Alasan PAD, Petugas Dishub Kota Medan Diduga Mengganggu Kenyamanan dan Akses keadilan Masyarakat di LBH Medan

Whats-App-Image-2023-05-26-at-18-08-26

RILIS PERS
Nomor : 169/LBH/RP/V/2023

Kamis 25 Mei 2023 Petugas Dinas Perhubungan Kota Medan membuat riuh didepan kantor LBH Medan karena melarang kendaraan parkir diatas trotoar bagi personil LBH Medan sehingga membuat pelayanan bantuan hukum kepada masyarakat terganggu dan tidak nyaman.

Pelarangan ini dinilai tidak prosedural karena hanya beralasan kendaraan terparkir diatas trotoar tanpa ada sosialisasi meluas ke masyarakat sebelumnya dan tanpa dilengkapi surat tugas bagi petugas. Setelah terjadi adu argumentasi dengan personil LBH Medan, ternyata pelarangan ini agar personil LBH Medan dan masyarakat pencari keadilan parkir dilokasi yang telah disediakan guna menambah Pendapatan Asli Daerah Kota Medan pada sektor Perparkiran.

Patut diketahui 45 tahun LBH Medan berkantor di Jl. Hindu No. 12 Medan, masyarakat dari segala penjuru dan pelosok sumatera utara dari kalangan Mahasiswa, Buruh, Petani, Nelayan, Kelompok Rentan, Disabilitas dan Miskin Kota serta organisasi masyarakat sipil lainnya dan rekan-rekan pers yang datang untuk kepentingan urusan hak dan kepentingan hukum dan hak asasi mayarakat selalu memarkirkan kendaraan nya didepan kantor lbh medan, namun sekarang terganggu dengan adanya penyempitan jalan dan pelarangan parkir oleh Dinas Perhubungan Kota Medan.

LBH Medan menilai tidak prosedurnya pelarangan parkir ini diduga bentuk serangan pihak Pemko Medan terhadap LBH Medan yang menyuarakan aspirasi rakyat mengkoreksi kinerja dan tanggung jawab Pemko Medan atas proyek yang ada diantaranya lampu “Pocong”, drainase, jembatan dan gapura. Dan dugaan ini diperkuat tidak adanya jalan akses keluar masuk yang dibuat didepan kantor LBH Medan saat pengerjaan proyek drainase dan trotoar tersebut oleh Pemko Medan.

Tindakan arogansi pihak Pemko Medan melalui petugas Dishub Kota Medan ini dinilai sikap anti kritik dan diduga usaha pembungkaman atas suara masyarakat mengkritik kinerja Walikota Medan yang dinilai buruk. Oleh karenanya patut lah tindakan ini disinyalir melanggar Undang-Undang No 39 tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Jo. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang pengesahan Hak Sipil dan politik.

Pelarangan parkir ini juga dinilai bentuk ketidakpekaan Pemko Medan kepada masyarakat miskin yang mengadukan nasibnya ke LBH Medan karena sudah susah karena masalah hukum yang ada kemudian ditambah susah karena harus keluarkan uang parkir untuk pendapatan Pemko Medan dan dapat dikategorikan bentuk penghalangan hak akses keadilan bagi terhadap masyarakat sebagaimana Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum.

Ketidakpekaan Pemko Medan diperkuat dengan tidak adanya Peraturan Daerah Pemko Medan tentang Penyelenggaraan Bantuan Hukum Cuma-Cuma bagi masyarakat miskin Kota Medan sebagaimana yang diatur Pasal 19 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum.

Untuk itu, dengan ini LBH Medan mendesak kepada Pemko Medan, agar :
1. Menyampaikan klarifikasi pelarangan parkir tersebut kemasyarakat Kota Medan.
2. Tidak menghalangi dan mengurangi akses keadilan masyarakat Sumatera Utara dalam mengakses bantuan hukum ke LBH Medan.
3. Tidak melakukan upaya pembukaman aspirasi masyarakat khususnya di Kota Medan dalam menyuarakan penilaian kinerja buruk Pemko Medan.
4. Meminta maaf kepada masyarakat Kota Medan atas ketidaknyamanan yang ditimbulkan saat adanya penyelenggaraan pelayanan bantuan hukum di LBH Medan.
5. Segera mengajukan dan membahas Rancangan Peraturan Daerah Pemko Medan Tentang Penyelenggaraan Bantuan Hukm Cuma-Cuma bagi Miskin Kota Medan.

Demikian rilis pers ini dibuat dan disampaikan dengan harapan dapat dijadikan bahan pemberitaan bagi rekan-rekan pewarta. Atas kerjasamanya yang baik kami ucapkan terima kasih.
LEMBAGA BANTUAN HUKUM MEDAN

Narahubung :
1. Muhammad Alinafiah Matondang (0852-9607-5321)
2. Tri Achmad Tommy Sinambela (0823-8527-8480)

DUGAAN MARAKNYA JUAL BELI TUNTUTAN DI KEJAKSAAN NEGERI ASAHAN DAN BATU BARA, LBH MEDAN DESAK KAJAGUNG RI COPOT KAJARI ASAHAN DAN BATU BARA

Rilis Pers
Nomor : 168/LBH/RP/V/2023

Belum lagi bergeming pasca viralnya kasus dugaan seorang oknum Kejaksaan Negeri Batu Bara inisial EKT. Dimana jaksa tersebut diduga memeras ibu seorang Terdakwa dugaan tindak pidana narkotika.

Adapun hal itu dilakukan guna meringankan tuntutan terhadap Terdakwa. Belum jelasnya tindakan etik dan proses hukumnya jaksa EKT hingga saat ini.

Kembali masyarakat dihebohkan dengan adanya dugaan jual beli tuntutan di Kejaksaan Negeri Batu Bara yang mengakibatkan stigma negatif masyarakat terhadap instansi kejaksaan RI di daerah hukum Kejaksaan Tinggi Sumut.

Setali tiga uang atas kasus Jaksa EKT tersebut, sebagaimana berdasarkan sumber pemberitaan dari medan.tribunnews.com pada 22 Mei 2023 lalu. Diduga 10 oknum Jaksa di Kejari Asahan menyalahgunakan jabatan dengan diduga melakukan praktik jual-beli tuntutan dengan cara memeras para Terdakwa dimana para jaksa tersebut diantaranya berinisial 1. BT, 2.CS, 3. ER, 4.HM, 5.NF, 6.GN, 7.RP, 8.FS, 9.RH dan 10. S.

Hal tersebut dilakukan dengan menawarkan keringanan tuntutan terhadap para Terdakwa sebagaimana yang dilakukan oleh Jaksa EKT.

Adapun jual-beli tuntutan yang dilakukan oleh 10 oknum Jaksa tersebut kebanyakan terhadap Terdakwa kasus narkoba dan pencurian. Diduga biaya jual beli tuntutan tersebut berkisar Rp3 Juta hingga Rp60 Juta, bahkan meminta 1 unit mobil avanza.

Kasus ini mulai terkuak setelah aksi demo sekelompok masyarakat di Kejari Asahan yang mengatasnamakan dirinya Barisan Rakyat Anti Korupsi (Bara Api). Mereka menyebut bahwa Kejari Asahan sarang suap dan tukang peras Terdakwa sebagaimana pemberitaan Tribun Medan. Bahkan salah seorang peserta aksi dalam mengekspresikan kekecewaannya hingga nekat memecahkan gelas kaca ke kepalanya hingga mengeluarkan darah.

LBH Medan menilai dugaan jual beli tuntutan yang diduga dilakukan oleh 10 oknum Jaksa Kejari Asahan itu jelas tidak dibenarkan. Apabila benar maka jelas telah melanggar kode perilaku Jaksa dan dugaan tindak pidana pemerasan.

Kode Perilaku Jaksa telah secara tegas dan jelas menyebutkan Jaksa dilarang untuk memberikan atau menjanjikan sesuatu, meminta, menerima hadiah dan/atau keuntungan dalam bentuk apapun terhadap pribadinya.

Kemudian dilarang memperoleh finansial secara langsung maupun tidak langsung, serta larangan melakukan permufakatan secara melawan hukum dengan para pihak yang terkait dalam penanganan perkara. Hal itu jelas diatur dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a, b, c, & d Peraturan Jaksa Agung Nomor :Per–014/A/Ja/11/2012 Tentang Kode Perilaku Jaksa.

Selain itu, dugaan jual beli tuntutan dengan cara memeras tersebut diduga merupakan tindak pidana korupsi. Hal itu jelas telah melanggar ketentuan Pasal 12 huruf e UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dinyatakan “Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri”.

Adapun ancaman pidana terhadap Jaksa yang diduga melakukan pemerasan sebagaimana pasal 12 huruf e diatas yaitu dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidanapenjara paling singkat 4 (empat) tahundan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua- ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Oleh karena itu LBH Medan sebagai lembaga yang konsern terhadap penegakan hukum dan hak asasi manusia (HAM) patut secara hukum mendesak Kepala Kejaksaan Agung RI untuk mencopot Kepala Kejaksaan Negeri Asahan dan Batu Bara dikarenakan ketika anggotanya bermasalah maka sudah barang tentu menjadi tanggung jawab moral pimpinan instansi tersebut.

Seraya memerintakan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara agar mengusut pemasalahan ini secara objektif, tuntas dan transparan terhadap Jaksa Kejari Batu Bara EKT dan 10 orang Oknum Jaksa Kejari Asahan.

Baik secara etik maupun dugaan pidananya hal tersebut guna meminta komitmen Kepala Kejasaan RI Bpk. Dr. ST. Baharuddin, SH.,MH yang mengatakan “Tidak segan Mencopot, Mendemosi dan Mempidanakan Jaksa yang bermain dengan perkara” (16/1/2023) Kompas.

LBH Medan meminta Jaksa Agung Republik Indonesia agar “bersih-bersih” atau melakukan Reformasi di tubuh Kejaksaan RI khususnya Kejaksaan di daerah hukum Kejatisu dan mendesak para jaksa untuk taat melaporkan LHKPN-nya guna bentuk preventif dugaan tindak pidana korupsi. Karena diduga kasus ini hanyalah contoh kecil yang telah terkuak ke publik.

Apabila hal tersebut tidak dilakukan maka LBH Medan menilai kedepannya tidak menutup kemungkinan hal tersebut terjadi kembali di tubuh Kejaksaan sehingga dapat mencoreng instansi Kejaksaan RI di mata masyarakat.

Reformasi di tubuh Kejaksaan juga demi menjaga nama baik dan motto dari Kejaksaan Agung yaitu Tri Krama Adhyaksa yang artinya “kesetiaan yang bersumber pada rasa jujur, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, terhadap diri pribadi dan keluarga, maupun kepada sesama manusia”.

Contact Person :
Irvan Saputra, S.H, MH (0821-6373-6197)
Tri A. T. Sinambela, S.H (0823-8527-8480)

PROYEK LAMPU “POCONG” TOTAL LOSS (GAGAL). LBH MEDAN MENDUGA WALIKOTA MEDAN “BUANG BADAN”

Whats-App-Image-2023-05-12-at-11-50-54

Realease Pers 

Nomor : 153/RP/LBH/V/2023

Medan 12 Mei 2023, Kota Medan dihebohkan dengan pernyataan Walikota Medan dalam konferensi Pers-nya beberapa waktu lalu terkait proyek lampu jalan “Pocong” yang diduga bernilai 25,7 Miliar merupakan proyek gagal (total loss). Dalam pernyataannya Walikota Medan menuntut agar “Pihak Ketiga/Kontraktor” segera mengembalikan uang sebesar 21 miliar rupiah yang telah dibayarkan Pemko Medan sebagaimana dibanyak pemberitaan yang beredar.

LBH Medan menduga keterangan pers Walikota Medan ini tidak mencerminkan sikap pemimpin yang bertanggung jawab dihadapan masyarakatnya dan diduga sebagai jurus “Buang Badan” terkait pertanggung jawaban moral dan hukum atas tindakan atau kebijakannya dalam proyek lampu jalan “pocong” yang diduga berpotensi menyebabkan kerugian uang Negara.

Seharusnya ini bukan semata-mata tanggung jawab pihak ketiga, melainkan tanggung jawab penuh pemerintah kota medan dalam hal ini Walikota Medan.

Bukan tanpa alasan, karena dalam pengerjaan proyek pemerintah yang notabenenya menggunakan uang rakyat (APBD), yang sedari awal pengerjaanya jelas melalui tahapan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan Walikota Medan. Oleh karena itu pernyataan Walikota Medan ini jelas sangat mengecewakan seakan-akan buang badan/lepas tanggung jawab.
Seharusnya sebagai seorang pemimpin, Walikota Medan harus meminta maaf dan bertanggung jawab atas buruknya kinerja pemerintah kota medan khususnya pengerjaan proyek lampu “pocong” ini.

Kemudian, Walikota Medan diduga terkesan menutupi informasi siapa “Pihak Ketiga” dimaksud sebagaimana pernyataannya dalam konferensi pers, dan pengamatan dilapangan diduga tidak ada plank proyek yang dipampang, sehingga masyarakat tidak dapat mengetahui informasi sumber, tahun dan besaran jumlah anggaran, jangka waktu pengerjaan, hingga pihak pelaksanaan pengerjaan proyek. Hal ini diduga telah melangggar prinsip Good Governance (Pemerintahan yang baik) dan Clear Governance (permerintahan yang bersih). Terkait pengerjaan proyek oleh pihak “ketiga”, LBH Medan menduga adanya kejanggalan dan kejagalan tersebut juga telah di hembuskan oleh KPPU (Komisi Pengawas Persangian Usaha) yang menduga adanya pesekongkolan dalam proses tender. Oleh karena itu sudah seharusnya aparat penegak hukum dalam hal ini Kajatisu dapat melakukan penyelidikan dan penyidikan terkait dugaan tindak pidana korupsi.

Dalam hal ini Walikota Medan juga diduga telah melanggar hak masyarakat atas keterbukaan informasi sebagaimana dimaksud Pasal 28 F UUD 1945 Jo. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Jo. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 Tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights (Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil dan Politik) Jo. Undang-Undang Nomor : 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik.

LBH Medan menilai jika Walikota Medan lambat merespon kritikan masyarakat, padahal jauh sebelum proyek lampu pocong ini dinyatakan total loss (gagal). Masyarakat kota Medan, mahasiswa, buruh dan LBH Medan telah berulang kali mengkritik proyek lampu jalan “pocong” yang sedari awal disadari tidak memberikan manfaat dan diduga hanya membuang-buang uang rakyat. Bahkan LBH Medan telah meminta dilakukannya Rapat Dengar Pendapat ke DPRD Kota Medan atas hal ini, namun tidak ada tindakan yang nyata dari DPRD Kota Medan terkait menjalankan fungsinya dalam melakukan pengawasan terhadap proyek ini.

LBH Medan juga menyayangkan sikap Ketua DPRD Kota Medan yang beberapa waktu lalu menyatakan kekecewaannya terhadap kinerja Walikota Medan terkait proyek lampu jalan “pocong” ini, namun ketika adanya pernyataan atau cuitan Walikota Medan terkait Ketua DPRD Kota Medan diduga sering “titip-titip”, membuat suara wakil rakyat tersebut hilang bak ditelan bumi. Hal tersebut jelas sangat disayangkan dan mengecewakan masyarakat, padahal hal tersebut merupakan tanggung jawabnya sebagai wakil rakyat.

Tidak hanya lampu jalan pocong, LBH Medan juga mengkritik proyek pemerintah Kota Medan lainnya seperti drainase, gapura, dan jembatan yang diduga tidak melalui perencanaan yang matang dan pengerjaannya tidak diawasi secara maksimal sehingga dapat dipastikan proyek sepenuhnya bermanfaat bagi masyarakat Kota Medan. Bahkan saat ini masyarakat juga tengah menyoroti proyek revitalisasi Lapangan Merdeka yang sebelumnya telah ada putusan pengadilan yang menetapkan sebagai situs cagar budaya. Dengan demikian diduga telah melanggar amanat Pasal 44 Undang-Undang Nomor : 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.

  1. Oleh karena itu, LBH Medan mendesak kepada :
    Kepala Kejaksaan Tinggi Sumut melakukan penyelidikan dan penyidikan atas adanya dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek lampu jalan “pocong” yang telah dinyatakan total loss (gagal) oleh Walikota Medan ;
  2. Ketua DPRD Kota Medan melaksanakan peran dan fungsinya sebagai lembaga pengawasan atas seluruh kinerja Walikota Medan dan menindaklanjuti seluruh pengaduan dan kritik masyarakat Kota Medan dengan baik dan benar atas kinerja Walikota Medan ;
  3. Walikota Medan sebagai kepala pemerintahan di Kota Medan memberikan akses informasi kepada masyarakat Kota Medan atas segala proyek yang dilaksanakan Pemko Medan sebagai amanat peraturan perundang-undangan yang berlaku;
  4. Walikota Medan untuk meminta maaf dan bertanggung jawab kepada masyarakat Kota Medan terkait buruknya kinerja pemeritah kota medan dalam proyek lampu “Pocong”.

Demikian realease Pers ini dibuat dan disampaikan dengan harapan dapat dijadikan bahan pemberitaan bagi rekan rekan pers. Atas perhatian dan kerjasamanya yang baik diucapkan terima kasih.

Narahubung :
1. Muhammad Alinafiah Matondang, SH., M.Hum. (0852-9607-5321)
2. Doni Choirul, SH. (0812-8871-0084)