Masa Tahanan Lewat 12 Hari, Kepala Rutan Klas I Medan Diduga Lakukan Pelanggaran HAM

Masa Penahanan Lewat, Ka Rutan Klas I Medan Melanggar HAM

Masa Tahanan Lewat 12 Hari, Kepala Rutan Klas I Medan Diduga Lakukan Pelanggaran HAM

Masa Tahanan Lewat 12 Hari, Kepala Rutan Klas I Medan Diduga Lakukan Pelanggaran HAM

LBH Medan, Sabtu 20 Agustus 2022, Penasehat Hukum dari LBH Medan dan keluarga Anwar Tanjung alis Nuek yang merupakan Terpidana tindak pidana penganiayaan mendatangi Rutan Klas I Medan Jalan Tanjung Gusta meminta untuk segera membebaskan Anwar Tanjung als Nuek dari Rutan.

Namun, bukan pembebasan yang didapat akan tetapi Penasehat Hukum tidak diberi akses untuk berjumpa dengan Nuek dengan alasan di Rutan sedang ada kegiatan dan ditiadakan kunjungan.

Bahwa keluarga dan Penasehat Hukum saat dirutan berjumpa dengan a.n Herman yang diketahui selaku petugas Rutan bagian administrasi. Dimana petugas tersebut mengatakan kepada PH dan Keluarga untuk menunggu diruang tunggu hingga 6 jam, sembari mengatakan “sabar ya kita masih menunggu pihak kejaksaan untuk mengantarkan petikan kebebasan”.

Padahal LBH Medan sudah menyampaikan jika masa tahanan Nuek berakhir sejak tanggal 07 Agustus 2022. Namun hingga sampai saat ini terhitung sudah lewat 12 (dua belas) hari dari masa tahanan Nuek tidak kunjung dibebaskan/dikeluarkan. Akan tetapi pihak keluarga dan Penasehat hukum tetap disuruh menunggu dan tidak diberikan akses berjumpa dengan Nuek.

Bahwa sebelumnya Nuek disangkakan Pasal 351 ayat (1) Jo Pasal 212 KUHPidana terkait penganiayaan atau melakukan kekerasan terhadap seorang pejabat yang sedang melaksanakan tugas. Nuek ditangkap pada tanggal 06 Februari 2021 dan ditahan pada tanggal 07 Februari 2021. Akibat perbuatanya Nuek telah diperiksa dan diadili di Pengadilan Negeri Medan.

Berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor: 883/Pid.B/2021/PN.Mdn tertanggal 09 Juni 2021 mengadili Nuek dengan :

  1. Menyatakan Terdakwa Anwar Tanjung alias Nuek tersebut diatas telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “dengan kekerasan memaksa seseorang pegawai negeri untuk tidak melakukan sesuatu tindakan jabatan yang sah” ;
  2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan ;
  3. Menetapkan lamanya Terdakwa ditangkap dan ditahan dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan ;
  4. Menetapkan agar Terdakwa tetap berada dalam tahanan ;
  5. Membebankan kepada Terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 5000 (lima ribu rupiah).

Lembaga Bantuan Hukum Medan sebagai lembaga yang konsern terhadap Penegakan Hukum dan Hak Asasi Manusia dengan ini patut dan wajar menyampaikan tindakan dari Rutan Klas I Medan yang dipimpin oleh Karutanya terkait melewati masa tahanan selama 12 (dua belas) hari diduga telah melanggar hak asasi manusia.

Serta tindakan petugas Rutan yang tidak memberikan Penasehat hukum terkait berjumpa dengan Klien diduga telah melanggar Pasal 70 KUHAP. Dan atas perbuatan tersebut LBH Medan berencana akan menggugat Ka Rutan Klas I Medan terkait tindakanya terhadap Nuek.

LBH Medan menduga tindakan Karutan Kelas I Medan telah melanggar Pasal 28D, UUD 1945, UU 39 tahun 1999 Tentang HAM, DUHAM dan UU No. 12 Tahun 2005 Tentang Pengesahan ICCPR, Pasal 70 KUHAP dan Pasal 6 ayat (3) Permenkumham No. M.HH-24.Pk.01.01.01 Tahun 2011Tentang PengeluaranTahanan Demi Hukum menyatakan “Kepala Rutan atau Kepala Lapas wajib mengeluarkan Tahanan demi hukum yang telah habis Masa Penahanannya atau habis masa perpanjangan penahanannya”.

Contact Person :
IRVAN SAPUTRA (0821-6373-6197)
ALMA A’DI (0812-6580-6978)

 

Baca juga => https://telisik.net/perkara/masa-tahanan-lewat-12-hari-karutan-kelas-i-medan-diduga-lakukan-pelanggaran/

https://lbhmedan.org/lagi-penasehat-hukum-bharada-e-diganti-ada-apa-dengan-polri/

Lagi, Penasehat Hukum Bharada E Diganti, Ada Apa dengan Polri?

Lagi, Penasehat Hukum Bharada E Diganti. Ada Apa dengan Polri?

Lagi, Penasehat Hukum Bharada E Diganti, Ada Apa dengan Polri?

Lagi, Penasehat Hukum Bharada E Diganti. Ada Apa dengan Polri?

(LBH Medan, 16 Agustus 2022). Bersumber dari berita Online Jakarta, Kompas.com tertanggal 12 Agustus 2022 diperoleh informasi pemberitaan terkait Bareskrim benarkan Bharada E cabut kuasa Deolipa Yumara dan M Burhanuddin. Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri Brigjen Andi Rian Djajadi mengatakan Bharada Richard Eliezer alias Bharada E, mencabut kuasa Deolipa Yumara dan Muh Burhanuddin dari status pengacaranya.

Kemudian diperoleh informasi dari akun youtube Metro TV dalam acara Kontroversi tertanggal 12 Agustus 2022 dengan judul “Motif Dewasa Sambo Bunuh Yosua”. Dalam acara tersebut hadir salah satu narasumber yaitu Deolipa Yumara yang diketahhui sebelumnya merupakan salah satu Penasihat Hukum Bharada E.

Dalam perbincangan acara tersebut, Deolipa Yumara mengatakan bahwasanya Bharada E telah mencabut kuasa. Surat pencabutan kuasa tersebut diperoleh Deolipa dari anak buahnya melalui pesan Whatsapp. Dari pesan whatsapp tersebut terdapat file surat pencabutan kuasa yang pada intinya dituliskan dalam bentuk ketikan. Terhadap surat yang diketik tersebut, Deolipa merasa janggal karena Bharada E berada dalam Tahanan sehingga tidak mungkin mengetik.

Pada saat acara live berlangsung Deolipa juga membacakan surat pencabutan kuasa tersebut yang pada intinya menerangkan terhitung 10 Agustus 2022 Bharada E mencabut kuasa yang diberikan kepada Deolipa Yumara, SH dan S. Psi dan Muhammad Burhanuddin, SH. dengan ini Surat Kuasa tertanggal 08 Agustus 2022 sudah tidak berlaku dan tidak dapat dipergunakan lagi. Surat pencabutan kuasa ini dibuat dalam keadaan sadar dan tanpa ada paksaan dari pihak manapun.

LBH Medan berpendapat ada yang janggal dari pencabutan kuasa tersebut. Pertama, seorang Tersangka yang berada dalam Rumah Tahanan Kepolisian secara hukum hanya dapat ditemui oleh Keluarga dan atau Penasihat Hukum demikianlah diatur dalam Pasal 54 s.d Pasal 57 dan Pasal 61 KUHAP. Sedangkan selain dari Keluarga dan Pengacara maka hanya Penyidik lah yang berwenang menemui Tersangka dalam kepentingan Penyidikan.

Jika dari berita dan youtube tersebut diatas diketahui bahwa Deolipa selaku penasihat hukum baru mengetahui Surat Pencabutan Kuasa tersebut dari pesan whatsapp anak buahnya. Artinya hanya ada tiga kemungkinan, antara keluarga atau kepolisian atau memang inisiatif Bharada E lah pencabutan kuasa tersebut. Namun jika melihat dari keterangan Deolipa tersebut maka akan sangat sulit mengamini pencabutan tersebut dilakukan tanpa intervensi. Sebagai seorrang terssangka tentu bharada E membutuhkan bantuan hukum dari penasihat hukum.

Dari pengalaman LBH Medan sendiri, kerap kali pencabutan kuasa terjadi karena ada intervensi dari Penyidik atau Penuntut Umum atau pihak terkait lainnya yang tidak sejalan dengan LBH Medan sebagai Penasihat Hukum. pengalaman tersebut layak dijadikan sebagai dasar untuk berasumsi yang sama dengan apa yang dialami Deolipa dan rekannya.

Lembaga Bantuan Hukum Medan yang konsern terhadap penegakan hukum dan perlindungan Hak Asasi Manusia menilai bahwa Indonesia sebagai negara hukum (Pasal 1 ayat 3 UUD 1945) tentu segala aktifitas lembaga atau perangkatnya harus taat terhadap hukum. Pencabutan kuasa yang diduga penuh dengan intervensi tentu mengganggu nilai nilai Advokat yang bebas dalam menjalankan tugas profesinya untuk membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya dengan tetap berpegang pada kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan sebagaimana dijelaskan pada Pasal 15 UU RI Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.

Apabila tidak ada pelanggaran Undang-Undang dan Kode Etik maka akan sangat aneh jika seorang Tersangka yang membutuhkan Pendampingan Penasihat Hukum mencabut kuasa dari Penasihat hukum yang telah mendampingi dengan keberanian mengungkap fakta ke publik. Advokat merupakan Penegak hukum bahkan di sebut sebagai Officium Nobile (Profesi yang Mulia) sebagaiama pada ketentuan Pasal 3 Huruf G Kode Etik Advokat Indonesia.

Atas dugaan intervensi pencabutan kuasa oleh Bharada E tersebut, LBH Medan Menilai Polri tidak Profesional. Kedepan tidak boleh ada intervensi terhadap tugas seorang atau lebih Advokat yang beritikad baik mendampingi kliennya. Terlebih dalam kasus ini, akan sangat merugikan jika Bharada E terus menerus mengganti Penasihat hukumnya terlebih apabila penggantian Penasihat hukum tersebut bukan karena kemauan dari Bharada E.

Contact person :
MASWAN TAMBAK (0895 1781 5588)
ALMA A’ DI (0812 6580 6978)

 

Baca juga => https://lbhmedan.org/data-dpo-tak-kunjung-diberikan-ada-apa-polda-sumut/

TNI AU Lanud Soewondo Diduga Salah Terapkan Aturan Peradilan

Diduga POM TNI AU Lanud Soewondo salah terapkan aturan Peradilan dan HAM diabaikan

Periksa 2 warga sipil terduga pelaku pencurian, Potongan Rambut berantakan, diduga POM TNI AU Lanud Soewondo salah terapkan aturan Peradilan dan HAM diabaikan.

Pada hari Selasa, 02 Agustus 2022 Lembaga Bantuan Hukum Medan memperoleh infomasi dari akun instagram waspadaonline terkait POM TNI AU Lanud Soewondo menangkap 2 kawanan maling, yang mana di hari tersebut Satuan Polisi Militer (Sat Pom) Angkatan Udara (AU) Lanud Soewondo melaksanakan patroli rutin dan berhasil menangkap 2 (dua) orang kawanan maling yang beraksi di Kompleks Perumahan Angkatan Udara Jalan Polonia, Kecamatan Medan Polonia, Kota Medan.

Pelaku berinisial R dan A saat ditanya oleh oknum POM terkait peran “1 (satu) orang mengawasasi? dan 1 (satu) orang lagi mengambil?” kemudian R dan A menganggukkan kepala seolah-olah mengiyakan. Tidak hanya sampai disitu, oknum POM kembali bertanya “mengawasinya dimana, depan gereja?” Dan keduanya menganggukkan kepala.

Bahwa pada video di instagram tersebut terlihat R dan A yang menggunakan baju kaos hijau lumut celana jeans panjang dan baju kaos putih celana hitam pendek, masing- masing membawa (diduga) hasil curiannya. Terlihat juga pada rambut R dan A yang potongan rambutnya tidak beraturan.

Oleh karena hal diatas, Pihak POM TNI AU Lanud Soewondo melanggar Hak Asasi Manusia sebagaimana diatur pada Pasal 28J ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945 Jo Pasal 1 ayat (1) UU RI No 39 Tahun 1999 tentang HAM Jo Pasal 14 ayat (2) UU No 12 Tahun 2005 tentang Hak-Hak Sipil dan Politik yang intinya menjelaskan Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Lalu tidak boleh ada penghukuman sebelum putusan pengadilan terhadap orang yang diduga melakukan kejahatan/pelanggaran (Praduga tak bersalah).

Pada cuplikan video tersebut juga terlihat R dan A diperiksa dan dimintai keterangan oleh pihak POM TNI AU Lanud Soewondo. Pemeriksaan terhadap warga sipil yang diduga melakukan tindak pidana bukan merupakan ranah pemeriksaan dari TNI AU. UU RI No. 9 Tahun 1947 tentang Hukum Pidana Militer Jo Pasal 5 ayat (1) UU RI No 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer yang intinya menjelaskan KUHPidana Militer hanya membahas terkait aturan tindak pidana yang dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia dan Peradilan militer merupakan pelaksana kekuasaan kehakiman di lingkungan Angkatan Bersenjata.

Lembaga Bantuan Hukum Medan sebagai lembaga yang konsern terhadap Penegakan Hukum dan Hak Asasi Manusia dengan ini patut dan wajar menyampaikan bahwasanya pihak POM TNI AU Lanud Soewondo telah salah dalam melakukan pemeriksaan terhadap terduga pelaku pencurian. Kemudian juga akan sangat bersalah lagi apabila potongan rambut terduga pelaku pencurian tersebut diakibatkan perbuatan oknum TNI AU Lanud Soewondo. Untuk itu kedepannya diharap tidak ada lagi pemeriksaan atau tindakan seolah proses hukum terhadap warga sipil oleh TNI.

NARAHUBUNG :
MASWAN TAMBAK, S.H. (0895-1781-5588)

ALMA A’ DI, S.H. (0812-6580-6978)

Baca juga => https://www.instagram.com/reel/CgwjUtPPvQI/?utm_source=ig_web_copy_link

https://lbhmedan.org/lbh-medan-hadirkan-saksi-saksi-dugaan-perusakan-perampasan-barang-barang-dan-pengancaman-yang-diduga-dilakukan-oknum-oknum-tni-ad-cq-kodam-i-bb-ke-puspom-mabes-tni-2/

7 Tahun Penembakan Hariadi Tak Kunjung Memperoleh Keadilan

7 Tahun Kasus Penembakan, Pelaku Tak Kunjung Ditemukan

7 Tahun Penembakan Hariadi Tak Kunjung Memperoleh Keadilan

7 (Tujuh) Tahun kasus Penembakan, pelaku tak ditemukan. 1 (satu) Tahun dimohonkan, penanganan perkara penembakan tak kunjung di alihkan. Peluru tetap di badan, poldasu lakukan pembiaran.

(Lembaga Bantuan Hukum Medan, 04 Agustus 2022). Bahwa Hariadi merupakan korban Penembakan yang sedang mencari keadilan di Polsek Medan Baru. Sampai saat ini tidak ada langkah hukum yang pasti dan konkrit untuk dapat mengusut peristiwa yang dialaminya, kemudian Hariadi memohon kepada Polda Sumut untuk mengambil alih penanganan perkara tersebut. kini sudah genap 1 (satu) tahun Permohonan Hariadi kepada Polda Sumut namun tidak ada tindaklanjut sehingga patut diduga pihak Polda Sumut melakukan pembiaran.

Awal mula Sekitar pukul 19.00 Wib pada tanggal 22 November 2015, Hariadi menyalip sebuah mobil sedan karena hendak mengambil penumpang/sewa di Jl. Iskandar Muda Simp. Syailendra Kota Medan. Kemudian terjadi cek-cok antara hariadi dengan pengendara mobil/Orang Tidak Dikenal (OTK) dengan ciri-ciri badan kekar dan rambut cepak.

Setelah cekcok, dari dalam mobil si pengendara mobil menembak Hariadi dibagian lengan sebelah kiri dan menembus dada, Kemudian Pengendara mobil tersebut melarikan diri. setelah penembakan tersebut Hariadi dilarikan ke Rumah Sakit Bayangkara untuk dirawat. Atas peristiwa tersebut, Dewi Hartati merupakan kakak kandung Hariadi membuat Laporan Polisi ke Polsek Medan Baru dengan Nomor : STTLP/170/XI/2015/SPKT MDN Baru.

Setelah membuat Laporan Polisi, pihak Polsek Medan Baru telah memeriksa Dewi Hartati dan Hariadi. Setelah melakukan perawatan awal, pihak rumah sakit bhayangkara tidak mampu melakukan operasi untuk pengangkatan peluru karena peralatan tidak memadai. Kemudian Hariadi telah beberapa kali di rujuk ke Rumah Sakit lain tetapi terkendala dengan biaya yang terlalu tinggi untuk melakukan operasi.

Hariadi pernah meminta untuk dilakukan operasi di RSH Adam Malik, namun awalnya pihak RSH Adam malik tidak bisa melakukan operasi karena keterbatasan alat. Namun setelah di surati dan ada rekomendasi dari Kanwil Menkumham, akhirnya pihak RSH Adam Malik dapat melakukan operasi. Dikarenakan saat itu istri Hariadi sedang hamil, akhirnya hariadi memilih untuk menunda operasi agar bisa mencari nafkah untuk keluarga. 

Dalam proses penyelidikan, pihak Penyidik telah mengamankan sebuah mobil sedan Mitsubishi Eterna BK 74 CK yang diduga digunakan pelaku saat penembakan. kemudian pihak Penyidik meminta bantuan Dirlantas untuk mengidentifikasi Nomor Polisi, Nomor Mesin dan Nomor Rangka yang terdapat pada mobil tersebut. berdasarkan hasil identifikasi nomor plat mobil dan nomor rangka, diketahui pemilik Plat bernama Trisno dan Melva Sari. Apabila berdasarkan Nomor Rangka teridentifikasi milik Melva sari namun jenis mobil lain. setelah mendapatkan hasil tersebut penyidik memanggil nama yang bersangkutan tetapi tidak hadir tanpa alasan.

Setelah pemanggilan pertama terhadap Trisno dan Melva Sari, setelah bertahun-tahun pihak Polsek Medan Baru hingga saat ini tidak ada melakukan upaya lanjutan yang kongkrit sehingga patut diduga pihak Polsek Medan Baru tidak mampu menangani serta mengungkap peristiwa yang dialami oleh Hariadi. melihat hal tersebut pada tanggal 03 Agustus 2021 LBH Medan mengirimkan Surat Permohonan Pengalihan Penanganan Perkara dengan Nomor : 183/LBH/PP/VIII/2021 tertanggal 03 Agustus 2021 kepada Kapolda Sumut dan Dirkrimum Polda Sumut.

LBH Medan berulangkali mencoba untuk Follow Up atau mengikuti tindaklanjut Permohonan pengalihan penanganan kasus penembakan terhadap Hariadi tetapi tidak ada Jawaban yang jelas untuk menjalankan Permohonan tersebut. Melihat tidak ada respon yang baik dari pihak Polda Sumut terhadap Permohonan Pengalihan Penanganan Perkara akhirnya LBH Medan kembali mengirim Surat dengan Nomor 145/LBH/PP/2022 tertanggal 17 Juni 2022 perihal mohon tindaklanjut dan atensi dengan harapan pihak Polda Sumut benar-benar serius menjalankan Penanganan perkara.

Jika dibandingkan dengan perkara lain yang ditangani dan/atau diambil alih oleh pihak Polda Sumut seperti Kasus perjudian yang terdapat di MMTC kota Medan, Kasus perjudian tembak ikan di pematang siantar, Kasus Penganiayaan Anak Dibawah Umur oleh mantan kader PDIP, Kasus Penganiayaan Pedagang Sayur, faktanya pihak Polda Sumut mengambil alih kasus yang memungkinkan dapat di selesaikan di tingkat Polsek maupun Polres setempat namun yang terjadi dengan kasus penembakan yang dialami oleh Hariadi seakan-akan pihak Polda Sumut melakukan pembiaran untuk menangani serta mengusut tuntas yang mengancam keselamatan Hariadi.

Narahubung :

MASWAN TAMBAK, S.H : 0895 1781 5588

DONI CHOIRUL, S.H : 0812 8871 0084

Baca juga => https://lbhmedan.org/7-tahun-peluru-bersarang-di-badan-hariadi-polda-sumut-melakukan-pembiaran/

https://waspada.co.id/2022/08/polda-sumut-diminta-ambil-alih-kasus-penembakan-tukang-becak/

Data DPO Tak Kunjung Diberikan, Ada Apa Polda Sumut?

Data DPO Tak Kunjung Diberikan Polda Sumut

DATA DPO (DAFTAR PENCARIAN ORANG) TIDAK KUNJUNG DIBERIKAN POLDA SUMUT, LBH MEDAN AJUKAN PENYELESAIAN SENGKETA INFORMASI PUBLIK KE KOMISI INFORMASI DAERAH (KIPD) SUMUT

Rabu 27 Juli 2022, LBH Medan mengajukan Permohonan Penyelesaian Sengketa Informasi Publik terkait tidak diberikannya data DPO (Daftar Pencarian Orang) oleh Polda Sumut dan jajaranya ke Komisi Informasi Daerah Sumatera Utara sebagaimana berdasarkan surat Nomor :178/LBH/S/VII/2022, tertanggal 26 Juli 2022.

Permohonan data DPO diajukan berawal dari dibukanya Posko Pengaduan DPO yang diduga belum ditangkap pada tanggal 01 Desember 2021 dan LBH Medan mengadakan diskusi publik dengan tema “DPO Tanggung Jawab Siapa?” pada tanggal 18 Februari 2022.

Atas adanya posko tersebut LBH Medan memiliki banyaknya data DPO yang diduga belum ditangkap di daerah hukum Sumatera Utara dalam hal ini menjadi tanggung jawab Kepolisian Daerah Sumatera Utara.

Adapun data DPO yang dimiliki LBH Medan terkait DPO sebanyak 62 (enam puluh dua) orang diantaranya di Polda Sumut 3 (tiga) orang, Polrestabes Medan 1 (satu) orang, Polres Batubara 25 (dua puluh lima) orang, Polres Asahan 19 (sembilan belas) orang, Polresta Deli Serdang 2 (dua) orang, Polsek Percut Sei Tuan 1 (satu) orang, Polsek Medan Timur 1 (satu) orang, Polsek Sunggal 9 (sembilan), Polsek Patumbak 1 (satu) orang.

Sebelumnya, pada hari Rabu tanggal 02 Maret 2022 Polda Sumut melalui Dirkrimum Kombes. Tatan Dirsan Atmaja, S.I.K mengundang LBH Medan dengan mengirimkan surat Nomor : B/1580/II/RES.7.5./2022 Ditreskrimum perihal Undangan Audiensi.

Adapun saat pertemuan tersebut diwakili oleh Kabag Wassidik Polda Sumatera Utara a.n AKBP. Musa Hengky Pandapotan Tampubolon, S.I.K., S.H. Kabag Wassidik sepakat untuk menindaklanjuti permasalahan DPO dengan memberikan data DPO di daerah hukum Polda Sumatera Utara beserta jajarannya yang akan dipergunakan sebagai bahan penelitian dan mendorong terbentuknya regulasi yang tegas dan efektif menyelesaikan persoalan DPO serta mendorong para DPO segara ditangkap.

Agar kedepannya tidak lagi terjadi DPO yang bertahun-tahun bahkan puluhan tahun tidak ditangkap/ Belum tertangkap (Harun Masiku, Edy Tansil, Djoko chandra Maria Pauline dll). Namun, data yang diminta tidak kunjung diberikan padahal data tersebut merupakan informasi publik yang harus diberikan.

Bahwa perlu diketahui sebelum permohonan Penyelesaian Sengketa Informsi Publik ini diajukan, LBH Medan secara resmi telah mengirimkan surat kepada Kapolda Sumut dan jajaranya pada tanggal 08 April 2022 dengan nomor surat : 91/LBH/S/IV/2022, perihal Mohon Data Daftar Pencarian Orang, namun surat tersebut tidak mendapatkan balasan atau tanggapan apapun.

Kemudian untuk menghindari prespektif negatif masyarakat, LBH Medan kembali mengirimkan surat pada tanggal 23 Juni 2022 dengan nomor surat : 148/LBH/S/VI/2022 perihal Keberatan dan Mohon Data Daftar Pencarian Orang, namun kembali lagi tidak mendapatkan balasan ataupun menginformasikan mengapa tidak dibalas.

Oleh karena itu, melalui Permohonan Penyelesaian Sengketa Informasi tersebut, LBH Medan meminta Komisi Informasi Daerah Sumut untuk segera menindaklanjuti permohonan a quo seraya melaksanakan Penyelesaian Sengketa Informasi Publik secara berkeadilan.

LBH Medan menduga tindakan Polda Sumatera Utara tidak memberikan data DPO, yang sejatinya merupakan data Publik telah melanggar Pasal 1 Ayat (3), Pasal 27 Ayat (1), Pasal 28 D Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Jo Pasal 5 UU 39 Tahun 1999, Pasal 17 Jo 21 KUHP, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik Jo Peraturan Komisi Informasi Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2021 Tentang Standar Layanan Informasi Publik Tentang Keterbukaan Informasi Publik, Pasal 7 Perkap Nomor : 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Pasal 7 Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia (DUHAM).

Narahubung :
IRVAN SAPUTRA, S.H., M.H. (0821-6373-6197)
ALMA A’ DI, S.H. (0812-6580-6978)

 

Baca juga => https://lbhmedan.org/poldasu-dan-jajaran-kesulitan-menangkap-dpo/
https://medan.inews.id/read/132910/tak-berikan-data-dpo-lbh-medan-adukan-polda-sumut-ke-komisi-informasi

JPU Kejari Medan Hanya Tuntut 7 Tahun Terdakwa Pencabulan

JPU Kejari Medan

LBH Medan, Press Release – Terdakwa Pencabulan Dituntut 7 Tahun Penjara, LBH Medan Laporkan Kajari, Kasipidum & JPU Kejari Medan Ke Kejaksaan Agung RI.

Sidang tindak pidana Pencabulan dengan Terdakwa a.n AGH salah seorang Mahasiswa dari salah satu Universitas yang ada di Medan terhadap korban anak laki-laki a.n F, sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 82 ayat (1) Jo Pasal 76 E UU RI No. 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas UU RI No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, pada tanggal 14 Juni 2022 dimana sidang lanjutan tindak pidana tersebut dengan agenda tuntutan di Pengadilan Negeri Medan. JPU Kejari Medan a.n RY menuntut Terdakwa dengan 7 (Tujuh) Tahun Penjara.

Kasus dengan modus mengajak korban bermain game mobile legend, dimana terdakwa melalui permainan tersebut mengajak korban bermain bersama di kosnya yang beralamat di jalan Abdul Hakim Kec. Medan Baru. Kemudian korban yang diketauhi hobi bermain game on line mobil legend tanpa berpikir panjang datang ke kost Terdakwa dan seketika itu Terdakwa langsung melakukan aksinya mencabuli (Sodomi) korban.

Atas kejadian tersebut keluarga (Ibu) korban membuat laporan polisi di Polrestabes Medan dan seketika membawa Terdakwa untuk diserahkan kepada Kepolisian.Terkait laporan tesebut korban telah mengahadirkan Saksi-saksi dan bukti dugaan tindak pidana a quo di Pengadilan Negeri Medan.

LBH Medan sebagai Lembaga Bantuan Hukum yang konsern terhadap Penegakan Hukum dan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) menduga tindakan Kajari, Kasipidum melalui JPU a.n RY yang menuntut Terdakwa sangat rendah telah bertentangan dengan aturan hukum yang berlaku dan Surat Edaran: No. SE-001/J-A/4/1995 Tentang Pedoman Tuntutan Pidana serta tidak menjalankan program pemerintah yang mana notabenenya tahun 2016 secara tegas Presiden Jokowi telah menetapkan kekerasan seksual terhadap anak merupakan kejahatan luar biasa (Extra Ordinary Crime). oleh karenanya penangananya haruslah luar biasa, dalam hal ini menghukum berat pelaku kekerasan seksual terhadap anak.

LBH Medan menduga adanya kejanggalan yang nyata dalam tuntutan JPU a.n RY, hal tersebut dapat dilihat jelas ketika tuntutan JPU berbanding terbalik dengan tuntutan JPU pada Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara yang bersidang di Pengadilan Negeri Medan tahun 2021 perkara pencabulan yang dilakukan oleh oknum Kepsek atau Pendeta kepada siswanya menuntut Terdakwa dengan tuntutan selama 15 (Lima belas) tahun penjara.

Tidak hanya itu, sebagai pembanding lainya masih ditahun yang sama Jaksa Penuntut Umum Labuhan Deli telah menuntut terdakwa dalam tindak pidana pencabulan yang dilakukan oleh seorang kakek terhadap seorang anak perempuan yang berusia 4 tahun dituntut 12 (dua belas tahun) penjara serta diketahui Jaksa Meliani Marpaung, SH pada perkara Nomor: 19/Pid.Sus/2022 menuntut 13 (Tiga Belas) tahun penjara terhadap pelaku kekerasan seksual.

hal ini jelas membuat pertanyaan besar ada apa dengan Kejaksaan Negeri Medan dan apa yang menjadi pertimbangan JPU membuat disparitas tuntutan terhadap terdakwa a.n AGH selama 7 (Tujuh) tahun. Oleh karena itu tindak Kejaksaan negeri Medan telah mencederai keadilan Korban.

LBH Medan menilai tuntutan rendah JPU tersebut akan sangat berdampak terhadap keseriusan pemerintah menindak tegas pelaku kekerasan seksual terhadap anak dan tidak menuntup kemungkinan tidak memberikan efek jera kepada Terdakwa serta bisa berdampak kepada masyarakat yang diduga menilai pelaku kekerasan seksual terhadap anak hanya dihukum ringan.

Serta memberikan dampak yang sangat buruk terhadap tumbuh kembang anak (korban) dan berbahaya terhadap anak-anak khususnya yang ada di Kota Medan saat ini karena tidak tegasnya aparat penegak hukum dalam kasus kekerasan seksual terhada anak. oleh karana itu LBH Medan meminta kepada Majelis Hakim perkara a quo Pengadilan Negeri Medan untuk memutuskan perkara tersebut dengan seadil-adilnya.

Bahwa sejalan dengan hal tersebut, LBH Medan menduga Kajari, Kasipidum dan JPU a.n RY pada Kejaksaan Negeri Medan telah melanggar Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28D, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM Pasal 2, Pasal 3 ayat (2), Pasal 17, UU No. 35 Tahun 2014 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang no. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang disebutkan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak Pada Pasal 76C dan Surat Edaran: No. SE-001/J-A/4/1995 Tentang Pedoman Tuntutan Pidana pada bagian ke II Perkara Tindak Pidana Khusus angka III ”.

 

Narahubung :
IRVAN SAPUTRA, S.H., M.H (0821 6373 6197)
KHAIRIYAH RAMADHANI, S.H (0823 6186 3626)

 

Baca juga => https://telisik.id/news/kejari-medan-tuntut-terdakwa-sodomi-bocah-hanya-7-tahun-lbh-cederai-keadilan

Kekerasan Seksual Meningkat, Korban Semakin Sekarat

https://lbhmedan.org/kekerasan-seksual-meningkat-korban-semakin-sekarat/

Kapolda Sumut & Kapolrestabes Medan Harus Usut Kematian Tahanan

LBH Medan Desak Kapolda Sumut dan Kapolrestabes Medan usut tuntas tewasnya Hendra Syahputra yang diduga disiksa oleh oknum Polisi.

LBH Medan, Press Release – LBH Medan Desak Kapolda Sumut dan Kapolrestabes Medan usut tuntas tewasnya Hendra Syahputra yang diduga disiksa oleh oknum Polisi.

Persidangan dugaan tindak pidana Penyiksaan yang dialami Hendra Syahpurta (Korban) sangat mengejutkan dan membuka tabir baru apa yang sebenarnya dialami Korban. Sidang yang dilaksanakan di Pengadilan Negeri Medan ruang Cakra 8 sangat mengejutkan masyarakat khususnya kota Medan.

Dalam sidang dakwaan yang dibacakan oleh JPU pada Kejaksaan Negeri Medan menjelaskan adanya dugaan keterlibatan anggota kepolisian a.n L S terkait Penyiksaaan yang dialami Hendra Syahputra, sehingga mengakibatkan meninggalnya korban dengan keadaan Tengkorak Kepala Retak.

Bukan hanya disiksa, parahnya korban dipaksa Masturbasi pakai balsem serta mengalami pemerasan oleh sesama tahanan yang diduga atas perintah L S yang notabenenya merupakan penjaga RTP (Rumah Tahanan Polisi) Polrestabes Medan. Dalam dakwaan JPU a.n Pantun Marojahan Simbolon terugkap jika Hendra Syahputra dipaksa oleh tahanan bernama Rizki untuk masturbasi pakai balsem.

Menyikapi penyiksaan yang sangat keji yang dialami oleh Hendra Syahputa, LBH Medan sebagai lembaga yang konsern terhadap penegakan hukum dan Hak Asasi Manusia mendesak Kapolda Sumut & Kapolrestabes Medan untuk mengatensi dan mengusut tuntas perkara a quo, dikarenakan bukan kali ini saja adanya keterlibatan anggota Kepolisian dalam dugaan Penyiksaan terhadap Tahanan.

Masih segar diingatan kita masyarakat Sumatera Utara khususnya kota Langkat terkait Penyiksaan yang diduga dilakukan oleh Bupati Langkat, dkk juga diduga adanya keterlibatan anggota Kepolisian. Hal ini menggambarkan banyak dugaan keterlibatan anggota Kepolisian dalam praktik Penyiksaan di Sumatera Utara, sehingga hal ini menjadi pekerjaan rumah yang besar bagi Kapoldasu.

LBH Medan meminta kepada Kapolda Sumut dan Kapolrestabes Medan untuk menindak tegas terhadap oknum Kepolisian yang diduga terlibat dalam Penyiksaan Hendra Syahputra. Hal ini guna membuktikan adanya tanggung jawab hukum dan moral yang seyogyanya dilakukan Kapoldasu dan Kapolrestabes Medan. Seraya menghindari prespektif negatif masyarkat terhadap institusi Kepolisian Republik Indonesia.

LBH Medan menduga tindak pidana Penyiksaan tersebut telah melanggar UUD 1945 Pasal 28 A, 28 I, KUHP Pasal 351 ayat (3), UU 39 Tahun 1999 tentang HAM Pasal 4, UU No. 5 Tahun 1998 Tentang Pengesahan Covention Againt Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment on Punishment (Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia) dan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR).

 

Narahubung :

IRVAN SAPUTRA, S.H., M.H (0821 6373 6197)

TRI ACHMAD TOMMY SINAMBELA, S.H. (0823 8527 8480)

 

Baca juga => https://www.hariansib.com/detail/Marsipature-Hutanabe/LBH-Medan-Sarankan-Penerapan–ldquo-Restorative-Justice-rdquo–Diatur-Setingkat-Undang-Undang

101 HARI HASIL EKSHUMASI BEDAH MAYAT TAHANAN POLSEK SUNGGAL

https://lbhmedan.org/101-hari-hasil-ekshumasi-bedah-mayat-namun-tidak-mengungkap-penyebab-kematian-alm-joko-dedi-kurniawan/

Pendekatan Restorative Justice Untuk Pria Yang Ancam Bobby

Restorative JusticeLBH Medan, Press Release – Pihak Kepolisian seharusnya bisa menyelesaikan dengan pendekatan Restorative Justice terhadap Pria yang ancam patahkan leher Bobby.

Diketahui Pria 27 tahun yang berinisial RP berasal dari Takengon Kabupaten Aceh pada saat itu ingin memarkirkan kendaraan roda empat (mobil), diduga belum sempat parkir atau baru berhenti, diduga tiba-tiba juru parkir langsung datang sambil memasukkan tangannya kedalam mobil, lalu juru parkir minta RP bayar uang parkir lewat E-Parking, namun RP tidak mau membayar menggunakan E-Toll dan hanya mau bayar cash karena khawatir saldo E-Tollnya terkuras.

Video yang berdurasi lebih kurang 1 (satu) menit tersebut awalnya diduga mengancam Bobby Afif Nasution (Wali Kota Medan) dan petugas parkir yang bertugas dengan menyebutkan “Kau panggil pak bobby itu kemari biar kupatahkan batang lehar pak bobby itu sekalian, mau kau. atau kau ja kupatahakan batang leherkau mau kau”.

Terkait adannya video tersebut pihak Polrestabes Medan telah melakukan penangkapan dan penahanan terhadap RP. Namun dalam keterangnya Kapolrestabes Medan mengatakan jika RP ditangkap dan ditahan bukan karena pengancaman terhadap Bobby. hal yang sama juga disampaikan Bobby Nasution melalui akun Instagramnya“bobbynst”.

Adapun penangkapan yang dilakukan terhadap RP karena adanya penganiayaan terhadap pertugas parkir yang mengalami luka, diduga tangannya dijepit dan terseret mobil RP.

LBH Medan sebagai lembaga yang konsern terhadap penegakan hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) menilai jika pihak kepolisan dalam hal ini Polrestabes Medan tidak perlu melakukan penahanan terhadap RP dan meminta perkara ini diselesaikan dengan cara keadilan Restoratif Justice yang regulasinya juga telah diatur dalam Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif.

Keadilan Restoratif adalah penyelesaian Tindak Pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku, keluarga korban, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat atau pemangku kepentingan untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil melalui perdamaian dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula.

LBH Medan menilai apa yang dilakukan RP terhadap petugas parkir merupakan dugaan tindak pidana penganiyaan ringan sebagai mana yang diatur dalam Pasal 352 KUHPidana yang menyatakan “ Penganiayan yang tidak membuat terhalangnya korban melakukan aktivitas (Kegiatanya sehari-hari)” hal ini dapat dilihat diduga adanya video petugas parkir yang masih bisa diwawancari pers pasca kejadian tersebut.

LBH Medan menilai dengan adanya Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restorative, Maka pihak kepolisian bisa menyelesakan permasalahan a quo dengan pendekatan Keadilan Restorative Justice, Bukan melalui pendekatan Pidana.

Kerena didalam hukum pidana sendiri dikenal dengan adanya asas Ultimum Remedium yang artinya Pemidanan Merupakan Upaya hukum terakhir. Dewasa ini, aparat penegak hukum (Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan) diketahui sedang gencar-gencarnya menerapkan Restorative Justice yang ditandai dengan lahirnya aturan yang mengatur hal tersebut yaitu MA RI berdasarkan SK Dirjen Badilum MA RI No. 1691/DJU/SKP/PS.00/12/2020, PERJA No. 15 tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif dan di Kepolisian ditandai dengan adanya Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif.

Ditambah lagi RP telah meminta maaf terkhusus kepada Petugas Parkir dan Bobby Nasution ketika konprensi pers yang saat itu ada Walikota Medan.

LBH Medan mendukung program Bobby Nasution dalam pengutipan parkir dengan cara pembayaran melalui E-Parking, namun berkaca dengan kejadiaan ini patut dilakukan evaluasi terkait teknisnya dan adanya sosialisai yang gencar terhadap masyarakat. Sebagaimana diketahui berdasarkan keterang RP, dianya mau membayar secara Cash namun karena program tersebut tidak bisa Cash maka terjadi perselisihan.

Oleh karena itu LBH Medan meminta pihak pemko Medan dapat mencari solusi jika ada kejadian seperti ini. Misalnya dapat membayarkan melalu E-parking khusus yang dimilik petugas parkir ketika pengemudi tidak memilik E-toll agar kedepanya tidak terjadi hal yang sama.

LBH Medan juga meminta kepada pihak Kepolisian dalam hal ini, Polrestabes Medan agar dalam menjalankan tugasnya menerapkan asas equality before the law (persamaan di muka hukum) dalam menanggapi laporan atau pengaduan dari masyarakat, Dalam artian, bahwa polisi tidak hanya merespon cepat laporan yang ketika laporan tersebut diduga melibatkan pejabat negara, namun sebaliknya ketika simiskin responnya diduga tidak sama.

Viralnya video yang memperlihatkan seorang pria berkacamata marah-marah kepada juru parkir elektronik (e- parking) di Kota Medan, tepatnya di Jalan Rahmadsyah, Kelurahan Mesjid, Kecamatan Medan Kota.

Diketahui Pria 27 tahun yang berinisial RP berasal dari Takengon Kabupaten Aceh pada saat itu ingin memarkirkan kendaraan roda empat (mobil), diduga belum sempat parkir atau baru berhenti, diduga tiba-tiba juru parkir langsung datang sambil memasukkan tangannya kedalam mobil, lalu juru parkir minta RP bayar uang parkir lewat E-Parking, namun RP tidak mau membayar menggunakan E-Toll dan hanya mau bayar cash karena khawatir saldo E-Tollnya terkuras.

Video yang berdurasi lebih kurang 1 (satu) menit tersebut awalnya diduga mengancam Bobby Afif Nasution (Wali Kota Medan) dan petugas parkir yang bertugas dengan menyebutkan “Kau panggil pak bobby itu kemari biar kupatahkan batang lehar pak bobby itu sekalian, mau kau. atau kau ja kupatahakan batang leher kau mau kau”.

Terkait adannya video tersebut pihak Polrestabes Medan telah melakukan penangkapan dan penahanan terhadap RP. Namun dalam keterangnya Kapolrestabes Medan mengatakan jika RP ditangkap dan ditahan bukan karena pengancaman terhadap Bobby. hal yang sama juga disampaikan Bobby Nasution melalui akun Instagramnya“bobbynst”.

Adapun penangkapan yang dilakukan terhadap RP karena adanya penganiayaan terhadap pertugas parkir yang mengalami luka, diduga tangannya dijepit dan terseret mobil RP.

LBH Medan sebagai lembaga yang konsern terhadap penegakan hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) menilai jika pihak kepolisan dalam hal ini Polrestabes Medan tidak perlu melakukan penahanan terhadap RP dan meminta perkara ini diselesaikan dengan cara keadilan Restoratif Justice yang regulasinya juga telah diatur dalam Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif.

Keadilan Restoratif adalah penyelesaian Tindak Pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku, keluarga korban, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat atau pemangku kepentingan untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil melalui perdamaian dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula.

LBH Medan menilai apa yang dilakukan RP terhadap petugas parkir merupakan dugaan tindak pidana penganiyaan ringan sebagai mana yang diatur dalam Pasal 352 KUHPidana yang menyatakan “ Penganiayan yang tidak membuat terhalangnya korban melakukan aktivitas (Kegiatanya sehari-hari)” hal ini dapat dilihat diduga adanya video petugas parkir yang masih bisa diwawancari pers pasca kejadian tersebut.

LBH Medan menilai dengan adanya Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restorative, Maka pihak kepolisian bisa menyelesakan permasalahan a quo dengan pendekatan Keadilan Restorative Justice, Bukan melalui pendekatan Pidana.

Kerena didalam hukum pidana sendiri dikenal dengan adanya asas Ultimum Remidum yang artinya Pemidanan Merupakan Upaya hukum terakhir. Dewasa ini, aparat penegak hukum (Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan) diketahui sedang gencar-gencarnya menerapkan keadilan Keadilan Restorative Justice yang ditandai lahirnya aturan yang mengatur hal tersebut yaitu MA RI berdasarkan SK Dirjen Badilum MA RI No. 1691/DJU/SKP/PS.00/12/2020, PERJA No. 15 tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif dan di Kepolisian ditandai dengan adanya Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif.

Ditambah lagi RP telah meminta maaf terkhusus kepada Petugas Parkir dan Bobby Nasution ketika konprensi pers yang saat itu ada Walikota Medan.

LBH Medan mendungkung program bobby nasution dalam pengutipan parkir dengan cara pembayaran melalui E-Parking, namun berkaca dengan kejadiaan ini patut dilakukan evaluasi terkait teknisnya dan adanya sosialisai yang gencar terhadap masyarakat. Sebagaimana diketahui berdasarkan keterang RP, dianya mau membayar secara Cash namun karena program tersebut tidak bisa Cash maka terjadi perselisihan.

Oleh karena itu LBH Medan meminta pihak pemko Medan dapat mencari solusi jika ada kejadian seperti ini. Misalnya dapat membayarkan melalu E-parking khusus yang dimilik petugas parkir ketika pengemudi tidak memilik E-toll agar kedepanya tidak terjadi hal yang sama.

LBH Medan juga meminta kepada pihak Kepolisian dalam hal ini, Polrestabes Medan agar dalam menjankan tugasnya menerapkan asas equality before the law (persamaan di muka hukum) dalam menanggapi laporan atau pengaduan dari masyarakat, Dalam artian, bahwa polisi tidak hanya merespon cepat laporan yang ketika laporan tersebut diduga melibatkan pejabat negara, namun sebaliknya ketika simiskin responnya diduga tidak sama.

 

Narahubung :

IRVAN SAPUTRA, S.H., M.H (0821 6373 6197)

TRI ACHMAD TOMMY SINAMBELA, S.H. (0823 8527 8480)

 

Baca juga => https://www.hariansib.com/detail/Marsipature-Hutanabe/LBH-Medan-Sarankan-Penerapan–ldquo-Restorative-Justice-rdquo–Diatur-Setingkat-Undang-Undang

101 HARI HASIL EKSHUMASI BEDAH MAYAT TAHANAN POLSEK SUNGGAL

https://lbhmedan.org/101-hari-hasil-ekshumasi-bedah-mayat-namun-tidak-mengungkap-penyebab-kematian-alm-joko-dedi-kurniawan/

PT SMGP Berulang Kali Kebocoran Gas, Izinnya Layak Dicabut

Kebocoran Gas PT SMGPLBH Medan, Press Release – Kebocoran gas PT SMGP kembali terjadi di Desa Sibanggor Julu, Kecamatan Puncak Sorik Merapi pada tanggal 24 April 2022 sekitar pada pukul 09.30 Wib mengakibatkan 21 (dua puluh satu) warga menjadi korban dan dibawa ke RSUD Panyabungan karena terpapar gas semburan lumpur panas.

Ironinya peristiwa ini bukanlah pertama kali terjadi, bermula terjadi pada tanggal 25 Januari 2021 pada salah satu Wellpad milik PT SMGP di Desa Sibanggor Julu, Kecamatan Puncak Sorik Merapi yang menyebabkan 5 orang tewas 2 diantaranya anak-anak serta sekitar 49  warga dirawat di rumah sakit.

Kemudian peristiwa berikutnya terjadi pada tanggal 06 Maret 2022, kebocoran gas H2S dari salah satu sumur milik PT SMGP ini menyebabkan sekitar 58 warga harus dirawat karena mengalami mual, pusing, muntah hingga pingsan diduga karena keracunan dari gas H2S.

Akan tetapi sangat disayangkan atas 2 (dua) peristiwa kebocoran sumur gas sebelumnya, Pemerintah Kabupaten Madina dan Polres Madina lebih memilih bertindak sebagai fasilitator agar terjadinya kesepakatan damai antara korban dengan PT SMGP yang harusnya memproses hukum atas adanya dugaan kelalaian dalam aktivitas pengeboran sumur panas bumi milik PT SMGP tersebut.

Padahal sebelumnya Kapolres Mandailing Natal AKBP Reza Chairul Akbar Siddiq telah menurunkan personilnya untuk melakukan langkah penyelidikan terhadap peristiwa kebocoran gas tersebut namun hingga saat ini tidak ada kejelasan penetapan Tersangkanya.

Peristiwa kebocoran sumur gas sebanyak 3 kali ini yang diduga akibat kelalaian atas aktivitas pengeboran sumur panas bumi oleh pihak perusahaan yang menjadi ancaman serius bagi masyarakat.

Selain menyemburkan lumpur panas salah satu Wellpad Desa Maga Dolok yang menjadi titik eksplorasi PT SMGP juga diduga mencemarkan air sungai di Desa Maga Kab. Mandailing Natal yang merupakan salah satu sumber air yang sering dimanfaatkan oleh masyarakat Desa Maga serta adanya Pembukaan lahan pengeboran sumur di Desa Huta Julu diduga telah mencemari pemandian air panas yang terletak di Desa Hutaraja.

LBH Medan menilai peristiwa ini kuat dugaan karena kelalaian PT SMGP yang terus berulang dan celakanya hingga saat ini belum ada tindakan tegas dari pihak Kepolisian dan Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah.

Pengabaian dampak serius bagi kemanusiaan dan lingkungan hidup dari kebocoran gas ini dapat dinilai dari sikap Forkopimda Mandailing Natal pada kebocoran pada tanggal 25 Januari 2021 yang memposisikan diri sebagai fasilitator agar terjadinya kesepakatan damai antara korban dengan PT SMGP ketimbang memproses hukum agar dilakukannya peninjauan kelayakan operasional dan/atau penutupan PT SMGP tersebut.

Dengan demikian dari sudut pandang LBH Medan peristiwa ini tidak hanya merupakan Kejahatan Lingkungan Hidup tapi juga Kejahatan Kemanusiaan.

LBH Medan juga menilai bahwa dengan tidak adanya kejelasan hasil Penyelidikan yang dilakukan oleh Polres Madina hingga saat ini menimbulkan kesan lemah dan dapat diintervensinya pihak Kepolisian dari pihak Pengusaha.

Sehingga patut dan wajar apabila Polda Sumut dan Polres Madina transparan dan bertanggung-jawab dalam kasus kejahatan lingkungan dan kemanusiaan ini oleh sebab salah satu instansi pemerintah yang berkewajiban melindungi hak masyarakat sebagaimana diamanatkan pada pasal 65 ayat (1) UU No 32 tahun 2009 Tentang PPLH dan Pasal 9 ayat (3) UU No. 39 Tahun 2009 Tentang HAM yang intinya menyatakan setiap orang berhak memperoleh lingkungan yang baik dan sehat.

Bahwa LBH Medan juga mendukung pembentukan Panitia Kerja (Panja) oleh Wakil Ketua Komisi VII DPR RI untuk mengusut dugaan kelalaian insiden kebocoran gas H2S milik PT SMGP adalah upaya yang harus dilakukan guna terlindunginya hak asasi manusia.

Oleh karenanya LBH Medan sebagai Lembaga yang konsern terhadap hak asasi manusia menuntut agar :

  1. Menuntut Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah mencabut izin dan/atau menutup PT SMGP ;
  2. Menuntut Kapolda Sumut mengambil alih penanganan kasus dan mengusut tuntas insiden kebocoran gas PT SMGP ;
  3. Menuntut PT SMGP untuk segera melakukan pemulihan/rehabilitasi lingkungan atas peristiwa kebocoran gas yang berulangkali terjadi.

 

Narahubung :

IRVAN SAPUTRA, S.H., M.H (0821 6373 6197)

BAGUS SATRIO, S.H. (0857 6250 9653)

 

Baca juga => https://lbhmedan.org/lbh-medan-mengecam-keras-dugaan-kekerasan-terhadap-pers-meminta-polres-madina-segera-menangkap-mengungkap-para-pelaku-otak-pelakunya/

https://sumut.jpnn.com/sumut-terkini/747/walhi-sumut-bongkar-hasil-investigasi-soal-pt-smgp-madina-pemerintah-harus-tau

Pengadilan Negeri Medan Aanmaning (Tegur) TVRI Stasiun Sumut

Pengadilan Negeri Medan aanmaning TVRI Sumut

LBH Medan, Press Release – Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Medan melayangkan Relas Panggilan Aanmaning (teguran) terhadap TVRI stasiun Sumut untuk menghadiri sidang Aanmaning pada hari Selasa, 18 April 2022 di Pengadilan Negeri Medan.

Relas panggilan tersebut didasarkan atas putusan Mahkamah Agung RI dalam perkara Perdata Khusus yaitu Perselisihan Hubungan Industrial (PHI) dengan Nomor: 1298 K/Pdt.Sus-PHI/2021 terkait pemberhentian sepihak dilakukan TVRI Stasiun Sumut terhadap Devis Abuimau Karmoy yang merupakan Mantan Kontributornya.

Diketahui terkait putusan yang telah berkekutan hukum tetap (in kracht van gewisjde) tersebut pihak TVRI Sumut sampai saat ini belum melaksanakan apa yang telah diputus oleh Mahkamah Agung RI.

LBH Medan sangat menyayangkan tindakan TVRI stasiun Sumut yang belum melaksanakan putusan Mahkama Agung tersebut. LBH Medan menduga tindakan TVRI merupakan bentuk ketidak-taatan hukum yang dilakukan TVRI Sumut.

Perbuatan tersebut sangat merugikan Devis Abuimau Karmoy dalam mencari keadilan. Seharusnya TVRI yang memiliki slogan TV “pemersatu bangsa” ini yang merupakan representatif terhadap pemerintah yang seharusnya taat akan hukum yang berlaku, bukan malah sebaliknya.

LBH Medan menduga apa yang dilakukan TVRI Stasiun Sumut telah melanggar ketentuan Pasal 1 ayat (3), Pasal 27 ayat (2), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945, Pasal 3 ayat (2), (3) UU No. 39 Tahun 1999 Tentang HAM, Pasal 26 UU No. 12 Tahun 2005 Tentang Ratifikasi ICCPR, Pasal 59 ayat (1), (2), (4), (5), (6), dan (7), Pasal 90 ayat (1), Pasal 156 ayat (2), (3), dan (4), dan Pasal 161 ayat (1) dan (3) UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Oleh karena itu LBH Medan meminta kepada TVRI Stasiun Sumut untuk segera melaksanakan Putusan Mahkamah Agung RI yang telah berkekuatan hukum tetap, sebagai bentuk ketaatan terhadap aturan hukum yang berlaku.

 

Narahubung :

IRVAN SAPUTRA, S.H., M.H (0821 6373 6197)

TRI ACHMAD TOMMY SINAMBELA, S.H (0823 8527 8480)

 

Baca juga => https://lbhmedan.org/lbh-medan-mengecam-keras-dugaan-kekerasan-terhadap-pers-meminta-polres-madina-segera-menangkap-mengungkap-para-pelaku-otak-pelakunya/

https://medan.tribunnews.com/2022/01/12/berita-foto-4-tahun-perjuangan-devis-abuimau-karmoy-akhirnya-dikabulkan-mahkamah-agung-ri