Pos

DIREKTUR KRIMUM, KRIMSUS, NARKOBA, TAHTI DAN PARA KAPOLRES/TA/TABES POLDA SUMUT HARUS SEGERA TINDAKLANJUTI TELEGRAM KAPOLDA SUMUT

LBH Medan, Selasa 25 Oktober 2022, Kapolda Sumatera Utara telah menerbitkan Surat Telegram Kapolda Sumut Nomor:STR/509/IX/WAS.2.1/2022 tertanggal 30 September 2022, yang intinya meminta DIREKTUR KRIMUM, KRIMSUS, NARKOBA, TAHTI DAN PARA KAPOLRES/TA/TABES POLDA SUMUT untuk menyiapkan ruang tahanan, sarana dan prasarana sesuai dengan usia, jenis kelamin dan jenis tindak pidana terhadap anak yang berkonflik dengan hukum, mempedomani pasal 7 Perkap Nomor 4 tahun 2015 tentang Harwat Tahanan di Lingkungan Polri serta melakukan pengawasan agar tidak sampai terjadi adanya pungutan liar di dalam tahanan baik yang dilakukan oleh sesama tahanan maupun oleh petugas jaga tahanan itu sendiri.

Berawal dari penyuluhan hukum yang dilakukan oleh LBH Medan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) dengan tema “Hak-hak Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum” tertanggal 19 Agustus 2022. LBH Medan mendapatkan data 22 (Dua Puluh Dua) anak yang saat berkonflik dengan hukum ketika ditahan pada tingkat kepolisian masih digabungkan dengan orang dewasa/tidak tersedianya tahanan khusus anak dan mendapatkan tindakan yang tidak sepantasnya dialami anak.

Adapun yang dialami para anak tersebut diantaranya digabungkan dengan orang dewasa, dimintai uang oleh tahanan lain/dewasa, diperlakukan tidak baik, diberikan balsam kemaluanya, diancam dipukul, disuruh menjadi pengedar narkoba yang lebih besar dan disuruh memijat/khusuk.

Menyikapi hal tersebut LBH Medan sebagai lembaga yang konsern terhadap Penegakan Hukum, Perlindungan Anak dan Hak Asasi Manusia (HAM) menilai apa yang dialami para anak tersebut telah melangar hak asasi manusia dalam hal ini hak anak yang secara konstitusional telah dijamin sebagaimana tertuang jelas dalam Pasal 28 D ayat (1) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.

Terkait kejadian yang menimpa para anak yang berkonflik dengan hukum, LBH Medan secara resmi telah menyurati Kapolda Sumut dan jajaranya, dengan nomor surat: 294/LBH/S/X/2022, tertanggal 12 September 2022, perihal Mohon Penjelasan dan Mohon Menyediakan ruang tahanan khusus anak di polres dan polsek –polsek di kota Medan. Guna tidak terjadi lagi hal-hal yang telah dialami para anak yang berkonflik dengan hukum tersebut. Karena sesungguhnya penggabungan anak dengan tahanan dewasa sama halnya dengan memperburuk keadaan anak dan tidak menutup kemungkinan dapat menghancurkan masa depan meraka.

Perlu diketahui apa yang dimohonkan oleh LBH Medan sesunggunya merupakan amanat undang-undang yang haruslah ditaati dan dilaksanakan dengan baik dan benar. Namun surat tersebut hingga sampai rilis ini buat dan telah di follow up ke Polda Sumut dan jajaranya belum dibalas oleh pihak-pihak terkait.

Bahwa dengan belum dibalasnya surat tersebut dan untuk menghindari prespektif negatif masyarakat terhadap Polda Sumut, LBH Medan kembali menyurati pihak polda sumut pada tanggal 19 Oktober 2022, dengan nomor surat:294/LBH/S/X/2022 perihal Mohon Atensi. Alih-alih mendapatkan balasan, kembali lagi surat tersebut tidak ditanggapi ataupun dibalas.

Menyikapi hal itu pada tanggal 24 Oktober 2022 LBH Medan secara langsung kembali mendatangi polda sumut. Dan ketika di polda sumut tepatnya propam polda pihak LBH Medan meminta penjelasan surat terkait dan dijawab jika pihak Polda Sumut telah memberikan arahan kepada jajaranya agar menyedikan apa yang telah disurati sebelumnya.

Namun LBH Medan meminta secara jelas dan konkrit dalam hal ini secara tertulis, seketika itu pihak propam memberikan fotocopy Surat Telegram Kapolda Sumut Nomor:STR/509/IX/WAS.2.1/2022 tertanggal 30 September 2022.

Oleh karena telah diterbitkanya Surat Telegram Kapolda sudah sepatutnya secara hukum DIREKTUR KRIMUM, KRIMSUS, NARKOBA, TAHTI DAN PARA KAPOLRES/TA/TABES POLDA SUMUT segera menindaklanjutinya
demi terwujudnya hak-hak anak yang berkonflik dengan hukum. Hal ini tentu demi berlangsungnya tumbuh kembang anak, yang notebenenya tidak menutupi hak para anak yang berkonflik bisa lebih baik kedepanya, dapat diterima kembali di masyarakat serta kembali menata masa depannya.

LBH Medan dalam hal ini secara tegas akan melakukan pemantau apakah para pihak-pihak terkait telah menjalankan perintah Kapolda Sumut. Jika telegram Kapolda tersebut tidak dilakasanakan sebagaimana mestinya maka patut diduga para pihak terkait melanggar pasal 1, 27 ayat (1), 28 D ayat (1) UUD 1945, Pasal 17 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM, Pasal 26 UU No. 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan ICCPR, pasal 21 ayat (1) UU No
35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak serta Pasal 3 dan 30 UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Demikian Rilis Pers ini disampaikan, agar kiranya Release Press ini dapat digunakan sebagai sumber pemberitaan. Terimakasih

IRVAN SAPUTRA, SH., MH (0821-6373-6197)
KHAIRIYAH RAHMADHANI, SH (0823-6186-3626)

Release Press LBH MEDAN “CARUT MARUT DI TUBUH POLRI, REFORMASI POLRI HARGA MATI”

LBH Medan, 15 Oktober 2022, Badai ditubuh Polri seakan tidak berhenti, kali ini kembali menimpa jendral bintang dua Irjen Pol.Teddy Minahasa Putra merupakan mantan Kapolda Sumatera Barat yang baru saja mendapat jabatan sebagai Kapolda Jatim menggantikan Irjen Pol Nico Afinta yang dicopot, diduga imbas dari tragedi Kanjuruan Malang. Sebagaimana tertuang dalam Surat Telegram Kaporli Nomor: ST/2134/X/KEP/2022. Tertanggal 10 Oktober 2022.

Belum selesai permasalahan Ferdy Sambo yang saat ini terancam hukuman mati karena dugaan pembunuhan berencana, institusi polri kembali tercoreng dengan ditetapkannya Irjen Pol. Teddy Minahasa Putra sebagai Tersangka dugaan tindak pidana peredaran gelap/penjualan barang bukti narkoba.

Hal tersebut diungkap langsung oleh Kapolri Jendral Listyo Sigit Prabowo dalam konfrensi persnya kepada awak media di Jakarta, 14 Oktober 2022. Irjen pol. Teddy Minahasa Putra diduga terlibat penjualan barang bukti (barbuk) narkoba 5 kg sabu.

Terungkapnya Teddy Minahasa berawal dari laporan masyarakat atas adanya dugaan jaringan peredaran gelap narkoba, yang sedang diatangani Polda Metro Jaya. Berangkat dari informasi tersebut Polda Metro diketahui menangkap tiga orang masyarakat sipil.

Kemudian dalam pengembangannya ternyata terdapat keterlibatan anggota polri berpangkat Bripka, Kompol yang merupakan seorang kapolsek dan AKBP yang diketahui mantan Kapolres Bukti Tinggi. Dari situlah mengarah kepada Teddy Minahasa.

Miris, seharusnya sebagaimana amanat Pasal 30 ayat (4) Undang-undang Dasar 1945, polri dalam hal ini Teddy Minahasa sebagai alat negara menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. bertugas melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat serta menegakkan hukum, bukan malah sebalikanya memberikan contoh buruk bagi masyarakat dan anggotanya dengan melakukan tindak pidana.

LBH Medan menilai Polri saat itu ditengah situasi yang sulit, banyaknya permaslahan yang menimpa polri menggambarkan polri sedang tidak baik-baik saja dan perlu adanya langkah cepat dan tegas untuk memperbaikinya.

Reformasi polri merupakan harga mati demi mengembalikan kepercayaan publik yang dewasa ini terkesan bersikap skeptis.
Bukan tanpa alasan, hal tersebut dapat dilihat dengan jelas oleh publik dalam kurun waktu 3 bulan belakangan ini, terdapat puluhan anggota polri yang bermasalah baik melakukan tindak pidana maupun pelanggaran kode etik polri sehingga menyita perhatian/viral.

Semisal kasus Ferdy Sambo, 3 anggota polri jajaran Polda Jatim dalam tragedi stadion Kanjuruan Malang, 3 anggota Polrestabes Medan dugaan perampokan dan banyak lainya.

LBH Medan menilai tiga permsalahan pokok ditubuh polri saat ini yang menghambat polri menjalakan peran dan fungsinya. Pertama, penyalahgunaan kewenangan seperti, pemerasan, korupsi dan tidak menjalankan tugasnya secara professional, proporsional dan prosedural (unde delay), kedua, masalah pelanggaran hukum yang terus menerus terulang yang dilakukan oknum polri dan ketiga, politisasi penguasa dan pengusaha (Kriminalisasi).

Oleh karenanya momentum ini menjadi harga mati bagi Kapolri dalam melakukan reformasi mulai dari Regulasi, Struktural hingga Kultural.
LBH Medan menduga tindakan Irjen Teddy Minahasa Putra dan Oknum-okunum polri yang bermasalah telah melanggar Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 ayat (3), 28D, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, UU Nomor 12 Tahun 2005 tentang pengesahan International Covenant on Civil and Political Right dan perkap 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Polri. Dan haruslah ditindak secara tegas dan diberikan sanksi yang berat.

Demikian rilis pers ini disampaikan agar dapat dijadikan sebagai sumber pemberitaan. Terimakasih.

Narahubung :
IRVAN SAPUTRA, SH., MH (0821 6373 6197)
MARSELINUS DUHA, SH ( 0853 5990 1921)

PENDIDIKAN KHUSUS PROFESI ADVOKAT (UNIVERSITAS DHARMAWANGSA-LBH MEDAN-PERADI)

 

PENDIDIKAN KHUSUS PROFESI ADVOKAT (PKPA) UNIV. DHARMAWANGSA-LBH MEDAN – PERADI RESMI DIBUKA.

PERIODE PENDAFTARAN : 13 OKTOBER 2022 S/D 20 OKTOBER 2022.

PELAKSANAAN : 04 NOVEMBER 2022 S/D 03 DESEMBER 2022
HYBRID & TATAP MUKA ONLINE

PERSYARATAN :
1. FC KTP 2 LEMBAR
2.FC IJAZAH SI HUKUM/SKTL 2 LEMBAR
3.PAS FOTO 3X4 (LATAR MERAH) 2 LEMBAR
4.PAS FOTO 4X6 (LATAR MERAH) 2 LEMBAR
5.SLIP SETORAN BIAYA PENDIDIKAN
6. MENGISI FORMULIR PENDAFTARAN

FASILITAS :
1.ILMU/MATERI
2.SOFTCOPY
3.COFFE BREAK
4.MAKAN SIANG
5.SERTIFIKAT
6.ADVOKAT
PENDAMPING

Pendaftaran bisa datang langsung ke JL. HINDU NO.12. KESAWAN. MEDAN (KANTOR LBH MEDAN) ATAU JL. KOL, YOS SUDARSO NO.224, GLUGUR, MEDAN (KAMPUS PASCASARJANA UNIV. DHARMAWANGSA)
Atau menghubungi contact person tertera.

#pkpa #lbh #lbhmedan #pendidikan #advokat

Tragedi Stadion Kanjuruhan Malang: Negara Harus Bertanggung Jawab Atas Jatuhnya Korban Jiwa

Tragedi Stadion Kanjuruhan Malang: Negara Harus Bertanggung Jawab Atas Jatuhnya Korban Jiwa

Siaran Pers
YLBH dan LBH Kantor Seluruh Indonesia

Tragedi Stadion Kanjuruhan Malang: Negara Harus Bertanggung Jawab Atas Jatuhnya Korban Jiwa

Tragedi Stadion Kanjuruhan Malang: Negara Harus Bertanggung Jawab Atas Jatuhnya Korban Jiwa

Kami menyampaikan bela sungkawa sedalam-dalamnya atas jatuhnya korban jiwa dan luka-luka dalam tragedi yang terjadi di Stadion Kanjuruhan yang terjadi setelah selesainya laga pertandingan sepakbola Arema vs Persebaya pada tanggal 1 Oktober 2022. Kami mendapat laporan bahwa sampai dengan Pukul 07.30 WIB, diduga telah ada 153 korban jiwa dari kejadian ini.

Sejak awal panitia mengkhawatirkan akan pertandingan ini dan meminta kepada Liga (LIB) agar pertandingan dapat diselenggarakan sore hari untuk meminimalisir resiko. Tetapi sayangnya pihak Liga menolak permintaan tersebut dan tetap menyelenggarakan pertandingan pada malam hari.

Pertandingan berjalan lancar hingga selesai, hingga kemudian kerusuhan terjadi setelah pertandingan dimana terdapat supporter memasuki lapangan dan kemudian ditindak oleh aparat. Dalam video yang beredar, kami melihat terdapat kekerasan yang dilakukan aparat dengan memukul dan menendang suporter yang ada di lapangan. Ketika situasi suporter makin banyak ke lapangan, justru kemudian aparat melakukan penembakan gas air mata ke tribun yang masih banyak dipenuhi penonton.

Kami menduga bahwa penggunaan kekuatan yang berlebihan (excessive use force) melalui penggunaan gas air mata dan pengendalian masa yang tidak sesuai prosedur menjadi penyebab banyaknya korban jiwa yang berjatuhan. Penggunaan Gas Air mata yang tidak sesuai dengan Prosedur pengendalian massa mengakibatkan suporter di tribun berdesak-desakan mencari pintu keluar, sesak nafas, pingsan dan saling bertabrakan. Hal tersebut diperparah dengan over kapasitas stadion dan pertandingan big match yang dilakukan pada malam hari hal tersebut yang membuat seluruh pihak yang berkepentingan harus melakukan upaya penyelidikan dan evaluasi yang menyeluruh terhadap pertandingan ini.

Padahal jelas penggunaan gas Air mata tersebut dilarang oleh FIFA. FIFA dalam Stadium Safety and Security Regulation Pasal 19 menegaskan bahwa penggunaan gas air mata dan senjata api dilarang untuk mengamankan massa dalam stadion.

Kami menilai bahwa tindakan aparat dalam kejadian tersebut bertentangan dengan beberapa peraturan sebagai berikut :

  1. Perkapolri No.16 Tahun 2006 Tentang Pedoman pengendalian massa
  2. Perkapolri No.01 Tahun 2009 Tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian
  3. Perkapolri No.08 Tahun 2009 Tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara RI
  4. Perkapolri No.08 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Lintas Ganti dan Cara Bertindak Dalam Penanggulangan Huru-hara
  5. Perkapolri No.02 Tahun 2019 Tentang Pengendalian Huru-hara

Maka atas pertimbangan diatas, kami menilai bahwa penanganan aparat dalam mengendalikan masa berpotensi terhadap dugaan Pelanggaran HAM dengan meninggalnya lebih dari 150 Korban Jiwa dan ratusan lainnya luka-luka.

Maka dari itu kami menyatakan sikap:

  1. Mengecam Tindak represif aparat terhadap penanganan suporter dengan tidak mengindahkan berbagai peraturan, terkhusus Implementasi Prinsip HAM POLRI;
  2. Mendesak Negara untuk segera melakukan penyelidikan terhadap tragedi ini yang mengakibatkan Jatuhnya diduga 153 Korban jiwa dan korban luka dengan membentuk tim penyelidik independen ;
  3. Mendesak Kompolnas dan Komnas HAM untuk memeriksa dugaan Pelanggaran HAM, dugaan pelanggaran profesionalisme dan kinerja anggota kepolisian yang bertugas;
  4. Mendesak Propam POLRI dan POM TNI untuk segera memeriksa dugaan pelanggaran profesionalisme dan kinerja anggota TNI-POLRI yang bertugas pada saat peristiwa tersebut;
  5. Mendesak KAPOLRI untuk melakukan Evaluasi secara Tegas atas Tragedi yang terjadi yang memakan Korban Jiwa baik dari masa suporter maupun kepolisian;
  6. Mendesak Negara cq. Pemerintah Pusat dan Daerah terkait untuk bertanggung jawab terhadap jatuhnya korban jiwa dan luka-luka dalam tragedi Kanjuruhan, Malang.

Narahubung:
Muhamad Isnur (YLBHI) : 0815-1001-4395
Habibus Shalihin (Kadiv Advokasi LBH Surabaya) : 0823-3023-1599
Daniel (Koordinator LBH Surabaya Pos Malang) : 0856-3495-689

RELEASE PRESS Nomor :266 /LBH/RP/IX/2022 “KOMISI INFORMASI PROVINSI SUMUT (KIP-SU) SIDANGKAN PERMOHONAN SENGKETA INFORMASI PUBLIK TERKAIT DATA DAFTAR PENCARIAN ORANG (DPO) DI SUMUT, YANG DIAJUKAN LBH MEDAN TERHADAP KAPOLDA SUMUT.”

LBH Medan Kamis 29 September 2022, Komisi Informasi Provinsi Sumatera Utara (KIP-SU) Melayangkan panggilan Sidang Sengketa Informasi Publik atas Permohonan Penyelesaian Sengketa Informasi Publik yang di ajukan LBH Medan terhadap Kapolda Sumut terkait dugaan tidak diberikannya data DPO oleh Polda Sumut dan jajaranya.

Berdasarkan surat panggilan sidang Nomor: 01/IX/KIP-SU-RLS/2022 tertanggal 19 September 2022, KIP-SU secara resmi dan berdasar hukum memanggil LBH Medan selaku Pemohon Sengketa Informasi Pubik dan Kapolda Sumut selaku Termohon.

Adapun panggilan tersebut guna mengikuti persidangan sengketa informasi publik yang terdaftar dengan nomor register: 48/ KIP-SU/S/2022, yang dilakasanakan pada hari Kamis, tanggal 29 September 2022, Pukul 11. 00 Wib s/d selesai di jln. Alfalah No. 22, Kel. Suka Maju, Kec. Medan Johor, 20146 dengan Agenda Sidang Ajudikasi Nonlitigasi.

Permohonan tersebut berawal dari adanya data DPO yang dimiliki LBH Medan sebanyak 62 (enam puluh dua) orang diantaranya di Polda Sumut 3 (tiga) orang, Polrestabes Medan 1 (satu) orang, Polres Batubara 25 (dua puluh lima) orang, Polres Asahan 19 (sembilan belas) orang, Polresta Deli Serdang 2 (dua) orang, Polsek Percut Sei Tuan 1 (satu) orang, Polsek Medan Timur 1 (satu) orang, Polsek Sunggal 9 (sembilan), Polsek Patumbak 1 (satu) orang, yang diduga sampai saat ini belum di tangkap dan ditahan.

Bahwa perlu diketahui sebelum diajukannya permohonan sengketa informasi publik a quo, LBH Medan telah berulang- ulang kali meminta secara resmi/ melalui surat data DPO kepada Kapolda Sumut dan Jajaranya, namun data tersebut tidak kunjung diberikan. Padahal data tersebut merupakan Informasi Publik yang seyogiyanya wajib diberikan.

Oleh karena itu melalui sidang a quo, LBH Medan secara tegas meminta kepada Kapolda Sumut dan jajaranya untuk memberikan data DPO Sumut, guna mendorong pemerintah dan DPR untuk membuat regulasi yang tegas dan efektif dalam menyelesaikan persoalan DPO, serta mendesak Polda Sumut segara menangkap para DPO tersebut agar memberikan Kepastian hukum terhadap para korban dan memberikan keamanan bagi Masyarakat khususnya Sumatera Utara.

Agar kedepannya tidak ada lagi DPO yang bertahun-tahun bahkan puluhan tahun Belum tertangkap dan/atau tertangkap sebagai contoh: Harun Masiku, Edy Tansil, Djoko chandra Maria Pauline dll.

LBH Medan menduga tindakan Polda Sumatera Utara tidak/belum memberikan data DPO, yang sejatinya merupakan data Publik telah melanggar Pasal 1 Ayat (3), Pasal 27 Ayat (1), Pasal 28 D Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Jo Pasal 5 UU 39 Tahun 1999, Pasal 17 Jo 21 KUHP, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik Jo Peraturan Komisi Informasi Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2021 Tentang Standar Layanan Informasi Publik Tentang Keterbukaan Informasi Publik, Pasal 7 Perkap Nomor : 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Pasal 7 Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia (DUHAM).

Demikian Rilis Pers ini disampaikan, agar kiranya Release Press ini dapat digunakan sebagai sumber pemberitaan
Terimakasih.

Cp :
Irvan Saputra, S.H., M.H. (0821-6373-6197)
Alma A’ Di, S.H. (0812-6580-6978)

 

DAGELAN JPU & HAKIM DALAM PERSIDANGAN KETERANGAN SAKSI PERKARA TINDAK PIDANA SINDIKAT PERDAGANGAN ORANGUTAN (PONGO ABELII)

“DAGELAN” JPU & HAKIM DALAM SIDANG TINDAK PIDANA PERDAGANGAN SATWA ORANGUTAN SUMATERA (PONGO ABELII)

DAGELAN JPU & HAKIM DALAM PERSIDANGAN KETERANGAN SAKSI PERKARA TINDAK PIDANA SINDIKAT PERDAGANGAN ORANGUTAN (PONGO ABELII)

DAGELAN JPU & HAKIM DALAM PERSIDANGAN KETERANGAN SAKSI PERKARA TINDAK PIDANA SINDIKAT PERDAGANGAN ORANGUTAN (PONGO ABELII)

Kamis 15 September 2022, pasca 2 (dua) kali sidang agenda keterangan saksi dan ahli ditunda atas perkara dugaan tindak pidana perdagangan satwa liar jenis Orangutan Sumatera (Pongo Abelii) terhadap Terdakwa a.n Thomas Di Raiders, akhirnya pada tanggal 15 September 2022 sekira pukul 16.30 WIB agenda sidang tersebut dapat digelar. Namun diduga JPU a.n Eva Christine sengaja hanya menghadirkan 1 (satu) orang saksi saja atas nama Arya Rivaldi Pratama (20), padahal dalam perkara a quo ada 3 saksi lainnya yaitu atas nama Haidar Yasir (20), Putri Adelina (20), RAI (17).

Dalam keterangannya pada persidangan, Arya Rivaldi Pratama menjelaskan kalau dia beserta dengan Thomas dan keempat saksi lainnya pergi dari Binjai ke Cemara Asri bertujuan untuk jalan-jalan menggunakan mobil merk Toyota Yaris Warna Putih dengan Nomor Polisi BK 1665 RO, yang mana saat itu saksi diminta untuk menyetir mobil tersebut.

Kemudian sesampainya di Cemara Asri saksi mengatakan kalau Thomas sedang menunggu seseorang untuk COD barang. Lalu saksi menjelaskan kalau dia tidak mengetahui apa isi barang tersebut yang dimasukkan ke dalam bagasi belakang mobil. Saat ditanya JPU mengenai barang tersebut yang kemudian diketahui isinya Orangutan Sumatera (Pongo Abelii) kapan dimasukkan ke bagasi belakang mobil itu?, saksi menjawab “tidak mengetahui kapan Orangutan itu ada dibagasi, karena saksi beralasan kalau sebelumnya mobil itu dibawa oleh Haidar dan Thomas.

Sehingga keterangan saksi tersebut sangatlah kontradiktif dengan keterangannya di Kepolisian yang sebelumnya telah menjelaskan kalau saksi melihat melalui kaca spion kalau Thomas ada meletakkan 1 (satu) bungkusan kardus pada bagasi belakang mobil tersebut.

Disisi lain, LBH Medan juga menduga Saksi Arya banyak memberi keterangan yang tidak masuk diakal yang salah satunya Saksi memberi keterangan “tidak ada mendengar suara apapun (suara Orangutan) selama perjalanan karena Saksi menghidupkan musik di- dalam mobil”, keterangan ini diduga bentuk akal-akalan Saksi demi melepaskan dirinya dari kasus sindikat perdagangan satwa ini.

Padahal di Kepolisian, Saksi telah mengaku “dalam perjalanan menuju ke Medan, Saksi mengetahui terdapat 1 (ekor) satwa dilindungi di dalam mobil yang dikendarainya karena Saksi mendengar suara tangisan satwa Orangutan dan ketika itu Saksi juga mempertanyakan kepada Terdakwa soal tangisan itu dan Terdakwa memberitahu jika suara tersebut adalah suara Orangutan”.

Kemudian berdasarkan informasi yang dihimpun oleh LBH Medan, Saksi Haidar menerangkan saat pemeriksaan ditingkat penyidikan kalau saksi dijemput di rumahnya oleh Thomas beserta dengan saksi Arya dan RAI menggunakan mobil untuk ikut mengantarkan barang (yang diduga Orangutan) ke Kota Medan, dan kemudian saksi mengatakan kalau Thomas memberitahukan akan menjumpai calon pembeli 1 (satu) ekor satwa jenis Orangutan Sumatera (Pongo Abelii) di Kota Medan tepatnya di Cemara Asri.

LBH Medan melihat adanya dugaan skenario dan ketidakseriusan JPU ketika dalam persidangan JPU an. Eva Cristhine menyampaikan pernyataan secara tegas kepada Saksi Arya “kamu jujur, dari keteranganmu ini harusnya kamu masuk juga ini”, namun LBH Medan mengetahui pasca persidangan JPU Eva justru memberikan keterangan lain kepada wartawan mengenai keterangan dan keterlibatan Saksi dalam kasus ini “keterangan dia (Saksi Arya) udah sesuai sama BAP nya, jadi tidak ada keterlibatannya dikasus ini dan untuk Saksi yang 3 (tiga) lagi aku uda nyerah”.

LBH Medan menduga sejak sulit dihadirkannya 4 (empat) Saksi yang diduga terlibat dalam kasus sindikat perdagangan satwa lindung ini hingga keterangan Saksi yang tidak masuk akal atau kontradiktif dalam persidangan serta adanya pernyataan Jaksa seperti ini.

LBH Medan menduga kuat ada skenario yang tersistematis dalam penanganan kasus Thomas dan tidak adanya upaya untuk mengungkapkan sindikat perdagangan satwa dilindungi tersebut dan tidak menutup kemungkinan dugaan tersebut juga melibatkan Majelis Hakim dalam memeriksa dan memutus perkara ini, karena sejak pemeriksaan Saksi fakta, Majelis Hakim terkesan tidak serius karena tidak ada mempertanyakan soal peran dan keterlibatan Saksi dalam perkara ini, ditambah lagi Majelis Hakim juga tidak ada mempertanyakan kehadiran 3 (tiga) Saksi lainnya yang diduga terlibat dalam kasus ini sehingga Majelis Hakim diduga tidak menjalankan asas Domini Litis Principle yang memaknai bahwa Hakim harus bersifat aktif dalam perkara pidana untuk mencari kebenaran materil.

LBH Medan menduga ada kerjasama antara JPU dengan Majelis Hakim karena justru setelah pemeriksaan terhadap saksi Arya dan ahli BKSDA Sumut, JPU dan Majelis Hakim bersepakat menetapkan agenda sidang berikutnya yaitu Keterangan Terdakwa, bukan menetapkan untuk menghadirkan ketiga saksi lainnya yang telah mangkir sebanyak 3 (tiga) kali agar dilakukan upaya jemput paksa sebagaimana ketentuan Pasal 159 Ayat (2) Jo. 154 Ayat (6) KUHAP, dan apabila mangkir dapat diancam sanksi pidana selama-lamanya 9 (Sembilan) bulan penjara sebagaimana Pasal 224 Ayat (1e) KUHP.

Kemudian pada persidangan tersebut juga hadir seorang saksi ahli dari BKSDA Sumut atas nama Dede Syahputra Tanjung, SP, dalam persidangan ahli menjelaskan kalau berdasarkan identifikasi mengenai barang bukti itu merupakan satwa lindung jenis Orangutan Sumatera (Pongo Abelii) yang dilindungi sebagaimana Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi SDA Hayati dan Ekosistemnya Jo. Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 07 Tahun 1999 Tentang Pengawtan Jenis Tumbuhan Dan Satwa Liar Jo. Lampiran Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor : P.106/MenLHK/Setjen/Kum.1/12/2018 tanggal 28 Desember 2018 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor : P.20/menlhk/setjen/kum.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Dilindungi.

Bahwa Ahli juga menerangkan, Orangutan tersebut merupakan bayi betina berumur sekitar 4-11 bulan yang teridentifikasi dengan kondisi setres dan dehidrasi. Kemudian ahli tersebut juga menjelaskan kalau Thomas tidak memiliki izin membawa Orangutan tersebut, dan berdasarkan aturan juga perorangan tidak diperbolehkan untuk membawanya. Selanjutnya ahli juga menyatakan kalau bayi Orangutan Sumatera (Pongo Abelii) itu selalu dijaga oleh indukannya, maka ahli menduga kalau dalam proses penangkapan bayi Orangutan Sumatera (Pongo Abelii) tersebut diduga terlebih dahulu indukannya dibunuh agar dapat mengambil bayinya.

Namun sayangnya Hakim tidak menggunakan keaktifannya untuk menggali informasi atau keterangan terkait modus operandi para pelaku kejahatan TSL dari Ahli BKSDA Sumut tersebut, sehingga bisa mengungkap jaringan sindikat perdagangan satwa ini.

Lalu pada akhir keterangannya ahli menjelaskan kalau Orangutan adalah satwa endemic yang spesial karena hanya ada di Indonesia khususnya Sumatera dan Kalimantan, Sehingga apa yang dilakukan saudara Thomas bisa mengganggu kelestarian alam, dan ahli juga meminta kepada Majelis Hakim kiranya dapat memberikan hukuman yang adil bagi kelestarian satwa.

Bahwa untuk tidak menimbulkan stigma negative dalam penegakan hukum kasus ini, LBH Medan meminta kepada Majelis Hakim untuk menggunakan kewenangannya memerintahkan JPU agar memanggil secara paksa 3 (tiga) Saksi lainnya secara patut sebagaimana yang telah ditentukan pada Pasal 159 Ayat (2) Jo. 154 Ayat (6) Undang-Undang Nomor 08 Tahun 1981 Tentang KUHAP dan mengenai Saksi yang mangkir atas panggilan tersebut dapat dikenakan sanksi pidana selama-lamanya 9 (Sembilan) bulan penjara sebagaimana ditentukan dalam Pasal 224 Ayat (1e) KUHP.

LBH Medan menilai hal ini patut dan wajib dilakukan oleh Majelis Hakim dan JPU demi penegakan hukum yang objektif selama memperoleh kebenaran materil dan pengungkapan sindikat perdagangan satwa lindung, namun apabila Majelis Hakim dan JPU tidak menjalankan kewenangannya sangat kuat diduga adanya pelanggaran hukum acara dan kode etik dari JPU dan Hakim sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial Nomor : 047/KMA/SKB/IV/2009 dan Nomor : 02/SKB/P.KY/IV/2009 Tentang Kode Etik Dan Pedoman Perilaku Hakim, dan Peraturan Jaksa Agung RI Nomor : PER-014/A/JA/11/12 Terntang Kode Perilaku Jaksa.

Maka dari itu LBH Medan akan membuat dan menyampaikan pengaduan terhadap Majelis Hakim dan JPU kepada Badan Pengawas internal masing masing dan kepada pihak terkait lainnya sebagai bentuk partisipasi publik dalam memenuhi hak atas pencegahan pengrusakan lingkungan hidup dan pengawasan terhadap penegakan hukum.

 

Contact Person :

Muhammad Alinafiah Matondang, S.H., M.Hum.     (0852-9607-5321)

Bagus Satrio, S.H                                                       (0857-6250-9653)

Tri Achmad Tommy Sinambela, S.H                         (0823-8527-8480)

 

 

 

Baca juga => https://sumut.idntimes.com/news/sumut/idn-times-hyperlocal/sidang-saksi-remaja-penjual-orangutan-ditunda-lagi-lbh-panggil-paksa

https://lbhmedan.org/menilik-keseriusan-hakim-jaksa-dalam-kasus-sindikat-perdagangan-orangutan-sumatera-pongo-abelii/

Catatan Tahunan LBH Medan 2021 : Sebuah Pengantar

Editor : Rimma Itasari Nababan, S.H

Menilik Keseriusan Hakim & Jaksa Dalam Kasus Sindikat Perdagangan Orangutan Sumatera (Pongo Abelii)

Terbongkar!!! Sindikat Mafia Orangutan (Pongo Abelii) Di Sumatera

Menilik Keseriusan Hakim & Jaksa Dalam Kasus Sindikat Perdagangan Orangutan Sumatera (Pongo Abelii)

Selasa 5 September 2022, Tim Pemantauan Sidang Lembaga Bantuan Hukum Medan yang sedang melakukan pemantauan terhadap dugaan pemilikan serta perdagangan satwa liar jenis Orangutan Sumatera (Pongo Abelii) atas Terdakwa a.n. TDR dengan Perkara No. 1360/Pid.b/LH/2022/PN.Lbp dengan jeratan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya yang dalam hal ini merupakan ruang lingkup Pengadilan Negeri Lubuk Pakam yang bersidang di Labuhan Deli.

Bahwa sejak pertama kali disidangkan pada tanggal 15 Agustus 2022 hingga saat ini pada agenda keterangan saksi dan keterangan ahli, persidangan dinilai tidak dilaksanakan dengan profesional dan transparan, penilaian tersebut didapatkan melalui 2 (dua) kali penundaan sidang yang dirasa janggal dengan agenda sidang keterangan saksi dan keterangan ahli.

Kejanggalan pertama terjadi saat persidangan pada tanggal 01 September 2022, awalnya dikabarkan akan digelar pada pukul 13.00 WIB. Namun saat Tim LBH Medan mendatangi tempat sidang Labuhan Deli pada waktu tersebut, keadaan ruang Sidang Pengadilan masih kosong.

Kemudian Seorang tukang parkir di sana mengatakan jika para hakim tengah beristirahat dan akan kembali pukul 14.00 WIB. Tim pun menunggu bersama sejumlah awak media. Sekira pukul 14.00 WIB, tempat bersidang mulai ramai beberapa orang yang juga tengah menunggu persidangan perkara lainnya, dan Majelis Hakim pun telah berulang kali mengetok palu persidangan perkara lain. Namun, diantara pengunjung sidang tidak ada satupun saksi dalam perkara Thomas yang hadir.

Tim LBH Medan yang mulai keheranan, beberapa kali mendatangi ruang sidang. Hingga seorang anggota tim LBH Medan bertanya dengan Hakim di ruang sidang tersebut. Namun anehnya, saat itu hakim Sulaiman yang memimpin persidangan Terdakwa Thomas malah mengatakan sidang ditunda hingga Senin (5/9/2022), dan tadi sudah dibuka untuk dinyatakan tunda.

Bahwa kemudian pada tanggal 5 September 2022 persidangan kembali dibuka dengan agenda keterangan saksi dengan memanggil saksi a charge sebanyak 4 orang a.n. Haidar Yasir (20), Putri Adelina (20), RAI (17), dan Arya Rivaldi Pratama (20) dan saksi Ahli, namun pada saat persidangan tersebut kembali didapati kejanggalan dalam proses penundaan persidangan oleh Majelis Hakim.

Hal tersebut disebabkan JPU a.n. Eva Christine yang menangani perkara A quo hanya menjelaskan alasan ketidak hadiran dari saksi ahli melalui surat resmi kepada Majelis Hakim namun tidak menyinggung konfirmasi ketidak hadiran Keempat orang saksi lainnya yang diduga memiliki keterlibatan langsung atas dugaan tindak pidana pemilikan dan perdagangan satwa liar dilindungi.

Hal tersebut menjadi pertanyaan besar bagi LBH Medan pada seluruh perangkat persidangan khususnya JPU a.n. Eva Christine yang tidak mampu menghadirkan ke 4 orang saksi tersebut atau diduga sengaja tidak menghadirkan ke 4 orang saksi tersebut, yang demikian ini akan menimbulkan persepsi negatif dari masyarakat khususnya pegiat satwa dilindungi di Sumatera Utara.

Mengingat adanya dugaan keterlibatan terdakwa TDR ini dalam kasus perdagangan Orangutan Sumatera (Pongo Abelii) di Binjai dengan terpidana Eddy Alamsyah Putra yang dalam hal ini diduga secara Bersama-sama dengan TDR diduga terlibat dalam jaringan internasional perdagangan satwa dilindungi yang diduga pula dikendalikan oleh seorang narapidana di Rutan Klas II Pekanbaru, Irawan Shia als. Min Hua.

Perlu disampaikan informasi lainnya Thomas ini merupakan Terdakwa atas pengembangan kasus sebelumnya terhadap Terpidana Eddy Alamsyah Putra yang telah divonis 8 bulan penjara & denda Rp. 100 juta di PN Binjai dan telah berkekuatan hukum tetap sejak tanggal 17 Mei 2022 lalu.

Jadi peran si Thomas ini sebagai pemilik Orangutan Sumatera (Pongo Abelii) yang dijual dengan harga Rp. 12 Juta ke Irawan Shia Als Aju Bin Min Hua melalui Terpidana Eddy Alamsyah, kemudian nantinya Orangutan Sumatera (Pongo Abelli) itu akan dijual lagi oleh Irawan Shia ke seseorang warga negara asing bernama Zainal sebesar Rp. 50 Juta.

Irawan Shia ini bukanlah pemain baru, karena ia sendiri merupakan Terpidana atas tindak pidana “Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan” dengan menyelundupkan/menempatkan seekor anakan Leopard (Panthera), 4 (empat) ekor anak singa (Panthera Leo), dan 58 (lima puluh delapan) ekor Kura-kura jenis Indiana Star dari Malaysia hal itu telah bertentangan dengan Pasal 86 huruf a, b, & c Jo. Pasal 33 ayat (1) huruf a, b, & c UU No. 21 Tahun 2019 Tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan.

Irawan Shia Als Aju Bin Min Hua saat ini sedang menjalani hukuman penjara selama 4 (Empat) tahun di Rutan Klas II B Pekanbaru sejak putusan PN Pekanbaru telah berkekuatan hukum tetap pada tanggal 16 Juli 2020 lalu. Sehingga dapat difahami meski sedang mendekam dipenjara, Irawan Shia ini masih bisa mengendalikan sindikat perdagangan satwa liar bahkan hingga internasional.

Namun kami mendapati kejanggalan dalam proses pengungkapan sindikat perdagangan satwa ini, karena berdasarkan putusan PN Binjai terhadap Terpidana Eddy Alamsyah Putra, dalam amar putusan dijelaskan barang bukti berupa 1 (satu) buah kotak kayu, 1 (satu) helai kain sarung warna coklat corak kotak-kotak, dan uang lembaran berjumlah Rp. 1.75 Juta dikembalikan kepada Penuntut Umum untuk dijadikan barang bukti dalam perkara Irawan Shia Als Aju Bin Min Hua (berkas perkara terpisah).

Akan tetapi hingga saat ini pertanggal 09 September 2022 pasca 3 (tiga) bulan putusan terhadap Terpidana Eddy, berdasarkan informasi melalui website SIPP PN Pekanbaru, perkara  a quo juga belum ada dalam jadwal persidangan, dan yang kami temui hanya perkara atas Terpidana Irawan Shia Als Aju Bin Min Hua sebelumnya yang telah berkekuatan hukum tetap atas tindak pidana “Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan” yang saat ini sedang ia jalani hukumannya di Rutan Klas II B Pekanbaru.  

 


Baca juga => https://kliksumut.com/persidangan-terdakwa-tdr-dalam-kasus-perdagangan-satwa-liar-dilindungi-lbh-medan-persidangan-tersebut-dirasa-janggal/

https://lbhmedan.org/menilik-dugaan-kedipan-mata-sang-jaksa-penuntut-umum-dalam-persidangan-tdr-terdakwa-kasus-perdagangan-satwa-liar-dilindungi/

Asas Nebis In Idem Dilanggar, Diduga Ada Mafia Peradilan

Diduga-Langgar-Asas-Nebis-In-Idem-dan-Adanya-Dugaan-Mafia-Peradilan-LBH-Medan-Laporkan-Oknum-Hakim-P

Diduga Langgar Asas Nebis In Idem dan Adanya Dugaan Mafia Peradilan, LBH Medan Laporkan Oknum Hakim PN Medan, Serta Hakim PT Medan Ke Mahkamah Agung RI

12 September 2022. Abdul Nasir (57) dkk atau Pemohon Eksekusi yang dahulunya Penggugat/Pembanding/Termohon Kasasi & Termohon PK dalam Perkara Putusan Nomor: 07/PK/Pdt/2009 jo 995/K/Pdt/2002 jo 265/Pdt.G/2001 jo 270 /Pdt.G/2000/PN.Mdn yang telah berkekuatan hukum tetap (Inkracht Van Gewijde) adalah Pemenang Objek Perkara Tanah & Bangunan diatas seluas 218 m2 dan 94 m2 yang terletak di Jalan Kuda No. 18 B & 18 D, Kel. Pandau Hulu I, Kec. Medan Kota. Kota Medan.

Pasca Putusan Incraht, Abdul Nasir sebagai Pemohon Eksekusi mengajukan Permohonan Eksekusi ke Pengadilan Negeri Medan. Atas permohonan a quo pihak PN Medan telah membuat Penetapan Nomor: 52/Eks/2017/270/Pdt.G/2000/PN.Mdn tertanggal 28 Juni 2021 dan Surat Pemberitahuan Pelaksanaan Eksekusi Nomor: W2.U1/4148/Hk.02/VIII/2022 tertanggal 16 Agustus 2022. Dimana sebelumnya pihak PN Medan telah melakukan Aanmaning, Constitering, dan Rakor (Rapat Kordinasi) di Polrestabes Medan.

Namun ketika dilakukan Eksekusi objek perkara pada tanggal 24 Agustus 2022, pihak PN Medan tanpa adanya Penetapan/Pemberitahuan secara tertulis menyampaikan kepada Pemohon Eksekusi melalui Jurusita jika objek Perkara No. 18 B tidak dapat di Eksekusi dikarenakan telah adanya putusan yang bertentangan dalam hal ini Putusan Nomor: 629/Pdt.G/2021/PN Medan jo 160/Pdt/2022/PT Medan.

Adapun Hakim yang memutus perkara Nomor: 629/Pdt.G/2021/PN Medan jo 160/Pdt/2022/PT Medan. diketahui a.n IM, SH.,MH selaku Ketua Majelis, HUS, SH.,MH dan ZH, SH.,MH selaku Hakim Anggota pada PN Medan, Serta PN ,SH.MH selaku Hakim Ketua, Dr.DS, SH.,MH dan JPL.SH.,MH selaku hakim anggota Pengadilan Tinggi Medan dibantu Panitera Pengganti.

Menyikapi tindakan sewenang-wenang (abuse of power) PN Medan, Pemohon eksekusi melalui kuasanya LBH Medan menyampaikan keberatannya, dikarenakan tindakan PN medan diduga telah bertentangan dengan hukum yang berlaku dan secara tegas meminta eksekusi dilaksanakan sesuai 52/Eks/2017/270/Pdt.G/2000/PN.Mdn dan Surat Pemberitahuan Pelaksanaan Eksekusi Nomor: W2.U1/4148/Hk.02/VIII/2022. Namun pihak PN Medan menagatakan hal tersebut merupakan perintah Ketua PN Medan.

Akhirnya Eksekusi yang dihadiri PN Medan, Polretabes Medan, Masyarakat Pembela Tanah Wakaf (MPTW) dan sekelompok orang yang diduga ingin menghalangi Eksekusi ditunda, dikarenakan alasan Keamaan/Tidak Kondusif.

LBH Medan menilai penundaan tersebut seharusnya tidak dilakukan karena pihak kepolisian yang berjumlah ± 75 tersebut dapat melakukan tindakan tegas terhadap pihak yang mencoba menghalangi eksekusi.

Hingga sampai saat ini Eksekusi perkara a quo belum juga terlaksana, LBH Medan menduga Putusan Nomor: 629/Pdt.G/2021/PN Medan jo 160/Pdt/2022/PT Medan syarat akan kejanggalan. Dimana Hakim PN Medan serta Hakim PT Medan diduga secara hukum melanggar asas nebis in idem (perkara yang memiliki para pihak sama, objek yang sama dan materi pokok yang sama) yang seharusnya tidak dapat diperiksa kembali sesuai Pasal 1917 KUHPerdata dan dikuatkan dengan Surat Edaran (SE) Mahkamah Agung RI Nomor 3 Tahun 2002 Tentang Penanganan Perkara Yang Berkaitan dengan Asas Nebis In Idem.

Bukan tanpa alasan, perlu diketahui jika Termohon Eksekusi telah berulangkali mengajukan gugatan,Banding, kasasi, PK dan Bantahan terhadap Eksekusi ke PN Medan, PT Medan,Mahakamah Agung R.I sebagaimana putusan PN Medan Nomor: 442/Pdt.G/2008/PN.Mdn tanggal 07 Mei 2009 jo 740/Pdt.G/2017/PN.Mdn tanggal 14 Agustus 2018 jo 595/Pdt.G/2017/PN.Mdn tanggal 19 September 2018 jo Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor : 416/Pdt.G/2019/PN.Mdn jo 763/Pdt.Bth/2021/PN Mdn. Tertanggal 01 September 2022, seluruhnya ditolak dengan alasan Nebis in Idem.

Begitu juga di PT Medan berdasarkan putusan Putusan Pengadilan Tinggi Medan Nomor : 533/Pdt/2020/PT MDN tanggal 20 Januari 2020 dan Putusan Mahkamah Agung R.I Nomor : 1362 K/Pdt/2011 jo Putusan Nomor: 616/PK/Pdt/2016, tertanggal 15 Desember 2016, yang keseluruhanya juga ditolak secara tegas oleh Mahkamah Agung RI dengan alasan yang sama yaitu Nebis in Idem. oleh karena itu patut dan wajar secara hukum LBH Medan menduga adanya mafia peradilan atas putusan 629/Pdt.G/2021/PN Medan jo 160/Pdt/2022/PT Medan.

Maka atas adanya dugaan Mafia Peradilan dan pelanggaran Kode Etik Hakim, LBH Medan telah membuat pengaduan secara resmi kepada Ketua Mahkamah Agung RI dll berdasarkan Surat Nomor: 232/LBH/PP/IX/2022 tertanggal 02 September 2022. Oleh karena itu sudah sepatut Ketua Mahkamah Agung RI , Bawas Mahakamah Agung serta KY RI dll, menindaklanjuti Laporan/Pengaduan Pemohon, seraya memeriksa dan menindak tegas para hakim yang bersangkutan dikarenakan diduga telah melanggar hukum yang berlaku dan kode etik hakim dan segera memerintakahkan ketua PN Medan untuk segera melakukan Eksekusi kembali terhadap objek perkara, karena apabila tidak dilakukan Eksekusi tersebut akan meninmbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap Pengadilan yang seharusnya memberikan Keadilan.

LBH Medan menduga para Hakim PN Medan dan Hakim PT Medan melanggar UUD 1945, UU 39 Tahun 1999, serta Pasal 1917 KUHPerdata Jo Surat Edaran Mahkamah Agung No. 3 Tahun 2002 tentang penanganan perkara yang berkaitan dengan Asas Nebis in idem. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) dan ICCPR (International Covenant on Civil and Political Rights).

Contact Whatsapp
Irvan Saputra, S.H., M.H. (0821-6373-6197)
Alma A’ Di, S.H. (0812-6580-6978)

 

 

Baca juga => https://www.portibi.id/diduga-langgar-asas-nebis-in-idem-dan-dugaan-mafia-peradilan-lbh-medan-laporkan-oknum-hakim-pn-medan-dan-hakim-pt-medan-ke-ma/

https://lbhmedan.org/pn-medan-polrestabes-medan-tunda-eksekusi-putusan-inkracht/https://lbhmedan.org/pn-medan-polrestabes-medan-tunda-eksekusi-putusan-inkracht/

MENILIK DUGAAN KEDIPAN MATA SANG JAKSA PENUNTUT UMUM DALAM PERSIDANGAN TDR TERDAKWA KASUS PERDAGANGAN SATWA LIAR DILINDUNGI

MENILIK DUGAAN KEDIPAN MATA SANG JAKSA PENUNTUT UMUM DALAM PERSIDANGAN TDR TERDAKWA KASUS PERDAGANGAN SATWA LIAR DILINDUNGI

MENILIK DUGAAN KEDIPAN MATA SANG JAKSA PENUNTUT UMUM DALAM PERSIDANGAN TDR TERDAKWA KASUS PERDAGANGAN SATWA LIAR DILINDUNGI

LBH Medan, Selasa 5 September 2022, Tim Pemantauan Sidang Lembaga Bantuan Hukum Medan yang sedang melakukan pemantauan terhadap dugaan pemilikan serta perdagangan satwa liar terdakwa a.n. TDR dengan Perkara No. 1360/Pid.b/LH/2022/PN.Lbp dengan jeratan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya yang dalam hal ini merupakan ruang lingkup Pengadilan Negeri Lubuk Pakam yang bersidang di Labuhan Deli.

Bahwa sejak pertama kali disidangkan pada tanggal 15 Agustus 2022 hingga saat ini pada agenda keterangan saksi dan keterangan ahli, persidangan dinilai tidak dilaksanakan dengan profesional dan transparan, penilaian tersebut didapatkan melalui 2 (dua) kali penundaan sidang yang dirasa janggal dengan agenda sidang keterangan saksi dan keterangan ahli.

Bahwa kemudian pada tanggal 5 September 2022 persidangan kembali dibuka dengan agenda keterangan saksi dengan memanggil saksi a charge sebanyak 4 orang a.n. Haidar Yasir (20), Putri Adelina (20), RAI (17), dan Arya Rivaldi Pratama (20) dan saksi Ahli, namun pada saat persidangan tersebut kembali didapati kejanggalan dalam proses penundaan persidangan oleh Majelis Hakim, hal tersebut disebabkan JPU a.n. Eva Christine yang menangani perkara A quo hanya menjelaskan alasan ketidak hadiran dari saksi ahli melalui surat resmi kepada Majelis Hakim namun tidak menyinggung konfirmasi ketidak hadiran Keempat orang saksi lainnya yang diduga memiliki keterlibatan langsung atas dugaan tindak pidana pemilikan dan perdagangan satwa liar dilindungi.

Hal tersebut menjadi pertanyaan besar bagi LBH Medan pada seluruh perangkat persidangan khususnya JPU a.n. Eva Christine yang tidak mampu menghadirkan ke 4 orang saksi tersebut atau diduga sengaja tidak menghadirkan ke 4 orang saksi tersebut, yang demikian ini akan menimbulkan persepsi negatif dari masyarakat khususnya pegiat satwa dilindungi di Sumatera Utara mengingat adanya dugaan keterlibatan terdakwa TDR ini dalam kasus perdagangan orang utan (Pongo abelli) di Binjai dengan terpidana Eddy Alamsyah Putra yang dalam hal ini diduga secara Bersama-sama dengan TDR diduga terlibat dalam jaringan internasional perdagangan satwa dilindungi yang diduga pula dikendalikan oleh seorang narapidana di Rutan Klas II Pekanbaru, Irawan Shia als. Min Hua.

Bahwa pada saat tim pemantau sidang dari LBH Medan meminta izin kepada hakim ketua untuk mengambil foto dan video pada saat proses persidangan berlangsung, hakim memberikan izin kepada tim pemantau sidang dari LBH Medan, namun ternyata dihalangi oleh JPU a.n. Eva Christine dengan melakukan intervensi menolak izin tersebut kepada hakim melalui kedipan mata kepada hakim dengan alasan kekhawatiran LBH Medan akan menyalahgunakan foto dan video yang akan diambil oleh LBH Medan, yang pada akhirnya hakim menyatakan “Hanya boleh mengambil foto”.

Hal tersebut sangat disayangkan oleh LBH Medan, Hakim Ketua dapat mengubah kebijakannya secara seketika hanya berdasarkan alasan tendensiusnya JPU kepada LBH Medan dalam menggunakan hak dalam berpartisipasi dalam pencegahan kerusakan lingkungan hidup dan mengawal proses peradilan yang adil dan transparan tanpa ada intervensi dari pihak manapun yang akan mempengaruhi putusan hakim termasuk JPU sendiri.

Lembaga Bantuan Hukum Medan yang selama ini juga konsern dalam advokasi perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dengan ini patut dan wajar menyampaikan Tindakan yang dilakukan oleh Hakim Ketua a.n. Sulaiman dan Jaksa a.n. Eva Christine ini di dalam ruang persidangan menimbulkan dugaan kesengajaan untuk tidak menghadirkan ke 4 orang saksi serta pembatasan LBH Medan dalam melakukan pemantauan sidang ini tanpa alasan yang tepat dan jelas dapat diklasifikasi adanya dugaan pelanggaran ketentuan Pasal 30C Huruf C Undang-undang No. 11 Tahun 2021 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia, pasal 160 Ayat (1) Huruf C KUHAP serta Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim dalam hal Bersikap Mandiri, Berintegritas Tinggi serta Menjunjung Tinggi Harga Diri.

Untuk menguji keseriusan JPU dalam membuktikan dakwaannya terhadap terdakwa TDR patut dan wajar atas ketidakhadiran keempat orang saksi ini pada dua kali agenda persidangan, Majelis Hakim memerintahkan JPU untuk melakukan upaya paksa membawa keempat orang saksi tersebut karena diduga telah menghalang-halangi proses pemeriksaan dipengadilan dan diduga telah melanggar ketentuan 216 KUHPidana yang dapat diancam hukuman penjara selama-lamanya empat bulan dua minggu.

Contact Person :
Muhammad Alinafiah S.H., M. Hum (0852-9607-5321)
Tri Achmad Tommy Sinambela S.H (0823-8527-8480)

 

 

Baca juga => https://lbhmedan.org/diduga-lakukan-pelanggaran-ham-terhadap-terpidana-lbh-medan-adukan-ka-rutan-klas-i-medan-pengadilan-negeri-medan-kejaksaan-negeri-medan/

https://sumut.idntimes.com/news/sumut/idn-times-hyperlocal/menakar-keseriusan-peradilan-kasus-remaja-penjual-orangutan?utm_source=whatsapp