Pos

Rilis Pers Nomor: 40/LBH/RP/II/2023 LBH Medan Surati Bupati dan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Deli Serdang “JANGAN TUNGGU ADA KORBAN BARU DIPERBAIKI”

Rilis Pers
Nomor: 40/LBH/RP/II/2023

LBH Medan Surati Bupati dan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Deli Serdang “JANGAN TUNGGU ADA KORBAN BARU DIPERBAIKI”

Selasa, 21 Februari 2023, Jalan Bustamam, Pasar X Bandar Klipa, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara merupakan jalan umum yang tidak hanya digunakan oleh masyarakat Pasar X Bandar Klipa namun juga masyarakat dari wilayah lain sebagai akses keluar-masuk sehari-hari ke tempat pekerjaan, sekolah, pasar, tempat ibadah dan tujuan lainnya.

Namun, saat ini kondisi jalan tersebut rusak parah dan berlubang menyebabkan arus lalu lintas atau transportasi masyarakat menjadi terhambat dan waktu tempuh perjalanan semakin lama. Diduga Kondisi ini juga menyebabkan mobilisasi perekonomian terganggu, menimbulkan kerugian karena kendaraan rentan mengalami kerusakan khususnya di bagain as roda, jari-jari dan lingkar dan lainya.

Serta jumlah emisi polusi dari knalpot yang meningkat saat kendaraan direm. Selain proses perjalanan pengemudi menjadi terganggu saat menjalani aktivitas sehari-hari karena arus lalu lintas menjadi lambat, pengemudi juga rentan terjatuh, terperosok, terserempet ataupun ditabrak kendaraan lain saat menghindari jalan rusak tersebut.

Jalan yang berlubang juga menjadi sarang debu saat musim kemarau dan menimbulkan genangan air saat musim hujan dan lubang menjadi tidak terlihat sehingga menyulitkan pejalan kaki dan pengemudi kendaraan bermotor untuk memilih jalan yang bisa dilewati.

Bahwa dalam Pasal 3 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (The Universal Declaration on Human Rights) atau DUHAM dan Pasal 28G (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disebutkan jika setiap orang berhak atas kehidupan, kebebasan dan keselamatan sebagai individu sehingga kondisi infrastruktur jalan yang rusak di sepanjang Jalan Bustamam, Pasar X Bandar Klipa, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara mengancam keselamatan dan keamanan masyarakat pengguna jalan tersebut.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, jalan merupakan bagian dari layanan publik barang dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 2 tahun 2022 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan telah mengatur penguasaan atas jalan ada pada negara dan wewenang penguasaan, penyelenggaraan, pengawasan tersebut diberikan kepada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan Pemerintah Desa. Oleh karena itu sudah sepatutnya secara hukum Bupati dan Kepala Dinas PUPR bertanggung jawab untuk memperbaiki jalan tersebut segera.

Infrastruktur jalan merupakan fasilitas yang sangat vital bagi masyarakat sebagai salah satu pilar utama untuk meningkatkan mobilitas yang menyokong aktivitas perekonomian dan merupakan hak masyarakat sesuai dengan International Covenant On Civil And Political Rights (Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil dan Politik) yang telah diratifikasi menjadi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2005.

Mengingat kondisi tersebut diduga sudah dibiarkan berlarut-larut dan hanya ditambal dengan sederhana menggunakan kerikil oleh masyarakat setempat/pihak lain, LBH Medan menilai perhatian dan keseriusan pemerintah Kab. Deli Serdang sangat minim untuk melakukan Penyelenggaraan Jalan yang layak fungsi dan memperhatikan kepentingan masyarakat.

Kondisi ini juga menunjukkan bahwa pemerintah Kabupaten Deli Serdang seolah-olah hanya menuntut kewajiban masyarakat untuk membayar pajak namun diduga tidak melakukan kewajibannya untuk menyediakan infrastruktur dasar yang merupakan hak masyarakat.

Padahal pemerintah dan/atau pemerintah daerah sebagai penyelenggara jalan memiliki kewajiban untuk segera memperbaiki jalan yang rusak yang dapat mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dan pemerintah dan/atau pemerintah daerah juga diwajibkan untuk memberi tanda atau rambu pada jalan yang rusak, jika belum dapat melakukan perbaikan jalan untuk mencegah terjadinya kecelakaan lalu lintas sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ).

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan sebagai lembaga yang konsern terhadap Penegakan Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) dengan konsep Bantuan Hukum Struktural (BHS) telah menyurati Bupati dan Kepala Dinas PUPR secera resmi tertanggal 20 Februari 2023, guna meminta secara tegas kepada Bupati Kabupaten Deli Serdang Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Deli Serdang segera memperbaiki jalan tersebut untuk mewujudkan pelayanan dan infrastruktur publik yang berkualitas, menciptakan keamanan dan kenyamanan berlalu-lintas guna menyokong mobilisasi dan perekonomian masyarakat.

Narahubung:
IRVAN SAPUTRA, S.H.,M.H (0821 6373 6197)

MARSELINUS DUHA, S.H (0853 5990 1921)

 

 

Editor : Rimma Itasari Nababan, S.H

HARI PERS NASIONAL 2023, KESEJAHTERAAN & PERLINDUNGAN INSAN PERS JAUH PANGGANG DARI API

Release Press
Nomor:35/LBH/RP/2023

Tanggal 9 Februari 2023, para insan pers tanah air merayakan dan meluapkan euphoria hari pers nasional. LBH Medan yang merupakan mitra kerja insan pers khususnya Sumatera Utara dalam hal mengawal penegakan hukum dan hak asasi manusia di sumatera utara mengucapkan selamat Hari Pers Nasional (HPS) yang ke-38. Semoga para insan pers dalam keadaan sehat, sejahtera dan tetap semangat dalam melaksanakan kerja-kerja mulianya.

Prinsipnya setiap perayaan/hari jadi suatu lembaga, institusi dan lainya seyogiyanya menggambarkan keadaan bahagia dan suka cita, hal ini tidak terlepas bagai para insan pers. Namun berdasarkan pemantauan lapangan dan wawancara terhadap beberapa insan pers kota medan masih terdapat permasalahan besar dan kesedihan terhadap kawan –kawan pers.

LBH Medan mencatat ada tiga permasalahan besar pers hari ini. Pertama, terkait kesejahteran para insan pers yang ditandai dengan masih banyaknya insan pers yang belum mendapatkan upah/gaji sesuai aturan hukum yang berlaku atau sesuai upah minimum baik UMK/UMP. Belum mendaptkan BPJS Ketenagakerjaan dan Kesehatan.

Bahkan diduga masih ada insan pers yang tidak punya gaji/upah. Serta tidak sedikit insan pers menyatakan jika “perusaahan pers sejahtera, tapi persnya sengasara”.

Kedua, permasalahan perlindungan pers dalam hal ini baik secara fisik maupun psikis mengancam pers. hal ini ditandai dengan masih banyak pers yang diduga dikriminalisasi, dianiaya, diintimidasi dan diintervensi dalam melaksanakan kerja-kerja pers. Bahkan berdasarkan data dan hasil riset Aliansi Jurnalis Independen (AJI) pada akhir 2022, tercatat ada 82,6 % dari 852 jurnalis perempuan yang dilibatkan dalam risiet di 34 provinsi mengalami kekerasan seksual baik melalui daring maupun luring. Parahnya 26 % diduga pelaku kekerasan seksual berasal dari tempat insan pers bekerja serta orang lain yang ditemui dilapangan saat melakukan liputan.

Ketiga, lemahnya pengawasan dan perlindungan Dewan Pers terhadap insan pers dan perusahan pers hal ini ditandai dengan adanya dugaan media yang tidak terverifikasi Dewan Pers yang berakibat munculnya pers/wartawan gadungan atau istilah lain dikalangan insan pers kota medan Wartawan “Bodrexs” yang diketahui melakuan perbuatan-perbuatan yang mencoreng kerja-kerja pers.

Misalanya diduga melakuan pemerasan dan pengancaman terhadap instansi maupun person untuk kepentingan pribadi. Lemahnya pengawasan Dewan Pers terhadap permasalan tersebut secara tidak langsung telah mencoreng insan pers yang telah menjalankan tugas mulianya sebagai bagian dari pilar demokrasi secara baik dan benar. Padahal secara fungsinya Dewan Pers mempunyai tanggung jawab atas permasalahan tersebut.

Maka patut dan wajar secara hukum LBH Medan menillai dewasa ini kesejahteran dan perlindungan pers seperti peribahasa “jauh panggang dari api” yang menggambarkan kesejahteran dan perlindungan pers tidak sesuai dengan harapan dan bahkan masih jauh dari apa yang diharapan kawan-kawan pers khususnya pers kota Medan.

Oleh karena itu dalam LBH Medan meminta secara tegas kepada pemerintah, perusahan pers dan dewan pers untuk secara maksimal dan nyata mewujudkan kesejahteraan dan perlindungan pers, dimana hal tersebut pada dasarnya telah dijamin oleh konstitusi 1945, UU No. 13 Tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan, UU No. 39 Tahun 1999 Tentang HAM ,UU No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers, Universal Declaration of Human Rights (DUHAM), International Labour Organization (ILO).

 

Narahubung:
IRVAN SAPUTRA, SH., MH. (0821 6373 6197)
BAGUS SATRIO, SH. (0857 6250 9653)

Editor : Rimma Itasari Nababan, S.H

RILIS PERS LBH MEDAN Nomor : 310/LBH/RP/X/2022 “LBH MEDAN BUKA POSKO PENGADUAN KEKERASAN SEKSUAL DI INSTANSI PUBLIK DAN SWASTA”

 

 (Lembaga Bantuan Hukum Medan, 28 Oktober 2022). Seorang pegawai honorer di Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Kemenkop UKM) berinisial N mengalami kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh sesama rekan kerjanya.  Kasus ini terjadi pada bulan Desember 2019 saat dalam rangkaian kegiatan rapat Kemenkop UKM di sebuah hotel. Saat itu, korban diduga dicekoki minuman keras sebelum diperkosa oleh empat orang. Tiga hari setelah kejadian, korban akhirnya berani untuk mengungkapkan kejadiannya kepada keluarga dan melaporkan ke Kepolisian Resor Kota Bogor.

Keempat pelaku akhirnya ditangkap namun dua orang yang menjaga pintu saat pemerkosaan terjadi tidak ditangkap. Saat proses penyidikan, N dan keluarga mendapat intimidasi dari keluarga pelaku yang meminta korban melepaskan pelaku. Korban juga mendapat tekanan di kantor bahkan hingga didatangi pejabat Kemenkop UKM. Puncaknya korban dipaksa menikah dengan salah satu pelaku yang berinisial ZP. Pernikahan juga didorong dan difasilitasi oleh Kepolisian Resor Kota Bogor hingga akhirnya dilaksanakan tanggal 12 Maret 2020 saat pelaku masih ditahan. Kemudian atas dasar pernikahan tersebut seluruh pelaku dilepaskan.

Dua terduga pelaku berinisial MF dan NN yang masih berstatus honorer sudah dipecat sejak 2020. Dua pelaku lainnya WH dan ZP yang berstatus PNS dan CPNS hanya diturunkan jabatannya dan masih bekerja di lingkungan Kemenkop UKM. Bahkan ZP dikabarkan mendapat beasiswa dari Kemenkop UKM. Setelah pernikahan, ZP hanya sesekali datang ke rumah dan N hanya dinafkahi Rp300.000 per bulan. Terbaru Z mengajukan perceraian dengan alasan ketidakharmonisan. Keluarga menduga pernikahan dilakukan hanya intrik pelaku agar dilepaskan dari tuntutan hukum.

Kasus ini menambah semakin banyaknya catatan buruk kasus kekerasan seksual khususnya yang dilakukan oleh pejabat di instansi pemerintahan. Beberapa waktu lalu juga terungkap kekerasan seksual dan perundungan yang dilakukan oleh 8 pegawai Komisi Penyebaran Indonesia (KPI) terhadap salah satu rekan kerjanya. Kekerasan yang dilakukan berlangsung lama dan terdapat beberapa korban namun tidak berani melapor.

Pada 2019 lalu, kekerasan seksual juga pernah dialami staf Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) berinisial RA yang dilakukan oleh atasannya. Pada 2016, seorang pegawai Dirjen Pajak mengadu karena dilecehkan oleh atasannya. Lalu pada 2014 seorang pegawai di Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) ANTARA juga melapor telah mengalami pelecehan seksual oleh general manager.

Kekerasan seksual merupakan pelanggaran Hak Asasi Manusia. Padahal seyogyanya setiap manusia berhak untuk hidup, mengembangkan diri, bekerja dengan aman serta bebas dari segala praktik diskriminasi dan kekerasan sebagaimana diatur dalam konvensi Committee on the Elimination of Discrimination against Women (CEDAW) yang telah diratifikasi pada 24 Juli 1984 melalui Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan.

Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada Pasal 28 G Ayat mengatur bahwa setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.

LBH Medan sebagai lembaga yang turut memperjuangkan penegakan Hak Asasi Manusia dan mendorong penghapusan berbagai praktik kekerasan seksual mengecam segala bentuk kejahatan dan kekerasan seksual. Para pejabat dan pegawai di berbagai intansi khususnya pemerintahan seharusnya menjadi pengayom dan pelindung. Sehingga LBH Medan menuntut agar pemerintah mengimplementasikan peraturan perundang-undangan untuk menghapus kekerasan seksual dan mewujudkan ruang aman di negara Indonesia, membentuk satuan tugas independen, menindak tegas pelaku kekerasan dan memberikan bantuan pemulihan pada korban.

LBH Medan juga meminta instansi-instansi baik publik maupun swasta untuk membentuk Standar Operasional Prosedur (SOP) pencegahan dan penanganan kasus kekerasan seksual. Sebagai langkah konkrit untuk mengentaskan segala bentuk kekerasan, LBH Medan membuka posko pengaduan dugaan kasus kekerasan seksual yang terjadi baik di instansi publik termasuk pemerintahan dan instansi swasta. LBH Medan juga mengajak segenap pihak untuk bersama-sama memberikan bantuan dukungan bagi korban agar memiliki keberanian mengungkapkan kebenaran, melaporkan dan melawan segala praktik kekerasan seksual.

 

Editor : Rimma Itasari Nababan, S.H

 

 

RILIS PERS LBH MEDAN Nomor : 310/LBH/RP/X/2022 “ANAK ANGKAT DIPERBUDAK, HUKUM HARUS BERTINDAK”

 

 (Lembaga Bantuan Hukum Medan, 26 Oktober 2022). Kasus perbudakan anak di bawah umur terjadi di toko Dora, Jalan MJ Sutoyo, Kelurahan Satria, Kecamatan Padang Hilir, Kota Tebingtinggi. Dua orang kakak beradik berinisial RMS (17) dan SPM (10) diduga menjadi korban perbudakan anak oleh Dora Silalahi. Kedua anak di bawah umur berasal dari Sibolga dan dijadikan anak angkat oleh Dora Silalahi. Namun selama menetap di sana, mereka dipekerjakan sebagai pelayan toko yang menjual rokok dan minuman keras hingga larut malam tanpa digaji.

Peristiwa miris ini terbongkar melalui laporan dan video seorang petugas PJKA Tebingtinggi yang melihat RMS dikurung dalam sebuah ruangan berterali besi di lantai dua rumah Dora. Anak tersebut memberi pengakuan jika dia dan saudaranya disekap dalam kondisi kelaparan dan hanya diberi makan dua kali sehari. Keduanya menjadi korban perbudakan selama bertahun-tahun dan kerap mengalami kekerasan.

Saat ditemui oleh Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Kota Tebingtinggi keduanya terlihat kekurangan nutrisi dengan badan kurus sebab jarang diberi makan oleh Dora, pakaian compang camping seperti tidak terurus . Pada bagian belakang badan korban ditemukan bekas luka seperti dicakar cakar dan dipukul benda keras.

Setiap manusia termasuk anak berhak hidup secara layak, mendapatkan perlindungan dan terpenuhi Hak Asasi Manusianya tanpa diskriminasi sebagaimana dilindungi dalam Declaration of Human Rights (Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia). Hak-hak anak secara khusus diatur juga dalam Convention on the Rights of the Child (Konvensi Hak Anak) dimana dalam Pasal 6 dan Pasal 19 mengatur secara tegas bahwa semua anak berhak atas kehidupan. Tiap anak berhak mendapat pengasuhan yang layak, dilindungi dari kekerasan, penganiayaan, dan pengabaian. Pemerintah perlu memastikan bahwa anak bisa bertahan hidup dan tumbuh dengan sehat.

Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara spesifik yang berkaitan dengan Hak Asasi Anak yang terdapat dalam Pasal 28B Ayat (2) menyatakan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta memperoleh perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Selain itu, beberapa peraturan perundang-undangan lain sudah mulai diciptakan dengan tujuan untuk mewujudkan perlindungan dan penegakan hak anak seperti Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2021 tentang Perlindungan Khusus Anak.

LBH Medan sebagai lembaga yang turut memperjuangkan penegakan Hak Asasi Manusia dan perlindungan anak mengutuk keras segala bentuk kejahatan dan kekerasan terhadap anak. Sehingga LBH Medan menuntut agar pemerintah bertanggung jawab, mengimplementasikan peraturan perundang-undangan untuk menegakkan perlindungan,  mewujudkan hak-hak anak, menghapus segala praktik kekerasan terhadap anak dan mewujudkan ruang kehidupan yang aman bagi anak di negara Indonesia, menindak tegas pelaku kekerasan serta memberikan bantuan pemulihan pada anak yang menjadi korban.

 

Penulis dan Editor : Rimma Itasari Nababan, S.H

 

 

RILIS PERS LBH MEDAN Nomor : 299/LBH/RP/X/2022 “Kadisdik Sergai Ancam Patahkan Leher Wartawan : Algojo atau Pelayan Publik?” “Dimintai Konfirmasi, Kadisdik Sergai Ancam Patahkan Leher Wartawan”

 

(Lembaga Bantuan Hukum Medan, 21 Oktober 2022). Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Kabupaten Serdang Bedagai, Suwanto Nasution melakukan pengancaman kekerasan terhadap seorang wartawan Medan Bisnis yang bernama Jhoni Sitompul pada Rabu, 19 Oktober 2022. Pengancaman bermula saat wartawan menghubungi Kadisdik via telepon untuk mengonfirmasi tembok sekolah yang roboh di SD Negeri 104301 Pematang Ganjang, Kecamatan Sei Rampah, Kabupaten Sergai roboh pada Rabu, 19 Oktober 2022 sekitar pukul 08.00 WIB.

Insiden tembok kamar mandi roboh ini mengakibatkan 3 orang siswa kelas lima terluka dan dan seorang diantaranya dilaporkan mengalami luka serius di bagian punggung belakang sehingga dibawa ke dukun patah. Namun, Kadisdik yang dimintai konfirmasi pada sore harinya malah membalas dengan nada ketus disertai ancaman dengan mengatakan “Yang mana yang patah tulang, bisa tunjukkan?. Nanti kalau nggak patah tulang, tulang kau yang kupatahkan.” Kalimat arogan ini tidak sepantasnya diucapkan khususnya terhadap wartawan.

Seorang wartawan berhak atas penghidupan, kemerdekaan, keselamatan dan terbebas dari ancaman yang membahayakan dirinya. Hal ini dijamin dalam Pasal 3 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia atau Universal Declaration of Human Rights. Wartawan juga berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia sebagai mana diatur dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Pasal 28 F.

Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara yang turut dijamin dan dilindungi dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Secara khusus dalam Pasal 8 Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik Wartawan Indonesia, diatur secara tegas bahwa wartawan mendapatkan perlindungan hukum dalam melaksanakan profesinya. Sehingga dalam kasus a quo, seharusnya Kadisdik menjawab dan memberikan informasi berdasarkan apa yang diketahui sesuai dengan tugas dan kewenangannya.

LBH Medan sebagai lembaga yang turut memperjuangkan penegakan Hak Asasi Manusia dan kebebasan dalam berdemokrasi meminta Kadisdik menyampaikan permohonan maaf serta meminta Bupati Serdang Bedagai mengambil sikap dengan mengevaluasi jajaran pemerintahan dibawahnya, memberikan sanksi tegas serta memberhentikan pejabat yang tidak dapat menjalan tugas dan wewenangnya sebagai pelayan publik.

 

 

Editor : Rimma Itasari Nababan, S.H

 

Kerangkeng Manusia Adalah Pelanggaran HAM Berat

Kerangkeng Manusia

LBH Medan, Press Release – Kasus kerangkeng manusia milik Bupati non-aktif Langkat, Terbit Rencana Perangin-angin (TRP) terkait dugaan perbudakan modern yang telah dilaporkan Perhimpunan Indonesia untuk Buruh Migran Berdaulat (Migrant Care) ke komnas HAM memasuki babak baru.

Berdasarkan hasil pemantauan dan penyelidikan yang dilakukan Komnas HAM mengungkap tabir adanya dugaan penyiksaan, kekerasan dan perlakuan yang merendahkan harkat dan martabat manusia.

Penyelidikan yang dipimpin komisioner Komnas HAM RI M. Choirul Anam telah memeriksa 48 orang saksi yang terdiri dari penyidik KPK, Terbit Perangin-angin, Penghuni, Mantan penghuni kerangkeng beserta keluarganya, kepala dan dokter puskesmas, serta staf pemerintah desa.

Hasil Pemantauan dan Penyelidikan menjelaskan bahwa kerangkeng tersebut sudah ada sejak tahun 2012 dan saat ini ada 57 orang penghuni kerangkeng. Jumlah tersebut dibagi menjadi dua kerangkeng yang berukuran 6×6 meter dengan masing-masing sejumlah 30 penghuni dan 27 penghuni.

Miris temuan Komnas HAM diduga ada 26 dugaan bentuk penyiksaan, kekerasan, dan perlakuan yang merendahkan martabat terhadap para penghuni kerangkeng seperti dipukuli, ditempeleng, ditendang, disuruh bergelantungan di kerangkeng seperti monyet (gantung monyet), dicambuk anggota tubuhnya dengan selang.

Dua kerangkeng manusia serupa penjara yang terbuat dari besi diduga digunakan sebagai penjara bagi para pekerja sawit yang bekerja di ladang. Mereka disebut bekerja sedikitnya 10 jam setiap harinya. Selepas bekerja, mereka dimasukkan ke dalam kerangkeng, sehingga tak memiliki akses keluar.

Dugaan kekerasan dan penyiksaan dilakukan dengan menggunakan sekurangnya 18 alat seperti tang, cabai, selang, palu dll. Kekejaman tersebut menggambarkan adanya Perbudakan modern yang berkedok rehabilitasi narkotika. Akibat tindak kekerasan yang terjadi sedikitnya diduga telah memakan 6 (enam) orang korban meninggal dunia.

Bahkan tidak hanya berhenti ditindakan kekerasan saja, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menemukan 25 fakta yang mendukung temuan dari Komnas HAM diduga adanya pengondisian masyarakat untuk mendukung keberadaan sel, tidak semua tahanan merupakan pecandu narkoba, tidak semua tahanan berasal dari Kabupaten Langkat, tidak ada aktivitas rehabilitasi dan pembatasan kunjungan.

Fakta baru diduga adanya keterlibatan oknum TNI dan Polri dalam tindak penyiksaan, kekerasan, dan perlakuan yang merendahkan martabat terhadap para penghuni kerangkeng.

Setidaknya ada 19 orang yang patut diduga sebagai pelaku kekerasan, diantaranya pengurus kerangkeng, penghuni lama, anggota ormas tertentu hingga keluarga Bupati,disinyalir pelanggaran HAM tersebut ditopang kekuatan uang dan kekuasaan Bupati Langkat.

LBH Medan sebagai lembaga yang konsern terhadap penegakan hukum dan Hak Asasi Manusia menduga tindakan yang dilakukan oleh Bupati Langkat dengan membuat kerangkeng manusia tersebut merupakan suatu bentuk pelanggaran HAM berat. Karena jika mengacu pada hasil temuan Komnas HAM dan LPSK, dugaan tindak penyiksaan atau kekerasan serta merendahkan harkat dan martabat manusia tersebut dilakukan secara terstruktur, sistematis dan sangat kejam ditambah lagi hal tersebut diduga dilakukan oleh Penguasa.

Seharusnya Bupati Langkat melindungi dan mensejahterakan rakyatnya, bukan malah sebaliknya yang mengakibatkan 6 orang meninggal dunia. Oleh karenanya LBH Medan menilai jika perkara a quo patut dibawa diadili di pengadilan HAM dan medorong LPSK memberikan Perlindungan maksimal kepada korban dan saksi karena diduga rentan mendapatkan intimidasi.

LBH Medan menduga tindakan Bupati yang juga melibatkan oknum TNI dan Polri dll, telah melanggar Pasal 1 Ayat (3), Pasal 27 Ayat (1), Pasal 28 A dan G Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Jo Pasal 4 UU 39 Tahun 1999, Pasl 7 huruf b UU Nomo 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, Pasal 3 DUHAM (Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia/ United Nations Declaration of Human Rights), Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998 Pengesahan Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Harkat dan Martabat Manusia, Pasal 6 Ayat (1) ICCPR (International Covenan Civil and Political Rights).

Narahubung :

IRVAN SAPUTRA, S.H., M.H (0821 6373 6197)

TRI ACHMAD TOMMY SINAMBELA, S.H (0823 8527 8480)

Editor : Rimma Itasari Nababan, S.H

 

Baca juga => https://lbhmedan.org/lbh-medan-mengecam-keras-dugaan-kekerasan-terhadap-pers-meminta-polres-madina-segera-menangkap-mengungkap-para-pelaku-otak-pelakunya/

https://news.detik.com/berita/d-6004524/8-tersangka-kerangkeng-bupati-langkat-tak-ditahan-lbh-medan-tidak-fair

PHK Sepihak Maskinah

PHK Sepihak, Maskinah Berjuang Mendapatkan Hak

PHK Sepihak

LBH Medan, Artikel – Agenda mediasi atas Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak terhadap Maskinah oleh PT. Eletrika Medan Otomatik Abadi (PT. ELMOKA) hanya dihadiri oleh Maskinah dan kuasa hukumnya karena PT. Eletrika Medan Otomatik Abadi dan/atau kuasa hukumnya kembali mangkir dari surat panggilan. Awalnya mediasi dijadwalkan pada hari Rabu, 19 Januari 2022 pukul 09.00 WIB di Dinas Ketenagakerjaan Kota Medan dengan mediator Jones Parapat. Maskinah selaku pemohon datang dengan didampingi kuasa hukumnya. Namun sayangnya panggilan mediasi kedua ini juga kembali tidak dihadiri oleh PT. Eletrika Medan Otomatik Abadi dan/atau kuasa hukumnya. Agenda mediasi dalam tripartit ini merupakan panggilan kedua. Setelah sebelumnya upaya bipartite juga gagal karena pihak PT. Eletrika Medan Otomatik Abadi tidak hadir.

Perselisihan hubungan industrial ini bermula saat Maskinah di PHK sepihak oleh perusahaan. Maskinah merupakan karyawan yang bekerja sebagai office girl dan penjaga toko di PT. Eletrika Medan Otomatik Abadi yang beralamat Jl. Gaharu Komplek Jati Junction No. G 10 s/d G 11. Maskinah mulai bekerja sejak tanggal 17 Juni 2019 dengan gaji sebesar Rp1.500.000,00. Kemudian pada tahun 2020 sampai dengan 2021 mendapatkan gaji sebesar Rp1.600.000,00. Selama bekerja dari tahun 2019 hingga, Maskinah tidak mendapatkan cuti tahunan.

Pada tanggal 28 November 2021, Human Resource Development (HRD) PT. ELMOKA yang bernama Vivi Maria Hutapea menelepon Maskinah dan mengatakan bahwa Maskinah tidak perlu masuk kerja lagi dengan alasan pekerjaan Maskinah kurang baik berdasarkan pengaduan Silvia Aminyanco anak pemilik PT. Eletrika Medan Otomatik Abadi yang menyebutkan bahwa pekerjaan Maskinah dalam membersihkan kamar mandi kurang bersih dikarenakan masih ada rambut di kamar mandi.

Namun keesokan harinya yakni pada tanggal 29 November 2021, Maskinah tetap bekerja seperti biasa karena merasa tidak melakukan kesalahan. Dia kembali menanyakan secara langsung kepada HRD perihal pemecatan lisannya. Namun HRD menjawab, “ itulah pokoknya yang aku ceritai kayak tadi malam.” Vivi juga menolak saat Maskinah mencoba untuk meminta nomor Handphone anak pemilik perusahan untuk menanyakan terkait pemberhentian sepihak yang dihadapinya.

Maskinah merasa bahwa pemecatan dirinya tidak adil karena sebelumnya dia tidak pernah mendapatkan Surat Peringatan (SP) baik pertama,kedua maupun ketiga. Maskinah juga merasa adanya keganjilan karena pada tanggal 29 November 202, sudah langsung ada office girl baru yang menggantikannya. Selain itu BPJS Ketenagakerjaannya ditahan dan tidak mendapatkan pesangon.

 

Penulis : Rimma Itasari Nababan, S.H

Editor : Tri Achmad Tommy Sinambela, S.H

 

Baca juga => https://lbhmedan.org/perjuangan-mantan-kontributor-tvri-stasiun-sumut-dikabulkan-mahkamah-agung-r-i/

 https://medan.tribunnews.com/2022/01/12/berita-foto-4-tahun-perjuangan-devis-abuimau-karmoy-akhirnya-dikabulkan-mahkamah-agung-ri

Kapolrestabes Medan Harus Segera Tangkap ‘JPS’ (Pelaku Cabul Anak Kandungnya)

LBH Medan Meminta Kapolrestabes Medan Harus Segera Tangkap ‘JPS’ Pelaku Cabul Anak Kandungnya RE (14) Tahun.

LBH Medan, Press Release – LBH Medan Meminta Kapolrestabes Medan Harus Segera Tangkap ‘JPS’ Pelaku Cabul Anak Kandungnya RE (14) Tahun.

17 Desember 2021. Pencabulan terhadap anak kembali terjadi, kali ini menimpa RE (14) Tahun. Mirisnya tindak pidana yang telah diatur dalam Pasal 81 Jo 76D Undang-undang Nomor: 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- undang No. 1 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak dilakukan oleh ayah kandungnya Jonson Princes Siagian(JPS).

RE, yang masih duduk di Sekolah Menengah Pertama (SMP) menjadi korban kebiadaban JPS pada bulan September Tahun 2020. perbuatan cabul tersebut dilakuan saat RE berada dirumahnya ketika sedang bermain Handphone pada siang hari, tiba-tiba JPS yang diketahui sebagai penjualan ikan pulang kerumah dan memaksa RE dengan cara menarik tanganya, kemudian membawa RE ke kamar mandi dan saat dikamar mandi perbuatan biadab tersebut dilakukan.

Pasca perbuatan cabul tersebut mengakibatkan RE tarauma berat dan tidak lagi mau pulang kerumah karena takut akan perbuatan JPS. Ironisnya November 2021, JSP kembali mencoba untuk mencabuli RE, namun perbutan bejat itu tidak berhasil karena saat itu ada orang lain yang mengetahui serta juga ketahuan oleh MM (ibu kandung) RE.

Diketahuinya perbuatan JPS, MM sangat kecewa dan tidak bisa membayangkan teganya JPS melakuan perbuatan bejatnya kepada RE. atas perbuatan tersebut MM dan RE melaporkannya ke Polrestabes Medan dengan Nomor: STTLP/2615/XII/2021/SPKT Polrestabes Medan/Polda Sumut, dengan maksud agar JPS mempertanggungjawabkan perbuatanya dan dihukum sesuai aturan yang berlaku.

Mei 2016, Pemerintah melalui Presiden Joko Widodo secara tegas telah menyatakan jika perbuatan Cabul adalah kejahatan luar biasa (Extra Ordinary Crime). Oleh karena itu penangananya harus luar biasa dan menitikberatkan hukuman yang berat kepada pelaku. Maka dari itu Kapolrestabes Medan harus segera melakukan penangkapan tehadap JPS yang saat ini masih berkeliaran.

LBH Medan selaku Kuasa Hukum RE, yang konsern terhadap penegakan hukum serta Perlindungan Hak Asasi Manusia Khusunya terhadap Perempuan dan Anak secara tegas meminta kepada Kapolrestabes Medan untuk segera menangkap JPS dan meminta Kepala Dinas Perempuan dan Anak Sumatera Utara untuk membantu memulihkan Psikologis RE dan memperhatikan kebutuhannya.LBH Medan menilai pencabulan tersebut telah memberikan dampak yang sangat buruk terhadap tumbuh kembang RE dan sangat berbahaya terhadap anak-anak lain jika JPS masih berkeliaran. Karena tidak menutup kemungkinan JPS melakukan perbuatan yang sama.

Bahwa sejalan dengan hal tersebut, LBH Medan menduga JPS telah melanggar Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28D, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM Pasal 2, Pasal 3 ayat (2), Pasal 17, UU No. 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Revisi Kedua UU Perlindungan Anak yang disebutkan “bahwa pelaku kekerasan seksual terhadap anak dipidana penjara 5 sampai dengan 15 tahun”. Pasal 76C Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak.

 

Narahubung :
IRVAN SAPUTRA, S.H., M.H (0821 6373 6197)
KHAIRIYAH RAMADHANI, S.H (0823 6186 3626)

Editor : Rimma Itasari Nababan, S.H

 

Baca juga => https://medan.tribunnews.com/2021/12/17/penjual-tuak-di-medan-rudapaksa-anak-kandungnya-aksi-ketiga-ketahuan-istrinya

LBH MEDANKECAM KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAKDAN MENDESAK POLRESTABES MEDAN SEGERA TANGKAP PREDATOR ANAK

Press Release

Nomor : 207/LBH/RP/IX/2021

“ LBH MEDANKECAM KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAKDAN MENDESAK POLRESTABES MEDAN SEGERA TANGKAP PREDATOR ANAK”

 

LBH Medan, 04 September 2021, Kota Medan mendapatkan Penghargaan Kota Layak Anak (KLA) Kategori Madya dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia. Penghargaan membanggakan itu diberikan karena Pemko Medan dinilai sangat berkomiten dan peduli dalam memenuhi hak dan perlindungan terhadap anak. 

Penghargaan tersebut patut dan wajar untuk ditinjau kembali mengingat masih terjadinya kekerasan seksual terhadap anak. beberapa hari yang lalu terjadi peristiwa yang sangat memilukanyang menimpaseorang bocah laki-laki berumur 10 tahun berinisial RAPyang diduga telah menjadi korban Pencabulan yang dilakukan oleh10 orang pria bertopengdi kawasan Medan Amplas, Kota Medan,

Diketahui Pencabualan tersebut terjadi pada sekitar tanggal 27 Agustus 2021 lalu,saat itu RAP hendak pergi kewarung membeli sesuatu sekitar pukul 14.00 Wib, namun tiba-tiba di tengah jalan RAP dijegat dan ditarik paksa untuk masuk kedalam mobil Pick-up yang di tutupioleh terpal. Adapun para pelaku diduga berjumlah 10 orang dengan menggunakan penutup wajah/topeng secara bergantian melakukan perbuatan Sodomi terhadap RAP dan merekam aksi biadab mereka,tak hanya itu, dalam melancarkan aksi bejat tersebut para pelaku mengancam bocah malang itu dengan pisau dan membakar kaki sebelah kirinya dengan api rokok, RAP sempat dengan paksa menarik topeng dan mengenali salah seorang pelaku. Usai melampiaskan nafsunya, para pelakumengancam RAP untuk tidak melaporkan kejadian tersebut kepada siapapun dan jika melaporkan hal tersebut maka RAP akan dibunuh. Kemudian para pelaku membawa RAP ke tempat semula dan dengan kasar menendangnya untuk turun dari mobil Pick-up. 

Berdasarkan informasi yang diterima bahwa keluarga RAP telah membuat Laporan Polisi ke Polrestabes Medan, dengan nomor laporan: STTLP/N/1675/YAN/,2.5/ K/VIII/2021/SPKT Restabes Medan, terhadap Peristiwa tersebut LBH Medan sebagai LembagaBantuan Hukum  yang Konsern terhadap Penegakan Hukum dan Perlindungan Hak Asasi Manusia Khusunya terhadap Perempuan dan Anak mengecam keras perbuatan Predator Seksual Anak tersebut dan mendesakKapolrestabes Medan untuk segera menangkap Predator Seksual Anak,oleh karena sejak 2016 pemerintah melalui Presiden Jokowi telah menetapkan jika kekerasan seksual terhadap anak merupakan Kejahatan Luar Biasa (Extra Ordinary Crime) maka sudah sepatutnya hal ini menjadi atensi Polrestabes untuk segera mengungkapnya.

LBH Medan menilai tindak pidana pencabulan tersebut telah memberikan dampakpsikologis  yang sangat buruk/trauma berat hingga berdampak terhadap tumbuh kembang RAP dan berbahaya terhadap anak-anakKota Medan saat ini. Oleh sebab itu sudah sepatutnya pihak aparat penegak hukum dalam hal ini Kepolisian ResorKota BesarMedan untuk segera melakukan penangkapan dikarenakan sampai sekarang para Predator Sekual Anak tersebut masih berkeliaranbebas danapabila tidak segara ditangkapdikhawatirkanmemberi keresahan di masyarakat khususnya para ibu di kota Medandan diduga tidak menutup kemungkinan dapat menimbulkan korban-korbananak lainnya.

Bahwa sejalan dengan hal tersebut, LBH Medan menduga para Predator Seksual Anak telah melanggar Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28D, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM Pasal 2, Pasal 3 ayat (2), Pasal 17, UU No. 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Revisi Kedua UU Perlindungan Anak yang disebutkan “bahwa pelaku kekerasan seksual terhadap anak dipidana penjara 5 sampai dengan 15 tahun”.Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak Pada Pasal 76C dinyatakan “bahwa setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut sertamelakukan kekerasan terhadap Anak”.

 

Demikian rilis pers ini disampaikan agar dapat dijadikan sebagai sumber pemberitaan. Terimakasih.

 

Hormat Kami

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan

 

Narahubung :

IRVAN SAPUTRA, SH., MH (082163736197)

KHAIRIYAH RAMADHANI, SH (Divisi Permpuan & Anak/0823 6186 3626)

 

Editor : Rimma Itasari Nababan, S.H

LBH Medan Hadirkan Saksi-saksi dugaan Perusakan, Perampasan Barang -Barang dan Pengancaman yang diduga dilakukan Oknum-oknum TNI AD cq Kodam I/BB ke Puspom Mabes TNI

Pers Release

Nomor :23/ LBH/RP/I/2021

“LBH Medan Hadirkan Saksi-saksi dugaan Perusakan, Perampasan Barang -Barang dan Pengancaman yang diduga dilakukan Oknum-oknum TNI AD cq Kodam I/BB ke Puspom Mabes TNI”

LBH MEDAN, Selasa, 26 Januari 2021, terjadi dugaan tindak pidana perusakan, perampasan barang-barang dan pengancaman (Pasal 170, 362 dan 368 KUHP) di warung Tos (ayam penyet dll) milik Kartono di Jl. Soekarno-Hatta, Binjai tepatnya di depan Binjai Super Mall (BSM)yang di duga dilakukan oleh oknum-oknum TNI AD cq Kodam I/BByang saat ini sedang di ditangani dan diperiksa oleh Puspom Mabes TNI di Jakarta telah masuk tahapan pemeriksaan saksi-saksi.

 

LBH Medan dalam hal ini telah menghadirkan saksi-saksi fakta dan juga telah di periksa oleh penyidik Puspom Mabes TNIterkaitdugaan tindak pidana perusakan, perampasan barang-barang dan pengancaman. Oleh karena itu LBH Menilai sudah sepatutnya secarahukum pihak-pihak Terlapor di periksa dan ditetapkan statusnya sebagai Tersangka,dikarena secara atauran hukum yang berlaku baik KUHP maupun KUHAPdugaan tindak pidana tersebut telah terpenuhi unsur-unsurnya. Dimana hal tersebut telah dikuatkan dengan diberikannya bukti-bukti surat dan saksi-saksi yang medengar, melihatdan mengalami kejadian tersebut sebagai mana telah di atur dalam pasal 1 angka 26 KUHAP.

 

Bahwa sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 1 angka 14 KUHAP seseorang dapat ditetapkan sebagai Tersangka berdasarkan bukti permulaan yang cukup. olehkarena itu apa yang telah di hadirkan LBH Medan kepada penyidik PuspomMabes TNI baik itu bukti- bukti surat dan saksi- saksi sudah sepatutnya dapat menjadi acuan untuk menetapkan para Terlapor sebagai Tersangka seraya melakukan penangkapan dan penahanan dikarenakan dugaan tidak pidana tersebut diancam dengan hukuman lebih dari 5 tahun penjara(vide Pasal 21 KUHAP).

 

LBH Medan menilai seharusnya TNIsebagai alat negara bidang pertahanan yangdalam hal ini TNI AD cq Kodam I/BB dapat menjalankanperan , fungsi dan tugasnya sebagaimana yang di amanatkandan dituangkan dalam Pasal 5,6 dan 7 UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI dan melaksanakan sikap Delapan Wajib TNI yang diantaranya melindungi keselamatan bangsa dan melakukan penindakan terhadap ancaman,sikap ramah dan santun terhadap rakyat serta tidak sekali-sekali merugikan, menakuti dan menyakiti rakyat.bukan malah sebaliknya yang diduga melakuan pengancaman pada bangsa sendiri dan melakukan tindakan-tindakan diluar hukum yang berlaku..LBH Medan juga menyayangakan danmenduga apa yang selama ini menjadi semboyan TNI ” Bersama Rakyat TNI Kuat, Bersama TNI Rakyat Sejahtera” hanya sekedar untaian kata-kata manis di bibir saja (lip Service).

 

LBH Medan menduga tindakan TNI AD cq Kodam I/BB telah melanggar pasal27ayat (1), 28D ayat (1), 28 G ayat (1), 28 Jayat (1) Undang-undang Dasar11945 jo UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusiadan Pasal 170, 362 dan 368 KUHP. Oleh karena itu LBH Medan meminta kepada  Puspom Mabes TNI untuk segera melakukan pemeriksan terhadap Terlapor seraya menetapkan Tersangka dan melakukan Penangkapan dan Penahanan. Demi terciptanya keadilan dan kepastian hukum terhadap masyarakat khususnya kartono.

 

Contact Person :

Irvan Saputra, SH, MH (082163736197)

Mhd. Alinafiah Matondang, SH, M.Hum (085296075321)

Editor : Rimma Itasari Nababan, S.H