Rilis Pers “100 Saksi Telah Diperiksa, Kadis Pendidikan Langkat Diduga Terima Uang Dalam Seleksi PPPK Langkat Tahun 2023”

 

Medan, 14 Agustus 2024, Polda Sumut telah melakukan pemeriksaan terhadap 100 Saksi terkait permasalahan PPPK Kab. Langkat Tahun Anggaran 2023. Penyidikan kasus tersebut memasuki babak baru, dimana berdasarkan keterangan saksi diduga Kadis Pendidikan Kab. Langkat menerima uang dari peserta PPPK Kab. Langkat Tahun Anggaran 2023. Adapun uang tersebut diduga untuk meluluskan guru honorer sebagai PPPK. Namun setelah uang diberikan yang bersangkutan tidak lulus dan uangnya tidak dikembalikan.

Perlu diketahui jika sebelumnya Polda Sumut juga telah menetapkan 2 Kepala sekolah di Kab. Langkat terkait dugaan tindak pidana korupsi dalam penyelenggaraan seleksi PPPK Langkat Tahun 2023. Adapun Peran dari 2 Kepala sekolah tersebut yaitu menerima uang puluhan juta dari 6 dan 22 Guru peserta dalam pengurus PPPK Langkat Tahun 2023.

Tidak hanya itu, dalam kasus PPPK Langkat juga ditemukan Maladministrasi dan adanya tindakan Korektif dari Ombudsman RI Perwakilan Sumut. Bahkan dalam tindakan korektifnya secara tegas Ombudsman meminta Pengumuman kelulusan seleksi PPPK 2023 tersebut dibatalkan dan meminta hasil CAT BKN menjadi hasil akhir kelulusan. Namun parahnya tindakan korektif tersebut tidak dilaksanakan hingga smpai saat ini.

Begitu juga dengan Komnas HAM Republik Indonesia Pada 29 Juli 2024 telah menerbitkan adanya Pelanggaran HAM tentang Hak untuk mendapatkan Pekerjaan, Informasi dan kebebasan berpendapat atas permasalahan PPPK Langkat. Serta meminta Polda Sumut untuk menindaklanjuti aktor intelektualnya.

Maka, dengan telah diperiksa 100 saksi dan dihadirkannya alat bukti lainnya. Secara tegas LBH Medan mendesak Polda Sumut untuk segera menetapkan Kepala Dinas Pendidikan Langkat sebagai Tersangka dalam kasus PPPK Langkat. LBH Medan juga meminta Polda Sumut untuk menetapkan tersangka intelektual lainnya. Apabila hal ini tidak dilakukan Polda Sumut maka patut diduga kuat jika Polda Sumut melindungi Pejabat Langkat dalam Permasalahan PPPK Langkat dan membuat preseden buruk penegakkan hukum di Sumatera Utara.

Banyak Laporan Polisi Bertahun-Tahun Tidak Kunjung Selesai (Undue Delay), LBH Medan Desak Kapolri Copot Kapolrestabes & Kasat Reskrim Polrestabes Medan

Rilis Pers
Nomor:283/LBH/VIII/2023

30 Agustus 2023, Banyaknya laporan polisi yang saat ini proses penegakan hukumnya bertahun- tahun tidak kunjung terselesaikan membuktikan jika aparat penegak hukum tidak secara sungguh-sungguh/profesional dalam menjalankan tugas dan fungsinya.

Hal tersebut menggambarkan buruknya kinerja Polrestabes Medan. Banyak masyarakat khususnya kota Medan yang telah melaporkan permasalahan hukumnya ke Polrestabes Medan untuk mendapatkan penyelesaian merasa kecewa, dikarenakan laporan mereka tidak ada kepastian hukumnya selama bertahun-tahun (undeu delay).

Tindankan tersebut menimbulkan pertanyaan dan prespektif negatif masyarakat pertama, apakah polrestabes medan tidak mampu menyelesaikanya, kedua laporan tersebut diduga sengaja tidak diselesaikan/ditindaklanjuti.

Meyikapi hal tersebut LBH Medan sebagai lembaga yang konsern terhadap penegakan hukum dan hak asasi manusia (HAM) telah membuat pengaduan secara tertulis kepada Kapolri dan jajaranya serta Kompolnas R.I atas kinerja Kapolrestabes dan Kasat reskrim yang diduga buruk atau mengulur-ulur waktu (undue delay) untuk menyelesaikan laporan dari Masyarakat.

Perlu diketahui LBH Medan telah mendapat pengaduan dari masyarakat untuk mendampingi 6 masyarakat yang sedang berhadapan dengan hukum didaerah hukum Polrestabes Medan yang dewasa ini sudah bertahun-tahun tidak kunjung diselesaikan.

Laporan tersebut ditangani Reskrim polrestabes medan dan dipimpin oleh Kapolrestabes Medan. Parahnya terkait laporan itu LBH Medan sudah berkali-kali berupaya atau mendorong pihak yang berwenang untuk menyelasaikan laporan/pengaduan tersebut, namun tidak diselesaiakan juga. Hal ini jelas sangat merugikan bagi masyarakat khususnya pencari keadilan.

Adapun 6 laporan masyarakat yaitu :

  1. Riama Br. Tambunan LP : STTLP/1074/IX/2018/SPKT tertanggal 28 September 2018 merupakan korban dugaan tindak pidana pemalsuan tandatangan berdasarkan Pasal 263 KUHPidana hingga saat ini sudah 5 tahun.
  2. Tiarmidan Sianturi LP : 1386/X/2018/SPKT tertanggal 02 November 2018 merupakan korban dugaan tindak pidana pemalsuan tandatangan berdasarakan Pasal 263 KUHPidana hingga saat ini sudah 5 tahun.
  3. Syari Rahmawati LP : STTLP/1085/III/YAN:2.2,5/2022/SPKT/Polrestabes Medan tertanggal 31 Maret 2022, anak pelapor merupakan korban tindak pidana kekerasan seksual berdasarkan Pasal 82 UU 35 tahun 2014 hingga saat ini sudah 1 tahun.
  4. Jaya Krisna LP : STTLP/1154/V/2020/SPKT/Polrestabes Medan tertanggal 08 Mei 2020 merupakan korban dugaan tindak pidana penggelapan berdasarkan Pasal 372 KUHPidana hingga saat ini sudah 3 tahun.
  5. Rahmat Agus Legiwo LP : STTLP/1110/K/V/2014/Polrestabes Medan tertanggal 02 Mei 2014 merupakan korban dugaan tindak pidana penipuan dan penggelapan berdasarkan Pasal 378 Jo 372 KUHPidana hingga saat ini sudah 9 tahun.
  6. Zulfarizon LP : STTLP/940/K/V/2017/Polrestabes Medan tertanggal 03 Mei 2017 merupakan korban dugaan tindak pidana penipuan dan penggelapan berdasarkan Pasal 378 Jo 372 KUHPidana hingga saat ini sudah 6 tahun.

Padahal Kapolri telah mengeluarkan pernyataan “jika tidak mampu membersikan ekor maka kepala akan saya potong hal tersebut juga telah ditegaskan oleh wakapolrestabes Medan kepada jajarannya.

Yang menekankan personal agar segera menindaklanjuti pengaduan setiap masyarakat. Namun faktanya berbanding terbalik seperti yang sedang dialami oleh Masyarakat yang sedang di damping oleh LBH Medan sampai hari ini mereka tidak mendapatkan keadilan dan kepastian hukum.

Maka dari itu LBH Medan secara tegas meminta dari Kapolri untuk mengevaluasi dan mencopot Kapolrestabes medan & Kasat reskrim Polrestabes Medan karena dinilai tidak professional, proporsional dan prosedural dalam menangani pengaduan dari masyarakat sampai bertahun-tahun tidak dapat diselesaikan.

Seraya mengevaluasi kinerja seluruh Kapolres didaerah hukum sumatera utara semisal Kapolres Dairi yg hari ini LBH Medan juga Mendesak untuk dicopat dan diproses hukum baik etik & pidanan karena diduga telah menganiaya anggotanya.

Tindakan Kapolrestabes & Kasat Reskrim yang diduga mengulur-ulur dan tidak menyelesaikan laporan bertahun-tahun telah melanggar Pasal 28D ayat 1, Pasal 28 I UUD 1945 Jo. Pasal 4, Pasal 7 Pasal 17 Pasal 18 UU No 39 tahun 1999 tentang HAM Jo. Pasal 8, Pasal 10 ICCPR Jo. Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11 DUHAM Jo. Pasal 6 ayat 1 UU No 12 Tahun 2005 Tentang Hak Sipil Politik, Perpol 7 Tahun 2022. Tentang Kode Etik & Komisi Etik.

Demikian rilis pers ini dibuat semoga dapat dijadikan sumber berita yang baik.

Irvan Saputra 0821 8066 5239
Doni Choirul 0812 8871 0084

LBH Medan Mendesak Kejatisu Melakukan Penyidikan Dugaan Tindak Pidana Korupsi Dana Penanggulangan Covid-19 yang Diduga Adanya Keterlibatan Mantan Bupati Samosir Rapidin Simbolon Berdasarkan Putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor : 439 K/Pid.Sus/2023

Rilis Pers
Nomor : 278/LBH/RP/VIII/2023

Medan, 28 Agustus 2023, Mahkamah Agung telah menerbitkan putusan terhadap Sekda Samosir Jabiat Sagala yang memperbaiki putusan pengadilan tindak pidana korupsi pada Pengadilan Tinggi Medan Nomor : 35/Pid.Sus-TPK/2022/PT MDN, 17 Oktober 2022 yang mengubah putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor : 28/Pid.Sus-TPK/2022/PN Mdn, tanggal 18 Agustus 2022 menjatuhkan pidana penjara selama 1 (satu) tahun 3 (tiga) bulan dan pidana denda sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 1 (satu) bulan.

Dalam pertimbangan hukumnya, Mahkamah Agung menilai Rapidin Simbolon yang saat itu menjabat sebagai Bupati Samosir terbukti memanfaatkan dan menikmati Dana Covid-19 untuk kepentingan pribadi dengan cara Rapidin Simbolon bersama tim relawan memindahkan packing bantuan ke Rumah Dinas Bupati dan menempelkan sticker bergambar Bupati Samosir Rapidin Simbolon dan Wakil Bupati pada setiap kantong paket bantuan untuk dibagikan kepada masyarakat maka secara hukum dapat dijadikan sebagai bukti permulaan adanya dugaan tindak pidana korupsi dana penanggulangan Covid-19 yang dilakukan oleh Rapidin Simbolon saat menjabat sebagai Bupati Samosir.

Putusan Kasasi ini dapat dijadikan bukti permulaan adanya dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan mantan Bupati Samosir Rapidin Simbolon dan sudah sepatutnya Kejaksaan Tinggi Sumut menindak lanjutinya dengan melakukan penyidikan dan penetapan Tersangka terhadap Rapidin Simbolon dan pihak-pihak lain yang juga diduga terlibat sebab bila tidak, akan menimbulkan kesan kebal hukum terhadap mantan Bupati Samosir ini.

Selain itu, perilaku tidak terpuji ini sangat melukai hati masyarakat karena memanfaatkan momentum penanggulangan covid-19 ini untuk pencitraan dalam keadaan bencana dan masyarakat tengah resah akan potensi kematian karena penularan Covid-19 yang paket bantuan seolah-olah dana penanggulangan Covid-19 berasal dari dirinya.

Maka dari itu LBH Medan mendesak Kepala Kejaksaan Tinggi Sumut untuk segera melakukan penyidikan atas adanya dugaan tindak pidana korupsi dana penanggulangan covid 19 dan menetapkan Rapidin Simbolon sebagai Tersangka berdasarkan putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor : 439 K/Pid.Sus/2023 sesegera mungkin melimpahkannya ke Pengadilan untuk diperiksa dan diputus oleh Majelis Hakim Tipikor Pengadilan Negeri Medan.

Demikian rilis pers ini dibuat dan disampaikan kepada rekan rekan pewarta sekalian sekiranya dapat dijadikan pemberitaan.

 

Hormat kami,
LEMBAGA BANTUAN HUKUM MEDAN.

 

Narahubung : Muhammad Alinafiah Mtd. (085296075321)

Tuntutan Oditur & Putusan Pengadilan Militer Tinggi I Medan Diduga Penuh Kejanggalan & Tidak Memberikan Keadilan

Press Release
Nomor : 271/LBH/RP/VIII/2023

Medan, 21 Medan 2023, Masih segar ingatan masyarakat khususnya kota medan atas penggerudukan polrestabes medan yang diduga dilakukan Mayor Dedy Hasibuan dan Puluhan anggota TNI AD lainya, sehingga dinilai mencoreng institusi TNI dimata masyarakat.

Kali ini kembali lagi masyarkat a.n Sabar Pasaribu (Korban) dugaan tindak pidana penipuan yang dilakukan Letkol Inf (Purn) Sahat Tua Bate’e (Terdakwa) merasakan ketidakadilan dan kekecewaan terhadap oknum TNI dalam hal ini Oditur dan Majelis Hakim Pengadilan Militer Tinggi I Medan atas tuntutan dan putusan yang diduga penuh kejanggalan terhadap terdakwa.

Dugaan tindak pidana Penipuan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 378 KUHPidana yang dilakukan oleh Terdakwa yang awalnya ditangani oleh Pomdam I/BB dengan Laporan Polisi Militer Nomor : LP-02/A-02/III/2022/Idik dan telah dilimpahkan ke Oditur Militer Tinggi I Medan dan disidangkan di pengadilan Militer Tinggi I Medan.

Sedari awal kejanggalan tersebut telah dirasakan korban ketika tidak ditahannya/ditangguhkanya Terdakwa oleh Pomdam I/BB dan Oditur Militer dan ketika terdakwa mengajukan gugatan perdata Perbuatan Melawan Hukum (PMH) majelis hakim menunda melanjutkan sidang pidananya melalui putusan sela, padahal LP tersebut telah jauh adanya sebelum gugatan terdakwa, yang diduga akal-akalan Terdakwa untuk menunda tersebut.

Padahal dugaan tindak pidana penipuan tersebut memenuhi unsur dapat dilakukan penahanan ditambah lagi dilakukan oleh purn parajurit dengan pangkat mayor yang mengetahui aturan hukum, Namun hal tersebut tidak dilakukan dan menimbukan pertanyaan besar korban apakah adanya keberpihakan terhadap terdakwa.

Sidang pertama dilaksanakan 5 Agustus 2022 dengan agenda pembacaan Dakwaan dengan perkara Nomor : 11-K/PMT-I/AD/IV/2023. Adapun Oditur yang menangani perkara a quo ialah Kolonel EKS dan nama Majelis Hakim yang menyidangkan perkara adalah Hakim Ketua : Kolonel TAB, Hakim Anggota 1 : Kolonel M dan Hakim Anggota 2 : Kolonel FNA.

Pada tanggal 24 Juli 2023, Oditur Militer menyampaikan Tuntutannya dimuka persidangan. Atas dugaan tindak pidana Penipuan yang dilakukan oleh Terdakwa kepada korban Sabar Pasaribu dengan kerugian sebesar Rp. 270.000.000.- (Dua Ratus Tujuh Puluh Juta), Oditur Militer Tinggi I Medan menuntut Terdakwa 6 (enam) bulan penjara. Terkait tuntutan tersebut, LBH Medan menilai sangat janggal dan jauh dari rasa Keadilan.

LBH Medan menduga Oditur Militer Tinggi I Medan berpihak kepada Terdakwa, dikarenakan Oditur matra yang sama dengan Terdakwa yaitu sama-sama dari TNI AD. Sehingga hal tersebut sangat rentan mengalami keberpihakan dan tidak objektif. Mirisnya tuntutan tersebut hanya 6 bulan Penjara, hal ini jelas tidak masuk akal sehat, padahal pelakunya adalah eks prajurit yang tahu akan hukum. Maka sudah seyogyianya lebih berat tuntutanya dari masyarakat sipil biasa.

LBH Medan menduga Oditur Militer telah mempermainkan hukum dengan menunut sangat ringan terdakwa. Parahnya tidak hanya Oditur Militer, Pengadilan Militer Tinggi I Medan sebagai tempat pencari keadilan untuk mendapatkan keadilan pada tanggal 11 Agustus 2023, menjatuhkan putusan terhadap Terdakwa dengan hukuman “pidana penjara 10 (sepuluh) bulan”.

Hal tersebut jelas telah melukai keadilan terhadap masyarakat khususnya pada korban. LBH Medan menilai putusan Majelis Hakim tersebut telah menggambarkan ketidakadilan yang nyata. Alih- alih menjatuhkan hukuman yang berat, malah menjatuhkan hukuman yg sebaliknya.

Perlu diketahui kejanggalan demi kejanggan semakin terlihat ketika putusan dibacakan dalam amar putusanya hakim tidak memerintahkan Terdakwa untuk ditahan. Pasca pembacan putusan hal tersebut diamini oleh Oditur yang sampai dengan saat ini juga tidak melakukan penahanan/ mengeksekusi putusan Pengadilan Militer Tinggi I Medan. Padahal sangat jelas, tugas/kewenangan dari Oditur menurut Pasal 254 Ayat (1) dan (2) KUHPM dan dikuatkan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 69/PUU-X/2012.

Dalam putusan mahkamah konsitusi tersebut harus dipahami bahwa suatu putusan pengadilan haruslah dianggap benar dan sah menurut hukum dan oleh karenanya mengikat secara hukum terhadap pihak yang dimaksud oleh putusan tersebut sebelum ada putusan pengadilan lain yang menyatakan pembatalan putusan tersebut. Oleh karena itu, dengan adanya putusan Majelis Hakim pada Pengadilan Militer Tinggi I Medan, patut secara hukum Oditur harus menjalankan/mengeksekusi putusan Pengadilan Militer Tinggi I Medan dengan menahan Terdakwa demi terciptanya keadilan dan kepastian hukumt terhadap korban.

Memang benar bahwa dalam suatu amar putusan pidana tetap perlu ada suatu pernyataan bahwa terdakwa tersebut ditahan, tetap dalam tahanan, atau dibebaskan sebagai bagian dari klausula untuk menegaskan materi amar putusan lainnya yang telah menyatakan bahwa terdakwa bersalah dan harus dijatuhi pidana, namun ada atau tidak adanya pernyataan tersebut tidak dapat dijadikan alasan untuk mengingkari kebenaran materiil yang telah dinyatakan oleh hakim dalam amar putusannya. Oleh karena itu, tidak ada alasan Oditur untuk tidak melakukan penahanan/mengeksekusi putusan Pengadilan Militer Tinggi I Medan.

Dengan tidak dilakukannya penahanan/ mengeksekusi putusan Pengadilan Militer Tinggi I Medan, maka LBH Medan menilai Oditur Militer Tinggi I Medan diduga telah melangar Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945, Pasal 3 Ayat (2) dan (3) UU No. 39 Tahun 1999 Tentang HAM, Pasal 254 Ayat (1) dan (2) KUHPM, Pasal 256 Ayat (1) KUHPM dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 69/PUU-X/2012.

Demikin Press Release yang kami sampaikan, atas kerjasamanya, kami ucapkan terimakasih.

Contak person :
1. Irvan Saputra, S.H, M.H (082153736197)
2. Marselinus Duha, S.H (085359901921)

KABURNYA TERPIDANA CRAZY RICH MUJIANTO MERUPAKAN PRESEDEN BURUK PENEGAKAN HUKUM DI SUMATERA UTARA

RILIS PERS
NOMOR:221/LBH/RP/VII/2023

LBH MEDAN, Kamis 06 Juli 2023. Kasus Mujianto yang di putus bebas oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Medan yang berlanjut ke Mahkamah Agung melalui upaya Kasasi oleh Jaksa Penuntut Umum. Pada tanggal 22 Juni 2023 diketahui melaui pemberitaan online bahwasanya Mujianto diputus terbukti bersalah dan meyakinkan oleh Mahkamah Agung telah melanggar Pasal 2 ayat 1 Jo Pasal 18 Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan Pasal 5 ayat 1 UU TPPU dengan Pidana penjara 9 tahun, denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan, serta dijatuhi hukuman untuk membayar Uang Pengganti (UP) kerugian negara senilai Rp 13.400.000.000, dengan subsider 4 tahun penjara.

Pasca diputus bersalah pada 22 Juni 2023 Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara diduga telah memperoleh salinan putusan dari kepaniteraan Mahkamah Agung. Namun, Jaksa Penuntut Umum belum dapat segera mengeksekusi terpidana Mujianto sebab harus mempelajari putusan tersebut sebagaimana pernyatan Kasi Penkum Kejati Sumut (Detik.Com).

Melihat dari jangka waktu setelah diputus bersalah oleh Mahkamah Agung hingga hari ini sekitar ± 2 minggu. Alhasil saat ini diketahui jika Mujianto Kabur/Melarikan Diri sebagaimana dibanyak pemberitaan.

LBH Medan menilai jika kaburnya Mujianto merupakan preseden buruk penegakan hukum di sumatera utara. Dan oleh karenanya patut secara hukum LBH Medan meminta Kejaksaan Agung untuk memeriksa Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara yang menangani perkara a quo.

LBH Medan menduga adanya kelalaian dan kejangaalan terhadap lamanya eksekusi yang dilakukan jaksa. Seharusnya sebagaimana amanat pasal 270 KUHP yang menyatakan “pelaksaana putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dilaksanakan oleh jaksa”.

Oleh karena itu sudah seharusnya jaksa segera melakukan eksekusi terhadap Mujianto. Ditambah lagi tindak pidana korupsi merupakan kejahatan luar biasa (extra ordinary crime). Maka sudah sepatutnya penegakan hukumnya harus luar biasa pula. Termasuk dalam melakukan Eksekusi Mujianto.

Seharusnya Jaksa segera mengeksekuisi Mujianto, akan tetapi LBH Medan menduga Jaksa berleha-leha dalam mengeksekusi terpidana Bos PT Agung Cemara Realty (ACR) tersebut yang telah merugikan uang negara berjumlah Rp.39.5 M. diketahui pada tanggal 5 juli 2023 Mujianto masuk daftar DPO sebagaimana pemberitan (Detik.com)

LBH Medan juga menyoroti banyaknya DPO di Sumut baik itu dikepolisian dan Kejaksaan yang belum ditangkap maka hal ini sudah seharusnya menjadi tanggung jawab negara untuk menyelesaikanya. Dan perlu diketahui hingga sampai saat ini belum adanya aturan yang jelas dan tegas terkait DPO. Oleh karena itu

LBH Medan mendesak hal ini harus segera ditindaklanjuti negara sebagai bentuk memberikan keadilan dan kepastian hukum serta meberikan rasa aman kepada rakyatnya.

Narahubung :
Irvan Saputra, S.H., M.H : 0821-6373-6197
Doni Choirul, SH : 0812-8871-0084

Resah diintimidasi untuk berdamai, Korban dan Saksi Pemerasan dan Rekyasa Kasus Minta Perlindungan LPSK R.I

RILIS PERS
Nomor : 215/LBH/RP/VI/2023

LBH Medan mendampingi Kamaluddin alias Deca dan Ariyanto alias Fury mengajukan permohonan perlindungan sebagai Korban dan Saksi ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban R.I yang berada di Gedung Keuangan Negara Jl. Diponegoro Medan dan permohonan telah diterima pada Selasa, 27 Juni 2023 dengan wujud perlindungan fisik, pemenuhan hak procedural, perlindungan hukum, psikologis, rehabilitasi psikososial sebagaimana ditentukan pada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 Perubahan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Dan untuk itu Deca dan Fury telah melengkapi syarat dan menyerahkan bukti yang ada untuk menguatkan permohonan perlindungan ke LPSK tersebut.

Permohonan ini beranjak dari keresahan dan ketakutan yang dirasakan oleh Deca dan Fury akibat tekanan untuk berdamai dengan terduga pelaku pemerasan yang terjadi di Markas Polda Sumut baik disampaikan melalui keluarga, teman dan bahkan oleh Perwira Polisi yang langsung ke rumah Korban Deca diketahui bernama Kombes Budiman Bostang dan AKBP Budi.

Patut disampaikan, sejak terbitnya Surat Tanda Penerimaan Laporan No. : STTLP/B/758/VI/2023/SPKT/ POLDA SUMUT, tanggal 23 Juni 2023 Pelapor an. Kamal Ludin alias Deca, personil LBH Medan telah berulangkali di hubungi oleh banyak pihak termasuk oknum mengaku personil Polda Sumut agar Deca dan Fury mengurungkan niat untuk melanjutkan proses hukum ini dengan tawaran pengembalian uang hasil pemerasan namun secara tegas ditolak karena selain perbuatan terduga pelaku ini merupakan tindak pidana, perbuatan ini juga bentuk kesewenang-wenangan kekuasaan oknum Kepolisian dan pelanggaran HAM bagi masyarakat yang dapat saja berulang yang bila tidak diproses tuntas secara hukum maka tidak akan menimbulkan efek jera bagi terduga pelaku dan pelajaran bagi pemegang kekuasaan Kepolisian lainnya.

Berdasarkan kegentingan permasalahan hukum ini, patut dan wajar apabila LBH Medan dengan ini menyampaikan kepada :

1. LPSK R.I sekiranya dapat mengabulkan permohonan perlindungan Deca dan Fury selaku Korban dan Saksi atas adanya perbuatan tindak pidana sesuai Surat Tanda Penerimaan Laporan No. : STTLP/B/758/VI/2023/SPKT/ POLDA SUMUT, tanggal 23 Juni 2023 Pelapor an. Kamal Ludin alias Deca

2. Kapolda Sumut sekiranya memberikan atensi serius penegakan hukum terhadap Terduga Pelaku, agar :

a. Segera menyelesaikan rangkaian penyelidikan dan penyidikan tindak pidana serta penetapan Tersangka dan melakukan Penahanan terhadap Terduga Pelaku karena melanggar Pasal 368 Jo. Pasal 220 Jo. Pasal 318 KUHPidana.

b. Segera menyelesaikan rangkaian penyelidikan dan Penyidikan pelanggaran etik dengan kategori berat serta menetapkan sebagai Terduga Pelanggar dan menjatuhkan hukuman Pemberhentian Tidak Dengan Hormat terhadap Terduga Pelanggar karena Para Terduga Pelaku ini telah melakukan pelanggaran terhadap UU No. 39 Tahun 1999 Tentang HAM dan Pelanggaran Etik sehingga patut dan wajar apabila Kapolda Sumut memeriksa Kedua Perwira tersebut secara etik berdasarkan Perpol Nomor 7 Tahun 2022 Tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Polri.

c. Melakukan evaluasi dan pembinaan kepada seluruh personil Polda Sumut melaksanakan tugas dan kewajiban berpegang teguh pada perlindungan, penghormatan dan pemenuhan hak asasi manusia.

Demikian rilis pers ini disampaikan dengan berharap dapat dijadikan bahan pemberitaan bagi rekan-rekan pewarta. Atas perhatian dan kerjasamanya yang baik diucapkan terima kasih.

Narahubung :
Muhammad Alinafiah Matondang (0852-9607-5321)

BELUM DILAKUKANNYA SIDANG ETIK & PEMERIKSAAN DUGAAN TINDAK PIDANA PEMERASAN DAN PENJEBAKAN KASUS TRANSPUAN, ADA APA DENGAN PROPAM & DITRESKRIMUM POLDA SUMUT ?

RILIS PERS
LBH Medan

Masih teringat jelas viralnya kasus AKBP Achiruddin yang menghebohkan Indonesia khususnya kota Medan. Saat ini Medan dihebohkan kembali dengan viralnya dugaan tindak pidana pemerasan dan penjebakan/rekayasa kasus yang dilakukan oknum perwira polri dan tim polda Sumut terhadap dua orang transpuan a.n Deca dan Puri di Polda Sumut.

 

Diketahui dugaan tindak pidana yang terjadi pada tanggal 19 & 20 Juni 2023 telah dilaporkan secara resmi oleh Deca di Polda Sumut sebagaimana Surat Tanda Penerimaan Laporan No. : STTLP/B/758/VI/2023/SPKT/ POLDA SUMUT, tanggal 23 Juni 2023 artinya telah delapan hari pasca laporan tersebut. Namun sampai saat ini Propam dan Ditreskrimum Polda Sumut belum melakukan sidang etik dan pemeriksaan dugaan tindak pidana tersebut.

 

Hal ini menimbulkan tandanya besar, karena berbeda dengan proses hukum dugaan tindak pidana yang dilakukan AKBP Achiruddin yang diketahui pasca 7 hari viralnya video tindak pidana tersebut, polda sumut melakukan sidang etik dan pemeriksaan pidananya secara marathon. LBH Medan mempertanyakan Ada apa dengan Propam dan Ditreskrimum Polda Sumut?

 

LBH Medan menilai harusnya proses hukum terhadap lebih kurang delapan orang terduga pelanggar etik dan pelaku dugaan tindak pidana tersebut sama dengan proses penegakan hukum AKBP Achiruddin, bahkan bisa lebih cepat. Bukan tanpa alasan tindak pidana yang dialami Deca jelas sangat mencoreng institusi polri dikarenakan diduga dilakukan secara terstruktur dan sistemantis dan melibatkan oknum perwira polda sumut.

 

Terkait permasalahan a quo, diketahui propam polda sumut telah melakukan pemeriksaan terhadap korban, saksi dan para terduga pelanggar kode etik dalam katagori berat sebagaimana pasal 17 ayat (3) Perpol 7 Tahun 2022 tentang kode etik profesi dan komisi etik kepolisian negara Republik Indonesia.

 

Perlu diketahui saat pendampingan pemeriksaan korban dan saksi yang dilakukan LBH Medan pada senin tanggal 26 Juni 2023 di Propam polda Sumut. LBH Medan menduga adanya kejanggalan dimana pada saat pemeriksaan saksi dan korban sekitar pukul 17.30 Wib, Kabid Propam Polda Sumut Kombes Dudung menyampaikan kepada LBH Medan untuk melakukan Press Rilis bersama karena hal ini merupakan perintah Kapolda Sumut. Namun hal tersebut tidak terlaksana dikarenakan satu dari personil LBH Medan harus mengajar di jam yang sama.

 

Dugaan kejanggal tersebut diketahui pasca pendampingan oleh tim LBH Medan yaitu sekitar pukul 21.00 Wib. Dimana sebelum meninggalkan Propam Polda Sumut, tim LBH Medan mendapatkan kabar dan pesan dari Kabid Propam dengan mengatakan “besok kita press rilis jam 11 dan pengembalian uang (barang bukti) perkara a quo, sekalian sampaikan terima kasih kepada kapolda sumut terkait respon cepat Kapolda Sumut atas permasalahan ini, tolong sampaikan ke pak Irvan.

 

LBH Medan menduga apa yang disampaikan Kabid Propam telah bertentangan dengan aturan hukum yang berlaku, terkait dengan pengembalian uang tersebut sangat aneh dimana tindak pidananya sedang berproses di Ditreskrimum dan sudah seyogiyanya barang bukti tersebut berada pada penyidik, namun dengan gampangnya Kabid Propam menyampaikan akan mengembalikan barang bukti kepada korban pada saat press rilis.

 

Diduga hal tersebut merupakan bentuk perdamaian antara para Terduga Pelanggar etik dan pelaku tindak pidana dengan korban. Disinyalir nantinya tindakan tersebut dilakukan sebagai bentuk pertimbangan dugaan pemeriksaan pendahuluan dapat dihentikan apabila adanya penyelesaian perkara melalui perdamaian sebagaimana dimaksud dalam pasal 31 Ayat (1) huruf d Perpol 7 Tahun 2022.

 

Tidankan para Pelanggar dan Pelaku Pidana diduga telah melanggar UUD 1945 sebagaimana pada Pasal 1 ayat (3) dan 28, UU Nomor 39 Tahun 1999 Tentang HAM , Pasal 368, 220 & 318 KUHPidana, UU Nomor 12 Tahun 2005 Tentang ICCPR, DUHAM serta diduga telah melanggar pasal 5, 7, 8, 12 dan 13 Perpol 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia.

 

Oleh karena itu LBH Medan secara tegas meminta kepada Propam Polda Sumut untuk melakukan tugas dan fungsinya secara profesional, prosedural dan proporsional dalam hal ini dengan segara melakukan sidang etik terhadap para terduga pelanggar. Seraya meminta kepada Ditreskrimum untuk memeriksa perkara a quo dengan segera demi terciptanya keadilan dan kepastian hukum dimasyarakat khususnya terhadap korban.

 

Demikian rilis pers ini disampaikan dengan berharap dapat dijadikan bahan pemberitaan bagi rekan-rekan pewarta. Atas perhatian dan kerjasamanya yang baik diucapkan terima kasih.

Narahubung :
Irvan Saputra : 0821 6373 6197
Marselinus Duha : 0853 5990 1921

Turunan Berkas Perkara Lengkap dan Surat Dakwaan Harus Segera Diberikan Sebelum Persidangan, LBH Medan Meminta Jaksa Agung R.I Melakukan Pembinaan Terhadap JPU Di Daerah Hukum Kejatisu

Press Release

Nomor : 213/LBH/RP/VI/2023

LBH Medan, 26 Juni 2023, Pada tanggal 22 Juni 2023 telah digelar persidangan dengan No. Reg. Perkara : 1013/Pid.B/2023/PN Mdn, di ruang cakra 3 Pengadilan Negeri Medan, Terdakwa an. Muhammad Hafis alias Keling.  Ia didakwa melakukan pencurian terhadap 10 unit besi dengan menghancurkan cor penutup parit milik supermarket Yuki Simpang Raya Jl. Sisingamangaraja No.77 Kota Medan pada tanggal 03 & 05 Februari 2023 lalu.

 

Agenda persidangan itu lanjutan dari pemeriksaan saksi-saksi yang dihadirkan JPU pada tanggal 15 Juni 2023 lalu, untuk konfirmasi terhadap Terdakwa atas keterangan mereka dan dilanjutkan agenda keterangan Terdakwa. Namun sebelum dimulainya persidangan, JPU perkara ini inisial APFN menyampaikan kepada Majelis Hakim ingin memberikan turunan berkas perkara lengkap kepada LBH Medan/Penasehat Hukum dengan mengatakan “turunan berkas perkara ini sudah saya siapkan dan saya beri secara gratis/tanpa dipungut biaya fotocopy”.

 

Sekilas apa yang disampaikan JPU itu seolah-olah kooperatif demi kepentingan pembelaan bagi LBH Medan terhadap Terdakwa. Padahal sebelumnya telah berulang kali LBH Medan meminta turunan berkas perkara lengkap kepada JPU itu. Tepatnya sehari sebelum sidang pembacaan dakwaan, namun saat itu JPU berkata “minta di persidangan saja di depan Majelis Hakim”.

 

Kemudian meminta lagi saat sidang pembacaan dakwaan oleh JPU pada tanggal 08 Juni 2023 dan pemeriksaan saksi dari JPU pada tanggal 15 Juni 2023 lalu. Bahkan Ketua Majelis Hakim an. Sayed Tarmizi, S.H, M.H mengamini hal itu dengan menyatakan turunan berkas perkara lengkap itu memang sudah hak Penasehat Hukum dan Terdakwa untuk mendapatkannya.

 

Mirisnya JPU hanya memberikan sebagian dari Turunan Berkas Perkara yaitu BAP saksi-saksi, dan karena LBH Medan keberatan barulah JPU mau memberikan BAP Terdakwa namun tetap tidak mau memberikan turunan berkas perkara lainnya.

 

Permasalahan semacam ini telah beberapa kali dialami oleh LBH Medan diantaranya, oleh JPU Kejaksaan Negeri Binjai inisial ARP terhadap Terdakwa Doni Afrizal S. Pane, JPU Kejaksaan Negeri Langkat inisial AWMTS dan BSS terhadap Terdakwa Herawaty, dan JPU Kejaksaan Negeri Deli Serdang Cab. Labuhan Deli inisial EVS terhadap Terdakwa Ahmad Sofian.

 

Padahal turunan berkas perkara lengkap beserta surat dakwaan merupakan hak seorang Terdakwa yang harus segera diberikan oleh JPU, pada saat melimpahkan perkara ke Pengadilan Negeri yang pada saat bersamaan diberikan juga kepada Terdakwa atau Penasehat Hukumnya, dan Penyidik. Hal itu dilakukan guna memaksimalkan pembelaan terhadap Terdakwa oleh Penasehat Hukumnya.

 

Sehingga praktik selama ini dimana JPU baru memberikan surat dakwaan pada saat agenda sidang pembacaan dakwaan dan kebanyakan tidak mau memberikan turunan berkas perkara lengkap dengan hanya memberikan sebagiannya yaitu BAP Terdakwa dan saksi-saksi jelas telah melanggar ketentuan hukum acara pidana yaitu Pasal 143 ayat (4) KUHAP.

Hal itu juga berimplikasi terlanggarnya Hak Asasi Manusia dari seorang Terdakwa. Sebab setiap orang yang dituntut karena disangka melakukan tindak pidana berhak mendapatkan jaminan hukum yang diperlukan untuk pembelaannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dimaksud dalam hal ini mendapatkan turunan berkas perkara lengkap beserta surat dakwaan pada saat pelimpahan perkara ke Pengadilan Negeri sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (1) UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM Jo. Pasal 70 KUHAP Jo. Pasal 143 ayat (4) KUHAP.

 

Maka JPU yang melanggar ketentuan diatas, jelas telah melanggar Kode Perilaku Jaksa sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Peraturan Jaksa Agung R.I. Nomor : PER-014/A/JA/11/2012. Sebab JPU dalam menjalankan tugas profesinya berkewajiban untuk memastikan Terdakwa mendapatkan informasi dan jaminan atas haknya sesuai aturan perundangan-undangan dan hak asasi manusia sebagaimana penjelasan diatas.

 

Oleh karena itu LBH Medan meminta kepada Kejaksaan Agung R.I agar melakukan pembinaan dengan memberikan pemahaman esensi dari Pasal 143 ayat (4) KUHAP, dan menegaskan terhadap seluruh JPU khususnya di daerah hukum Kejaksaan Tinggi Sumut. Agar memberikan turunan berkas perkara lengkap beserta surat dakwaan pada saat bersamaan dilimpahkannya perkara ke Pengadilan Negeri bukan saat persidangan. Hal itu dilakukan guna permasalahan serupa tidak terulang kembali dan supaya terpenuhinya hak asasi manusia bagi Terdakwa.

 

Demikian rilis pers ini disampaikan agar dapat dijadikan sebagai sumber pemberitaan. Terimakasih.

 

Contact Person          :

IRVAN SAPUTRA                                        (0821 6373 6197)

TRI A.T. SINAMBELA                                (0823 8527 8480)

Dugaan Pemerasan & Penjebakan Kasus yang Diduga Dilakukan Oknum Polda Sumut, Kapolda Harus Segera Ungkap & Tindak Tegas

Rilis Pers
NO : 212/LBH/RP/VI/2023
LBH Medan, 23 Juni 2023, Kamaluddin alis Deca yang merupakan Transpuan pada tanggal 19 Juni 2023 mendapatkan pesan whatsapp dari seseorang yang tidak dikenal (Tamu)  guna mengajak hubungan Sex. Namun tamu tersebut tidak hanya memesan Deca tetapi meminta satu orang lagi (Threesome) di hotel Saka. Adapun sebelumnya tamu dan deca telah bersepakat mengenai biaya berhubungan yaitu 700 ribu untuk Deca, 700 untuk temannya.
Terkait kesepakatan tersebut Deca meminta DP atas pekerjaanya dan kemudian tamu mentransfer 150 ribu kepada Deca sebagai tanda jadi.
Kemudian Deca menghubungi temannya a.n Puri alis Ryanto via whatsapp dengan mengatakan “ada job ini dek sekarang di Hotel Saka Ringroad”. Pasca kesepakatan itu Deca & Puri bersama-sama berangkat dan tiba di hotel Saka sekitar jam 21.30 Wib.
Sampai ditempat yang telah ditentukan, tamu tersebut mengarahkan mereka untuk naik ke lantai 3 kamar nomor 301. Ketika dikamar hotel tamu yang masih berpakaian lengkap meminta mereka untuk telanjang/bugil. Namun mereka hanya menggunakan pakaian dalam saja. Melihat mereka telah mengunakan pakaian, tamu tersebut mengatakan“saya mau bersih-bersih dulu kekamar mandi”.
Tidak lama tamu kekamar mandi, bel kamar hotel bunyi dan kemudian dengan buru-buru dibuka dan terbuka dilakukan penggerebekan yang diduga dilakukan oknum anggota kepolisian polda sumut dengan jumlah sekitar 8 orang. Diketahui dengan menggunakan dua unit mobil.
Dalam penggerebekan mereka menyampaikan keberatan kepada yang diduga anggota kepolisian tersebut, alhasil terjadi perdebatan dengan mengatakan nanti jelaskan saja dikantor. kemudian tiba-tiba satu diantara anggota lainya menggeledah Tamu dan ditemukan yang katanya satu paket sabu-sabu. Kemudian anggota itu mengatakan “mau nyabu klen ya. Yaudah ayo-ayo ikut kekantor”. Akhirnya mereka dibawa ke Polda Sumut dengan menggunakan mobil, tetapi terpisah dengan tamu yang sebelumnya memesan deca dan temanya.
Sampai di Polda Sumut Mereka di periksa dan diduga mengatakan kepada Deca “kau perdagangan orang ya. Ngaku kau”. Pasca di Periksa hingga jam 24.00 Wib. Dengan keadaan tangan di borgol menggunakan kabel-T. Mereka dibiarkan di ruangan pemeriksaan. Tidak lama kemudian datang tukang bersih-bersih ruangan atau CS menjumpai mereka mengatakan “sampaikan damai ja kepada ibu itu, baiknya ibu itu, mudah-mudahan mau dia bantu. Sampaikan lah kalian mampunya berapa”.
Karena belum pernah melakukan hal tersebut  merekapun mencoba paginya menyampaikan kepada yang diduga anggota polisi tersebut. “Bu tolong bantu kami damai. Kami punya uang 25 juta”. Mendengarkan hal tersebut“kayak mana bantu kalian, mana bisa 25 juta. Kalau mau 100 Juta”.Mendengar 100 juta, mereka mengatakan “mana ada uang kami bu, inipun uang keluarga”. Karena yang diduga oknum tersebut tidak mau lalu Puri menyampaikan ke Deca aku pinjam 5 juta kk. Kemudian disampaikan kembali 30 ya bu.
Mendengar angka itu, anggota tersebut mengatakan “nah dia (deca) 30, kau bantu berapa (puri). Masak dia aja, kaliankan berdua. Gini ja 50 juta. Itupun kalau pimpinan kami mau. Berdoa-doalah kalian”. Mendengarkan 50 juta mereka belum mengiakan dan kembali menyampaikan permintaan tolong.
Alhasil dikarenakan Deca sudah dalam keadan tidak sehat dan berfikir akan berlarut-larut. Akhirnya menyepakati permintaan 50 juta itu. Terkait uang 50 juta tersebut, anggota meminta di bayar cash (tunai), tetapi mereka tidak punya dana cash, seraya menjawab kalau mau di transfer. Kemudian anggota tersebut mengatakan Oke transfer aja. Tapi ini no rek orang bank atau kerja di BRI Link, jangan pula kalian permasalahkan nanti, kasihan dianya. Ini pun nantinya menggunakan rek dia diduga a.n sugiyanto biar bisa ditarik. Akhirnya dana tersebut di transferkan.
Pasca hal tersebut kemudian mereka membuat perjanjian yg diduga isinya tidak akan mengulangi perbuatanya dan tidak mempermasalahkan terkait dana tersebut. Seraya mengambil video mereka. Setelah itu sekitar jam 1 siang mereka dibawa keluar dri polda dan akhirnya diturunkan di depan pengadilan Agama Medan.
LBH Medan menduga banyaknya kejanggalan dalam kejadian yang menimpa deca dan puri. diduga tidakan tersebut merupakan dugaan tindak pidana pemerasan dan penjebakan. Hal tersebut dapat tergambarkan dari bukti-bukti yang dimiliki mereka. Oleh karena itu LBH Medan menilai tindakan tersebut telah melanggar pasal 1 (3), 28 UUD 1945 Jo pasal 368 KUHP jo UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Jo ICCPR Jo DUHAM.
Demikian rilis pers ini disampaikan. Atas perhatian dan kerjasama yang baik diucapkan terima kasih.
Contact Person :
Irvan Saputra, SH, MH (0821 6373 6197)
Mhd. Alinafiah Matondang, SH, M.Hum (0853 5990 1921)

Sulitnya Bagi Si Miskin Mendapatkan Keadilan & Salinan Putusan Di Pengadilan Negeri Medan

Release Press
Nomor : 202/LBH/RP/VI/2023

19 Juni 2023, Okta Rina Sari dan Sukma Rizkiyanti Hasibuan yang merupakan Pemohon Praperadilan ganti kerugian Nomor : 30/Pid.Pra/2023/PN Mdn yang sebelumnya ditahan selama 4 bulan oleh Kejaksaan Negeri Medan dan akhirnya diputus bebas oleh Pengadilan Negeri Medan dan Mahkamah Agung R.I. atau telah berkekuatan hukum tetap (inkraht van gwijsde).

Atas Permohonan Prapidnya, Pengadilan Negeri Medan telah memutus perkara a quo. Dalam hal ini diputus oleh hakim tunggal a.n Said Tarmizi S.H, MH pada tanggal 07 Juni 2023 dengan amar putusannya ditolak/Permohonan Pemohon ditolak. Padahal bukti-bukti surat dan saksi-saksi telah dihadirkan pada saat dipersidangan.

Bahkan terkait dengan bukti surat LBH Medan selaku Kuasa Hukum Para Pemohon telah menghadirkan bukti Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang telah berkekuatan hukum tetap, yang mana notabenenya perkara tersebut sama dengan perkara Pemohon. Yang mana Pengadilan Negeri Jaksel mengabulkan prmohonan ganti kerugianya dikabulkan.

Parahnya belum terobatinya luka okta dan sukma atas putusan tersebut, kembali lagi PN Medan membuat luka baru dengan tidak diberikanya salinan putusan tersebut hingga sampai rilis ini buat (8 Hari) pasca putusan dibacakan, padahal sebelumnnya telah diminta berulang-ulang kali.

Adapun alasan PN Medan belum memberikan salinan putusan tersebut dikarenakan belum ditandatangani oleh Panitra Muda Pidana. Padahal sudah berhari-hari berada dimeja kerja panitra muda namun tidak kunjung ditandatangi hal ini telah dikonfirmasi langsung LBH Medan dengan PTSP PN Medan bagian Pidana a.n Reza Siagian.

Bahkan petugas PTSP tersebut menyampaikan agar LBH Medan harus membuat permohonan secara tertulis untuk mendapatkan putusan tersebut. Lantas LBH Medan menyampaikan secara tegas jika sudah ribuan kali berperka di PN Medan ketika minta salinan putusan apapun perkaranya di PN Medan tidak pernah membuat surat Permohonan tertulis.

Diduga Panitra Muda Pidana a.n Benyamin Tarigan menyampai kepada pihak PTSP “jika LBH Medan ingin mendapatkan salinan putusan Nomor : 30/Pid.Pra/2023/PN Mdn harus membuat permohonan secara tertulis” mendengar hal itu LBH Medan merasa dipersulit untuk mendapatkan salinan putusan dan menilai adanya kejanggalan perkara a quo.

LBH Medan menduga atas putusanya tersebut membuktikan sulitnya bagi si miskin mendaptkan keadilan dan menilai buruknya pelayanan PN Medan dalam hal ini bagian pidana.

Sebelumnya hal tersebut pernah juga dialami LBH Medan ketika sangat lamanya mendapatkan putusan PHI, namun hal tersebut terulang kembali dan bahakan semakin parah dengan membuat syarat-syarat yang tidak masuk akal dengan membuat permohonan terlebih dahulu untuk mendapatkan salinan putusan. maka atas kejadian tersebut LBH Medan akan melaporkan buruknya pelayanan PN Medan ke Mahkamah Agung R.I.

Perlu diketahui salinan putusan itu merupakan hak para pihak yang berperkara sebagaimana yang telah dijamin oleh Undang-Undang. Melihat perlakuan pihak Pengadilan Negeri Medan dalam hal sulitnya mendapatkan keadilan dan memperlusit akses untuk mendapatkan salinan putusan, LBH Medan menilai Pengadilan Negeri Medan telah melanggar Pasal 1 ayat (2), PAsal 28A dan Pasal 28H ayat (4), Pasal 31 ayat (1) UUD 1945 Jo. Pasal 12 UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM Jo. Pasal 52A UU Nomor 49 tahun 2003 tentang perubahan kedua UU No 2 tahun 1986 tentang Peradilan Umum