Kapolrestabes Medan Diduga Istimewakan Eks Kepala & Bendahara Puskesmas Sei Mencirim

Kapolrestabes Medan Diduga Istimewakan Eks Kepala & Bendahara Puskesmas Sei Mencirim

LBH Medan, Press Release – 16 Desember 2021. Kapolrestabes Medan Diduga Istimewakan Eks Kepala & Bendahara Puskesmas Sei Mencirim.

Tiarmida Sianturi dan Riama Tambunan merupakan pensiunan Aparatur Sipil Negara (ASN) di Puskesmas Sei Mencirim Kabupaten Deli Serdang. Diduga menjadi korban tindak pidana Membuat Surat Palsu (Tanda tangan) sebagaimana diatur pada Pasal 263 KUHPidana, yang diduga dilakukan oleh Drg. SHH dan S selaku eks. Kepala dan Bendahara Puskesmas Sei Mencirim berdasarkan STPL Nomor : STPL/1074/IX/2018/SPKT tertanggal 28 di September 2018 atas nama Tiarmida Sianturi dan Laporan Polisi Nomor: LP/1386/X/2018/SPKT tertanggal 10 Oktober 2018 di polda Sumut tepatnya 3 (Tiga) Tahun lalu.

Terkait laporan korban, pihak Polda Sumut telah melimpahkannya ke Polrestabes Medan. Atas pelimpahan tersebut Polrestabes dalam hal ini unit Tipiter Reskrimum telah melakukan pemeriksaan terhadap korban, saksi dan telah menyita bukti surat terkait dugaan tindak pidana perkara a quo.

Pasca pemeriksaan unit Tipiter melakukan gelar perkara dan hasil gelar perkara Drg. SHH dan S ditetapkan sebagai Tersangka namun tidak ditahan dengan alasan para Tersangka bersikap koperatif dan merupakan ASN.

Tidak ditahanya Drg. SHH dan S serta berlarut-larutnya perkara (Undue Delay) atau 3 (Tiga) Tahun lamanya, membuat para korban sangat kecewa dan menduga jika Kapolrestabes Medan mengistimewakan Drg. SHH dan S serta menilai tidak adanya keadilan bagi korban. Diketahui jika perkara tersebut saat ini masih P-19 Kejaksaan Deli Serdang dan Belum ada kejelasan.

Adanya dugaan mengistimewakan Drg. SHH dan S korban telah melaporkannya ke Propam Polda Sumut berdasarkan Surat Tanda Penerimaan Laporan Nomor:STLP/94/X/2021/Propam dengan maksud mendapatkan keadilan dan meminta Propam Polda Sumut menindak tegas adanya pelanggaran Kode Etik di Polrestabes Medan.

LBH Medan menduga tidak ditahannya Drg. SHH dan S serta penaganan perkara yang berlarut-larut oleh pihak Polretabes Medan adalah bentuk Keistimewan terhadap para Tersangka dan pelanggaran HAM, serta bentuk ketidakadilan dan ketidakprofesionalan Polrestabes Medan dalam menangani perkara korban.

Hal ini jelas sangat merugikan korban dalam mencari keadilan dan kepastian hukum. LBH Juga menyoroti adanya dugaan diskriminasi ketika orang miskin/tidak mampu jadi Tersangka maka pihak kepolisian melakukan Penangkapan dan Penahanan namun berbanding terbalik jika Orang Kaya/Punya jabatan tertentu.

LBH Medan menduga Kapolrestabes Medan dan Jajarannya telah melanggar falsafah Negara Indonesia sila ke lima “Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia” serta melanggar Pasal 1 Ayat (3), Pasal 27 Ayat (1), Pasal 28D Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 138 KUHAP, Pasal 5 Undang-Undang 39 Tahun 1999, Pasal 2 UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian, Pasal 7 huruf e dan g Perkap No. 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pasal 7 Deklarasi Universal HAM (DUHAM), Pasal 26 UU No. 12 Tahun 2005 tentang pengesahan International covenant on civil and political rights (ICCPR) dan Progam PRESISI Kapolri.

 

Narahubung :

IRVAN SAPUTRA, S.H., M.H (0821 6373 6197)

DONI CHOIRUL, S.H (0812 8871 0084)

 

Baca juga => https://lbhmedan.org/dampingi-re-14-tahun-korban-pencabulan-ayah-kandung-lbh-medan-minta-kapolrestabes-medan-segera-tangkap-jps/

Kejaksaan Negeri Langkat Abaikan Perintah Majelis Hakim

Kejaksaan Negeri Langkat Abaikan Perintah Majelis Hakim, LBH Medan Layangkan Pengaduan Ke Jaksa Agung R.ILBH Medan, Press Release – Kejaksaan Negeri Langkat Abaikan Perintah Majelis Hakim, LBH Medan Layangkan Pengaduan Ke Jaksa Agung R.I

Pasca dinyatakan lengkapnya berkas perkara (P21) Herawaty yang merupakan istri mantan juara tinju dunia Kelas Welter World Boxing Federation (WBF) Suwito Lagola dan sekaligus korban dugaan kriminalisasi tindak pidana Penipuan dan/atau Penggelapan sebagaimana termaktub dalam Pasal 378 dan/atau 372 KUHPidana oleh Kejaksaan Negeri Langkat.

Pengadilan Negeri Stabat c.q Majelis Hakim perkara a quo Selasa, 14 Desember 2021 pukul 12:30 Wib, membuka sidang Herawaty dengan agenda pembacaan surat Dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum(JPU).

Setelah dibacakanya Surat Dakwaan oleh JPU Majelis Hakim menanyakan kepada LBH Medan selaku Penasehat Hukum (PH) Herawaty apakah mengajukan Eksepsi (Keberatan atas Dakwaan JPU)? Seketika itu LBH Medan melalui Martinu Jaya Halwa, SH menyampaikan kepada majelis hakim “Sampai saat ini JPU belum memberikan salinan berkas perkara lengkap kepada PH sebagaimana amanat Pasal 143 Ayat 4 KUHAP, maka kami memohon kepada Majelis Hakim untuk memerintahkan JPU memberikan salinan berkas tersebut” dan kami mengajukan Eksepsi.

Atas permintaan tersebut secara tegas Majelis Hakim memerintahkan JPU untuk memberikan berkas lengkap tersebut. LBH Medan juga meminta kepada majelis hakim untuk mengeluarkan Herawaty dari tahanan karena diduga penahanan Herawaty tidak berdasar hukum, sebagaimana yang diketahui masa penahanan oleh JPU telah lewat waktu dan JPU juga tidak memberikan Surat Perpanjangan Penahanan Herawaty.

Menyikapi hal tersebut, LBH Medan berdasarkan perintah majelis hakim mendatangi Kejaksaan Negeri Langkat untuk meminta berkas perkas lengkap tersebut, ketika berkomunikasi dengan Kasipidum, LBH Medan terkejut dengan perkataan Kasipidum yang menanyakan “Mana surat perintah dari pengadilan? Kami tidak ada dana, seketika itu LBH Medan menyampaikan tujuan kami kesini untuk mengambil berkas turunan perkara lengkap yang telah diperintahkan hakim. Namun kembali Kasipidum menjawab ya sudah, kalian sudah membuat rilis pers kemana mana”. akhirnya Kasipidum tersebut tidak memberikan apa yang telah di perintahkan Majelis Hakim.

LBH Medan menilai Kejaksaan Negeri Langkat tidak menaati aturaan hukum yang berlaku dan secara tidak langsung telah merendahkan marwah Pengadilan Negeri Stabat karena tidak melaksanakan peritah majelis hakim.

Oleh karena itu LBH Medan menduga jika perbuatan Kasipidum tersebut telah terstruktur mulai dari atasan hingga sampai bawahannya dimana sebelumnya JPU yang menangani perkara a quo juga menjawab dengan hal yang sama. LBH Medan sangat menyayangkan sikap Kejaksaan Negeri Langkat yang mengabaikan perintah hakim.

Oleh karena itu untuk memperbaiki kinerja Kejaksaan Negeri Langkat maka secara hukum LBH Medan telah melayangkan Pengaduan ke Jaksa Agung RI dan jajaranya seraya menindak tegas dan mengevaluasi kinerja Kejaksaan Negeri Langkat.

LBH Medan menduga tindakan Kejaksaan Negeri Langkat telah melanggar Pasal 28D, Pasal 28I Ayat (2) UUD 1945, Pasal 3 Ayat (2) dan (3) UU 39 tahun 1999 Tentang HAM, Pasal 7 DUHAM dan Pasal 2 Ayat (1) UU No. 12 Tahun 2005 Tentang Pengesahan ICCPR, Pasal 72 dan 143 ayat (4) KUHAP, Pasal 227 Ayat (1) dan (2) KUHAP, Kode surat yaitu P-37 dalam Surat Keputusan Jaksa Agung RI No. KEP-518/A/J.A/11/ 2001 tanggal 1 November 2001 tentang Perubahan Keputusan Jaksa Agung RI No. KEP-132/JA/11/1994 Tentang Administrasi Perkara Tindak Pidana (“SK Jaksa Agung”) dan Kode Etik Kejaksaan RI.

 

Baca juga => https://www.portibi.id/kejari-langkat-diduga-abaikan-perintah-majelis-hakim-lbh-medan-layangkan-pengaduan-ke-jaksa-agung-ri/

 

Narahubung :

IRVAN SAPUTRA, S.H., M.H (0821 6373 6197)

TRI ACHMAD TOMMY SINAMBELA, S.H. (0823 8527 8480)

Atas Nama Keamanan Bisnis Pengamanan Dilakukan

WALHI Sumatera Utara dan LBH Medan menyesali Pedoman Kerjasama Teknis (PKT) yang dilakukan antara institusi POLDA Sumatera Utara bersama perusahaan seperti PTPN-4, PT. Agincourt Resources, PT. Inalum, PDAM Tirtanadi, PT. Barumun Agro Sentosa, PT. Rimba Mujur Mahkota, PT. North Sumatera Hydro Energy, dan PTPN-2.LBH Medan, Press release – WALHI Sumatera Utara dan LBH Medan menyesali Pedoman Kerjasama Teknis (PKT) yang dilakukan antara institusi POLDA Sumatera Utara bersama perusahaan seperti PTPN-4, PT. Agincourt Resources, PT. Inalum, PDAM Tirtanadi, PT. Barumun Agro Sentosa, PT. Rimba Mujur Mahkota, PT. North Sumatera Hydro Energy, dan PTPN-2. WALHI Sumatera Utara dan LBH Medan menilai Pedoman Kerjasama Teknis yang dilakukan oleh institusi POLDA Sumatera Utara bersama perusahaan tersebut hanya akan semakin memperkuat posisi perusahaan untuk mendapatkan impunitas hukum.

Diketahui dampak dari ativitas perusahaan yang melakukan pedoman Kerjasama tersebut sampai saat ini telah banyak melahirkan konflik struktural dan berimplikasi terhadap kerusakan lingkungan hidup serta perampasan ruang hidup masyarakat. Selain itu, Pedoman Kerjasama Teknis (PKT) yang dilakukan oleh POLDA Sumatera Utara dan perusahaan akan berpotensi memunculkan praktik penyalahgunaan wewenang institusi kepolisian dengan menggunakan kekuatan atas nama pengamanan yang dilakukan untuk melakukan pengawalan terhadap aktivitas perusahaan, serta akan memunculkan potensi kejahatan korupsi yang terstruktur dan sistematis.

Alasan utama lainnya adalah Ketika institusi kepolisian melakukan hubungan Kerjasama dengan perusahaan, hal ini akan berpotensi menggangu netralitas kepolisian dalam melakukan perlindungan, pengayoman, penegakkan hukum, dan pelayanan kepada masyarakat serta akan menyebabkan hilangnya kontrol kekuatan masyarakat sipil kepada institusi kepolisian.

Selain itu, hubungan ini juga akan mendasari semakin luasnya kesempatan untuk melakukan tindakan korupsi. Sebagai dampak dari kebutuhan operasionalnya, banyak kegiatan kepolisian yang dirahasiakan. Jika institusi kepolisian sudah biasa dengan kerahasiaan atau tertutup pasti akan rentan terhadap tindakan korupsi. Korupsi yang jarang diperiksa dalam tubuh kepolisian, tentu akan memunculkan hilangnya integritas kepolisian terhadap publik, dan memperoleh kebencian terhadap publik.

Jika melihat fungsi kepolisian pada dasarnya kepolisian adalah institusi yang bertanggung jawab langsung dibawah presiden. Polri mengemban tugas-tugas kepolisian di seluruh wilayah Indonesia yaitu memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, dan memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat tentunya bukan kepada perusahaan.

Menurut UU. Nomor 2 Tahun 2002 tugas, fungsi, kewenangan, tentang kepolisian Republik Indonesia dalam Pasal 2 Fungsi Kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.

Dalam Pasal 4 juga mengatur bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya ketentraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.

Dalam pasal 5 ayat 1 juga menjelaskan bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum/ serta memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri. Serta dalam Pasal 13 Tugas Pokok Polri adalah Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, dan memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.

Melihat tingginya eskalasi konflik pengelolaan sumber daya alam di Sumatera Utara, ironis jika melihat institusi POLDA Sumatera Utara masih saja melakukan hubungan Kerjasama dengan perusahaan yang telah jelas banyak melakukan pelanggaran hak sipil politk dan hak ekonomi, sosial, dan budaya kepada masyarakat.

Apalagi diketahui diantara beberapa perusahaan yang melakukan pedoman Kerjasama teknis dengan POLDA Sumatera Utara tersebut sampai saat ini banyak memunculkan polemik dan ancaman terhadap perlindungan lingkungan hidup akibat dari ativitas perusahaannya seperti PT. North Sumatera Hydro Energy.

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sumatera Utara pernah menggugat Gubernur Sumatera Utara ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan terkait pemberian izin lingkungan untuk PT. NSHE. WALHI menilai, pembukaan kawasan hutan Batang Toru untuk proyek PLTA Batang Toru yang dikerjakan PT. NSHE, akan merusak habitat orangutan Tapanuli (Pongo tapanuliensis) dan mengancam lingkungan keseluruhan.

WALHI Sumatera Utara melihat ijin lingkungan PT. NSHE bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Salah satunya Undang-Undang tentang penerbitan ijin lingkungan, asas-asas pemerintahan yang baik, dan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup serta peraturan-peraturan lainnya.

Selain itu WALHI Sumatera Utara melihat terdapat potensi kerusakan lingkungan, konflik masyarakat, dan risiko punahnya orangutan akibat kehilangan dan fragmentasi habitat. WALHI Sumatera Utara juga melihat potensi bencana ekologis karena kawasan tersebut merupakan episentrum gempa bumi di Sumatera Utara, yang sangat dekat dengan patahan tektonik utama.

Selain itu ada juga PT. Agincourt Resources merupakan sebuah perusahaan pertambangan yang bergerak di bidang eksplorasi, penambangan, dan pengolahan mineral batangan emas dan perak. Tempat operasinya adalah di Tambang Emas Martabe di Sumatera yang merupakan pit tambang terbuka dan pengolahan konvensional mendukung produksi emas dan perak batangan. Luas wilayah Tambang Emas Martabe berdasarkan Kontrak Karya generaso ke 6 berlaku selama 30 tahun dengan Pemerintah Indonesia, dimana Kontrak Karya di tahun 1997 dengan luas wilayah adalah 6.560 km2.

Namun setelah beberapa kali pelepasan luas “Kontrak Karya” (KK), saat ini perusahaan memiliki luasan penambangan 130.252 hektar, atau 1.303 km². Area operasional berada di Kabupaten Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, Tapanuli Utara, dan Mandailing Natal.58 Hinga tanggal 30 Juni 2020, Sumber Daya Mineral PT. Agincourt Resources mencapai 7,6 juta ounce emas dan 66 juta ounce perak. PT. Agincourt Resources memulai produksi tanggal 24 Juli 2012.

Kapasitas operasi Tambang Emas Martabe diperkirakan melebihi 6 juta ton bijih per tahun untuk menghasilkan lebih dari 300.000 Ounce emas dan 2-3 juta ounce perak per tahun. Berdasarkan SK Menteri Kehutanan 579 tentang Penunjukan Kawasan Hutan Sumatera Utara, wilayah ‘Contract of Work‘ PT Agincourt tumpang tindih dengan Kawasan Hutan Lindung Batang Toru di Kabupaten Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah dan Tapanuli Selatan seluas 30.629 ha.

Tumpang tindih wilayah “Contract of Work” dengan hutan lindung Batang Toru menjadi kekhawatiran besar dan permasalahan serius yang bisa membahayakan ekosistem ini secara langsung maupun tidak langsung. Tumpang tindih wilayah “Contract of Work” PT Agincourt berada di bagian Blok Barat dari Ekosistem Batang Toru seluas 27.792 ha.

Dalam 15 tahun belakangan luas deforestasi yang disebabkan oleh PT. Agincourt dan mencapai 2.200 Ha kawasan. Kondisi ini diperparah oleh deforestasi sekitar lokasi tambang yang terjadi di kecamatan Batang Toru. Ini semua termasuk kehilangan hutan dalam Ekosistem Batang Toru.

Oleh karena itu, WALHI Sumatera Utara Bersama LBH Medan meminta agar intitusi POLDA Sumatera Utara lebih mempertimbangkan penyelamatan lingkungan hidup dan Hak Asasi Manusia serta tetap menjaga netralitas dan juga profesionalitas institusi kepolisian sesuai dengan esensi tugas, fungsi, dan wewenangnya. Bukan justru melakukan perjanjian Kerjasama dengan perusahaan-perusahaan yang telah nyata menjadi pelaku kerusakan lingkungan hidup dan perampasan sumber penghidupan rakyat.

 

Baca juga => https://lbhmedan.org/pt-smgp-berulang-kali-kebocoran-gas-izinnya-layak-dicabut/

https://waspada.id/medan/berpotensi-salahgunakan-wewenang-walhi-dan-lbh-kritik-kerjasama-poldasu-dengan-sejumlah-perusahaan/

Kejari Langkat Diduga Melanggar HAM Istri Suwito Lagola

Kejari Langkat Diduga Melanggar HAM Istri Suwito LagolaFilosofis Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sejatinya sebagai instrument untuk mengontrol aparat penegak hukum (Polisi, Jaksa, Hakim dan Penasehat Hukum) dalam melaksanakan kewajibanya. Hal ini menegaskan jika aparat penegak hukum dalam melaksanakan tugasnya wajib berpedoman pada KUHAP.

JPU Kejari Langkat sebagai aparat penegak hukum dalam diduga telah melanggar hak asasi Herawaty yang merupakan istri dari mantan juara tinju dunia Kelas Welter World Boxing Federation (WBF) Suwito Lagola yang telah mengharumkan nama bangsa dan Negara Indonesia khususnya Kabupaten Langkat.

Dugaan pelanggaran hak asasi manusia tersebut dikarenakan tidak diberikannya turunan Surat Pelimpahan Perkara Herwaty padahal hal tersebut merupakan haknya guna melakukan pembelaan di persidangan.

Sebagaimana telah secara tegas tertuang dalam Pasal 143 ayat 4 dan penejelasanya jo Pasal 72 dalam penjelasanya yang mengatakan “Turunan Surat Pelimpahan Perkara Beserta surat dakwaan disampaikan kepada Tersangka atau kuasanya atau Penasehat Hukumnya dan Penyidik, pada saat yang bersamaan dengan menyampaikan surat pelimpahan perkara tersebut kepengadilan Negeri”.

Yang dimaksud dengan surat pelimpahan perkara adalah Surat pelimpahan perkara itu sendiri lengkap beserta durat dakwaan dan berkas perkara jo. dalam tingkat penuntutan ialah semua berkas perkara termasuk surat dakwaan.

Mirisnya ketika Penasehat hukum Herawaty pada tanggal 08 Desember 2021, meminta secara langsung kepada JPU Kejari Langkat yang menangani perkara a quo diketahui bernama AH, SH mengatakan “Kami Tidak Ada Anggaran Untuk Memfotocopy Berkas Ini, Sayapun Tidak Mau Memberikan Uang Saya Pribadi Untuk Memfotocopy Berkas Ini. Jadi Kalian Minta saja fotocopinya Ke Panitera”.

Seharusnya perkataan tersebut tidak pantas diucapakannya sebagai aparat penegak hukum dalam melayani masyarakat. Tidak hanya itu perlakuan jaksa tersebut kembali tidak mencerminkan sebagai APH Sesuai Kode Etik jaksa dimana menuduh LBH Medan “membuat rusuh” dan mengatakan kepada staf diruangan tersebut “Rekam orang ini, mereka membuat rusuh” dan perlu diketaui juga jika sebelumnya pada Selasa, tanggal 07 Desember 2021, Herawaty seharusnya menjalani sidang pertama (Dakwaan) namun LBH Meminta untuk ditunda dikarenakan pemberitahuan sidang tersebut diberitahukan oleh Tamping bukan dari JPU Kejari Langkat serta tanpa surat panggilan.

Parahnya pemberitahuan tersebut pada saat hari yang bersamaan akan sidangnya Herawaty, padahal jauh Sebelumya LBH Medan telah menyampaikan jika akan sidang tolong untuk diberitahukan. Oleh karena itu perbuatan JPU telah bertentangan dengan padal 145 jo 146 KUHAP.

Atas kejadian tersebut LBH Medan meminta kepada Jaksa Agung RI untuk memerintahkan jajaran dibawahnya dalam hal ini Kejati dan Kejari untuk menaati aturan hukum secara baik dan benar. dalam hal ini memberikan apa yang menjadi hak Terdakwa yaitu surat turunan pelimpahan berkas perkara seraya menindak tegas Jaksa yang menyalahi aturan hukum yang berlaku.

Hal tersebut bukan tanpa dasar karena jauh sebelumnya LBH menemui hal yang sama dibeberapa kejaksaan khususnya di Sumut ketika meminta berkas tersebut beralasan yang sama dan selalu mengatakan “ Minta Aja di Pengadilan.” LBH Medan menilai jika Kejaksaan tersebut lari dari tanggung jawabnya.

LBH Medan menduga adanya pelanggaran terhadap Pasal 28D, Pasal 28I Ayat (2) UUD 1945, Pasal 3 Ayat (2) dan (3) UU 39 tahun 1999 Tentang HAM, Pasal 7 DUHAM dan Pasal 2 Ayat (1) UU No. 12 Tahun 2005 Tentang Pengesahan ICCPR, Pasal 72 dan 143 ayat (4) KUHAP, Pasal 227 Ayat (1) dan (2) KUHAP, Kode surat yaitu P-37 dalam Surat Keputusan Jaksa Agung RI No. KEP-518/A/J.A/11/ 2001 tanggal 1 November 2001 tentang Perubahan Keputusan Jaksa Agung RI No. KEP-132/JA/11/1994 Tentang Administrasi Perkara Tindak Pidana (“SK Jaksa Agung”) dan Kode Etik Kejaksaan RI.

 

Narahubung :

IRVAN SAPUTRA, S.H., M.H (0821 6373 6197)

TRI ACHMAD TOMMY SINAMBELA, S.H (0823 8527 8480)

 

Baca juga => https://lbhmedan.org/putusan-janggal-bentuk-nyata-kriminalisasi-terhadap-istri-suwito-lagola/ 

https://sumut.tintarakyat.com/headline/lbh-medan-minta-jaksa-agung-ri-tindak-tegas-kejaksaan-negeri-langkat-karena-diduga-melanggar-hak-asasi-manusia/

 

Poldasu & Jajaran Kesulitan Menangkap DPO?

Poldasu & Jajaran Kesulitan Menangkap DPO?

LBH Medan, Press Release – Diduga Ada 7 DPO Di Poldasu & Jajarannya yang Saat Ini Belum Ditangkap.

Selasa, 30 November 2021, Negara Republik Indonesia telah secara tegas menjamin hak warga negaranya dalam mendapatkan Perlindungan dan Kepastian hukum sebagaimana tertuang dalam Pasal 28D Ayat (1) Undang-undang dasar 1945.

Oleh karena itu kepolisian dalam hal ini Poldasu sebagai reprensentatif pemerintah dalam Melindungi, Melayani, Mengayomi dan Melakukan Penegakan hukum serta Ketertiban dimasyarakat memiliki kewajiban melakukan Penangkapan terhadap Tersangka yang telah ditetepkan Sebagai DPO (Daftar Pencarian Orang). Karena sudah barang tentu DPO tersebut sangat berbahaya dan meresahkan masyarakat khususnya Pelapor.

Berdasarkan data yang dimiliki LBH Medan tercatat diduga ada 7 DPO di Poldasu dan Jajarannya yang saat ini belum ditangkap yaitu diantaranya:

1. Sarwono (DPO/112/II/Res.1.11/2020/Reskrim)
Pasal 378 dan/ atau Pasal 372 KUHP Kepolisian Resor Kota Medan 1 (Satu) Tahun

2. Sani (2106/Pid.B/2020/PN Lbp)
Melalui Putusan di Pengadilan Negeri Lubuk Pakam Cabang Labuhan Deli
Pasal 170 Jo Pasal 351 KUHP Kepolisian Sektor Percut Sei Tuan 1 (Satu) Tahun

3. Iskandar Zulkarnaen Harahap (DPO/135/XII/2020/RESKRIM_
Pasal 378 dan/ atau Pasal 372 KUHP Kepolisian Sektor Medan Timur 1 (Satu) Tahun

4.Kasman (B/1633/VIII/2021/Ditreskrimum)
Melalui SP2HP
Pasal 170 Jo Pasal 351 KUHP Kepolisian Daerah Sumatera Utara 2 (Dua) Bulan

5. Abdu (B/1633/VIII/2021/Ditreskrimum)
Melalui SP2HP
Pasal 170 Jo Pasal 351 KUHP Kepolisian Daerah Sumatera Utara 2 (Dua) Bulan

6. Andika (B/1633/VIII/2021/Ditreskrimum)
Melalui SP2HP
Pasal 170 Jo Pasal 351 KUHP Kepolisian Daerah Sumatera Utara 2 (Dua) Bulan

7. Palembang Sinaga (STTLP/642/XI/2021/SU/POLRESTABES MEDAN/SEK PATUMBAK)
Pasal 340 jo 338 KUHP Kepolisian Sektor Patumbak 2 (Dua) Minggu.

Adanya data tersebut LBH Medan sebagai lembaga bantuan hukum yang konsern terhadap penegakan hukum dan HAM secara tegas Mendesak Kapolda Sumut untuk segara melakukan penangkapan terhadap para DPO yang saat ini masih berkeliaran.

Hal ini sudah seharusnya merupakan tanggu jawab hukum Kapolda Sumut sebagai pimpinan kepolisian tertinggi di Sumatera Utara. Ini juga dapat dilihat sebagai bentuk keseriusan Kapolda Sumut dalam Memberikan Rasa Aman, Ketertiban dan Penegakan hukum di Sumatera Utara.

LBH Medan menilai jika para DPO tidak ditangkap dengan sesegera mungkin maka telah mencederai Hak Asasi Masyarakat terkhusus para Pelapor/Korban dan dikhawatirkan menghilangkan barang bukti serta melakukan tindak pidana lainya.

Sekaligus juga bertentangan dengan Kode Etik Kepolisian yang wajib menjalankan tugasnya secara Profesional , Proporsional dan Prosedural dan diduga tidak menjalakan program Kapolri yaitu PRESISI (Prediktif, Responsibilitas, Transparansi dan Berkeadilan).

LBH Medan menduga belum ditangkapnya Para DPO tersebut telah melanggar Pasal 1 Ayat (3), Pasal 27 Ayat (1), Pasal 28 D Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Jo Pasal 5 UU 39 Tahun 1999 menyatakan :

”Negara Indonesia adalah Negara Hukum”, kemudian ”Setiap warga negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”. Dan ”Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”.

Kemudian “setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan perlakuan hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum dan perlakuan yang sama didepan hukum dan kemudian berhak atas perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia tanpa diskriminasi”.

Selanjutnya juga UU No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian, Pasal 17 Jo 21 KUHP yang menyatakan “perintah penangkapan dan penahanan terhadap seorang tersangka diduga keras melakukan tindak pidana dengan alat bukti yang cukup”, Pasal 7 Perkap Nomor: 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia, PP RI. No.2 Tahun 2003 tentang peraturan disiplin anggota Polri dan Pasal 7 Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia (DUHAM).

 

Baca juga : https://www.halkahalki.com/lbh-medan-desak-kapoldasu-tangkap-7-dpo/

https://lbhmedan.org/posko-pengaduan-dpo-daftar-pencarian-orang-di-jajaran-polda-sumut-yg-tidak-kunjung-di-tangkap-ditahan/

Narahubung :

IRVAN SAPUTRA, S.H., M.H (0821 6373 6197)

TRI ACHMAD TOMMY SINAMBELA, S.H (0823 8527 8480)

Putusan Yang Mempermainkan Konstitusi dan Rakyat!

Putusan Yang Mempermainkan Konstitusi dan Rakyat!

LBH Medan, Press Release YLBHI-LBH Se-Indonesia – Putusan Mahkamah Konstitusi Terkait Pengujian Omnibus Law UU 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja : Putusan Yang Mempermainkan Konstitusi dan Rakyat!

Hari ini, 25 November 2021, Mahkamah Konstitusi dalam amar putusan Nomor 91/PUU-XVIII/2020 menyatakan pada pokoknya:

  • Pembentukan UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai “tidak dilakukan perbaikan dalam waktu 2 (dua) tahun sejak putusan ini diucapkan”;
  • Menyatakan UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja masih tetap berlaku sampai dengan dilakukan perbaikan pembentukan sesuai dengan tenggang waktu sebagaimana yang telah ditentukan dalam putusan ini;
  • Memerintahkan kepada pembentuk undang-undang untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak putusan ini diucapkan dan apabila dalam tenggang waktu tersebut tidak dilakukan perbaikan maka UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja menjadi inkonstitusional secara permanen;
  • Menyatakan  apabila dalam tenggang waktu 2 (dua) tahun pembentuk undang-undang tidak dapat menyelesaikan perbaikan UU No. 11 Tahun 2020 maka undang-undang atau pasal-pasal atau materi muatan undang-undang yang telah dicabut atau diubah oleh Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dinyatakan berlaku kembali;
  • Menyatakan untuk menangguhkan segala tindakan/kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas, serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Atas putusan ini, YLBHI dan 17 LBH Se-Indonesia menyatakan :

  1. Dari putusan ini jelas pemerintah dan DPR telah salah, yakni  melanggar Konstitusi dan melanggar prinsip pembuatan UU, walaupun putusannya inkonstitusional bersyarat dimana Pemerintah diberikan kesempatan untuk memperbaiki. Tetapi putusan MK menggambarkan kekeliruan yang prinsipil;
  2. Dari putusan MK ini juga pemerintah tidak bisa memberlakukan dulu UU Cipta Kerja dan menghentikan segala proses pembuatan dan penerapan semua aturan turunannya. Pemerintah telah kehilangan legitimasi dalam menerapkan/melaksanakan UU Cipta Kerja. Padahal saat ini UU Cipta Kerja telah diberlakukan beserta seluruh PP turunannya. Maka penting untuk menghentikan segera UU ini dan seluruh PP turunannya demi mencegah timbulnya korban dari masyarakat dan lingkungan hidup.
  3. Meminta pemerintah menghentikan segera proyek-proyek strategis nasional yang telah merampas hak-hak masyarakat dan merusak lingkungan hidup;
  4. Jauh sebelum MK menyatakan UU CK melanggar Konstitusi, berbagai kelompok masyarakat di banyak wilayah dengan berbagai pekerjaan dan latar  belakang telah mengatakan Omnibus Law UU CK melanggar Konstitusi, tapi Pemerintah bergeming. Pemerintah dan DPR harus menyadari kesalahan, bahwa terdapat kesalahan mendasar dalam pembentukan perundang dan tidak mengulangi, karena kekeliruan seperti ini juga dilakukan di UU KPK, UU Minerba, UU MK, dan banyak peraturan perundang-undangan lainnya  baik secara prosedur maupun isi;
  5. Pada sisi lain, ketidakpercayaan terhadap MK terjawab sudah. Putusan ini adalah putusan kompromi. Putusan ini menyatakan permohonan Pemohon I dan Pemohon II tidak dapat diterima, dan hanya mengabulkan permohonan Pemohon III, Pemohon IV, Pemohon V, dan Pemohon VI untuk sebagian. Meskipun menyatakan bertentangan dengan UUD tetapi MK memberikan putusan yang menggantung atau tidak berani lurus dan tegas dengan logika hukum dan UU MK.  Seharusnya MK membuat putusan dengan menyatakan “Batal” saja, sehingga tidak membuat bingung dan mentoleransi pelanggaran. ini juga  membuat kondisi yang tidak mudah dipenuhi, dan malah menimbulkan ketidakpastian hukum. Bahkan 4 dari 9 hakim menyatakan dissenting dalam arti berpendapat UU OLCK sesuai dengan Konstitusi. Putusan MK ini seolah menegaskan kekhawatiran masyarakat sipil terhadap MK yang tunduk pada eksekutif menjadi terbukti.

Jakarta, 25 November 2021

Hormat kami

  1. Yayasan LBH Indonesia (YLBHI)
  2. LBH Banda Aceh
  3. LBH Medan
  4. LBH Palembang
  5. LBH Padang
  6. LBH Pekanbaru
  7. LBH Lampung
  8. LBH Jakarta
  9. LBH Bandung
  10. LBH Semarang
  11. LBH Surabaya
  12. LBH Bali
  13. LBH Makassar
  14. LBH Yogyakarta
  15. LBH Papua
  16. LBH Palangkaraya
  17. LBH Manado
  18. LBH Samarinda

 

Baca juga => https://lbhmedan.org/harapan-pancasila-kepada-omnibus-law/

Kapolrestabes Medan Harus Usut Tuntas Penyiksaan Tahanan

Kapolrestabes Medan Harus Usut Tuntas Penyiksaan Tahanan

Dokumentasi foto : www.delinewstv.com

Selasa, 23 November 2021, berdasarkan pemberitaan media diketahui jika Tahanan Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (UPPA) Satuan Reskrim Polrestabes Medan, Inisial HS berusia 50 Tahun yang merupakan Tersangka dugaan perbuatan Cabul meninggal dunia dalam keadaan koma setelah menjalani perawatan medis di RS Bhayangkara hal tersebut berdasarkan keteranagan Keluarga HS, yang mendapat informasi atas meninggalnya HS pada Selasa sekira pukul 03.00 Wib.

Adapun kabar tersebut didapat pihak keluarga HS dari RS Bhayangkara Medan via telepon kesalah satu Putri HS. Mendengar informasi tersebut, Keluarga segera menjenguk HS di ruang Jenazah Rumah sakit tersebut dan menyaksikan kondisi terakhir HS meninggal dunia telah terbujur kaku diduga dalam keadaan tubuh penuh memar dan luka wajah bagian pelipis mata yang dinilai kematiannya tidak wajar dan diduga mengalami kekerasan dan penganiayaan selama dalam penahanan.

LBH Medan menilai seharusnya hal ini tidak terjadi jika Prosedur penahanan dikepolisian dilaksanakan sesuai Peraturan Kapolri Nomor 4 Tahun 2005 tentang Pengurusan Tahanan pada Rumah Tahanan Polri (“Perkapolri 4/2005”) dan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Menyikapi hal tersebut LBH Medan selaku lembaga yang konsern terhadap penegakan hukum dan HAM menduga adanya Penyiksaan yang dialami HS selama dalam tahanan hal tersebut dapat dilihat dari foto-foto HS yang telah beredar.

LBH Medan juga mengecam keras atas adanya Penyiksaan yang terjadi didalam tahanan, berkaitan dengan kejadian tersebut LBH Medan secara tegas meminta Kapolrestabes Medan mengusut tuntas dan transparan dugaan penyiksaan yang terjadi kepada HS, dimana ini sudah merupakan tanggung jawab hukum dan moral yang harus dilaksanakan Kapolrestabes sebagai pimpinan tertinggi Polrestabes Medan kepada publik khsusnya masyarakat kota Medan.

LBH Medan menduga tindak pidana Penyiksaan tersebut telah melanggar UUD 1945 Pasal 28 A, 28 I, KUHP Pasal 351 ayat (3), UU 39 Tahun 1999 tentang HAM Pasal 4, UU No. 5 Tahun 1998 Tentang Pengesahan Covention Againt Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment on Punishment (Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman lain yang Kejam,Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia) dan Undang-undang No: 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR).

Baca juga => https://lbhmedan.org/lbh-medan-desak-kapolda-sumut-kapolrestabes-medan-segera-ungkap-dugaan-keterlibatan-anggota-kepolisian-atas-penyiksaan-hendra-syahputra/

https://www.delinewstv.com/2021/11/lbh-medan-mengecam-keras-dugaan-penyiksaan-terhadap-hs-meminta-kapolrestabes-medan-usut-tuntas-transparan/

Narahubung :

IRVAN SAPUTRA, S.H., M.H (0821 6373 6197)

TRI ACHMAD TOMMY SINAMBELA, S.H (0823 8527 8480)

BBM Langka di Sumut, Pertamina Harus Bertanggungjawab

Press Release

Nomor :252/LBH/RP/X/2021

 LBH Medan“BBM Langka di Sumut, Pertamina Harus Bertanggungjawab

 

LBH Medan, 16 Oktober 2021,Sejumlahwilayahdi Sumatera Utara (Sumut) mengalami kelangkaanbahanbakarminyak (BBM) di SPBU. KelangkaanBBM yang terjadibeberapahariterakhir disumut mulai mengkhawtirkan.Atas kelangkaan tersebut PT. Pertamina dalam hal ini adalah pihak yang paling bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Sumut akan BBM.

 

Berdasarkan pemantauan LBH Medan dilapangan terdapat beberapa titik SPBU di kota Medan khusunya menuliskan “STOK BBM Habis, Premium Habis, Bio Solar Habis, Pertalite Habis” adapun titik-titik tersebut diantaranya di Jalan Letda Sudjono, Sisingamangraja dan Brigjen Katamso. Tidak hanya di Medan, BBM  juga sulitdidapatkandi Deli Serdang.Hal ini diketahui dari Surya yang merupakan warga Tembung mengatakan SPBU Pasar 10 Tembung stok BBM juga kosong, begitu juga di Tanjung Morawa dan Lubuk Pakam.

 

Melihat kelangkaan BBM saat ini LBH Medan menilai jika PT. Pertamina harus bertanggung jawab atas kelangkaan tersebut. Karena BBM merupakankebutuhan pokok masyarakat Sumut, sebagaimana sudah menjadi tugas pokok Pertamina yang telah diatur dalam Pasal 13 b Undang-undang Nomor: 8 Tahun 1971 tantang Perusahaan PertambanganMinyakdan Gas Bumi Negara joPasal 2 Kepres No. 44 Tahun 1975 MenyediakandanMelayanikebutuhanbahanbakarminyakdan gas bumiuntukdalamnegeri.

 

Disisi lain Pihak PT. Pertaminaberdasarkaninformasidari mediaTribun Medan (tribunnews.com) tanggal 13 Oktober 2021, melalui Taufiku Rachman selakuArea ManagerCommunicationRelation & CSR, PT PertaminaPatraNiaga Regional Sumbagut,membantahadanyakelangkaan BBM, melainkankekuranganpasokan BBM disejumlah SPBUtersebutkarenasempatterjadiketerlambatankapal tankeryang mengangkutBBM keSumut. LBH Medan menilai alasan tersebut seharusnya tidakpatut dilontarkan pihak Pertamina kepada masyarakat, dimana seharunya PT Pertamina telah memprediksi dan menilai stok BBM di Sumut guna tidak terjadinya kelangkaaan.

 

LBH Medan menilai terjadinya kelangkaan BBM  diduga sangat berdampak kepada roda perkekomoian masyarakat yang dimana setiap harinya sebagaian besar masyarakat Sumut melakukan pekerjaan dan aktivitasnya sehari-hari menggunakan kendaraan bermotor (Sepeda Motor & Mobil) untuk memenuhi kehidupan dirinya dan keluarganya. Selain itu dampak kelangkaan BBM ini juga berpengaruh kepada Psikologi masyarakat yang ketika menggunakan jalan lalu lintas terjebak kemacetan ketika di suatu SPBU yang sedang ada BBM banyak diburu masyarakat sehingga menyebabkan kemacatan yang berimbas pada masyarakat lainya.

 

 

LBH Medanmeminta kepada PT.Pertamina untuk segera mengatasi kelangkaan BBM saat ini di Sumut, guna menghindari prespektif negatif masyarakat, karena tidak menutup kemungkinan jika kelangkaan tersebut dapat dimanfaatkan orang yg tidak bertanggujawab semisal diduga melakukan penimbunan BBM.LBH Medan menilaijika kelangkaan BBM terus terjadimaka didiuga telahmelanggarUndang-undangDasar Negara RepublikTahun 1945 Pasal 28 A , C dan Pasal 33 ayat (3), UU Nomor: 8 Tahun 1971tantang Perusahaan PertambanganMinyakdan Gas Bumi Negara joKepresNomor 44 tahun 1975 tentangPokok-PokokOrganisasiPertamina, UU Nomor: 39 Tahun 1999 tentang HAM dan DUHAM.

 

Demikian rilis pers ini disampaikan agar dapat dijadikan sebagai sumber pemberitaan. Terimakasih.

 

IRVAN SAPUTRA, SH., MH                                                          (0821 6373 6197)

MUHAMMAD ALINAFIAH MATONDANG, SH.M.Hum        (0852 9607 5321)

DIDUGA PETUGAS POSKO PPKM DELITUA AROGAN DAN TIDAK HUMANIS SERTA DIDUGA MENGANIAYA AKTIVIS PBH LBH MEDAN

Press Release

No :215/LBH/RP/IX/2021

“DIDUGA PETUGAS POSKO PPKM DELITUA AROGAN DAN TIDAK HUMANIS  SERTA DIDUGA MENGANIAYA AKTIVIS PBH LBH MEDAN”

 

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan Senin, 13 September 2021, Aktivis PBH (Pengabdi Bantuan Hukum) LBH Medan diduga dianiaya oleh oknum Polsek Delitua a.n IPDA. F di Posko PPKM yang berada di Jalan Besar Delitua, yang mana saat itu Bagus Satrio, SH yang merupakan aktivis PBH LBH Medan, diketahui pada hari Minggu tanggal 12 September 2021 sekira pukul 19.30 Wib dari rumahnya yang beralamat di Jalan Delitua Pamah Gg. Jafar Kel. Delitua Barat Kec. Delitua melintasi Posko PPKM yang berada di Jalan Besar Delitua akan menuju ke Kantor LBH Medan. 

 

Diketahui, Aktivis LBH Medan yang saat itu melintasi Penyekatan PPKM di Delitua sempat diarahkan untuk putar balik oleh seorang Anggota Kepolisian berpangkat AKP yang tidak diketahui namanya diduga perwira tersebut dari Polsek Delitua dengan alasan bahwa tidak menggunakan helm saat berkendara dan saat itu PBH LBH Medan juga sempat bertanya “mengapa diarahkan putar balik pak, hanya karena tidak menggunakan helm? apakah sedang razia?”, namun tanpa alasan yang jelas, Bagus Satrio beserta sepeda motornya merk Honda CRF 150L ditarik ke trotoar jalan oleh beberapa aparat yang bertugas dalam posko PPKM tersebut yang diantara dari pihak Kepolisian, Dinas Perhubungan, Babinsa, dan Satpol-PP yang mana pertanyaan yang dilontarkan oleh anggota PBH LBH Medan tersebut diduga dianggap sebagai bentuk perlawanan terhadap aparat penegak hukum.

 

PBH LBH Medan diduga sempat mendapatkan bentuk perlakuan yang arogan dan tidak humanis dari salah seorang Anggota Kepolisian yang menggunakan rompi berwarna merah serta tidak diketahui namanya tersebut, PBH LBH Medan didorong dan dikerumuni lebih dari 7 (tujuh) orang petugas di Posko PPKM tersebut dan tidak berapa lama kemudian PBH LBH Medan dibawa kedalam Posko PPKM untuk dilakukan pemeriksaan yang dinilai pemeriksaan tersebut tidak jelas dan tidak berdasarkan hukum. Kemudian, tanpa alasan yang jelas, PBH LBH Medan diduga dituduh memiliki kendaraan “bodong”/kendaraan tanpa surat yang mana sudah disampaikan berulangkali bahwa surat-surat kendaraan tersebut lengkap namun ketinggalan dirumah, akan tetapi PBH LBH Medan yang saat itu seorang diri diduga terus menerus mendapatkan perlakuan yang arogan dan tidak humanis serta  tidak manusiawi, bahkan diduga seorang anggota Kepolisian berpangkat AKP tersebut juga mengatakan kepada anggota Kepolisian lainnya agar menahan kendaraan yang dimiliki Aktivis PBH LBH Medan tersebut seraya mengatakan “ditahan aja nih, kalau tidak jelas bawa ke Reskrim”.

 

Bahwa saat itu Aktivis PBH LBH Medan telah menunjukan surat-suratnya yang diminta dari keluarganya melalui via Whastapp yang mana karena kondisi cuaca hujan dan dengan alasan kemanusiaan karena tidak tega menyuruh keluarganya untuk datang ke Posko PPKM guna mengantarkan surat-surat kendaraan tersebut, oleh karenanya ia meminta izin kepada Petugas untuk dapat menunjukan identitas kendaraannya dalam bentuk foto melalui via WhatsApp, namun pasca surat-surat kendaraan diperiksa,  kemudian Petugas Kepolisian diduga a.n. IPDA. F  mencari alasan lain dengan mempermasalahkan pajak kendaraan yang telah mati, dan saat itu PBH LBH Medan sempat mengatakan “kenapa seperti razia lalulintas ya pak ? sebenarnya saat ini bapak ditugaskan untuk PPKM atau ditugaskan razia lalulintas? Kalau begitu ya sudah silahkan kalau mau ditilang, tapi tolong perlihatkan surat tugasnya dulu, dan kalau benar sedang razia tolong diperiksa semua pengguna jalan, jangan cuma saya aja pak”,

 

Adanya ucapan tersebut Aktivis PBH LBH Medan seketika itu diduga dianiaya dengan cara memukul bagian perut PBH tersebut. Tindakan  itu dilihat oleh beberapa petugas lainnya diantaranya diduga Babinsa Koramil Kec. Delitua, namun Petugas lainnya seolah tidak merespons tindakan  arogan dan tidak humanis  serta dinilai telah melanggar Hak Asasi PBH LBH Medan sebagai masyarakat Delitua yang seharunya dilanyani secara humanis dan sesuai auturan hukum yang berlaku.

 

Bahwa pasca terjadi dugaan tindak penganiayaan tersebut, Aktivis PBH LBH Medan tidak juga mendapat kepastian atas kendaraannya karena saat itu masih ditahan di Posko PPKM di Jalan Besar Delitua, sekira pukul 21.00 Wib rekan-rekan Aktivis dari LBH Medan lainnya yaitu an. Doni Choirul, SH, Marselinus Duha, SH dan Tommy Sinambela, mendatangi lokasi kejadian guna membantu menyelesaikan permasalahan yang terjadi, yang mana saat itu rekan-rekan Aktivis dari LBH Medan juga menanyakan permasalahan terhadap kendaraan rekannya tersebut yang diduga ditahan tanpa alasan yang jelas, seraya menanyakan perihal kejelasan surat perintah tugas pihak Kepolisian tersebut, akan tetapi telah berulangkali disampaikan PBH LBH Medan tidak juga diperlihatkan surat tugas tersebut bahkan diduga seorang anggota Kepolisian Polsek Delitua an. IPDA P. Nababan menyebutkan bahwa masyarakat tidak berhak menayakan surat tugas petugas kepolisian.

 

LBH Medan menduga adanya tindakan unprosedural dan pelanggaran kode etik yang dilakukan pertugas Kepolisian Polsek Delitua, untuk LBH Medan :

 

  1. Meminta Kapolda Sumut menindak tegas oknum Petugas PPKM yang diduga melakukan tindak penganiayaan dan perlakuan arogan serta tidak humanis dalam menjalankan tugas pada penyekatan PPKM;

 

  1. Mengevaluasi kinerja seluruh petugas pada posko PPKM khususnya pada posko di Jalan Besar Delitua, agar tidak terulang kejadian yang serupa dan demi menjunjung tinggi hak asasi masyarakat.

 

Berdasarkan hal tersebut diatas, LBH Medan mendugaan perlakuan Petugas Posko PPKM tersebut diniali arogan dan tidak humanis. serta perbuaan oknum petugas PPKM diduga telah melanggar Pasal 28D ayat (1) dan ayat (2) Jo. Pasal 28I ayat (4) Jo. Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 Jo. Pasal 3 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM yang pada intinya “setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta berhak mengeluarkan pendapat”, berdasarkan Pasal 15 Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan dan Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menyebutkan yang pada intinya “setiap petugas Kepolisian yang bertugas dibidang lalulintas dalam penindakan pelanggaran wajib dilengkapi dengan surat tugas”, selanjutnya oknum Kepolisian yang diduga dari Polsek Delitua tersebut dikualifisir melanggar  pasal 351 KUHPidana dan ketentuan Pasal 7 ayat (1) huruf c Jo. Pasal 13 ayat (1) huruf e Jo. Pasal 14 huruf e Perkap Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri menyebutkan yang pada intinya “setiap anggota Polri wajib menjalankan tugasnya secara Profesional, Proporsional dan Prosedural, serta dilarang meyalahgunakan kewenangannya dalam melaksanakan tugas dan dilarang melakukan pemeriksaan terhadap seseorang dengan cara memaksa”.

 

Demikian Release Pers ini kami sampaikan, diucapkan terimakasih.

 

Irvan Saputra, SH., MH  (0821 6373 6197)

Martinu Jaya Halawa, SH (0813 6216 7602) 

 

  

 

LBH MEDANKECAM KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAKDAN MENDESAK POLRESTABES MEDAN SEGERA TANGKAP PREDATOR ANAK

Press Release

Nomor : 207/LBH/RP/IX/2021

“ LBH MEDANKECAM KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAKDAN MENDESAK POLRESTABES MEDAN SEGERA TANGKAP PREDATOR ANAK”

 

LBH Medan, 04 September 2021, Kota Medan mendapatkan Penghargaan Kota Layak Anak (KLA) Kategori Madya dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia. Penghargaan membanggakan itu diberikan karena Pemko Medan dinilai sangat berkomiten dan peduli dalam memenuhi hak dan perlindungan terhadap anak. 

Penghargaan tersebut patut dan wajar untuk ditinjau kembali mengingat masih terjadinya kekerasan seksual terhadap anak. beberapa hari yang lalu terjadi peristiwa yang sangat memilukanyang menimpaseorang bocah laki-laki berumur 10 tahun berinisial RAPyang diduga telah menjadi korban Pencabulan yang dilakukan oleh10 orang pria bertopengdi kawasan Medan Amplas, Kota Medan,

Diketahui Pencabualan tersebut terjadi pada sekitar tanggal 27 Agustus 2021 lalu,saat itu RAP hendak pergi kewarung membeli sesuatu sekitar pukul 14.00 Wib, namun tiba-tiba di tengah jalan RAP dijegat dan ditarik paksa untuk masuk kedalam mobil Pick-up yang di tutupioleh terpal. Adapun para pelaku diduga berjumlah 10 orang dengan menggunakan penutup wajah/topeng secara bergantian melakukan perbuatan Sodomi terhadap RAP dan merekam aksi biadab mereka,tak hanya itu, dalam melancarkan aksi bejat tersebut para pelaku mengancam bocah malang itu dengan pisau dan membakar kaki sebelah kirinya dengan api rokok, RAP sempat dengan paksa menarik topeng dan mengenali salah seorang pelaku. Usai melampiaskan nafsunya, para pelakumengancam RAP untuk tidak melaporkan kejadian tersebut kepada siapapun dan jika melaporkan hal tersebut maka RAP akan dibunuh. Kemudian para pelaku membawa RAP ke tempat semula dan dengan kasar menendangnya untuk turun dari mobil Pick-up. 

Berdasarkan informasi yang diterima bahwa keluarga RAP telah membuat Laporan Polisi ke Polrestabes Medan, dengan nomor laporan: STTLP/N/1675/YAN/,2.5/ K/VIII/2021/SPKT Restabes Medan, terhadap Peristiwa tersebut LBH Medan sebagai LembagaBantuan Hukum  yang Konsern terhadap Penegakan Hukum dan Perlindungan Hak Asasi Manusia Khusunya terhadap Perempuan dan Anak mengecam keras perbuatan Predator Seksual Anak tersebut dan mendesakKapolrestabes Medan untuk segera menangkap Predator Seksual Anak,oleh karena sejak 2016 pemerintah melalui Presiden Jokowi telah menetapkan jika kekerasan seksual terhadap anak merupakan Kejahatan Luar Biasa (Extra Ordinary Crime) maka sudah sepatutnya hal ini menjadi atensi Polrestabes untuk segera mengungkapnya.

LBH Medan menilai tindak pidana pencabulan tersebut telah memberikan dampakpsikologis  yang sangat buruk/trauma berat hingga berdampak terhadap tumbuh kembang RAP dan berbahaya terhadap anak-anakKota Medan saat ini. Oleh sebab itu sudah sepatutnya pihak aparat penegak hukum dalam hal ini Kepolisian ResorKota BesarMedan untuk segera melakukan penangkapan dikarenakan sampai sekarang para Predator Sekual Anak tersebut masih berkeliaranbebas danapabila tidak segara ditangkapdikhawatirkanmemberi keresahan di masyarakat khususnya para ibu di kota Medandan diduga tidak menutup kemungkinan dapat menimbulkan korban-korbananak lainnya.

Bahwa sejalan dengan hal tersebut, LBH Medan menduga para Predator Seksual Anak telah melanggar Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28D, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM Pasal 2, Pasal 3 ayat (2), Pasal 17, UU No. 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Revisi Kedua UU Perlindungan Anak yang disebutkan “bahwa pelaku kekerasan seksual terhadap anak dipidana penjara 5 sampai dengan 15 tahun”.Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak Pada Pasal 76C dinyatakan “bahwa setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut sertamelakukan kekerasan terhadap Anak”.

 

Demikian rilis pers ini disampaikan agar dapat dijadikan sebagai sumber pemberitaan. Terimakasih.

 

Hormat Kami

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan

 

Narahubung :

IRVAN SAPUTRA, SH., MH (082163736197)

KHAIRIYAH RAMADHANI, SH (Divisi Permpuan & Anak/0823 6186 3626)

 

Editor : Rimma Itasari Nababan, S.H