Pos

POSKO PENGADUAN DPO DI JAJARAN POLDA SUMUT

Posko Pengaduan DPO (Daftar Pencarian Orang)

LBH Medan, Press Release – LBH Medan membuka “Posko Pengaduan DPO (Daftar Pencarian Orang)” untuk mengajak masyarat yang menjadi korban tindak pidana dan telah membuat laporan namun laporan tersebut tidak ada tindaklanjut.

LBH Medan mencatat diduga ada 7 DPO di Polda Sumut dan Jajarannya yang saat ini belum ditangkap yaitu diantaranya:

  1. Sarwono (DPO/112/II/Res.1.11/2020/Reskrim) (Polsek Medan Kota telah menetapkan DPO selama 1 (Satu) Tahun)
  2. Sani (2106/Pid.B/2020/PN Lbp) Melalui Putusan di Pengadilan Negeri Lubuk Pakam Cabang Labuhan Deli (Polsek Percut Sei Tuan telah menetapkan DPO selama 1 (Satu) Tahun)
  3. Iskandar Zulkarnaen Harahap (DPO/135/XII/2020/RESKRIM) (Polsek Medan Timur telah menetapkan DPO selama 1 (Satu) Tahun)
  4. Kasman (B/1633/VIII/2021/Ditreskrimum) (Polda Sumut telah menetapkan DPO selama 2 (Dua) Bulan)
  5. Abdu (B/1633/VIII/2021/Ditreskrimum) (Polda Sumut telah menetapkan DPO selama 2 (Dua) Bulan)
  6. Andika B/1633/VIII/2021/Ditreskrimum) (Polda Sumut telah menetapkan DPO selama) 2 (Dua) Bulan)
  7. Palembang Sinaga STTLP/642/XI/2021/SU/POLRESTABES MEDAN/SEK PATUMBAK) (Polsek Patumbak telah menetapkan DPO selama 2 (Dua) Minggu)

LBH Medan menilai jika para DPO tidak ditangkap dengan sesegera mungkin maka telah mencederai Hak Asasi Masyarakat terkhusus para Pelapor/Korban dan dikhawatirkan menghilangkan barang bukti serta melakukan tindak pidana lainya. Sekaligus bertentangan dengan Kode Etik Kepolisian yang wajib menjalankan tugasnya secara Profesional , Proporsional dan Prosedural dan diduga tidak menjalakan program Kapolri yaitu PRESISI (Prediktif, Responsibilitas, Transparansi dan Berkeadilan).

Maka menyikapi hal itu LBH Medan membuka “Posko Pengaduan DPO (Daftar Pencarian Orang)” untuk mengajak masyarat yang menjadi korban tindak pidana dan telah membuat laporan namun laporan tersebut tidak ada tindaklanjut bahkan hingga sudah ditetapkannya DPO namun tidak segera dilakukannya penangkapan dan penahanan agar mendesak Polda Sumatera Utara dan jajarannya agar segera betindak untuk menangkap dan menahan para DPO sebagaimana ketentuan Pasal 17 ayat 6 Perkapolri No. 6 Tahun 2019 Tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana, guna terciptanya Keadilan, Kepastian, dan Kemanfaatan Hukum bagi masyarakat.

 

Narahubung :

IRVAN SAPUTRA, S.H., M.H (0821 6373 6197)

BAGUS SATRIO, S.H. (0857 6250 9653)

 

Baca juga => https://sumut.suara.com/read/2021/12/01/070500/lbh-medan-buka-posko-pengaduan-terkait-dpo-yang-belum-ditangkap-polisi

Putusan Yang Mempermainkan Konstitusi dan Rakyat!

Putusan Yang Mempermainkan Konstitusi dan Rakyat!

LBH Medan, Press Release YLBHI-LBH Se-Indonesia – Putusan Mahkamah Konstitusi Terkait Pengujian Omnibus Law UU 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja : Putusan Yang Mempermainkan Konstitusi dan Rakyat!

Hari ini, 25 November 2021, Mahkamah Konstitusi dalam amar putusan Nomor 91/PUU-XVIII/2020 menyatakan pada pokoknya:

  • Pembentukan UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai “tidak dilakukan perbaikan dalam waktu 2 (dua) tahun sejak putusan ini diucapkan”;
  • Menyatakan UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja masih tetap berlaku sampai dengan dilakukan perbaikan pembentukan sesuai dengan tenggang waktu sebagaimana yang telah ditentukan dalam putusan ini;
  • Memerintahkan kepada pembentuk undang-undang untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak putusan ini diucapkan dan apabila dalam tenggang waktu tersebut tidak dilakukan perbaikan maka UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja menjadi inkonstitusional secara permanen;
  • Menyatakan  apabila dalam tenggang waktu 2 (dua) tahun pembentuk undang-undang tidak dapat menyelesaikan perbaikan UU No. 11 Tahun 2020 maka undang-undang atau pasal-pasal atau materi muatan undang-undang yang telah dicabut atau diubah oleh Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dinyatakan berlaku kembali;
  • Menyatakan untuk menangguhkan segala tindakan/kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas, serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Atas putusan ini, YLBHI dan 17 LBH Se-Indonesia menyatakan :

  1. Dari putusan ini jelas pemerintah dan DPR telah salah, yakni  melanggar Konstitusi dan melanggar prinsip pembuatan UU, walaupun putusannya inkonstitusional bersyarat dimana Pemerintah diberikan kesempatan untuk memperbaiki. Tetapi putusan MK menggambarkan kekeliruan yang prinsipil;
  2. Dari putusan MK ini juga pemerintah tidak bisa memberlakukan dulu UU Cipta Kerja dan menghentikan segala proses pembuatan dan penerapan semua aturan turunannya. Pemerintah telah kehilangan legitimasi dalam menerapkan/melaksanakan UU Cipta Kerja. Padahal saat ini UU Cipta Kerja telah diberlakukan beserta seluruh PP turunannya. Maka penting untuk menghentikan segera UU ini dan seluruh PP turunannya demi mencegah timbulnya korban dari masyarakat dan lingkungan hidup.
  3. Meminta pemerintah menghentikan segera proyek-proyek strategis nasional yang telah merampas hak-hak masyarakat dan merusak lingkungan hidup;
  4. Jauh sebelum MK menyatakan UU CK melanggar Konstitusi, berbagai kelompok masyarakat di banyak wilayah dengan berbagai pekerjaan dan latar  belakang telah mengatakan Omnibus Law UU CK melanggar Konstitusi, tapi Pemerintah bergeming. Pemerintah dan DPR harus menyadari kesalahan, bahwa terdapat kesalahan mendasar dalam pembentukan perundang dan tidak mengulangi, karena kekeliruan seperti ini juga dilakukan di UU KPK, UU Minerba, UU MK, dan banyak peraturan perundang-undangan lainnya  baik secara prosedur maupun isi;
  5. Pada sisi lain, ketidakpercayaan terhadap MK terjawab sudah. Putusan ini adalah putusan kompromi. Putusan ini menyatakan permohonan Pemohon I dan Pemohon II tidak dapat diterima, dan hanya mengabulkan permohonan Pemohon III, Pemohon IV, Pemohon V, dan Pemohon VI untuk sebagian. Meskipun menyatakan bertentangan dengan UUD tetapi MK memberikan putusan yang menggantung atau tidak berani lurus dan tegas dengan logika hukum dan UU MK.  Seharusnya MK membuat putusan dengan menyatakan “Batal” saja, sehingga tidak membuat bingung dan mentoleransi pelanggaran. ini juga  membuat kondisi yang tidak mudah dipenuhi, dan malah menimbulkan ketidakpastian hukum. Bahkan 4 dari 9 hakim menyatakan dissenting dalam arti berpendapat UU OLCK sesuai dengan Konstitusi. Putusan MK ini seolah menegaskan kekhawatiran masyarakat sipil terhadap MK yang tunduk pada eksekutif menjadi terbukti.

Jakarta, 25 November 2021

Hormat kami

  1. Yayasan LBH Indonesia (YLBHI)
  2. LBH Banda Aceh
  3. LBH Medan
  4. LBH Palembang
  5. LBH Padang
  6. LBH Pekanbaru
  7. LBH Lampung
  8. LBH Jakarta
  9. LBH Bandung
  10. LBH Semarang
  11. LBH Surabaya
  12. LBH Bali
  13. LBH Makassar
  14. LBH Yogyakarta
  15. LBH Papua
  16. LBH Palangkaraya
  17. LBH Manado
  18. LBH Samarinda

 

Baca juga => https://lbhmedan.org/harapan-pancasila-kepada-omnibus-law/

Tangisan Juara Tinju Dunia Meminta Keadilan Ke Presiden & Kapolri

Tampaknya sejumlah prestasi dengan label juara dunia yang telah diraih oleh Suwito Lagola yang merupakan juara tinju dunia kelas welter WBF pada tahun 1995-1997 tidaklah cukup untuk mendapatkan keadilan di negeri ini. Pasalnya meskipun segudang prestasi dalam dunia tinju yang telah ia raih dengan membawa harum nama negara di kanca dunia, kehidupannya justru tak segemilang prestasinya. Kini ia harus menyambung hidupnya dengan keadaan pas-pasan dan hanya bekerja sebagai tukang terapi untuk mendapatkan rezeki demi keberlangsungan hidup keluarganya yang memiliki seorang istri bernama Herawaty dan dikaruniai 4 orang anak.

Tak jarang Suwito Lagola mengalami keadaan sulit dalam ekonominya, alhasil sang istri Herawaty membantunya mencari nafkah dengan berprofesi sebagai freelance dengan menawarkan jasa sebagai penghubung antara orang yang ingin memperoleh pinjaman (Kreditur) dengan pihak perusahaan atau individu yang merupakan pemberi pinjaman (Debitur). Namun niat tulus Herawaty yang membantu perekonomian keluarga justru mendapatkan pil pahit, dirinya saat ini ditetapkan sebagai Tersangka di Polres Langkat atas dugaan tindak pidana turutserta melakukan penipuan yang sejatinya tidak pernah ia lakukan.

Penetapan Tersangka terhadap istri mantan juara tinju dunia itu berawal dari adanya Laporan Polisi Nomor : LP/103/II/2020/SU/LKT tertanggal 10 Februari 2020 atas nama Pelapor Kirim Keliat yang merupakan pemberi pinjaman (Kreditur) kepada D dan Y (Suami istri/Debitur) sekitar tahun 2018. Sebelum pinjaman tersebut diberikan diduga terlebih dahulu KK meminta syarat berupa Sertifikat Hak Milik (SHM) kepada D dan Y sebagai jaminan atas pinjaman uang tersebut. Diketahui D dan Y mendapatkan pinjaman dengan sebelumnya meminta bantuan dari Herawaty yang dalam hal ini sebagai penghubung antara KK dengan D dan Y.

Adanya permintaan bantuan tersebut, Herawaty menghubungi tim survey (anggota KK) yang berinisial DM dan ES, kemudian DM dan ES bersama dengan Herawaty mendatangi rumah D dan Y untuk membicarakan teknis dan syarat peminjaman uang, dan akhirnya disepakati pinjaman uang sebesar Rp. 150.000.000 dengan syarat awal berupa KTP dan Fotocopy SHM dengan Nomor : 131 tertanggal 01 Juli 1991 atas nama Darnan yang diterbitkan oleh BPN Langkat yang terlebih dahulu dilakukan survey/pengecekan terhadap syarat-syarat yang diajukan D dan Y oleh DM dan ES.

Setelah dilakukan survey oleh DM dan ES, pada tanggal 25 Juni 2018 dilakukanlah pencairan di Bank Sumut Syariáh yang beralamat di Jl. KH. Zainul Arifin, Stabat Baru, Kec. Stabat, Kab. Langkat sebesar Rp. 150.000.000 oleh KK kepada D dan Y dengan sebelumnya dipotong bunga 10% diawal sesuai kesepakatan perjanjian peminjaman antara KK dengan D dan Y, sehingga yang diterima oleh D dan Y sebesar Rp. 135.000.000. Setelah pencairan tersebut, Herawaty, D, Y, DM, dan ES bertemu di Stabat City untuk diberikan komisi 10% dari hasil pinjaman sebagaimana perjanjian awal kesepakatan mereka. Uang komisi tersebut diduga diserahkan oleh Y kepada DM sebesar Rp. 15.000.000 dan kemudian DM membagikan komisi tersebut kepada Herawaty sebesar Rp. 3.750.000.

Pasca pencairan D dan Y tidak pernah membayar cicilan pinjamannya kepada KK dengan alasan tidak sanggup membayar, sehingga diduga tim survey (DM dan ES) mendatangi dan mengancam Herawaty agar hutang D dan Y tersebut dibayarkan oleh Herawaty dan jika tidak dibayar maka akan dilaporkan ke Polisi. Diduga terus diancam Herawaty menjadi ketakutan dan kemudian membantu membayarkan hutang D dan Y tersebut kepada KK melalui DM dan ES sebanyak 2 kali yaitu pertama sebesar Rp. 9.000.000 dan kedua sebesar Rp. 5.000.000. Karena tidak dibayarkannya cicilan hutang tersebut oleh D dan Y, maka KK melaporkan mereka ke Polres Langkat atas dugaan tindak pidana penipuan. Atas laporan tersebut diduga D dan Y telah ditetapkan sebagai Tersangka dan berjalannya Penyidikan, Herawaty yang awalnya sebagai Saksi juga ditetapkan sebagai Tersangka oleh Polres Langkat atas dugaan turutserta melakukan tindak pidana penipuan.

Hal ini jelas bertentangan dengan hukum yang berlaku dan anehnya terkait pinjam meminjam yang notabenenya adalah ranah hukum perdata diduga dipaksakan menjadi ranah pidana. Parahnya ketika diperiksa oleh Penyidik Pembantu, Herawaty berulang kali dimintai untuk berdamai kepada KK dengan cara membayarkan pinjaman D dan Y tersebut. Atas adanya kejanggalan tersebut diduga Herawaty merupakan korban Kriminalisasi yang mana hal yang dituduhkan kepadanya tidak pernah ia lakukan.

 

Lihat postingan ini di Instagram

 

Sebuah kiriman dibagikan oleh LBH Medan (@lbhmedan)

 

Baca juga => https://lbhmedan.org/ajukan-kasasi-ke-mahkamah-agung-ri-suwito-lagola-memohon-istrinya-agar-dibebaskan/
https://sumutpos.jawapos.com/hukum-kriminal/21/02/2022/dihukum-2-tahun-terkait-kasus-penipuan-istri-mantan-petinju-dunia-banding/