Pos

Asas Nebis In Idem Dilanggar, Diduga Ada Mafia Peradilan

Diduga-Langgar-Asas-Nebis-In-Idem-dan-Adanya-Dugaan-Mafia-Peradilan-LBH-Medan-Laporkan-Oknum-Hakim-P

Diduga Langgar Asas Nebis In Idem dan Adanya Dugaan Mafia Peradilan, LBH Medan Laporkan Oknum Hakim PN Medan, Serta Hakim PT Medan Ke Mahkamah Agung RI

12 September 2022. Abdul Nasir (57) dkk atau Pemohon Eksekusi yang dahulunya Penggugat/Pembanding/Termohon Kasasi & Termohon PK dalam Perkara Putusan Nomor: 07/PK/Pdt/2009 jo 995/K/Pdt/2002 jo 265/Pdt.G/2001 jo 270 /Pdt.G/2000/PN.Mdn yang telah berkekuatan hukum tetap (Inkracht Van Gewijde) adalah Pemenang Objek Perkara Tanah & Bangunan diatas seluas 218 m2 dan 94 m2 yang terletak di Jalan Kuda No. 18 B & 18 D, Kel. Pandau Hulu I, Kec. Medan Kota. Kota Medan.

Pasca Putusan Incraht, Abdul Nasir sebagai Pemohon Eksekusi mengajukan Permohonan Eksekusi ke Pengadilan Negeri Medan. Atas permohonan a quo pihak PN Medan telah membuat Penetapan Nomor: 52/Eks/2017/270/Pdt.G/2000/PN.Mdn tertanggal 28 Juni 2021 dan Surat Pemberitahuan Pelaksanaan Eksekusi Nomor: W2.U1/4148/Hk.02/VIII/2022 tertanggal 16 Agustus 2022. Dimana sebelumnya pihak PN Medan telah melakukan Aanmaning, Constitering, dan Rakor (Rapat Kordinasi) di Polrestabes Medan.

Namun ketika dilakukan Eksekusi objek perkara pada tanggal 24 Agustus 2022, pihak PN Medan tanpa adanya Penetapan/Pemberitahuan secara tertulis menyampaikan kepada Pemohon Eksekusi melalui Jurusita jika objek Perkara No. 18 B tidak dapat di Eksekusi dikarenakan telah adanya putusan yang bertentangan dalam hal ini Putusan Nomor: 629/Pdt.G/2021/PN Medan jo 160/Pdt/2022/PT Medan.

Adapun Hakim yang memutus perkara Nomor: 629/Pdt.G/2021/PN Medan jo 160/Pdt/2022/PT Medan. diketahui a.n IM, SH.,MH selaku Ketua Majelis, HUS, SH.,MH dan ZH, SH.,MH selaku Hakim Anggota pada PN Medan, Serta PN ,SH.MH selaku Hakim Ketua, Dr.DS, SH.,MH dan JPL.SH.,MH selaku hakim anggota Pengadilan Tinggi Medan dibantu Panitera Pengganti.

Menyikapi tindakan sewenang-wenang (abuse of power) PN Medan, Pemohon eksekusi melalui kuasanya LBH Medan menyampaikan keberatannya, dikarenakan tindakan PN medan diduga telah bertentangan dengan hukum yang berlaku dan secara tegas meminta eksekusi dilaksanakan sesuai 52/Eks/2017/270/Pdt.G/2000/PN.Mdn dan Surat Pemberitahuan Pelaksanaan Eksekusi Nomor: W2.U1/4148/Hk.02/VIII/2022. Namun pihak PN Medan menagatakan hal tersebut merupakan perintah Ketua PN Medan.

Akhirnya Eksekusi yang dihadiri PN Medan, Polretabes Medan, Masyarakat Pembela Tanah Wakaf (MPTW) dan sekelompok orang yang diduga ingin menghalangi Eksekusi ditunda, dikarenakan alasan Keamaan/Tidak Kondusif.

LBH Medan menilai penundaan tersebut seharusnya tidak dilakukan karena pihak kepolisian yang berjumlah ± 75 tersebut dapat melakukan tindakan tegas terhadap pihak yang mencoba menghalangi eksekusi.

Hingga sampai saat ini Eksekusi perkara a quo belum juga terlaksana, LBH Medan menduga Putusan Nomor: 629/Pdt.G/2021/PN Medan jo 160/Pdt/2022/PT Medan syarat akan kejanggalan. Dimana Hakim PN Medan serta Hakim PT Medan diduga secara hukum melanggar asas nebis in idem (perkara yang memiliki para pihak sama, objek yang sama dan materi pokok yang sama) yang seharusnya tidak dapat diperiksa kembali sesuai Pasal 1917 KUHPerdata dan dikuatkan dengan Surat Edaran (SE) Mahkamah Agung RI Nomor 3 Tahun 2002 Tentang Penanganan Perkara Yang Berkaitan dengan Asas Nebis In Idem.

Bukan tanpa alasan, perlu diketahui jika Termohon Eksekusi telah berulangkali mengajukan gugatan,Banding, kasasi, PK dan Bantahan terhadap Eksekusi ke PN Medan, PT Medan,Mahakamah Agung R.I sebagaimana putusan PN Medan Nomor: 442/Pdt.G/2008/PN.Mdn tanggal 07 Mei 2009 jo 740/Pdt.G/2017/PN.Mdn tanggal 14 Agustus 2018 jo 595/Pdt.G/2017/PN.Mdn tanggal 19 September 2018 jo Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor : 416/Pdt.G/2019/PN.Mdn jo 763/Pdt.Bth/2021/PN Mdn. Tertanggal 01 September 2022, seluruhnya ditolak dengan alasan Nebis in Idem.

Begitu juga di PT Medan berdasarkan putusan Putusan Pengadilan Tinggi Medan Nomor : 533/Pdt/2020/PT MDN tanggal 20 Januari 2020 dan Putusan Mahkamah Agung R.I Nomor : 1362 K/Pdt/2011 jo Putusan Nomor: 616/PK/Pdt/2016, tertanggal 15 Desember 2016, yang keseluruhanya juga ditolak secara tegas oleh Mahkamah Agung RI dengan alasan yang sama yaitu Nebis in Idem. oleh karena itu patut dan wajar secara hukum LBH Medan menduga adanya mafia peradilan atas putusan 629/Pdt.G/2021/PN Medan jo 160/Pdt/2022/PT Medan.

Maka atas adanya dugaan Mafia Peradilan dan pelanggaran Kode Etik Hakim, LBH Medan telah membuat pengaduan secara resmi kepada Ketua Mahkamah Agung RI dll berdasarkan Surat Nomor: 232/LBH/PP/IX/2022 tertanggal 02 September 2022. Oleh karena itu sudah sepatut Ketua Mahkamah Agung RI , Bawas Mahakamah Agung serta KY RI dll, menindaklanjuti Laporan/Pengaduan Pemohon, seraya memeriksa dan menindak tegas para hakim yang bersangkutan dikarenakan diduga telah melanggar hukum yang berlaku dan kode etik hakim dan segera memerintakahkan ketua PN Medan untuk segera melakukan Eksekusi kembali terhadap objek perkara, karena apabila tidak dilakukan Eksekusi tersebut akan meninmbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap Pengadilan yang seharusnya memberikan Keadilan.

LBH Medan menduga para Hakim PN Medan dan Hakim PT Medan melanggar UUD 1945, UU 39 Tahun 1999, serta Pasal 1917 KUHPerdata Jo Surat Edaran Mahkamah Agung No. 3 Tahun 2002 tentang penanganan perkara yang berkaitan dengan Asas Nebis in idem. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) dan ICCPR (International Covenant on Civil and Political Rights).

Contact Whatsapp
Irvan Saputra, S.H., M.H. (0821-6373-6197)
Alma A’ Di, S.H. (0812-6580-6978)

 

 

Baca juga => https://www.portibi.id/diduga-langgar-asas-nebis-in-idem-dan-dugaan-mafia-peradilan-lbh-medan-laporkan-oknum-hakim-pn-medan-dan-hakim-pt-medan-ke-ma/

https://lbhmedan.org/pn-medan-polrestabes-medan-tunda-eksekusi-putusan-inkracht/https://lbhmedan.org/pn-medan-polrestabes-medan-tunda-eksekusi-putusan-inkracht/

MENILIK DUGAAN KEDIPAN MATA SANG JAKSA PENUNTUT UMUM DALAM PERSIDANGAN TDR TERDAKWA KASUS PERDAGANGAN SATWA LIAR DILINDUNGI

MENILIK DUGAAN KEDIPAN MATA SANG JAKSA PENUNTUT UMUM DALAM PERSIDANGAN TDR TERDAKWA KASUS PERDAGANGAN SATWA LIAR DILINDUNGI

MENILIK DUGAAN KEDIPAN MATA SANG JAKSA PENUNTUT UMUM DALAM PERSIDANGAN TDR TERDAKWA KASUS PERDAGANGAN SATWA LIAR DILINDUNGI

LBH Medan, Selasa 5 September 2022, Tim Pemantauan Sidang Lembaga Bantuan Hukum Medan yang sedang melakukan pemantauan terhadap dugaan pemilikan serta perdagangan satwa liar terdakwa a.n. TDR dengan Perkara No. 1360/Pid.b/LH/2022/PN.Lbp dengan jeratan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya yang dalam hal ini merupakan ruang lingkup Pengadilan Negeri Lubuk Pakam yang bersidang di Labuhan Deli.

Bahwa sejak pertama kali disidangkan pada tanggal 15 Agustus 2022 hingga saat ini pada agenda keterangan saksi dan keterangan ahli, persidangan dinilai tidak dilaksanakan dengan profesional dan transparan, penilaian tersebut didapatkan melalui 2 (dua) kali penundaan sidang yang dirasa janggal dengan agenda sidang keterangan saksi dan keterangan ahli.

Bahwa kemudian pada tanggal 5 September 2022 persidangan kembali dibuka dengan agenda keterangan saksi dengan memanggil saksi a charge sebanyak 4 orang a.n. Haidar Yasir (20), Putri Adelina (20), RAI (17), dan Arya Rivaldi Pratama (20) dan saksi Ahli, namun pada saat persidangan tersebut kembali didapati kejanggalan dalam proses penundaan persidangan oleh Majelis Hakim, hal tersebut disebabkan JPU a.n. Eva Christine yang menangani perkara A quo hanya menjelaskan alasan ketidak hadiran dari saksi ahli melalui surat resmi kepada Majelis Hakim namun tidak menyinggung konfirmasi ketidak hadiran Keempat orang saksi lainnya yang diduga memiliki keterlibatan langsung atas dugaan tindak pidana pemilikan dan perdagangan satwa liar dilindungi.

Hal tersebut menjadi pertanyaan besar bagi LBH Medan pada seluruh perangkat persidangan khususnya JPU a.n. Eva Christine yang tidak mampu menghadirkan ke 4 orang saksi tersebut atau diduga sengaja tidak menghadirkan ke 4 orang saksi tersebut, yang demikian ini akan menimbulkan persepsi negatif dari masyarakat khususnya pegiat satwa dilindungi di Sumatera Utara mengingat adanya dugaan keterlibatan terdakwa TDR ini dalam kasus perdagangan orang utan (Pongo abelli) di Binjai dengan terpidana Eddy Alamsyah Putra yang dalam hal ini diduga secara Bersama-sama dengan TDR diduga terlibat dalam jaringan internasional perdagangan satwa dilindungi yang diduga pula dikendalikan oleh seorang narapidana di Rutan Klas II Pekanbaru, Irawan Shia als. Min Hua.

Bahwa pada saat tim pemantau sidang dari LBH Medan meminta izin kepada hakim ketua untuk mengambil foto dan video pada saat proses persidangan berlangsung, hakim memberikan izin kepada tim pemantau sidang dari LBH Medan, namun ternyata dihalangi oleh JPU a.n. Eva Christine dengan melakukan intervensi menolak izin tersebut kepada hakim melalui kedipan mata kepada hakim dengan alasan kekhawatiran LBH Medan akan menyalahgunakan foto dan video yang akan diambil oleh LBH Medan, yang pada akhirnya hakim menyatakan “Hanya boleh mengambil foto”.

Hal tersebut sangat disayangkan oleh LBH Medan, Hakim Ketua dapat mengubah kebijakannya secara seketika hanya berdasarkan alasan tendensiusnya JPU kepada LBH Medan dalam menggunakan hak dalam berpartisipasi dalam pencegahan kerusakan lingkungan hidup dan mengawal proses peradilan yang adil dan transparan tanpa ada intervensi dari pihak manapun yang akan mempengaruhi putusan hakim termasuk JPU sendiri.

Lembaga Bantuan Hukum Medan yang selama ini juga konsern dalam advokasi perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dengan ini patut dan wajar menyampaikan Tindakan yang dilakukan oleh Hakim Ketua a.n. Sulaiman dan Jaksa a.n. Eva Christine ini di dalam ruang persidangan menimbulkan dugaan kesengajaan untuk tidak menghadirkan ke 4 orang saksi serta pembatasan LBH Medan dalam melakukan pemantauan sidang ini tanpa alasan yang tepat dan jelas dapat diklasifikasi adanya dugaan pelanggaran ketentuan Pasal 30C Huruf C Undang-undang No. 11 Tahun 2021 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia, pasal 160 Ayat (1) Huruf C KUHAP serta Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim dalam hal Bersikap Mandiri, Berintegritas Tinggi serta Menjunjung Tinggi Harga Diri.

Untuk menguji keseriusan JPU dalam membuktikan dakwaannya terhadap terdakwa TDR patut dan wajar atas ketidakhadiran keempat orang saksi ini pada dua kali agenda persidangan, Majelis Hakim memerintahkan JPU untuk melakukan upaya paksa membawa keempat orang saksi tersebut karena diduga telah menghalang-halangi proses pemeriksaan dipengadilan dan diduga telah melanggar ketentuan 216 KUHPidana yang dapat diancam hukuman penjara selama-lamanya empat bulan dua minggu.

Contact Person :
Muhammad Alinafiah S.H., M. Hum (0852-9607-5321)
Tri Achmad Tommy Sinambela S.H (0823-8527-8480)

 

 

Baca juga => https://lbhmedan.org/diduga-lakukan-pelanggaran-ham-terhadap-terpidana-lbh-medan-adukan-ka-rutan-klas-i-medan-pengadilan-negeri-medan-kejaksaan-negeri-medan/

https://sumut.idntimes.com/news/sumut/idn-times-hyperlocal/menakar-keseriusan-peradilan-kasus-remaja-penjual-orangutan?utm_source=whatsapp

Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung R.I , Suwito Lagola Memohon Agar Istrinya Dibebaskan!

Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung R.I, Suwito Lagola Memohon Agar Istrinya Dibebaskan

Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung R.I , Suwito Lagola Memohon Agar Istrinya Dibebaskan!

Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung R.I , Suwito Lagola Memohon Agar Istrinya Dibebaskan

Sidang Putusan Herawaty (istri mantan juara tinju dunia Suwito Lagola) pada hari Selasa, 08 Februari 2022 oleh Pengadilan Negeri Stabat. Adapun Majelis Hakim Pengadilan Negeri Stabat menjatuhkan putusan terhadapnya yaitu dengan amar putusan menyatakan Herawaty secara sah dan meyakinkan terbukti bersalah melakukan tindak pidana penipuan secara bersama-sama (Pasal 378 Jo. 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana), dan menghukum Terdakwa selama 2 tahun penjara dipotong masa tahanan dan memerintahkan Terdakwa tetap dalam tahanan serta membebankan biaya sebesar Rp. 7.500,-

Putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Stabat dinilai sangat janggal dikarenakan diduga Majelis Hakim dalam perkara a quo mengabaikan fakta-fakta yang terungkap di persidangan. Semisal banyaknya kebohongan yang diduga dilakukan Terdakwa lain (dalam berkas terpisah) inisal M dan S pada saat pemeriksaan diantaranya mengatakan telah menerima uang sebesar Rp. 150 Juta dari Saksi Korban inisial K. Padahal di persidangan K dan Saksi lainnya, E, D & ST menyatakan jika uang itu telah dipotong 10% lebih dulu oleh K sebagai uang administrasi dan bunga perbulan, dll.

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Stabat juga diduga mengabaikan jika seyogyanya Herawaty tidak pernah menerima uang dari K, serta Majelis Hakim juga mengabaikan jika perkara a quo merupakan perkara perdata. Kejanggalan itu sangat nyata terlihat ketika Majelis Hakim Pengadilan Negeri Stabat menjatuhkan putusan yang dinilai aneh dan bertentangan dengan hukum. Dimana Majelis Hakim menjatuhkan putusan penjara selama 2 Tahun terhadap Herawaty dan memutus masing-masing 1 Tahun 4 bulan terhadap Terdakwa M dan S.

Atas putusan yang diduga tidak objektif tersebut, pada tanggal 08 Februari 2022, Herawaty melalui LBH Medan mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Medan. Namun putusan banding tersebut malah menguatkan putusan sebelumnya, sehingga pada tanggal 13 Juni 2022, Herawaty ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung R.I.

#JusticeForHerawaty
#StopKriminalisasi
#SuwitoLagola
#KeadilanUntukSemua
#BantuSuwitoLagola
#KicauanJalanHindu12
#LBHMedan

Baca juga => https://lbhmedan.org/putusan-janggal-bentuk-nyata-kriminalisasi-terhadap-istri-suwito-lagola/
https://sumutpos.jawapos.com/hukum-kriminal/21/02/2022/dihukum-2-tahun-terkait-kasus-penipuan-istri-mantan-petinju-dunia-banding/

PN Medan & Polrestabes Medan Tunda Eksekusi Putusan Inkracht

PN Medan & Polrestabes Medan Tunda Eksekusi Putusan Inkracht

LBH Medan Kecewa Terhadap Kinerja Ketua Pengadilan Negeri Medan dan Polrestabes Medan Yang Menunda Eksekusi Putusan Yang Telah Berkekuatan Hukum Tetap (Inkracht Van Gewijde)

(LBH Medan, 24 Agustus 2022). Lembaga Bantuan Hukum Medan selaku Kuasa Hukum dari Abdul Nasir (57) berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 07 Januari 2020. Rabu, 24 Agustus 2022 Pengadilan Negeri Medan melalui Surat Penetapan Nomor: 52/Eks/2017/270/Pdt.G/2000/PN.Mdn tertanggal 28 Juni 2021 dan Surat Pemberitahuan Pelaksanaan Nomor: W2.U1/4148/Hk.02/VIII/2022 tertanggal 16 Agustus 2022, melaksanakan Eksekusi di Jalan Kuda No.18B dan 18D, Kelurahan Pandau Hulu I, Kecamatan Medan Kota, Kota Medan dengan objek perkara tanah dan bangunan diatasnya seluas 218 m2 dan 94 m2. Yang merupakan tanah wakaf islamiyah arabia berdasarkan Putusan 07/PK/Pdt/2009 jo 999/K/Pdt/2002 jo 265/Pdt.G/2001 jo 270/Pdt.G/2000/PN.Mdn yang telah berkekuatan hukum tetap (Inkracht Van Gewijde).

Ekseksusi yang dilaksanakan pukul 09.00 Wib turut dihadiri perwakilan PN Medan sebanyak ± 7 orang , Kepolisian Polrestabes Medan sebanyak ±75 personil, Pihak Kelurahan sebanyak ± 2 orang, Pemohon Eksekusi/Kuasanya serta Termohon Eksekusi/Kuasanya.

Awalnya pihak Kepolisian melalui Kompol Hendra Simatupang membariskan pihak-pihak yang terlibat dalam eksekusi, sembari menyampaikan informasi terkait keamaan dan ketertiban dalam proses Eksekusi.

Setelahnya Pihak PN Medan yang diwakilkan oleh Jurisita memanggil Pemohon Eksekusi dari LBH Medan dan Termohon Eksekusi yang diwakilkan oleh Kuasa Hukumnya menyampaikan “hari ini akan dilaksanakan eksekusi terhadap objek perkara No. 18D. namun untuk No.18B belum dapat dieksekusi karena adanya putusan yang bertentangan”.

Terkait penyampain dari Pengadilan Negeri Medan tersebut, Pemohon Eksekusi melalui Kuasanya LBH Medan telah menyampaikan Keberatan karena yang menjadi objek perkara yang telah tertuang dalam Penetapan Eksekusi 52/Eks/2017/270/Pdt.G/2000/PN.Mdn dan Surat Pemberitahuan Pelaksanaan Putusan Nomor : W2.U1/4148/Hk.02/VIII/2022 adalah Tanah dan Bangunan yang terletak di Jl. Kuda Nomor 18B dan 18 D Pandau Hulu I, Kecamatan Medan Kota.

Namun saat penyampaian hanya 1 (satu) objek saja yaitu 18 D. Hal ini jelas telah melanggar aturan hukum yang berlaku dan merupakan bentuk penyalahgunaan kewenanagan yang dilakukan Pengadilan Negeri Medan.

Bahwa ketika pihak PN Medan akan membacakan surat penetapan, ada seseorang yang mengaku Kuasa Hukum dengan menyampaikan “Klien kita tidak pernah digugat, punya SHM serta tidak pernah ada pembatalan akta Jual Beli, kok bangunan No. 18D mau dieksekusi, kami keberatan.” Lantas dijawab oleh pihak Kepolisian Kompol. Hendra Simatupang “kalau saudara keberatan silahkan sampaikan kepada Ketua Pengadilan, tugas kami mengamani jalannya eksekusi.”

Disamping itu sekelompok orang berjumlah ±15 yang tidak diketahui identitasnya diduga mencoba memprovokasi dan menghalangi eksekusi dengan mengatakan “kami menolak dilakukannya eksekusi, kami tidak percaya dengan polisi, tidak ada bedanya dengan sambo.”

Atas pernyataan yang memprovokasi tersebut, masyarakat pembela tanah wakaf geram hingga terjadi adu mulut. Sehingga pihak Kepolisian beralasan “tidak memungkinkan untuk dilaksanakan eksekusi, untuk sementara ditunda dulu Eksekusinya. Kalau keberatan, silahkan sampaikan langsung kepada atasan kami Kabag Ops, tapi kalau masyarakat yang hadir ini aman, maka kita lanjutkan eksekusinya.”

Mendengar pernyataan tersebut, Masyarakat pembela tanah wakaf langsung menertibkan diri dengan menjauhi objek perkara yang akan dieksekusi. Setelah masyarakat tertib, Pihak Kepolisian malah kembali menyampaikan penundaannya, sedangkan penetapan eksekusi belum dibacakan oleh pihak PN Medan.

LBH Medan menduga pihak Kepolisian tidak serius melaksanakan tugasnya sebagai pengamanan, padahal Kepolisian dilindungi oleh hukum sebagaimana dijelaskan pada UU R.I No.22 Tahun 2002 tentang Kepolisian Jo Pasal 212 dan Pasal 216 KUHP yang intinya menjelaskan jika ada yang menghalangi polisi dalam bertugas maka bisa dikatakan melawan Polisi dalam melaksanakan tugasnya.

LBH Medan sebagai lembaga yang konsern terhadap Penegakan Hukum dan Perlindungan Hak Asasi Manusia dengan ini patut dan wajar Kecewa atas kinerja PN Medan dan Kepolisan Resor Kota Besar Medan. Serta menduga Kepolisian Resor Kota Besar Medan tidak melaksanakan tugasnya secara profesional, proporsional dan prosedural sebagaimana dijelaskan pada Perkap No.14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Kepolisian.

Disamping itu LBH Medan juga menduga Ketua Pengadilan Negeri Medan telah melanggar UUD 1945, UU 39 Tahun 1999, serta Pasal 1917 KUHPerdata Jo Surat Edaran Mahkamah Agung No. 3 Tahun 2002 tentang penanganan perkara yang berkaitan dengan Asas Nebis In Idem karena mempertimbangkan kembali putusan yang sudah berkuatan hukum tetap (inkracht).

Padahal tidak ada satupun putusan yang membatalkan Putusan Mahkamah Agung tersebut. Oleh karena itu melalui rilis ini LBH Medan meminta secara tegas kepada PN Medan dan Polretabes Medan untuk segera melaksanakan Eksekusi Kembali dan melakukan pengamanan Eksekusi demi tegaknya hukum dan Keadilan.

Narahubung :
Irvan Saputra (0821-6373-6197)
Alma A’ Di (0812-6580-6978)

 

Baca juga => https://www.neracanews.com/lbh-medan-kecewa-terhadap-kinerja-ketua-pengdilan-negeri-medan-dan-polrestabes-medan-yang-menunda-eksekusi-putusan-yang-telah-berkekuatan-hukum-tetap-inkracht-van-gewijde/

https://lbhmedan.org/wp-admin/post.php?post=1084&action=edit&classic-editor=1

Masa Tahanan Lewat 12 Hari, Kepala Rutan Klas I Medan Diduga Lakukan Pelanggaran HAM

Masa Penahanan Lewat, Ka Rutan Klas I Medan Melanggar HAM

Masa Tahanan Lewat 12 Hari, Kepala Rutan Klas I Medan Diduga Lakukan Pelanggaran HAM

Masa Tahanan Lewat 12 Hari, Kepala Rutan Klas I Medan Diduga Lakukan Pelanggaran HAM

LBH Medan, Sabtu 20 Agustus 2022, Penasehat Hukum dari LBH Medan dan keluarga Anwar Tanjung alis Nuek yang merupakan Terpidana tindak pidana penganiayaan mendatangi Rutan Klas I Medan Jalan Tanjung Gusta meminta untuk segera membebaskan Anwar Tanjung als Nuek dari Rutan.

Namun, bukan pembebasan yang didapat akan tetapi Penasehat Hukum tidak diberi akses untuk berjumpa dengan Nuek dengan alasan di Rutan sedang ada kegiatan dan ditiadakan kunjungan.

Bahwa keluarga dan Penasehat Hukum saat dirutan berjumpa dengan a.n Herman yang diketahui selaku petugas Rutan bagian administrasi. Dimana petugas tersebut mengatakan kepada PH dan Keluarga untuk menunggu diruang tunggu hingga 6 jam, sembari mengatakan “sabar ya kita masih menunggu pihak kejaksaan untuk mengantarkan petikan kebebasan”.

Padahal LBH Medan sudah menyampaikan jika masa tahanan Nuek berakhir sejak tanggal 07 Agustus 2022. Namun hingga sampai saat ini terhitung sudah lewat 12 (dua belas) hari dari masa tahanan Nuek tidak kunjung dibebaskan/dikeluarkan. Akan tetapi pihak keluarga dan Penasehat hukum tetap disuruh menunggu dan tidak diberikan akses berjumpa dengan Nuek.

Bahwa sebelumnya Nuek disangkakan Pasal 351 ayat (1) Jo Pasal 212 KUHPidana terkait penganiayaan atau melakukan kekerasan terhadap seorang pejabat yang sedang melaksanakan tugas. Nuek ditangkap pada tanggal 06 Februari 2021 dan ditahan pada tanggal 07 Februari 2021. Akibat perbuatanya Nuek telah diperiksa dan diadili di Pengadilan Negeri Medan.

Berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor: 883/Pid.B/2021/PN.Mdn tertanggal 09 Juni 2021 mengadili Nuek dengan :

  1. Menyatakan Terdakwa Anwar Tanjung alias Nuek tersebut diatas telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “dengan kekerasan memaksa seseorang pegawai negeri untuk tidak melakukan sesuatu tindakan jabatan yang sah” ;
  2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan ;
  3. Menetapkan lamanya Terdakwa ditangkap dan ditahan dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan ;
  4. Menetapkan agar Terdakwa tetap berada dalam tahanan ;
  5. Membebankan kepada Terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 5000 (lima ribu rupiah).

Lembaga Bantuan Hukum Medan sebagai lembaga yang konsern terhadap Penegakan Hukum dan Hak Asasi Manusia dengan ini patut dan wajar menyampaikan tindakan dari Rutan Klas I Medan yang dipimpin oleh Karutanya terkait melewati masa tahanan selama 12 (dua belas) hari diduga telah melanggar hak asasi manusia.

Serta tindakan petugas Rutan yang tidak memberikan Penasehat hukum terkait berjumpa dengan Klien diduga telah melanggar Pasal 70 KUHAP. Dan atas perbuatan tersebut LBH Medan berencana akan menggugat Ka Rutan Klas I Medan terkait tindakanya terhadap Nuek.

LBH Medan menduga tindakan Karutan Kelas I Medan telah melanggar Pasal 28D, UUD 1945, UU 39 tahun 1999 Tentang HAM, DUHAM dan UU No. 12 Tahun 2005 Tentang Pengesahan ICCPR, Pasal 70 KUHAP dan Pasal 6 ayat (3) Permenkumham No. M.HH-24.Pk.01.01.01 Tahun 2011Tentang PengeluaranTahanan Demi Hukum menyatakan “Kepala Rutan atau Kepala Lapas wajib mengeluarkan Tahanan demi hukum yang telah habis Masa Penahanannya atau habis masa perpanjangan penahanannya”.

Contact Person :
IRVAN SAPUTRA (0821-6373-6197)
ALMA A’DI (0812-6580-6978)

 

Baca juga => https://telisik.net/perkara/masa-tahanan-lewat-12-hari-karutan-kelas-i-medan-diduga-lakukan-pelanggaran/

https://lbhmedan.org/lagi-penasehat-hukum-bharada-e-diganti-ada-apa-dengan-polri/

Lagi, Penasehat Hukum Bharada E Diganti, Ada Apa dengan Polri?

Lagi, Penasehat Hukum Bharada E Diganti. Ada Apa dengan Polri?

Lagi, Penasehat Hukum Bharada E Diganti, Ada Apa dengan Polri?

Lagi, Penasehat Hukum Bharada E Diganti. Ada Apa dengan Polri?

(LBH Medan, 16 Agustus 2022). Bersumber dari berita Online Jakarta, Kompas.com tertanggal 12 Agustus 2022 diperoleh informasi pemberitaan terkait Bareskrim benarkan Bharada E cabut kuasa Deolipa Yumara dan M Burhanuddin. Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri Brigjen Andi Rian Djajadi mengatakan Bharada Richard Eliezer alias Bharada E, mencabut kuasa Deolipa Yumara dan Muh Burhanuddin dari status pengacaranya.

Kemudian diperoleh informasi dari akun youtube Metro TV dalam acara Kontroversi tertanggal 12 Agustus 2022 dengan judul “Motif Dewasa Sambo Bunuh Yosua”. Dalam acara tersebut hadir salah satu narasumber yaitu Deolipa Yumara yang diketahhui sebelumnya merupakan salah satu Penasihat Hukum Bharada E.

Dalam perbincangan acara tersebut, Deolipa Yumara mengatakan bahwasanya Bharada E telah mencabut kuasa. Surat pencabutan kuasa tersebut diperoleh Deolipa dari anak buahnya melalui pesan Whatsapp. Dari pesan whatsapp tersebut terdapat file surat pencabutan kuasa yang pada intinya dituliskan dalam bentuk ketikan. Terhadap surat yang diketik tersebut, Deolipa merasa janggal karena Bharada E berada dalam Tahanan sehingga tidak mungkin mengetik.

Pada saat acara live berlangsung Deolipa juga membacakan surat pencabutan kuasa tersebut yang pada intinya menerangkan terhitung 10 Agustus 2022 Bharada E mencabut kuasa yang diberikan kepada Deolipa Yumara, SH dan S. Psi dan Muhammad Burhanuddin, SH. dengan ini Surat Kuasa tertanggal 08 Agustus 2022 sudah tidak berlaku dan tidak dapat dipergunakan lagi. Surat pencabutan kuasa ini dibuat dalam keadaan sadar dan tanpa ada paksaan dari pihak manapun.

LBH Medan berpendapat ada yang janggal dari pencabutan kuasa tersebut. Pertama, seorang Tersangka yang berada dalam Rumah Tahanan Kepolisian secara hukum hanya dapat ditemui oleh Keluarga dan atau Penasihat Hukum demikianlah diatur dalam Pasal 54 s.d Pasal 57 dan Pasal 61 KUHAP. Sedangkan selain dari Keluarga dan Pengacara maka hanya Penyidik lah yang berwenang menemui Tersangka dalam kepentingan Penyidikan.

Jika dari berita dan youtube tersebut diatas diketahui bahwa Deolipa selaku penasihat hukum baru mengetahui Surat Pencabutan Kuasa tersebut dari pesan whatsapp anak buahnya. Artinya hanya ada tiga kemungkinan, antara keluarga atau kepolisian atau memang inisiatif Bharada E lah pencabutan kuasa tersebut. Namun jika melihat dari keterangan Deolipa tersebut maka akan sangat sulit mengamini pencabutan tersebut dilakukan tanpa intervensi. Sebagai seorrang terssangka tentu bharada E membutuhkan bantuan hukum dari penasihat hukum.

Dari pengalaman LBH Medan sendiri, kerap kali pencabutan kuasa terjadi karena ada intervensi dari Penyidik atau Penuntut Umum atau pihak terkait lainnya yang tidak sejalan dengan LBH Medan sebagai Penasihat Hukum. pengalaman tersebut layak dijadikan sebagai dasar untuk berasumsi yang sama dengan apa yang dialami Deolipa dan rekannya.

Lembaga Bantuan Hukum Medan yang konsern terhadap penegakan hukum dan perlindungan Hak Asasi Manusia menilai bahwa Indonesia sebagai negara hukum (Pasal 1 ayat 3 UUD 1945) tentu segala aktifitas lembaga atau perangkatnya harus taat terhadap hukum. Pencabutan kuasa yang diduga penuh dengan intervensi tentu mengganggu nilai nilai Advokat yang bebas dalam menjalankan tugas profesinya untuk membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya dengan tetap berpegang pada kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan sebagaimana dijelaskan pada Pasal 15 UU RI Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.

Apabila tidak ada pelanggaran Undang-Undang dan Kode Etik maka akan sangat aneh jika seorang Tersangka yang membutuhkan Pendampingan Penasihat Hukum mencabut kuasa dari Penasihat hukum yang telah mendampingi dengan keberanian mengungkap fakta ke publik. Advokat merupakan Penegak hukum bahkan di sebut sebagai Officium Nobile (Profesi yang Mulia) sebagaiama pada ketentuan Pasal 3 Huruf G Kode Etik Advokat Indonesia.

Atas dugaan intervensi pencabutan kuasa oleh Bharada E tersebut, LBH Medan Menilai Polri tidak Profesional. Kedepan tidak boleh ada intervensi terhadap tugas seorang atau lebih Advokat yang beritikad baik mendampingi kliennya. Terlebih dalam kasus ini, akan sangat merugikan jika Bharada E terus menerus mengganti Penasihat hukumnya terlebih apabila penggantian Penasihat hukum tersebut bukan karena kemauan dari Bharada E.

Contact person :
MASWAN TAMBAK (0895 1781 5588)
ALMA A’ DI (0812 6580 6978)

 

Baca juga => https://lbhmedan.org/data-dpo-tak-kunjung-diberikan-ada-apa-polda-sumut/

TNI AU Lanud Soewondo Diduga Salah Terapkan Aturan Peradilan

Diduga POM TNI AU Lanud Soewondo salah terapkan aturan Peradilan dan HAM diabaikan

Periksa 2 warga sipil terduga pelaku pencurian, Potongan Rambut berantakan, diduga POM TNI AU Lanud Soewondo salah terapkan aturan Peradilan dan HAM diabaikan.

Pada hari Selasa, 02 Agustus 2022 Lembaga Bantuan Hukum Medan memperoleh infomasi dari akun instagram waspadaonline terkait POM TNI AU Lanud Soewondo menangkap 2 kawanan maling, yang mana di hari tersebut Satuan Polisi Militer (Sat Pom) Angkatan Udara (AU) Lanud Soewondo melaksanakan patroli rutin dan berhasil menangkap 2 (dua) orang kawanan maling yang beraksi di Kompleks Perumahan Angkatan Udara Jalan Polonia, Kecamatan Medan Polonia, Kota Medan.

Pelaku berinisial R dan A saat ditanya oleh oknum POM terkait peran “1 (satu) orang mengawasasi? dan 1 (satu) orang lagi mengambil?” kemudian R dan A menganggukkan kepala seolah-olah mengiyakan. Tidak hanya sampai disitu, oknum POM kembali bertanya “mengawasinya dimana, depan gereja?” Dan keduanya menganggukkan kepala.

Bahwa pada video di instagram tersebut terlihat R dan A yang menggunakan baju kaos hijau lumut celana jeans panjang dan baju kaos putih celana hitam pendek, masing- masing membawa (diduga) hasil curiannya. Terlihat juga pada rambut R dan A yang potongan rambutnya tidak beraturan.

Oleh karena hal diatas, Pihak POM TNI AU Lanud Soewondo melanggar Hak Asasi Manusia sebagaimana diatur pada Pasal 28J ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945 Jo Pasal 1 ayat (1) UU RI No 39 Tahun 1999 tentang HAM Jo Pasal 14 ayat (2) UU No 12 Tahun 2005 tentang Hak-Hak Sipil dan Politik yang intinya menjelaskan Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Lalu tidak boleh ada penghukuman sebelum putusan pengadilan terhadap orang yang diduga melakukan kejahatan/pelanggaran (Praduga tak bersalah).

Pada cuplikan video tersebut juga terlihat R dan A diperiksa dan dimintai keterangan oleh pihak POM TNI AU Lanud Soewondo. Pemeriksaan terhadap warga sipil yang diduga melakukan tindak pidana bukan merupakan ranah pemeriksaan dari TNI AU. UU RI No. 9 Tahun 1947 tentang Hukum Pidana Militer Jo Pasal 5 ayat (1) UU RI No 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer yang intinya menjelaskan KUHPidana Militer hanya membahas terkait aturan tindak pidana yang dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia dan Peradilan militer merupakan pelaksana kekuasaan kehakiman di lingkungan Angkatan Bersenjata.

Lembaga Bantuan Hukum Medan sebagai lembaga yang konsern terhadap Penegakan Hukum dan Hak Asasi Manusia dengan ini patut dan wajar menyampaikan bahwasanya pihak POM TNI AU Lanud Soewondo telah salah dalam melakukan pemeriksaan terhadap terduga pelaku pencurian. Kemudian juga akan sangat bersalah lagi apabila potongan rambut terduga pelaku pencurian tersebut diakibatkan perbuatan oknum TNI AU Lanud Soewondo. Untuk itu kedepannya diharap tidak ada lagi pemeriksaan atau tindakan seolah proses hukum terhadap warga sipil oleh TNI.

NARAHUBUNG :
MASWAN TAMBAK, S.H. (0895-1781-5588)

ALMA A’ DI, S.H. (0812-6580-6978)

Baca juga => https://www.instagram.com/reel/CgwjUtPPvQI/?utm_source=ig_web_copy_link

https://lbhmedan.org/lbh-medan-hadirkan-saksi-saksi-dugaan-perusakan-perampasan-barang-barang-dan-pengancaman-yang-diduga-dilakukan-oknum-oknum-tni-ad-cq-kodam-i-bb-ke-puspom-mabes-tni-2/

Data DPO Tak Kunjung Diberikan, Ada Apa Polda Sumut?

Data DPO Tak Kunjung Diberikan Polda Sumut

DATA DPO (DAFTAR PENCARIAN ORANG) TIDAK KUNJUNG DIBERIKAN POLDA SUMUT, LBH MEDAN AJUKAN PENYELESAIAN SENGKETA INFORMASI PUBLIK KE KOMISI INFORMASI DAERAH (KIPD) SUMUT

Rabu 27 Juli 2022, LBH Medan mengajukan Permohonan Penyelesaian Sengketa Informasi Publik terkait tidak diberikannya data DPO (Daftar Pencarian Orang) oleh Polda Sumut dan jajaranya ke Komisi Informasi Daerah Sumatera Utara sebagaimana berdasarkan surat Nomor :178/LBH/S/VII/2022, tertanggal 26 Juli 2022.

Permohonan data DPO diajukan berawal dari dibukanya Posko Pengaduan DPO yang diduga belum ditangkap pada tanggal 01 Desember 2021 dan LBH Medan mengadakan diskusi publik dengan tema “DPO Tanggung Jawab Siapa?” pada tanggal 18 Februari 2022.

Atas adanya posko tersebut LBH Medan memiliki banyaknya data DPO yang diduga belum ditangkap di daerah hukum Sumatera Utara dalam hal ini menjadi tanggung jawab Kepolisian Daerah Sumatera Utara.

Adapun data DPO yang dimiliki LBH Medan terkait DPO sebanyak 62 (enam puluh dua) orang diantaranya di Polda Sumut 3 (tiga) orang, Polrestabes Medan 1 (satu) orang, Polres Batubara 25 (dua puluh lima) orang, Polres Asahan 19 (sembilan belas) orang, Polresta Deli Serdang 2 (dua) orang, Polsek Percut Sei Tuan 1 (satu) orang, Polsek Medan Timur 1 (satu) orang, Polsek Sunggal 9 (sembilan), Polsek Patumbak 1 (satu) orang.

Sebelumnya, pada hari Rabu tanggal 02 Maret 2022 Polda Sumut melalui Dirkrimum Kombes. Tatan Dirsan Atmaja, S.I.K mengundang LBH Medan dengan mengirimkan surat Nomor : B/1580/II/RES.7.5./2022 Ditreskrimum perihal Undangan Audiensi.

Adapun saat pertemuan tersebut diwakili oleh Kabag Wassidik Polda Sumatera Utara a.n AKBP. Musa Hengky Pandapotan Tampubolon, S.I.K., S.H. Kabag Wassidik sepakat untuk menindaklanjuti permasalahan DPO dengan memberikan data DPO di daerah hukum Polda Sumatera Utara beserta jajarannya yang akan dipergunakan sebagai bahan penelitian dan mendorong terbentuknya regulasi yang tegas dan efektif menyelesaikan persoalan DPO serta mendorong para DPO segara ditangkap.

Agar kedepannya tidak lagi terjadi DPO yang bertahun-tahun bahkan puluhan tahun tidak ditangkap/ Belum tertangkap (Harun Masiku, Edy Tansil, Djoko chandra Maria Pauline dll). Namun, data yang diminta tidak kunjung diberikan padahal data tersebut merupakan informasi publik yang harus diberikan.

Bahwa perlu diketahui sebelum permohonan Penyelesaian Sengketa Informsi Publik ini diajukan, LBH Medan secara resmi telah mengirimkan surat kepada Kapolda Sumut dan jajaranya pada tanggal 08 April 2022 dengan nomor surat : 91/LBH/S/IV/2022, perihal Mohon Data Daftar Pencarian Orang, namun surat tersebut tidak mendapatkan balasan atau tanggapan apapun.

Kemudian untuk menghindari prespektif negatif masyarakat, LBH Medan kembali mengirimkan surat pada tanggal 23 Juni 2022 dengan nomor surat : 148/LBH/S/VI/2022 perihal Keberatan dan Mohon Data Daftar Pencarian Orang, namun kembali lagi tidak mendapatkan balasan ataupun menginformasikan mengapa tidak dibalas.

Oleh karena itu, melalui Permohonan Penyelesaian Sengketa Informasi tersebut, LBH Medan meminta Komisi Informasi Daerah Sumut untuk segera menindaklanjuti permohonan a quo seraya melaksanakan Penyelesaian Sengketa Informasi Publik secara berkeadilan.

LBH Medan menduga tindakan Polda Sumatera Utara tidak memberikan data DPO, yang sejatinya merupakan data Publik telah melanggar Pasal 1 Ayat (3), Pasal 27 Ayat (1), Pasal 28 D Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Jo Pasal 5 UU 39 Tahun 1999, Pasal 17 Jo 21 KUHP, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik Jo Peraturan Komisi Informasi Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2021 Tentang Standar Layanan Informasi Publik Tentang Keterbukaan Informasi Publik, Pasal 7 Perkap Nomor : 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Pasal 7 Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia (DUHAM).

Narahubung :
IRVAN SAPUTRA, S.H., M.H. (0821-6373-6197)
ALMA A’ DI, S.H. (0812-6580-6978)

 

Baca juga => https://lbhmedan.org/poldasu-dan-jajaran-kesulitan-menangkap-dpo/
https://medan.inews.id/read/132910/tak-berikan-data-dpo-lbh-medan-adukan-polda-sumut-ke-komisi-informasi

7 Tahun Pembiaran Kasus Penembakan Terhadap Hariadi Oleh Polda Sumut & Polsek Medan Baru

7 Tahun Pembiaran Kasus Penembakan Hariadi

7 Tahun Pembiaran Kasus Penembakan Terhadap Hariadi Oleh Polda Sumut & Polsek Medan Baru

7 tahun pembiaran penembakan terhadap Hariadi oleh Polda Sumut & Polsek Medan Baru

Pada tanggal 22 November 2015 sekira pukul 19.00 WIB, Hariadi yang berprofesi sebagai penarik becak mesin hendak mengambil penumpang di Jl. Iskandar Muda, Simpang Syailendra, Kota Medan.

Saat Hariadi menyalip sebuah mobil sedan berwarna hitam, kemudian OTK yang mengendarai mobil tersebut dengan ciri-ciri badan kekar dan rambut cepak memanggilnya dengan nada keras.

Lalu Hariadi turun dari becaknya dan mendekati OTK tersebut hingga terjadilah percekcokan diantara mereka hingga OTK tersebut menembak Hariadi dengan senjata api tepat di lengan kiri yang menembus dada Hariadi, dan OTK tersebut langsung melarikan diri.

Warga sekitar yang melihat peristiwa itu langsung menolong Hariadi untuk membawanya ke RS Bhayangkara Medan. Setelah mendapatkan pertolongan pertama dari RS Bhayangkara, kemudian RS Bhayangkara merujuknya ke RS Adam Malik dengan menggunakan BPJS agar mendapatkan perawatan yang lebih intensif.

Atas peristiwa itu Dewi Hartati selaku Kakak kandung Hariadi membuat Laporan Polisi ke Polsek Medan Baru, hingga kemudian Polsek Medan Baru mengonfirmasi kepada Dewi Hartati kalau mereka telah menyita barang bukti berupa mobil sedan Mitsubishi Eterna dengan nomor plat BK 74 CK dan nomor rangka E 33 GT-001523 yang diduga milik Pelaku.

Namun setelah menyita barang bukti tersebut tidak ada kejelasan lanjut terkait perkembangan kasus Hariadi oleh Polsek Medan Baru, padahal sudah berulang kali Dewi Hartati menanyakan tindaklanjut atas kasus tersebut.

Pada bulan Maret 2016 Polsek Medan Baru meminta informasi terkait kepemilikan mobil sedan Mitsubishi Eterna dengan nomor plat BK 74 CK dan nomor rangka E 33 GT-001523 kepada Dirlantas Polda Sumut.

Kemudian pada tanggal 25 April 2016, LBH Medan membuat Surat Mohon Atensi atas kasus Hariadi tersebut ke Kapolsek Medan Baru, lalu pihak Polsek Medan Baru mengonfirmasi bahwa telah mengetahui identitas pemilik mobil tersebut a.n T & MS, dan menyatakan ada hambatan dalam proses penyidikan karena pemilik mobil tersebut tidak berhadir.

Pada tanggal 31 Mei 2016 Polsek Medan Baru mengonfirmasi bahwa hasil data record dari Dirlantas Polda Sumut, mobil dengan nomor rangka E 33 GT-001523 terdaftar a.n MS namun bukan jenis sedan eterna melainkan jenis kendaraan lain dan telah memanggil pemiliknya namun tidak berhadir.

Atas konfirmasi tersebut LBH Medan langsung berkordinasi kepada Penyidik Polsek Medan Baru dan Penyidik tersebut menerangkan mobil dengan nomor plat BK 74 CK dengan nomor rangka E 33 GT-001523 tidak sesuai dengan data karena yang terdata dengan nomor rangka E 33 GT-001523 adalah nomor plat BK 1021 UJ.

Pada tanggal 28 Juli 2016 LBH Medan menyampai surat permohonan bantuan operasi pengangkatan peluru yang ada di dada Hariadi kepada Presiden R.I, Menkopulhukam R.I, Menkumham R.I, Menkes R.I, Mensos R.I, Kapolri, Komnas HAM R.I, LPSK R.I, Kapolda Sumut, Kadis Kes Sumut, & Kadis Sos Sumut. 

Kemudian pada tanggal 03 Oktober 2016, Menkumham R.I merespon surat permohonan LBH Medan tersebut dengan mengirimkan surat kepada Kadis Kes Sumut, Dirut BPJS Kesehatan R.I, & Kapolsek Medan Baru yang menerangkan permasalahan yang dialami oleh Hariadi dapat diselesaikan sehingga penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia tidak terabaikan sebagaimana amanat konstitusi UU No. 39 Tahun 1999 Tentang HAM.

LBH Medan berulang kali berkordinasi kepada Polsek Medan Baru untuk dapat mengungkap peristiwa penembakan Hariadi namun tidak tergambar upaya yang pasti  hingga pada akhirnya pada tanggal 01 Desember 2016 LBH Medan mengadukan Polsek Medan Baru ke Kapolda Sumut, Irwasda Polda Sumut, Kabag Wassidik Dirkrimum Polda Sumut, dan Kabid Propam Polda Sumut atas dugaan undue delay atau penanganan kasus yang berlarut-larut.

Pada tanggal 07 Desember 2016 BPJS Kesehatan R.I merespon surat permohonan operasi untuk Hariadi yang menyatakan “kasus yang dialami oleh Hariadi bukan merupakan kasus gawat darurat, sehingga BPJS Kesehatan tidak dapat menjamin pelayanan kesehatan yang dilakukan di fasilitas kesehatan yang tidak bekerja sama dengan BPJS Kesehatan”.

Pada tanggal 18 April 2017 LBH Medan terus mendesak Polsek Medan Baru dengan meminta penjelasan tindaklanjut atas penanganan kasus Hariadi, namun pihak Polsek Medan Baru tidak menanggapinya. 

Pasca 3 tahun tanpa kejelasan, pada tanggal 25 September 2020 Polsek Medan Baru menyatakan hambatan dalam proses penyidikan terkait laporan kasus Hariadi tersebut yaitu karena belum tertangkapnya tersangka yang melakukan penembakan terhadap Hariadi.

Kemudian pada tanggal 03 Agustus 2021 LBH Medan meminta kepada Kapolda Sumut & Dirkrimum Polda Sumut untuk pengambil-alihan penanganan kasus Hariadi tersebut, namun setahun pasca surat tersebut tidak ada tanggapan.

Hingga pada tanggal 16 Juni 2022 LBH Medan menanyakan terkait pengambil-alihan penangan kasus tersebut namun pihak Polda Sumut menyatakan masih terkendala karena mereka melakukan pergantian Kanit.

Atas pernyataan itu pada tanggal 17 Juni 2022 LBH Medan menyampaikan surat mohon tindaklanjut dan atensi kepada Kapolda Sumut & Dirkrimum Polda Sumut dengan harapan pihak terkait benar-benar serius dalam menjalankan penanganan kasus penembakan Hariadi karena sudah hampir 7 tahun tanpa kejelasan, namun hingga saat ini Pelaku juga tidak ditemukan dan penanganan kasus juga tidak diambil alih oleh Polda Sumut.

Baca juga => https://lbhmedan.org/7-tahun-peluru-bersarang-di-badan-hariadi-polda-sumut-melakukan-pembiaran/

http://redaksi.waspada.co.id/v2021/2015/11/pengemudi-betor-korban-penembakan-opname-di-icu-rs-bhayangkara/

Hariadi Korban Penembakan

7 Tahun Peluru Bersarang di Badan Hariadi

Hariadi Korban Penembakan

Pada tanggal 22 november 2015 sekira pukul 19.00 wib, Hariadi yang berprofesi sebagai penarik becak mesin, hendak mengambil penumpang di Jl. Iskandar Muda, Simpang Syailendra Kota Medan. Saat di jalan, Hariadi menyalip sebuah mobil sedan berwarna hitam.

Kemudian orang di dalam mobil tersebut dengan ciri-ciri badan kekar dan rambut cepak, memanggilnya dengan nada keras.

Saat Hariadi mendekat sempat terjadi adu mulut diantara mereka hingga secara tiba-tiba pria itu menembaknya dengan sebuah senjata api tepat di lengan kiri sampai menembus dadanya.

Pria tersebut pun langsung melarikan diri. Kemudian warga sekitar yang melihat peristiwa penembakan itu langsung menolong Hariadi untuk dibawa ke Rumah Sakit Bhayangkara Medan.

Setelah dirawat di RS Bhayangkara, tenaga medis RS Bhayangkara tidak sanggup melakukan tindakan operasi terhadap luka Hariadi.

Dengan keadaan seperti itu RS Bhayangkara merujuknya ke RS Adam Malik dengan menggunakan BPJS untuk mendapatkan perawatan yang lebih intensif.

Kemudian pihak RS Adam Malik melakukan pemeriksaan luka/ronsen dan hasilnya terlihat tulang lengan sebelah kiri hancur dan terdapat bayangan oval seperti peluru tajam di sela-sela tulang rusuk.

Atas peristiwa penembakan tersebut, Dewi Hartati selaku kakak kandung Hariadi membuat Laporan Polisi ke Polsek Medan Baru.

Namun diduga Penyidik Polsek Medan Baru tidak profesional dan tidak transparan, karena hingga saat ini tidak ada tindak lanjut terhadap kasus tersebut.

Karena tidak adanya tindak lanjut tersebut, Hariadi meminta kepada Polda Sumut untuk mengambil alih penanganan perkara tersebut.

7 tahun peristiwa penembakan itu berlalu, namun peluru itu masih bersarang di dadanya karena menurut keterangan dokter saat itu ada resiko kematian jika operasi dilakukan.

Selain resiko kematian, ketidak profesionalan dan tidak adanya iktikad baik Polsek Medan Baru dan Polda Sumut lah yang menjadi kendala utama bagi Hariadi dalam memperoleh keadilan.

Padahal Polsek Medan Baru telah menyita mobil yang diduga milik pelaku, namun anehnya Penyidik Polsek Medan baru hingga saat ini tidak bisa menghadirkan pemilik mobil tersebut.

Baca juga => http://redaksi.waspada.co.id/v2021/2015/11/pengemudi-betor-korban-penembakan-opname-di-icu-rs-bhayangkara/

https://lbhmedan.org/7-tahun-pembiaran-kasus-penembakan-hariadi-oleh-polda-sumut-polsek-medan-baru/