Pos

Selamat-Menunaikan-Ibadah-Puasa-di-Bulan-Suci-Ramadhan-1443-Hijriyah-8

Rilis Pers
Nomor : 135/LBH/RP/IV/2023

Medan 26 April 2023, Kasus Mario Dandy yang menghebohkan Indonesia belum selesai, kini kota Medan di hebohkan dengan adanya video viral yang beredar mirip dengan kasus Mario Dandy. Masyarakat kota Medan saat ini sedang memperbincangkan video viral terkait adanya dugaan tindak pidana penganiayaan yang diduga dilakukan oleh Aditya Hasibuan (Tersangka) yang merupakan anak perwira menengah berpangkat Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Achiruddin Hasibuan diketahui saat itu sebagai Kabag Bin Ops Direktorat Narkoba Polda Sumut.

Dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh Aditya terhadap korban Ken Admiral (Korban) terjadi pada tanggal 22 Desember 2022, hal tersebut diketahui berdasarkan Laporan Polisi Nomor : 3895/12/2022. Adapun kejadian itu bermula ketika tersangka bersama teman-temannya diduga menghentikan mobil yang tengah dikemudikan oleh korban. Saat korban membuka kaca mobilnya, keduanya sempat berbincang, namun tak lama kemudian diduga tersangka langsung melayangkan pukulan kepada korban.

Korban yang saat itu sedang bersama keponakan dan pacarnya, langsung menutup kaca mobil dan memacu kendaraannya, namun diduga teman-teman tersangka berusaha menghadang, dan pada saat itulah tersangka menendang spion mobil korban hingga patah. Khawatir dimarahi orangtuanya karena kerusakan pada mobilnya, korban pun mengajak kelima temannya mendatangi rumah tersangka untuk meminta ganti rugi.

Bukannya mendapatkan ganti kerugian, ketika korban dan teman-temannya menyampaikan tujuan kedatangan mereka, diduga AKBP Achiruddin justru memerintahkan seorang pria berkaus putih untuk mengambil senjata api laras panjang di dalam rumah. Saat pria itu keluar rumah sambil menenteng senjata yang diminta oleh Achiruddin, dari belakangnya tersangka berjalan mengikuti, dan langsung menerjang korban. Diduga Achiruddin sambil menodongkan senjata laras panjangnya justru meminta teman-teman korban tak ikut campur saat anaknya itu melakukan tindak pidana penganiayaan terhadap korban hal ini diketahui sebagaimana pemberitaan mediakompas.

Parahnya terlihat jelas di video tersebut perwira menengah itu bukan melerainya, tetapi hanya membiarkan dan menonton tersangka yang melakukan penganianyan secara brutal. Bahkan diduga sempat menghadang seorang anak yang hendak merelai kejadian tersebut. LBH Medan menilai apa yang dilakukan AKBP bukan hanya dugaan pelanggaran kode etik semata. Tetapi diduga telah melakukan tindak pidana yaitu ancaman pembunuhan sebagaimana diatur dalam pasal 338 jo 340 KUHP terhadap korban dan teman-teman.

LBH Medan sangat menyayangkan kejadian ini terjadi. Seharusnya sebagai aparat penegak hukum sudah barang tentu mengetahui aturan hukum, bukan malah melanggar hukum. Mirisnya hal ini dilakukan seorang perwira menengah yang sudah sepatutnya menjadi contoh masyarakat dan anggotanya. Berdasarkan keterangan Kabid Propam Polda Sumut Kombes Pol. Dudung mengatakan jika AKBP tersebut telah ditempatkan ditempat khusus karena diduga melanggar pasal 13 huruf M peraturan Kepolisian Nomor 7 Tahun 2022 Tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik.

Perlu diketahui berdasarkan pemantauan LBH Medan diduga AKBP tersebut sering memamerkan kekayaannya/gaya hidup mewah (flexing) dengan salah satunya diduga menunjukan menggunakan moge dalam hal ini diduga Harley Davidson oleh karena itu hal ini harus juga diusut layakanya kasus Mario Dandy degan orang tuanya Rafael Alun Trisambodo agar tidak ada terjadinya Diskriminasi atas penegakan hukum. padahal hal tersebut jelas telah dilarang dalam profesi polri yaitu dalam Etika Kepribadian. sebagai mana diatur dalam pasal 13 Huruf G angka 2 dilarang memamerkan kekayanya/gaya hidup mewah (flexing).

Oleh karena itu LBH Medan menilai apa yang diduga dilakukan oleh AKBP Achiruddin sudah sepatutnya mendapatkan sanksi tegas yaitu pemecatan/Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH). Dan tidak cukup hanya itu perbuatan tersebut dinilai telah melanggar ketentuan pidana. maka sudah seharusnya diproses secara hukum pidana dan diadili demi tegaknya hukum. Dalam hal ini LBH Medan juga menyampaikan siap untuk mendamping korban untuk tegaknya hukum dan keadilan.

LBH Medan menilai hal ini harus dilakukan oleh polri karena apa yang dilakukan AKBP Achiruddin kembali telah mencoreng institusi polri. Padahal Kapolri dalam sedang genjar-genjarnya melakukan revolusi/perbaikan di tubuh polri agar lebih baik dan kembali mendapatkan kepercayaan (trust) dimasyarakat. Namun kembali dicoreng dengan kejadian tersebut.

LBH Medan menduga apa yang dilakukan AKBP Achiruddin dan anaknya diduga telah melanggar UUD 1945 padal 1 angka 3, 28, UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, DUHAM, ICCPR Jo Pasal 338 Jo 340 KUHPidana. Oleh karena itu dalam kasus ini LBH Medan meminta :

  1. Meminta KPK untuk melakukan pemeriksaan harta kekayaan AKBP dan melakukan gratifikasi.
  2. Meminta LPSK melakukan Perlindungan thd saksi dan korban.
  3. Mendesak Poldasu agar serius menangani perkara ini bila perlu Mabes polri melakukan pengawasan secara langsung bila perlu mengambil alih pemeriksaan.
  4. Meminta kepada Komnas HAM agar melakukan pengawasan dan pemantauan terhadap perkara ini.
  5. Mendesak Mabes Polri/Poldasu untuk memeriksa penyidik yang memeriksa perkara ini dikarenakan adanya dugaan terlalu lama melakukan proses pemeriksaan thd perkara ini

Demikian Rilis Pers ini disampaikan, semoga dapat digunakan dengan sebaiknya.

Irvan Saputra : 0821 6373 6197
Marselinus Duha : 0853 5990 1921

RELEASE PRESS
NO :8/LBH/RP/I/2023

LBH Medan, 09 Januari 2023, LBH Medan sebagai kuasa hukum Pemohon Pra-Peradilan Drs. Titis Kardianto, S.Pd sangat menyayangkan ketidakhadiran Para Termohon (Kapolda Sumut beserta jajarannya) tanpa keterangan apapun pada hari Senin tanggal 09 Januari 2023 walau telah dipanggil secara patut oleh Pengadilan Negeri Medan atas adanya permohonan Pra-Peradilan yang LBH Medan ajukan dengan Register Perkara Nomor : 65/Pid.Pra/2022/PN MDN.

LBH Medan kecewa dan sangat sesali sikap Para Termohon ini yang tidak menggambarkan sikap Penegak Hukum yang taat akan hukum dan menghormati hak warga negara dan hak asasi manusia.

Upaya hukum Pra-Peradilan ini ditempuh diduga adanya proses hukum yang tidak fair dan melanggar hak-hak Pemohon sehingga ditetapkan sebagai Tersangka secara ugal-ugalan yang diduga tidak berdasarkan hukum oleh Para Termohon. Akibat tidak berhadirnya Para Termohon ini, hak-hak Pemohon sebagai warga negara tersandera dan tidak leluasa memperoleh hak-haknya secara maksimal.

Terutama dari segi aspek sosial Pemohon harus menahan Rasa Malu ditengah masyarakat atas Penetapan Tersangka terhadap dirinya yang telah mencoreng harkat martabatnya yang harus dihormati. Pada sisi yang lain, Penetapan Tersengka terhadap Pemohon ini berpotensi terjadinya pelanggaran hak asasi manusia.

Sehingga hal tersebut dinilai sangat merugikan dan tidak memberikan rasa keadilan bagi Pemohon. Pada saat ini, Pemohon menjabat sebagai Ketua RT dan Ketua Komplek Perumahan Permata Hijau Dusun XIII Desa Muliorejo yang sah berdasarkan surat Keputusan dari Kepala Desa Muliorejo Kec. Sunggal. Pada Tahun 2021, FHN tanpa legalitas merasa telah menggantikan Pemohon sebagai Ketua Komplek dan diduga dengan sewenang-wenang telah menetapkan iuran kebersihan komplek sebesar Rp.75.000,- dan diduga pula melakukan Pungli atas iuran tersebut, padahal Pemohon hanya menetapkan iuran sebesar Rp. 50.000.-. Pada saat ini warga Komplek diduga mendapatkan intimidasi dan dipersulit akses masuk dan keluar Komplek apabila tidak mematuhi aturan tersebut.

Atas kejadian tersebut, Pemohon mengirim surat ke Kepala Kejaksaan Negeri Binjai Sumut perihal Pengaduan Pengutipan Liar (Pungli) oleh Sdr. FHN di Perumahan Permata Hijau Dusun XIII Desa Muliorejo Kec. Sunggal Kab. Deli Serdang yang pada saat ini bekerja sebagai Pegawai Pengadilan Agama. Kemudian, Pemohon dilaporkan oleh FHN ke Polrestabes Medan dengan tuduhan dugaan Tindak Pidana Penghinaan berdasarkan Pasal 311 KUHP.

Hal demikian dilakukan oleh FHN dikarenakan Pemohon mengirim surat ke Kepala Kejaksaan Negeri Binjai Sumut
Tepat pada tanggal 07 Desember 2022, Pemohon menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dan Surat Panggilan I untuk di minta keterangan sebagai Tersangka dari Polrestabes Medan dan telah dimulai proses Penyidikan.

Pemohon merasa ada kejanggalan dari surat-surat yang diterimanya dikarenakan tidak pernah dipanggil/diperiksa sebagai Saksi sehingga Pemohon tidak menghadiri panggilan tersebut. Beberapa hari kemudian, Pemohon kembali menerima Surat dari Polrestabes Medan perihal Panggilan ke II untuk diminta keterangan sebagai Tersangka.

Melihat prosedur penanganan perkara yang dilakukan oleh Polrestabes Medan diduga telah melanggar hak asasi manusia oleh Pemohon. Karena menetapkan Pemohon sebagai Tersangka secara ugal-ugalan. Padahal Pemohon membuat pengaduan ke Kejaksaan Negeri Binjai dikarenakan adanya keluhan warga Komplek atas perbuatan FHN yang telah membuat kegaduhan.

Maka Pemohon sebagai warga negara yang berhak mendapatkan Perlindungan Hukum meminta kepada Para Termohon dapat hadir di Persidangan Pra-Peradilan PN Medan dengan waktu yang telah ditentukan.

Berdasarkan perbuatan yang dilakukan oleh Para Termohon kepada Pemohon diduga telah melanggar Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 27 ayat (1), Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Asasi Manusia Pasal 3 ayat (2), Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia (DUHAM) Pasal 7, Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2022 Tentang Kode Etik Profesi Dan Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia Pasal 5 ayat 1 huruf c dan Pasal 10 Huruf ayat 1 huruf a, Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2019 Tentang Penyidikan Tindak Pidana dalam penetapan Tersangka terhadap Pemohon yang seharusnya dilakukan terlebih dahulu panggilan sebagai Saksi.

Hal demikian dikuatkan oleh pendapat dari Ahli Dr. Chairul Huda, S.H., M.H.yang mengatakan penetapan sebagai Tersangka tanpa pernah sama sekali memanggil dan atau meminta keterangan Pemohon secara resmi, adalah tindakan yang bertentangan dengan Azas Kepastian Hukum dan tindakan tersebut merupakan tindakan penyalahgunaan wewenang atau abuse of power. Maka pihak Para Termohon yang bekerja di Instansi Kepolisian diduga tidak mengindahkan Program Kapolri yaitu PRESISI (Prediktif, Responsibilitas, Transparansi dan Berkeadilan).

Demikian release prees ini disampaikan, atas perhatiannya diucapkan. Terimakasih.

Narahubung :
IRVAN SAPUTRA, S.H., M.H. (08197988047)
DONI CHOIRUL, S.H. (081288710084)

RELEASE PRESS

Nomor : 309/LBH/RP/X/2022

Adakah Standar Ganda Penggunaan Kewenangan Dalam Proses Penyelidikan/Penyidikan di Kepolisian?(LBH Medan, Kamis, 27 Oktober 2022). Pada tanggal 21 Oktober 2022, LBH Medan menyelenggarakan Diskusi Publik dengan tema “Adakah Standar Ganda Pengunaan Kewenangan Dalam Proses Penyelidikan/Penyidikan di Kepolisian?”. Diskusi Publik ini dilaksanakan secara online melalui Zoom Meeting, dengan menghadirkan beberapa narasumber diantaranya Sugeng Teguh Santoso, S.H. selaku Ketua Indonesia Police Watch (IPW), AKBP. Rakhman Anthero Purba, S.H., M.H. (Bidang Hukum Polda Sumut), Maswan Tambak, S.H. (Kepala Bidang Sipil & Politik LBH Medan), dan Hariadi (Korban Penembakan/Refleksi Kasus 7 Tahun Pelaporan yang diduga undue delay di Polda Sumut).

Adapun yang menjadi acuan sebagai pengantar dalam penyelenggaraan Diskusi Publik ini yaitu pasca 24 Tahun Reformasi yang diharapkan dapat memberikan terobosan baru dalam perubahan sistem khususnya di bidang penegakan hukum, dimana pembaharuan itu dengan melakukan pemisahan Dwi Fungsi Abri yaitu TNI dan Polri yang diharapkan agar memberikan pelayanan terbaik untuk masyarakat. LBH Medan sendiri yang merupakan salah satu lembaga inisiator pada saat itu juga mendorong agar dilakukannya perubahan tersebut, terkhusus untuk instansi Polri agar benar-benar melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai Penegak Hukum.

Kemudian pasca pemisahan Dwi Fungsi Abri tersebut, di tubuh Polri khususnya telah silih berganti tonggak kepemimpinan dengan berbagai jargon/slogannya untuk memicu semangat penegakan hukum di tingkat Kepolisian, dimana saat ini Polri yang dipimpin oleh Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang resmi menjabat sejak tanggal 27 Januari 2021, menawarkan sebuah slogan/jargon “Presisi” yang merupakan akronim dari Prediktif, Responsibilitas & Transparansi Berkeadilan. Bahkan Kapolri juga pernah menegaskan kalau “Tak Mampu Bersihkan Ekor, Kepalanya Akan Saya Potong”. Pertanyaannya apakah jargon/slogan dan pernyataan tegas Kapolri itu benar-benar mampu menyelesaikan permasalahan masyarakat?

Berdasarkan data LBH Medan ada 13 kasus di wilayah hukum Polda Sumut yang diduga terkendala dan tidak sesuai prosedur penangannya, diantaranya dalam refleksi kasus Hariadi seorang tukang becak yang merupakan Korban Penembakan OTK di Jl. Iskandar Muda Simp. Syailendra Kota Medan pada tanggal 22 November 2015, sampai saat ini belum memperoleh keadilan sebab Pelaku belum juga ditemukan oleh pihak Kepolisian, pasca 7 tahun Hariadi & Kakak Kandungnya Dewi Hartati membuat Laporan Polisi di Polsek Medan Baru pada 22 November 2015 lalu, hingga pada 03 Agustus 2021 LBH Medan meminta Polda Sumut untuk mengambil alih penanganan perkaranya namun hingga saat ini tidak ada tindaklanjut dari Polda Sumut.

Menariknya, dalam kasus terhadap kader PDIP Prov. Sumut a.n Halfian Sembiring yang diduga memukul remaja pelajar SMA inisial FL di sebuah minimarket di Medan Johor pada 16 Desember 2021 lalu, yang mana saat itu kasus tersebut awalnya ditangani oleh Polrestabes Medan, dikarenakan banyaknya perhatian publik yang menyebabkan kasus tersebut viral, pada tanggal 27 Desember 2021 pihak Polda Sumut mengambil-alih penanganan perkaranya.

Melihat fakta tersebut, sangat miris ketika masyarakat miskin yang harus berhadapan dengan hukum, pihak Kepolisian terkesan tidak serius dalam penanganannya, dan ketika seseorang yang diduga memiliki relasi kuasa yang berhadapan dengan hukum, pihak Kepolisian terkesan secepat kilat untuk memproses perkaranya. Padahal idealnya pihak Kepolisian sebagai aparat penegak hukum tidak boleh tebang pilih dalam menangani perkara demi keadilan terhadap seluruh masyarakat.

AKBP. Rakhman Anthero Purba, S.H., M.H. (Bidang Hukum Polda Sumut)

Menyikapi fakta yang menjadi acuan Diskusi Publik tersebut, AKBP. Rakhman Anthero Purba, S.H., M.H. (Bidang Hukum Polda Sumut) sebagai narasumber pertama menjelaskan untuk standar ganda dalam penanganan perkara pihak Kepolisian dalam implementasinya melibatkan pihak internal Polri untuk mengambil keputusan dalam penanganan perkara. Dan pihak Polda Sumut melakukan manajemen penanganan kasus yang memposisikan tingkat kesulitannya dan  mulai dari perkara yang mudah, sedang, sulit dan sangat sulit, bahkan terkadang menggunakan metode Restorative Justice demi keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum bagi para pihak.

Sugeng Teguh Santoso, S.H. (Ketua Indonesia Police Watch (IPW))

Kemudian Sugeng Teguh Santoso, S.H. (Ketua IPW) selaku narasumber kedua membantah dengan menjelaskan secara tegas dan lugas tidak ada standar ganda dalam penanganan perkara di Kepolisian, karena dalam penegakan hukumnya harus Pro Justicia agar memberikan kepastian hukum terutama di tingkat penyelidikan/penyidikan. Dan Sugeng juga memberikan masukan agar pihak Polri harus berintegritas dalam menjalankan tugasnya dan mengajak para Pengacara dalam menjalankan profesinya harus profesional dan tidak bermain dengan oknum Kepolisian.

Maswan Tambak, S.H. (Kepala Bidang Sipil & Politik LBH Medan)

Selanjutnya Maswan Tambak, S.H (Kadiv Sipol LBH Medan) sebagai narasumber ketiga juga mengatakan seharusnya tidak ada standar ganda yang dilakukan oleh Kepolisian dalam menangani perkara, karena hal tersebut tidak ada diatur dalam peraturan manapun. Dan apabila ada standar ganda dalam penanganan perkara dimungkinkan diduga akan terjadi pelanggaran hukum dan tidak terpenuhinya hak asasi seseorang ketika berhadapan dengan hukum. Maka tebang pilih kasus seharusnya tidak terjadi di tubuh Kepolisian.

Dalam kesimpulannya pada penutup diskusi, AKBP. Rakhman Anthero Purba, S.H., M.H. (Bidang Hukum Polda Sumut) menyatakan bersedia dan berjanji untuk membantu dan menindaklanjuti beberapa data dan kasus yang dipaparkan dalam diskusi tersebut, sebagai bentuk kepedulian Polri dalam melayani masyarakat.

Demikian Release Press ini disampaikan, agar kiranya Release Press ini dapat digunakan sebagai sumber pemberitaan. Terimakasih.

Contact Person :

Maswan Tambak, S.H.                               (0895-1781-5588)

Tri Achmad Tommy Sinambela, S.H.     (0823-8527-8480)

LBH Medan, Selasa 25 Oktober 2022, Kapolda Sumatera Utara telah menerbitkan Surat Telegram Kapolda Sumut Nomor:STR/509/IX/WAS.2.1/2022 tertanggal 30 September 2022, yang intinya meminta DIREKTUR KRIMUM, KRIMSUS, NARKOBA, TAHTI DAN PARA KAPOLRES/TA/TABES POLDA SUMUT untuk menyiapkan ruang tahanan, sarana dan prasarana sesuai dengan usia, jenis kelamin dan jenis tindak pidana terhadap anak yang berkonflik dengan hukum, mempedomani pasal 7 Perkap Nomor 4 tahun 2015 tentang Harwat Tahanan di Lingkungan Polri serta melakukan pengawasan agar tidak sampai terjadi adanya pungutan liar di dalam tahanan baik yang dilakukan oleh sesama tahanan maupun oleh petugas jaga tahanan itu sendiri.

Berawal dari penyuluhan hukum yang dilakukan oleh LBH Medan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) dengan tema “Hak-hak Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum” tertanggal 19 Agustus 2022. LBH Medan mendapatkan data 22 (Dua Puluh Dua) anak yang saat berkonflik dengan hukum ketika ditahan pada tingkat kepolisian masih digabungkan dengan orang dewasa/tidak tersedianya tahanan khusus anak dan mendapatkan tindakan yang tidak sepantasnya dialami anak.

Adapun yang dialami para anak tersebut diantaranya digabungkan dengan orang dewasa, dimintai uang oleh tahanan lain/dewasa, diperlakukan tidak baik, diberikan balsam kemaluanya, diancam dipukul, disuruh menjadi pengedar narkoba yang lebih besar dan disuruh memijat/khusuk.

Menyikapi hal tersebut LBH Medan sebagai lembaga yang konsern terhadap Penegakan Hukum, Perlindungan Anak dan Hak Asasi Manusia (HAM) menilai apa yang dialami para anak tersebut telah melangar hak asasi manusia dalam hal ini hak anak yang secara konstitusional telah dijamin sebagaimana tertuang jelas dalam Pasal 28 D ayat (1) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.

Terkait kejadian yang menimpa para anak yang berkonflik dengan hukum, LBH Medan secara resmi telah menyurati Kapolda Sumut dan jajaranya, dengan nomor surat: 294/LBH/S/X/2022, tertanggal 12 September 2022, perihal Mohon Penjelasan dan Mohon Menyediakan ruang tahanan khusus anak di polres dan polsek –polsek di kota Medan. Guna tidak terjadi lagi hal-hal yang telah dialami para anak yang berkonflik dengan hukum tersebut. Karena sesungguhnya penggabungan anak dengan tahanan dewasa sama halnya dengan memperburuk keadaan anak dan tidak menutup kemungkinan dapat menghancurkan masa depan meraka.

Perlu diketahui apa yang dimohonkan oleh LBH Medan sesunggunya merupakan amanat undang-undang yang haruslah ditaati dan dilaksanakan dengan baik dan benar. Namun surat tersebut hingga sampai rilis ini buat dan telah di follow up ke Polda Sumut dan jajaranya belum dibalas oleh pihak-pihak terkait.

Bahwa dengan belum dibalasnya surat tersebut dan untuk menghindari prespektif negatif masyarakat terhadap Polda Sumut, LBH Medan kembali menyurati pihak polda sumut pada tanggal 19 Oktober 2022, dengan nomor surat:294/LBH/S/X/2022 perihal Mohon Atensi. Alih-alih mendapatkan balasan, kembali lagi surat tersebut tidak ditanggapi ataupun dibalas.

Menyikapi hal itu pada tanggal 24 Oktober 2022 LBH Medan secara langsung kembali mendatangi polda sumut. Dan ketika di polda sumut tepatnya propam polda pihak LBH Medan meminta penjelasan surat terkait dan dijawab jika pihak Polda Sumut telah memberikan arahan kepada jajaranya agar menyedikan apa yang telah disurati sebelumnya.

Namun LBH Medan meminta secara jelas dan konkrit dalam hal ini secara tertulis, seketika itu pihak propam memberikan fotocopy Surat Telegram Kapolda Sumut Nomor:STR/509/IX/WAS.2.1/2022 tertanggal 30 September 2022.

Oleh karena telah diterbitkanya Surat Telegram Kapolda sudah sepatutnya secara hukum DIREKTUR KRIMUM, KRIMSUS, NARKOBA, TAHTI DAN PARA KAPOLRES/TA/TABES POLDA SUMUT segera menindaklanjutinya
demi terwujudnya hak-hak anak yang berkonflik dengan hukum. Hal ini tentu demi berlangsungnya tumbuh kembang anak, yang notebenenya tidak menutupi hak para anak yang berkonflik bisa lebih baik kedepanya, dapat diterima kembali di masyarakat serta kembali menata masa depannya.

LBH Medan dalam hal ini secara tegas akan melakukan pemantau apakah para pihak-pihak terkait telah menjalankan perintah Kapolda Sumut. Jika telegram Kapolda tersebut tidak dilakasanakan sebagaimana mestinya maka patut diduga para pihak terkait melanggar pasal 1, 27 ayat (1), 28 D ayat (1) UUD 1945, Pasal 17 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM, Pasal 26 UU No. 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan ICCPR, pasal 21 ayat (1) UU No
35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak serta Pasal 3 dan 30 UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Demikian Rilis Pers ini disampaikan, agar kiranya Release Press ini dapat digunakan sebagai sumber pemberitaan. Terimakasih

IRVAN SAPUTRA, SH., MH (0821-6373-6197)
KHAIRIYAH RAHMADHANI, SH (0823-6186-3626)

7 Tahun Penembakan Hariadi Tak Kunjung Memperoleh Keadilan
7 Tahun Penembakan Hariadi Tak Kunjung Memperoleh Keadilan

7 (Tujuh) Tahun kasus Penembakan, pelaku tak ditemukan. 1 (satu) Tahun dimohonkan, penanganan perkara penembakan tak kunjung di alihkan. Peluru tetap di badan, poldasu lakukan pembiaran.

(Lembaga Bantuan Hukum Medan, 04 Agustus 2022). Bahwa Hariadi merupakan korban Penembakan yang sedang mencari keadilan di Polsek Medan Baru. Sampai saat ini tidak ada langkah hukum yang pasti dan konkrit untuk dapat mengusut peristiwa yang dialaminya, kemudian Hariadi memohon kepada Polda Sumut untuk mengambil alih penanganan perkara tersebut. kini sudah genap 1 (satu) tahun Permohonan Hariadi kepada Polda Sumut namun tidak ada tindaklanjut sehingga patut diduga pihak Polda Sumut melakukan pembiaran.

Awal mula Sekitar pukul 19.00 Wib pada tanggal 22 November 2015, Hariadi menyalip sebuah mobil sedan karena hendak mengambil penumpang/sewa di Jl. Iskandar Muda Simp. Syailendra Kota Medan. Kemudian terjadi cek-cok antara hariadi dengan pengendara mobil/Orang Tidak Dikenal (OTK) dengan ciri-ciri badan kekar dan rambut cepak.

Setelah cekcok, dari dalam mobil si pengendara mobil menembak Hariadi dibagian lengan sebelah kiri dan menembus dada, Kemudian Pengendara mobil tersebut melarikan diri. setelah penembakan tersebut Hariadi dilarikan ke Rumah Sakit Bayangkara untuk dirawat. Atas peristiwa tersebut, Dewi Hartati merupakan kakak kandung Hariadi membuat Laporan Polisi ke Polsek Medan Baru dengan Nomor : STTLP/170/XI/2015/SPKT MDN Baru.

Setelah membuat Laporan Polisi, pihak Polsek Medan Baru telah memeriksa Dewi Hartati dan Hariadi. Setelah melakukan perawatan awal, pihak rumah sakit bhayangkara tidak mampu melakukan operasi untuk pengangkatan peluru karena peralatan tidak memadai. Kemudian Hariadi telah beberapa kali di rujuk ke Rumah Sakit lain tetapi terkendala dengan biaya yang terlalu tinggi untuk melakukan operasi.

Hariadi pernah meminta untuk dilakukan operasi di RSH Adam Malik, namun awalnya pihak RSH Adam malik tidak bisa melakukan operasi karena keterbatasan alat. Namun setelah di surati dan ada rekomendasi dari Kanwil Menkumham, akhirnya pihak RSH Adam Malik dapat melakukan operasi. Dikarenakan saat itu istri Hariadi sedang hamil, akhirnya hariadi memilih untuk menunda operasi agar bisa mencari nafkah untuk keluarga. 

Dalam proses penyelidikan, pihak Penyidik telah mengamankan sebuah mobil sedan Mitsubishi Eterna BK 74 CK yang diduga digunakan pelaku saat penembakan. kemudian pihak Penyidik meminta bantuan Dirlantas untuk mengidentifikasi Nomor Polisi, Nomor Mesin dan Nomor Rangka yang terdapat pada mobil tersebut. berdasarkan hasil identifikasi nomor plat mobil dan nomor rangka, diketahui pemilik Plat bernama Trisno dan Melva Sari. Apabila berdasarkan Nomor Rangka teridentifikasi milik Melva sari namun jenis mobil lain. setelah mendapatkan hasil tersebut penyidik memanggil nama yang bersangkutan tetapi tidak hadir tanpa alasan.

Setelah pemanggilan pertama terhadap Trisno dan Melva Sari, setelah bertahun-tahun pihak Polsek Medan Baru hingga saat ini tidak ada melakukan upaya lanjutan yang kongkrit sehingga patut diduga pihak Polsek Medan Baru tidak mampu menangani serta mengungkap peristiwa yang dialami oleh Hariadi. melihat hal tersebut pada tanggal 03 Agustus 2021 LBH Medan mengirimkan Surat Permohonan Pengalihan Penanganan Perkara dengan Nomor : 183/LBH/PP/VIII/2021 tertanggal 03 Agustus 2021 kepada Kapolda Sumut dan Dirkrimum Polda Sumut.

LBH Medan berulangkali mencoba untuk Follow Up atau mengikuti tindaklanjut Permohonan pengalihan penanganan kasus penembakan terhadap Hariadi tetapi tidak ada Jawaban yang jelas untuk menjalankan Permohonan tersebut. Melihat tidak ada respon yang baik dari pihak Polda Sumut terhadap Permohonan Pengalihan Penanganan Perkara akhirnya LBH Medan kembali mengirim Surat dengan Nomor 145/LBH/PP/2022 tertanggal 17 Juni 2022 perihal mohon tindaklanjut dan atensi dengan harapan pihak Polda Sumut benar-benar serius menjalankan Penanganan perkara.

Jika dibandingkan dengan perkara lain yang ditangani dan/atau diambil alih oleh pihak Polda Sumut seperti Kasus perjudian yang terdapat di MMTC kota Medan, Kasus perjudian tembak ikan di pematang siantar, Kasus Penganiayaan Anak Dibawah Umur oleh mantan kader PDIP, Kasus Penganiayaan Pedagang Sayur, faktanya pihak Polda Sumut mengambil alih kasus yang memungkinkan dapat di selesaikan di tingkat Polsek maupun Polres setempat namun yang terjadi dengan kasus penembakan yang dialami oleh Hariadi seakan-akan pihak Polda Sumut melakukan pembiaran untuk menangani serta mengusut tuntas yang mengancam keselamatan Hariadi.

Narahubung :

MASWAN TAMBAK, S.H : 0895 1781 5588

DONI CHOIRUL, S.H : 0812 8871 0084

Baca juga => https://lbhmedan.org/7-tahun-peluru-bersarang-di-badan-hariadi-polda-sumut-melakukan-pembiaran/

https://waspada.co.id/2022/08/polda-sumut-diminta-ambil-alih-kasus-penembakan-tukang-becak/

Data DPO Tak Kunjung Diberikan Polda Sumut

DATA DPO (DAFTAR PENCARIAN ORANG) TIDAK KUNJUNG DIBERIKAN POLDA SUMUT, LBH MEDAN AJUKAN PENYELESAIAN SENGKETA INFORMASI PUBLIK KE KOMISI INFORMASI DAERAH (KIPD) SUMUT

Rabu 27 Juli 2022, LBH Medan mengajukan Permohonan Penyelesaian Sengketa Informasi Publik terkait tidak diberikannya data DPO (Daftar Pencarian Orang) oleh Polda Sumut dan jajaranya ke Komisi Informasi Daerah Sumatera Utara sebagaimana berdasarkan surat Nomor :178/LBH/S/VII/2022, tertanggal 26 Juli 2022.

Permohonan data DPO diajukan berawal dari dibukanya Posko Pengaduan DPO yang diduga belum ditangkap pada tanggal 01 Desember 2021 dan LBH Medan mengadakan diskusi publik dengan tema “DPO Tanggung Jawab Siapa?” pada tanggal 18 Februari 2022.

Atas adanya posko tersebut LBH Medan memiliki banyaknya data DPO yang diduga belum ditangkap di daerah hukum Sumatera Utara dalam hal ini menjadi tanggung jawab Kepolisian Daerah Sumatera Utara.

Adapun data DPO yang dimiliki LBH Medan terkait DPO sebanyak 62 (enam puluh dua) orang diantaranya di Polda Sumut 3 (tiga) orang, Polrestabes Medan 1 (satu) orang, Polres Batubara 25 (dua puluh lima) orang, Polres Asahan 19 (sembilan belas) orang, Polresta Deli Serdang 2 (dua) orang, Polsek Percut Sei Tuan 1 (satu) orang, Polsek Medan Timur 1 (satu) orang, Polsek Sunggal 9 (sembilan), Polsek Patumbak 1 (satu) orang.

Sebelumnya, pada hari Rabu tanggal 02 Maret 2022 Polda Sumut melalui Dirkrimum Kombes. Tatan Dirsan Atmaja, S.I.K mengundang LBH Medan dengan mengirimkan surat Nomor : B/1580/II/RES.7.5./2022 Ditreskrimum perihal Undangan Audiensi.

Adapun saat pertemuan tersebut diwakili oleh Kabag Wassidik Polda Sumatera Utara a.n AKBP. Musa Hengky Pandapotan Tampubolon, S.I.K., S.H. Kabag Wassidik sepakat untuk menindaklanjuti permasalahan DPO dengan memberikan data DPO di daerah hukum Polda Sumatera Utara beserta jajarannya yang akan dipergunakan sebagai bahan penelitian dan mendorong terbentuknya regulasi yang tegas dan efektif menyelesaikan persoalan DPO serta mendorong para DPO segara ditangkap.

Agar kedepannya tidak lagi terjadi DPO yang bertahun-tahun bahkan puluhan tahun tidak ditangkap/ Belum tertangkap (Harun Masiku, Edy Tansil, Djoko chandra Maria Pauline dll). Namun, data yang diminta tidak kunjung diberikan padahal data tersebut merupakan informasi publik yang harus diberikan.

Bahwa perlu diketahui sebelum permohonan Penyelesaian Sengketa Informsi Publik ini diajukan, LBH Medan secara resmi telah mengirimkan surat kepada Kapolda Sumut dan jajaranya pada tanggal 08 April 2022 dengan nomor surat : 91/LBH/S/IV/2022, perihal Mohon Data Daftar Pencarian Orang, namun surat tersebut tidak mendapatkan balasan atau tanggapan apapun.

Kemudian untuk menghindari prespektif negatif masyarakat, LBH Medan kembali mengirimkan surat pada tanggal 23 Juni 2022 dengan nomor surat : 148/LBH/S/VI/2022 perihal Keberatan dan Mohon Data Daftar Pencarian Orang, namun kembali lagi tidak mendapatkan balasan ataupun menginformasikan mengapa tidak dibalas.

Oleh karena itu, melalui Permohonan Penyelesaian Sengketa Informasi tersebut, LBH Medan meminta Komisi Informasi Daerah Sumut untuk segera menindaklanjuti permohonan a quo seraya melaksanakan Penyelesaian Sengketa Informasi Publik secara berkeadilan.

LBH Medan menduga tindakan Polda Sumatera Utara tidak memberikan data DPO, yang sejatinya merupakan data Publik telah melanggar Pasal 1 Ayat (3), Pasal 27 Ayat (1), Pasal 28 D Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Jo Pasal 5 UU 39 Tahun 1999, Pasal 17 Jo 21 KUHP, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik Jo Peraturan Komisi Informasi Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2021 Tentang Standar Layanan Informasi Publik Tentang Keterbukaan Informasi Publik, Pasal 7 Perkap Nomor : 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Pasal 7 Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia (DUHAM).

Narahubung :
IRVAN SAPUTRA, S.H., M.H. (0821-6373-6197)
ALMA A’ DI, S.H. (0812-6580-6978)

 

Baca juga => https://lbhmedan.org/poldasu-dan-jajaran-kesulitan-menangkap-dpo/
https://medan.inews.id/read/132910/tak-berikan-data-dpo-lbh-medan-adukan-polda-sumut-ke-komisi-informasi

7 Tahun Pembiaran Kasus Penembakan Terhadap Hariadi Oleh Polda Sumut & Polsek Medan Baru
7 Tahun Pembiaran Kasus Penembakan Terhadap Hariadi Oleh Polda Sumut & Polsek Medan Baru

7 tahun pembiaran penembakan terhadap Hariadi oleh Polda Sumut & Polsek Medan Baru

Pada tanggal 22 November 2015 sekira pukul 19.00 WIB, Hariadi yang berprofesi sebagai penarik becak mesin hendak mengambil penumpang di Jl. Iskandar Muda, Simpang Syailendra, Kota Medan.

Saat Hariadi menyalip sebuah mobil sedan berwarna hitam, kemudian OTK yang mengendarai mobil tersebut dengan ciri-ciri badan kekar dan rambut cepak memanggilnya dengan nada keras.

Lalu Hariadi turun dari becaknya dan mendekati OTK tersebut hingga terjadilah percekcokan diantara mereka hingga OTK tersebut menembak Hariadi dengan senjata api tepat di lengan kiri yang menembus dada Hariadi, dan OTK tersebut langsung melarikan diri.

Warga sekitar yang melihat peristiwa itu langsung menolong Hariadi untuk membawanya ke RS Bhayangkara Medan. Setelah mendapatkan pertolongan pertama dari RS Bhayangkara, kemudian RS Bhayangkara merujuknya ke RS Adam Malik dengan menggunakan BPJS agar mendapatkan perawatan yang lebih intensif.

Atas peristiwa itu Dewi Hartati selaku Kakak kandung Hariadi membuat Laporan Polisi ke Polsek Medan Baru, hingga kemudian Polsek Medan Baru mengonfirmasi kepada Dewi Hartati kalau mereka telah menyita barang bukti berupa mobil sedan Mitsubishi Eterna dengan nomor plat BK 74 CK dan nomor rangka E 33 GT-001523 yang diduga milik Pelaku.

Namun setelah menyita barang bukti tersebut tidak ada kejelasan lanjut terkait perkembangan kasus Hariadi oleh Polsek Medan Baru, padahal sudah berulang kali Dewi Hartati menanyakan tindaklanjut atas kasus tersebut.

Pada bulan Maret 2016 Polsek Medan Baru meminta informasi terkait kepemilikan mobil sedan Mitsubishi Eterna dengan nomor plat BK 74 CK dan nomor rangka E 33 GT-001523 kepada Dirlantas Polda Sumut.

Kemudian pada tanggal 25 April 2016, LBH Medan membuat Surat Mohon Atensi atas kasus Hariadi tersebut ke Kapolsek Medan Baru, lalu pihak Polsek Medan Baru mengonfirmasi bahwa telah mengetahui identitas pemilik mobil tersebut a.n T & MS, dan menyatakan ada hambatan dalam proses penyidikan karena pemilik mobil tersebut tidak berhadir.

Pada tanggal 31 Mei 2016 Polsek Medan Baru mengonfirmasi bahwa hasil data record dari Dirlantas Polda Sumut, mobil dengan nomor rangka E 33 GT-001523 terdaftar a.n MS namun bukan jenis sedan eterna melainkan jenis kendaraan lain dan telah memanggil pemiliknya namun tidak berhadir.

Atas konfirmasi tersebut LBH Medan langsung berkordinasi kepada Penyidik Polsek Medan Baru dan Penyidik tersebut menerangkan mobil dengan nomor plat BK 74 CK dengan nomor rangka E 33 GT-001523 tidak sesuai dengan data karena yang terdata dengan nomor rangka E 33 GT-001523 adalah nomor plat BK 1021 UJ.

Pada tanggal 28 Juli 2016 LBH Medan menyampai surat permohonan bantuan operasi pengangkatan peluru yang ada di dada Hariadi kepada Presiden R.I, Menkopulhukam R.I, Menkumham R.I, Menkes R.I, Mensos R.I, Kapolri, Komnas HAM R.I, LPSK R.I, Kapolda Sumut, Kadis Kes Sumut, & Kadis Sos Sumut. 

Kemudian pada tanggal 03 Oktober 2016, Menkumham R.I merespon surat permohonan LBH Medan tersebut dengan mengirimkan surat kepada Kadis Kes Sumut, Dirut BPJS Kesehatan R.I, & Kapolsek Medan Baru yang menerangkan permasalahan yang dialami oleh Hariadi dapat diselesaikan sehingga penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia tidak terabaikan sebagaimana amanat konstitusi UU No. 39 Tahun 1999 Tentang HAM.

LBH Medan berulang kali berkordinasi kepada Polsek Medan Baru untuk dapat mengungkap peristiwa penembakan Hariadi namun tidak tergambar upaya yang pasti  hingga pada akhirnya pada tanggal 01 Desember 2016 LBH Medan mengadukan Polsek Medan Baru ke Kapolda Sumut, Irwasda Polda Sumut, Kabag Wassidik Dirkrimum Polda Sumut, dan Kabid Propam Polda Sumut atas dugaan undue delay atau penanganan kasus yang berlarut-larut.

Pada tanggal 07 Desember 2016 BPJS Kesehatan R.I merespon surat permohonan operasi untuk Hariadi yang menyatakan “kasus yang dialami oleh Hariadi bukan merupakan kasus gawat darurat, sehingga BPJS Kesehatan tidak dapat menjamin pelayanan kesehatan yang dilakukan di fasilitas kesehatan yang tidak bekerja sama dengan BPJS Kesehatan”.

Pada tanggal 18 April 2017 LBH Medan terus mendesak Polsek Medan Baru dengan meminta penjelasan tindaklanjut atas penanganan kasus Hariadi, namun pihak Polsek Medan Baru tidak menanggapinya. 

Pasca 3 tahun tanpa kejelasan, pada tanggal 25 September 2020 Polsek Medan Baru menyatakan hambatan dalam proses penyidikan terkait laporan kasus Hariadi tersebut yaitu karena belum tertangkapnya tersangka yang melakukan penembakan terhadap Hariadi.

Kemudian pada tanggal 03 Agustus 2021 LBH Medan meminta kepada Kapolda Sumut & Dirkrimum Polda Sumut untuk pengambil-alihan penanganan kasus Hariadi tersebut, namun setahun pasca surat tersebut tidak ada tanggapan.

Hingga pada tanggal 16 Juni 2022 LBH Medan menanyakan terkait pengambil-alihan penangan kasus tersebut namun pihak Polda Sumut menyatakan masih terkendala karena mereka melakukan pergantian Kanit.

Atas pernyataan itu pada tanggal 17 Juni 2022 LBH Medan menyampaikan surat mohon tindaklanjut dan atensi kepada Kapolda Sumut & Dirkrimum Polda Sumut dengan harapan pihak terkait benar-benar serius dalam menjalankan penanganan kasus penembakan Hariadi karena sudah hampir 7 tahun tanpa kejelasan, namun hingga saat ini Pelaku juga tidak ditemukan dan penanganan kasus juga tidak diambil alih oleh Polda Sumut.

Baca juga => https://lbhmedan.org/7-tahun-peluru-bersarang-di-badan-hariadi-polda-sumut-melakukan-pembiaran/

http://redaksi.waspada.co.id/v2021/2015/11/pengemudi-betor-korban-penembakan-opname-di-icu-rs-bhayangkara/

Hariadi Korban Penembakan

Hariadi Korban Penembakan

Pada tanggal 22 november 2015 sekira pukul 19.00 wib, Hariadi yang berprofesi sebagai penarik becak mesin, hendak mengambil penumpang di Jl. Iskandar Muda, Simpang Syailendra Kota Medan. Saat di jalan, Hariadi menyalip sebuah mobil sedan berwarna hitam.

Kemudian orang di dalam mobil tersebut dengan ciri-ciri badan kekar dan rambut cepak, memanggilnya dengan nada keras.

Saat Hariadi mendekat sempat terjadi adu mulut diantara mereka hingga secara tiba-tiba pria itu menembaknya dengan sebuah senjata api tepat di lengan kiri sampai menembus dadanya.

Pria tersebut pun langsung melarikan diri. Kemudian warga sekitar yang melihat peristiwa penembakan itu langsung menolong Hariadi untuk dibawa ke Rumah Sakit Bhayangkara Medan.

Setelah dirawat di RS Bhayangkara, tenaga medis RS Bhayangkara tidak sanggup melakukan tindakan operasi terhadap luka Hariadi.

Dengan keadaan seperti itu RS Bhayangkara merujuknya ke RS Adam Malik dengan menggunakan BPJS untuk mendapatkan perawatan yang lebih intensif.

Kemudian pihak RS Adam Malik melakukan pemeriksaan luka/ronsen dan hasilnya terlihat tulang lengan sebelah kiri hancur dan terdapat bayangan oval seperti peluru tajam di sela-sela tulang rusuk.

Atas peristiwa penembakan tersebut, Dewi Hartati selaku kakak kandung Hariadi membuat Laporan Polisi ke Polsek Medan Baru.

Namun diduga Penyidik Polsek Medan Baru tidak profesional dan tidak transparan, karena hingga saat ini tidak ada tindak lanjut terhadap kasus tersebut.

Karena tidak adanya tindak lanjut tersebut, Hariadi meminta kepada Polda Sumut untuk mengambil alih penanganan perkara tersebut.

7 tahun peristiwa penembakan itu berlalu, namun peluru itu masih bersarang di dadanya karena menurut keterangan dokter saat itu ada resiko kematian jika operasi dilakukan.

Selain resiko kematian, ketidak profesionalan dan tidak adanya iktikad baik Polsek Medan Baru dan Polda Sumut lah yang menjadi kendala utama bagi Hariadi dalam memperoleh keadilan.

Padahal Polsek Medan Baru telah menyita mobil yang diduga milik pelaku, namun anehnya Penyidik Polsek Medan baru hingga saat ini tidak bisa menghadirkan pemilik mobil tersebut.

Baca juga => http://redaksi.waspada.co.id/v2021/2015/11/pengemudi-betor-korban-penembakan-opname-di-icu-rs-bhayangkara/

https://lbhmedan.org/7-tahun-pembiaran-kasus-penembakan-hariadi-oleh-polda-sumut-polsek-medan-baru/

WALHI Sumatera Utara dan LBH Medan menyesali Pedoman Kerjasama Teknis (PKT) yang dilakukan antara institusi POLDA Sumatera Utara bersama perusahaan seperti PTPN-4, PT. Agincourt Resources, PT. Inalum, PDAM Tirtanadi, PT. Barumun Agro Sentosa, PT. Rimba Mujur Mahkota, PT. North Sumatera Hydro Energy, dan PTPN-2.LBH Medan, Press release – WALHI Sumatera Utara dan LBH Medan menyesali Pedoman Kerjasama Teknis (PKT) yang dilakukan antara institusi POLDA Sumatera Utara bersama perusahaan seperti PTPN-4, PT. Agincourt Resources, PT. Inalum, PDAM Tirtanadi, PT. Barumun Agro Sentosa, PT. Rimba Mujur Mahkota, PT. North Sumatera Hydro Energy, dan PTPN-2. WALHI Sumatera Utara dan LBH Medan menilai Pedoman Kerjasama Teknis yang dilakukan oleh institusi POLDA Sumatera Utara bersama perusahaan tersebut hanya akan semakin memperkuat posisi perusahaan untuk mendapatkan impunitas hukum.

Diketahui dampak dari ativitas perusahaan yang melakukan pedoman Kerjasama tersebut sampai saat ini telah banyak melahirkan konflik struktural dan berimplikasi terhadap kerusakan lingkungan hidup serta perampasan ruang hidup masyarakat. Selain itu, Pedoman Kerjasama Teknis (PKT) yang dilakukan oleh POLDA Sumatera Utara dan perusahaan akan berpotensi memunculkan praktik penyalahgunaan wewenang institusi kepolisian dengan menggunakan kekuatan atas nama pengamanan yang dilakukan untuk melakukan pengawalan terhadap aktivitas perusahaan, serta akan memunculkan potensi kejahatan korupsi yang terstruktur dan sistematis.

Alasan utama lainnya adalah Ketika institusi kepolisian melakukan hubungan Kerjasama dengan perusahaan, hal ini akan berpotensi menggangu netralitas kepolisian dalam melakukan perlindungan, pengayoman, penegakkan hukum, dan pelayanan kepada masyarakat serta akan menyebabkan hilangnya kontrol kekuatan masyarakat sipil kepada institusi kepolisian.

Selain itu, hubungan ini juga akan mendasari semakin luasnya kesempatan untuk melakukan tindakan korupsi. Sebagai dampak dari kebutuhan operasionalnya, banyak kegiatan kepolisian yang dirahasiakan. Jika institusi kepolisian sudah biasa dengan kerahasiaan atau tertutup pasti akan rentan terhadap tindakan korupsi. Korupsi yang jarang diperiksa dalam tubuh kepolisian, tentu akan memunculkan hilangnya integritas kepolisian terhadap publik, dan memperoleh kebencian terhadap publik.

Jika melihat fungsi kepolisian pada dasarnya kepolisian adalah institusi yang bertanggung jawab langsung dibawah presiden. Polri mengemban tugas-tugas kepolisian di seluruh wilayah Indonesia yaitu memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, dan memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat tentunya bukan kepada perusahaan.

Menurut UU. Nomor 2 Tahun 2002 tugas, fungsi, kewenangan, tentang kepolisian Republik Indonesia dalam Pasal 2 Fungsi Kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.

Dalam Pasal 4 juga mengatur bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya ketentraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.

Dalam pasal 5 ayat 1 juga menjelaskan bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum/ serta memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri. Serta dalam Pasal 13 Tugas Pokok Polri adalah Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, dan memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.

Melihat tingginya eskalasi konflik pengelolaan sumber daya alam di Sumatera Utara, ironis jika melihat institusi POLDA Sumatera Utara masih saja melakukan hubungan Kerjasama dengan perusahaan yang telah jelas banyak melakukan pelanggaran hak sipil politk dan hak ekonomi, sosial, dan budaya kepada masyarakat.

Apalagi diketahui diantara beberapa perusahaan yang melakukan pedoman Kerjasama teknis dengan POLDA Sumatera Utara tersebut sampai saat ini banyak memunculkan polemik dan ancaman terhadap perlindungan lingkungan hidup akibat dari ativitas perusahaannya seperti PT. North Sumatera Hydro Energy.

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sumatera Utara pernah menggugat Gubernur Sumatera Utara ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan terkait pemberian izin lingkungan untuk PT. NSHE. WALHI menilai, pembukaan kawasan hutan Batang Toru untuk proyek PLTA Batang Toru yang dikerjakan PT. NSHE, akan merusak habitat orangutan Tapanuli (Pongo tapanuliensis) dan mengancam lingkungan keseluruhan.

WALHI Sumatera Utara melihat ijin lingkungan PT. NSHE bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Salah satunya Undang-Undang tentang penerbitan ijin lingkungan, asas-asas pemerintahan yang baik, dan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup serta peraturan-peraturan lainnya.

Selain itu WALHI Sumatera Utara melihat terdapat potensi kerusakan lingkungan, konflik masyarakat, dan risiko punahnya orangutan akibat kehilangan dan fragmentasi habitat. WALHI Sumatera Utara juga melihat potensi bencana ekologis karena kawasan tersebut merupakan episentrum gempa bumi di Sumatera Utara, yang sangat dekat dengan patahan tektonik utama.

Selain itu ada juga PT. Agincourt Resources merupakan sebuah perusahaan pertambangan yang bergerak di bidang eksplorasi, penambangan, dan pengolahan mineral batangan emas dan perak. Tempat operasinya adalah di Tambang Emas Martabe di Sumatera yang merupakan pit tambang terbuka dan pengolahan konvensional mendukung produksi emas dan perak batangan. Luas wilayah Tambang Emas Martabe berdasarkan Kontrak Karya generaso ke 6 berlaku selama 30 tahun dengan Pemerintah Indonesia, dimana Kontrak Karya di tahun 1997 dengan luas wilayah adalah 6.560 km2.

Namun setelah beberapa kali pelepasan luas “Kontrak Karya” (KK), saat ini perusahaan memiliki luasan penambangan 130.252 hektar, atau 1.303 km². Area operasional berada di Kabupaten Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, Tapanuli Utara, dan Mandailing Natal.58 Hinga tanggal 30 Juni 2020, Sumber Daya Mineral PT. Agincourt Resources mencapai 7,6 juta ounce emas dan 66 juta ounce perak. PT. Agincourt Resources memulai produksi tanggal 24 Juli 2012.

Kapasitas operasi Tambang Emas Martabe diperkirakan melebihi 6 juta ton bijih per tahun untuk menghasilkan lebih dari 300.000 Ounce emas dan 2-3 juta ounce perak per tahun. Berdasarkan SK Menteri Kehutanan 579 tentang Penunjukan Kawasan Hutan Sumatera Utara, wilayah ‘Contract of Work‘ PT Agincourt tumpang tindih dengan Kawasan Hutan Lindung Batang Toru di Kabupaten Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah dan Tapanuli Selatan seluas 30.629 ha.

Tumpang tindih wilayah “Contract of Work” dengan hutan lindung Batang Toru menjadi kekhawatiran besar dan permasalahan serius yang bisa membahayakan ekosistem ini secara langsung maupun tidak langsung. Tumpang tindih wilayah “Contract of Work” PT Agincourt berada di bagian Blok Barat dari Ekosistem Batang Toru seluas 27.792 ha.

Dalam 15 tahun belakangan luas deforestasi yang disebabkan oleh PT. Agincourt dan mencapai 2.200 Ha kawasan. Kondisi ini diperparah oleh deforestasi sekitar lokasi tambang yang terjadi di kecamatan Batang Toru. Ini semua termasuk kehilangan hutan dalam Ekosistem Batang Toru.

Oleh karena itu, WALHI Sumatera Utara Bersama LBH Medan meminta agar intitusi POLDA Sumatera Utara lebih mempertimbangkan penyelamatan lingkungan hidup dan Hak Asasi Manusia serta tetap menjaga netralitas dan juga profesionalitas institusi kepolisian sesuai dengan esensi tugas, fungsi, dan wewenangnya. Bukan justru melakukan perjanjian Kerjasama dengan perusahaan-perusahaan yang telah nyata menjadi pelaku kerusakan lingkungan hidup dan perampasan sumber penghidupan rakyat.

 

Baca juga => https://lbhmedan.org/pt-smgp-berulang-kali-kebocoran-gas-izinnya-layak-dicabut/

https://waspada.id/medan/berpotensi-salahgunakan-wewenang-walhi-dan-lbh-kritik-kerjasama-poldasu-dengan-sejumlah-perusahaan/