RILIS PERS LBH MEDAN Nomor : 310/LBH/RP/X/2022 “LBH MEDAN BUKA POSKO PENGADUAN KEKERASAN SEKSUAL DI INSTANSI PUBLIK DAN SWASTA”

 

 (Lembaga Bantuan Hukum Medan, 28 Oktober 2022). Seorang pegawai honorer di Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Kemenkop UKM) berinisial N mengalami kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh sesama rekan kerjanya.  Kasus ini terjadi pada bulan Desember 2019 saat dalam rangkaian kegiatan rapat Kemenkop UKM di sebuah hotel. Saat itu, korban diduga dicekoki minuman keras sebelum diperkosa oleh empat orang. Tiga hari setelah kejadian, korban akhirnya berani untuk mengungkapkan kejadiannya kepada keluarga dan melaporkan ke Kepolisian Resor Kota Bogor.

Keempat pelaku akhirnya ditangkap namun dua orang yang menjaga pintu saat pemerkosaan terjadi tidak ditangkap. Saat proses penyidikan, N dan keluarga mendapat intimidasi dari keluarga pelaku yang meminta korban melepaskan pelaku. Korban juga mendapat tekanan di kantor bahkan hingga didatangi pejabat Kemenkop UKM. Puncaknya korban dipaksa menikah dengan salah satu pelaku yang berinisial ZP. Pernikahan juga didorong dan difasilitasi oleh Kepolisian Resor Kota Bogor hingga akhirnya dilaksanakan tanggal 12 Maret 2020 saat pelaku masih ditahan. Kemudian atas dasar pernikahan tersebut seluruh pelaku dilepaskan.

Dua terduga pelaku berinisial MF dan NN yang masih berstatus honorer sudah dipecat sejak 2020. Dua pelaku lainnya WH dan ZP yang berstatus PNS dan CPNS hanya diturunkan jabatannya dan masih bekerja di lingkungan Kemenkop UKM. Bahkan ZP dikabarkan mendapat beasiswa dari Kemenkop UKM. Setelah pernikahan, ZP hanya sesekali datang ke rumah dan N hanya dinafkahi Rp300.000 per bulan. Terbaru Z mengajukan perceraian dengan alasan ketidakharmonisan. Keluarga menduga pernikahan dilakukan hanya intrik pelaku agar dilepaskan dari tuntutan hukum.

Kasus ini menambah semakin banyaknya catatan buruk kasus kekerasan seksual khususnya yang dilakukan oleh pejabat di instansi pemerintahan. Beberapa waktu lalu juga terungkap kekerasan seksual dan perundungan yang dilakukan oleh 8 pegawai Komisi Penyebaran Indonesia (KPI) terhadap salah satu rekan kerjanya. Kekerasan yang dilakukan berlangsung lama dan terdapat beberapa korban namun tidak berani melapor.

Pada 2019 lalu, kekerasan seksual juga pernah dialami staf Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) berinisial RA yang dilakukan oleh atasannya. Pada 2016, seorang pegawai Dirjen Pajak mengadu karena dilecehkan oleh atasannya. Lalu pada 2014 seorang pegawai di Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) ANTARA juga melapor telah mengalami pelecehan seksual oleh general manager.

Kekerasan seksual merupakan pelanggaran Hak Asasi Manusia. Padahal seyogyanya setiap manusia berhak untuk hidup, mengembangkan diri, bekerja dengan aman serta bebas dari segala praktik diskriminasi dan kekerasan sebagaimana diatur dalam konvensi Committee on the Elimination of Discrimination against Women (CEDAW) yang telah diratifikasi pada 24 Juli 1984 melalui Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan.

Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada Pasal 28 G Ayat mengatur bahwa setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.

LBH Medan sebagai lembaga yang turut memperjuangkan penegakan Hak Asasi Manusia dan mendorong penghapusan berbagai praktik kekerasan seksual mengecam segala bentuk kejahatan dan kekerasan seksual. Para pejabat dan pegawai di berbagai intansi khususnya pemerintahan seharusnya menjadi pengayom dan pelindung. Sehingga LBH Medan menuntut agar pemerintah mengimplementasikan peraturan perundang-undangan untuk menghapus kekerasan seksual dan mewujudkan ruang aman di negara Indonesia, membentuk satuan tugas independen, menindak tegas pelaku kekerasan dan memberikan bantuan pemulihan pada korban.

LBH Medan juga meminta instansi-instansi baik publik maupun swasta untuk membentuk Standar Operasional Prosedur (SOP) pencegahan dan penanganan kasus kekerasan seksual. Sebagai langkah konkrit untuk mengentaskan segala bentuk kekerasan, LBH Medan membuka posko pengaduan dugaan kasus kekerasan seksual yang terjadi baik di instansi publik termasuk pemerintahan dan instansi swasta. LBH Medan juga mengajak segenap pihak untuk bersama-sama memberikan bantuan dukungan bagi korban agar memiliki keberanian mengungkapkan kebenaran, melaporkan dan melawan segala praktik kekerasan seksual.

 

Editor : Rimma Itasari Nababan, S.H

 

 

Komentar Facebook