Warga Kelurahan Kesawan yang bermukim dipinggiran sungai deli mendatangi menyampaikan pengaduannya ke LBH Medan lantaran diketahui Pemko Medan mewacanakan pembangunan proyek pengendalian banjir sungai deli yang berpotensi merenggut keberlangsungan hidup sejumlah warga yang sudah menetap secara turun temurun di Kelurahan Kesawan.

LBH Medan menilai, Pemko Medan terlalu ambisius menjalankan proyek semata dengan tidak memikirkan resiko yang timbul dari berbagai sektor sosial. Khususnya mitigasi banjir melalui wacana proyek pengendalian banjir sungai deli, LBH Medan mencermati persoalan banjir di Kota Medan terjadi karena berbagai faktor salah satunya ketersediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang mampu menyerap genangan. Berdasarkan Pasal 29 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 Tentang Penataan Ruang disebutkan bahwa proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30% dari luas wilayah kota, dan proporsi ruang terbuka hijau publik pada wilayah kota paling sedikit 20% dari luas wilayah kota. Disisi lain, hasil kajian LBH Medan menilai kebutuhan RTH di Kota Medan sampai dengan tahun 2030 adalah sebesar 2.152,86 Ha. Kota Medan sendiri justru hanya memiliki RTH seluas 5 (lima) Hektar (Ha) saja dari total luas kota sekitar 26.510 Hektar (Ha) dan jika perhitungkan secara keseluruhan maka Kota Medan kekurangan 4.000 Hektar untuk memenuhi 20% RTH publik sesuai dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan.

Dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan menyebutkan RTH merupakan ruang memanjang atau jalur atau mengelompok yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh tanaman secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.

Kekurangan Ruang Terbuka Hijau inilah yang berpotensi menyebabkan air hujan tidak dapat diserap oleh ruang yang cukup. Ditambah lagi, dengan kondisi RTH yang sedikit dari yang seharusnya. Pemerintahan Kota Medan terlalu sibuk menjalankan proyek yang diduga tidak tepat waktu dan sasaran. Salah satu contoh yaitu pembangunan proyek drainase di sekitaran wilayah Kota Medan. Proyek yang dikerjakan pada tahun 2022 ini, terlihat banyak mengganggu badan jalan yang mengakibatkan terjadinya banyak rekayasa arus lalu lintas di Kota Medan.

Berdasarkan versinya, Pemerintah Kota Medan menilai bahwa pembangunan drainase ini adalah solusi utama dan efektif dalam penanggulangan banjir Sungai Deli di Kota Medan. padahal luas Sungai Deli sendiri mencakup Tanah Karo (Hulu), Deli Serdang hingga Kota Medan (Hilir). Tentunya dengan kondisi geografis Sungai Deli tersebut, harusnya pemerintah Kota Medan menyadari bahwa penanggulangan banjir yang hingga saat ini masih sering terjadi tidak dapat dilakukan dengan keputusannya sendiri, melainkan harus ada upaya koordinasi dengan Pemerintahan Kabupaten/ Kota lain yang mencakup aliran Sungai Deli khususnya di wilayah hulu Sungai untuk sama-sama mencari solusi dalam penanggulangan banjir saat ini.

Demikian rilis pers ini disampaikan agar dapat dijadikan sebagai sumber pemberitaan. Terimakasih.

Narahubung :
ISMAIL LUBIS, SH., MH (0813 9798 8047)
IRVAN SAPUTRA, SH., MH (0821 6373 6197)
MUHAMMAD ALINAFIAH MTD, SH., M.Hum (0852 9607 5321)
MASWAN TAMBAK, SH (0895 1781 5588)

Rintangi Akses Jalan Rumah Pencari Keadilan, Diduga Aksi Balas Dendam Walikota Medan

Rilis Pers
Nomor : 06/LBH/RP/I/2023

(Lembaga Bantuan Hukum Medan, 10 Januari 2023). Penyelenggaraan pemberian bantuan hukum yang diberikan kepada masyarakat merupakan upaya untuk mewujudkan hak-hak konstitusi dan sekaligus implementasi negara hukum yang mengakui dan melindungi serta menjamin hak warga negara akan kebutuhan akses terhadap keadilan (access to justice) dan kesamaan di hadapan hukum (equality before the law) sebagaimana amanat Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 27 Ayat (1), dikatakan bahwa: “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan serta wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”.

LBH Medan telah memberikan pelayanan bantuan hukum secara terus menerus sebelum dan sesuai Undang-Undang Bantuan Hukum Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum memberikan akses keadilan bagi masyarakat yang tidak mampu dan termarjinalkan sebagai Implementasi Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, namun saat ini akses dan rumah para pencari keadilan telah terganggu dengan adanya dugaan perintangan akses jalan masuk kekantor LBH Medan dengan adanya dugaan pembiaran tumpukan material bekas galian, lubang coran ukuran sekitar 90 Cm x 100 Cm dan tingginya trotoar dari proyek drainase Walikota Medan tepat didepan kantor LBH Medan yang beberapa waktu lalu telah beberapa kali proyek drainase ini dikritisi oleh LBH Medan karena dikeluhkan oleh masyarakat dan berpotensi menyebabkan kecelakaan lalulintas bagi pengendara kendaraan bermotor dan pejalan kaki serta merugikan perekonomian masyarakat pada lokasi proyek drainase.

Dugaan perintangan akses keadilan bagi para pencari keadilan dan ketidaknyamanan LBH Medan ini semakin kuat dengan tidak diangkutnya material bekas galian drainase ini dan tidak ditutup dan posisi lubang coran tepat didepan kantor LBH Medan berukuran 90 Cm x 100 Cm hingga saat ini yang dibuat pada hari Minggu, tanggal 8 Januari 2023 lalu hingga menutup akses jalan masuk ke LBH Medan seluruhnya dan menyulitkan bagi masyarakat dan personil LBH Medan yang hendak memarkirkan kendaraannya.

Berdasarkan dokumentasi Tim LBH Medan atas pengerjaan proyek drainase Walikota Medan diseputaran kantor LBH Medan tepatnya di Jl. Hindu, Jl. Perdana, Jl. Mesjid, Jl. Jend. Ahmad Yani, Jl. Kepribadian dan Jl. Raden Saleh Kel. Kesawan Kec. Medan Barat Kota Medan dari banyak gedung pertokoan, perkantoran dan tempat usaha lainnya dilokasi proyek tidak ada tumpukan material bekas galian dan lubang coran yang menghalangi akses masuk pertokoan dan perkantoran serta tempat usaha lainnya sebab dibuat disamping akses pintu masuk gedung sehingga kuat dugaan perintangan akses ke kantor LBH Medan ini respon buruk dan merupakan sikap anti kritik dan Walikota Medan atas aspirasi masyarakat yang disampaikan LBH Medan saat ini terhadap Walikota Medan Boby Nasution.

Selain apa yang terjadi pada LBH Medan ini, beberapa waktu lalu seorang remaja berinisial BS menjadi korban kecelakaan lalu lintas diduga akibat jalan yang rusak dan berlubang di persimpangan SPBU Kawasan Jl. Menteng VII Kec. Medan Denai Kota Medan yang pada lokasi tersebut juga merupakan salah satu titik lokasi pengerjaan proyek drainase Walikota Medan, dan dugaan ini diperkuat adanya pernyataan Panit Lantas Polsek Medan Area Ipda Pintauli Sinaga “ Saat itu, truck BK 8050 ME yang dikemudiakan oleh Sahroni Aritonang melintas dari arah jalan Denai hendak menuju ke Amplas. Ketika berada didepan SPBU korban mengendarai Sepeda Motor mendahului truk tersebut dari sebelah kiri. Karena jalan rusak dan berlubang korban terjatuh ke aspal, lalu terlindas oleh ban belakang truk itu”.

Kemudian berdasarkan beberapa informasi lain yang diperoleh dari media online terkait pengerjaan proyek drainase Wali Kota Medan ini terdapat peristiwa galian drainase yang tidak ditutup yang menyebabkan Warga Pasar 1, Kelurahan Tanjung Sari, Kota Medan mengeluh. Selanjutnya Anak buah Wali Kota Medan, Bobby Nasution, yang bertugas sebagai Kasi Trantib Kecamatan Medan Perjuangan, viral di media sosial karena “main tangan” kepada warga dengan menampar handphone warga yang tengah memvideokan dirinya saat ditanya soal pembangunan drainase di Jalan Prof HM Yamin, Kelurahan Sei Kera Hilir II, Kecamatan Medan Perjuangan.

Dugaan perintangan akses keadilan bagi masyarakat yang diduga dilakukan oleh Walikota Medan ini telah melanggaran ketentuan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang HAK Asasi Manusia dan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum dan dapat berpotensi merupakan perbuatan tindak pidana.

Untuk itu dengan ini LBH Medan mendesak Walikota Medan untuk segera mengangkut tumpukan material bekas galian drainase dan menutup lubang coran trotoar tepat depan kantor LBH Medan serta menyelesaikan pengerjaan proyek drainase secepatnya agar tidak menimbulkan kerugian lebih besar bagi para pencari keadilan dan warga masyarakat Kota Medan.

Demikian rilis pers ini diperbuat, kami ucapkan terimakasih.

Contact Person :
Muhammad Alinafiah Matondang (Kadiv. SDA LBH Medan) : 0852 9607 5321 (wa)
Tri Achmad Tommy Sinambela : 0823 8527 8480 (wa)