Pos

LBH MEDAN SOMASI PT. TELEKOMUNIKASI INDONESIA (REGIONAL SUMATERA UTARA) & PT. TELEKOMUNIKASI SELULAR (TELKOMSEL) AREA I SUMUT

RILIS PERS

NO: 82/LBH/RP/IV/2024

LBH Medan, 19 April 2024. Sebelumnya pada 23 Februari 2024 telah terjadi sebuah peristiwa yang memperihatinkan dialami oleh Lutfhi Hakim Fauzi, seorang aktivis lingkungan di Kota Medan.Luthfi merupakan korban kabel yang menjuntai di Simpang Empat Universitas Negeri Medan, atau sekitar pada Medan Estate, Deli Serdang, Sumatera Utara.Atas peristiwa tersebut Luthfi mengalami luka dengan 20 jahitan di bagian lehernya dan harus dirawat di RS. Pirngadi, akibat luka berat yang dialaminya Lutfhi harus mengeluarkan biaya untuk perobatan sekitar Rp. 40.000.000- (Empat Puluh Juta Rupiah).

Kejadian tersebut menimbulkan beragam spekulasi tentang siapa yang seharusnya bertanggung jawab atas insiden tersebut, namun beberapa pihak yang diduga sebagai pemilik kabel semrawut hingga saat ini tidak memberikan pertanggung jawaban terhadap Luthfi dan begitu juga dengan Pemerintah dinilai tidak memberikan respon yang baik dan diduga melakukan pembiaran terhadap kabel-kabel semrawut tersebut. Serta belum adanya tindakan tegas terhadap para perusahaan atau pengusaha yang menjalankan kegiatan bisnis jaringan telekomunikasi dan jaringan telepon.

Tepat pada 23 Maret 2024 Lutfi yang didampingi oleh LBH Medan telah meminta pertanggung jawaban kepada pihak-pihak (perusahaan) terkait melalui konprensi persnya dan meminta kepada pemerintahan daerah untuk segera menindaklanjuti kabel-kabel semrawut, namun hingga saat ini kedua pihak tersebut terkesan membiarkan dan menganggap peristiwa yang dialami lutfhi sebagai ketiadaan.

Tidak adanya pertanggungjawaban dan respon pemerintah daerah LBH Medan melakukan investigasi, dan didapati bahwa diduga PT. Telekomunikasi Indonesia dan PT. Telekomunikasi Selular yang seharusnya bertanggung jawab terhadap Luthfi. Maka patut secara hukum LBH Medan melayangkan Somasi (Peringatan Hukum) terhadap PT. Telekomunikasi Indonesia dan PT. Telekomunikasi Selular untuk memberikan pertanggung jawaban terhadap Luthfi. Seraya meminta kepada pemerintah daerah dalam hal ini walikota Medan untuk menertibkan kabel-kabel yang semberaut serta menindak tegas pihak perusahan pemilik kabel yang tidak menertibkan kabel-kabelnya dalam mencabut izin oprasionalnya.

Bahwa perlu diketahui sebelumnya pasca kejadian yang menimpa lutfi, seseorang yang mengaku seniornya saat di SMA 8 menghubungi lutfi untuk bertemu dan melihat keadaan lutfi. Hal tersebut dipersilahkan lutfi. Tetapi ketika waktu yang telah ditentukan untuk berjumpa, senior tersebut tidak datang sendirian melainkan dengan lebih kurang 7 orang lainnya dengan menggunakan 3 unit mobil.

Ternyata diketahui jika 7 orang tersebut yang dipimpin seorang perempuan merupakan pihak dari telkom, yang saat bertemu dengan lutfi menyampaikan prihatin kepada lutfi. Akan tetapi diselah pembicaraan tersebut, mereka mengatakan jika berdasarkan audit internal kami, kabel yang melilit lutfi bukan milik telkom. Mendengarkan hal tersebut lutfi kemudian bertanya *Jika itu bukan kabel telkom jadi kabel siapa? Kemudian pihak telkom menyampaikan “jika kami tidak bisa memberitahukan karena ada hubungan bisnis”.

Oleh karena itu LBH Medan menduga ada yang ditutup tutupi oleh pihak telkom terkait fakta dan kepemilikan kabel yang menjerat leher lutfi.Sehubungan dengan hal tersebut LBH Medan yang merupakan kuasa hukum dari Luthfi secara tegas melalui somasinya meminta pertanggug jawaban kepada PT. Telekomunikasi Indonesia dan PT. Telekomunikasi Selular serta Pemerintahan Kabupaten/Kota untuk melakukan pengawasan dan penertiban atas kabel-kabel yang semrawut milik perusahaan/pengusaha di daerahnya.

Karena hal tersebut diduga telah melanggar Pasal 1 ayat (7), Pasal 27 ayat (1), Pasal 28 D ayat (1) dan Pasal 28 H UUD RI Tahun 1945 Jo. Pasal 17 UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Mnusia, Pasal 26 UU No. 12 Tahun 2005 Tentang Pengesahan ICCPR, Pasal 52 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2006 Tentang Jalan dan Pasal 360 KUHPidana yang diancam hukuman penjara selama 5 Tahun.

Maka melalui rilis ini LBH Medan meminta secara tegas kepada PT. Telekomunikasi Indonesia dan PT. Telekomunikasi Selular serta Pemerintahan Kabupaten dan Kota untuk segera menindaklanjuti peristiwa yang dialami oleh Luthfi. Demikian rilis ini dibuat, mohon kiranya dapat menjadi bahan pemberitaan. Atas perhatiannya kami ucapkan terimakasih.

Release Press LBH MEDAN “CARUT MARUT DI TUBUH POLRI, REFORMASI POLRI HARGA MATI”

LBH Medan, 15 Oktober 2022, Badai ditubuh Polri seakan tidak berhenti, kali ini kembali menimpa jendral bintang dua Irjen Pol.Teddy Minahasa Putra merupakan mantan Kapolda Sumatera Barat yang baru saja mendapat jabatan sebagai Kapolda Jatim menggantikan Irjen Pol Nico Afinta yang dicopot, diduga imbas dari tragedi Kanjuruan Malang. Sebagaimana tertuang dalam Surat Telegram Kaporli Nomor: ST/2134/X/KEP/2022. Tertanggal 10 Oktober 2022.

Belum selesai permasalahan Ferdy Sambo yang saat ini terancam hukuman mati karena dugaan pembunuhan berencana, institusi polri kembali tercoreng dengan ditetapkannya Irjen Pol. Teddy Minahasa Putra sebagai Tersangka dugaan tindak pidana peredaran gelap/penjualan barang bukti narkoba.

Hal tersebut diungkap langsung oleh Kapolri Jendral Listyo Sigit Prabowo dalam konfrensi persnya kepada awak media di Jakarta, 14 Oktober 2022. Irjen pol. Teddy Minahasa Putra diduga terlibat penjualan barang bukti (barbuk) narkoba 5 kg sabu.

Terungkapnya Teddy Minahasa berawal dari laporan masyarakat atas adanya dugaan jaringan peredaran gelap narkoba, yang sedang diatangani Polda Metro Jaya. Berangkat dari informasi tersebut Polda Metro diketahui menangkap tiga orang masyarakat sipil.

Kemudian dalam pengembangannya ternyata terdapat keterlibatan anggota polri berpangkat Bripka, Kompol yang merupakan seorang kapolsek dan AKBP yang diketahui mantan Kapolres Bukti Tinggi. Dari situlah mengarah kepada Teddy Minahasa.

Miris, seharusnya sebagaimana amanat Pasal 30 ayat (4) Undang-undang Dasar 1945, polri dalam hal ini Teddy Minahasa sebagai alat negara menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. bertugas melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat serta menegakkan hukum, bukan malah sebalikanya memberikan contoh buruk bagi masyarakat dan anggotanya dengan melakukan tindak pidana.

LBH Medan menilai Polri saat itu ditengah situasi yang sulit, banyaknya permaslahan yang menimpa polri menggambarkan polri sedang tidak baik-baik saja dan perlu adanya langkah cepat dan tegas untuk memperbaikinya.

Reformasi polri merupakan harga mati demi mengembalikan kepercayaan publik yang dewasa ini terkesan bersikap skeptis.
Bukan tanpa alasan, hal tersebut dapat dilihat dengan jelas oleh publik dalam kurun waktu 3 bulan belakangan ini, terdapat puluhan anggota polri yang bermasalah baik melakukan tindak pidana maupun pelanggaran kode etik polri sehingga menyita perhatian/viral.

Semisal kasus Ferdy Sambo, 3 anggota polri jajaran Polda Jatim dalam tragedi stadion Kanjuruan Malang, 3 anggota Polrestabes Medan dugaan perampokan dan banyak lainya.

LBH Medan menilai tiga permsalahan pokok ditubuh polri saat ini yang menghambat polri menjalakan peran dan fungsinya. Pertama, penyalahgunaan kewenangan seperti, pemerasan, korupsi dan tidak menjalankan tugasnya secara professional, proporsional dan prosedural (unde delay), kedua, masalah pelanggaran hukum yang terus menerus terulang yang dilakukan oknum polri dan ketiga, politisasi penguasa dan pengusaha (Kriminalisasi).

Oleh karenanya momentum ini menjadi harga mati bagi Kapolri dalam melakukan reformasi mulai dari Regulasi, Struktural hingga Kultural.
LBH Medan menduga tindakan Irjen Teddy Minahasa Putra dan Oknum-okunum polri yang bermasalah telah melanggar Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 ayat (3), 28D, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, UU Nomor 12 Tahun 2005 tentang pengesahan International Covenant on Civil and Political Right dan perkap 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Polri. Dan haruslah ditindak secara tegas dan diberikan sanksi yang berat.

Demikian rilis pers ini disampaikan agar dapat dijadikan sebagai sumber pemberitaan. Terimakasih.

Narahubung :
IRVAN SAPUTRA, SH., MH (0821 6373 6197)
MARSELINUS DUHA, SH ( 0853 5990 1921)

RILIS PERS LBH MEDAN Nomor : 288/LBH/RP/X/2022 “Pemutusan Akses Jalan Secara Sepihak, PT Socfindo Melanggar Hak Masyarakat?”

(Lembaga Bantuan Hukum Medan, 14 Oktober 2022). PT Socfindo kembali melakukan pemutusan akses jalan secara sepihak dan tanpa melakukan sosialisasi terhadap warga sekitar tempat perusahaan ini beroperasi. Setelah sebelumnya melakukan pemutusan jalan alternatif di Desa Tanah Merah Kecamatan Perbaungan, kini PT Socfindo kembali melakukan pemutusan akses jalan masyarakat di Dusun IX, Desa Firdaus, Kecamatan Sei Rampah, Kabupaten Serdang Bedagai (Sergai).
Dilansir dari website Inisumut.com, pemutusan yang terjadi pada Kamis, 13 Oktober 2022 ini dilakukan oleh perusahaan dengan alasan karena sering kehilangan buah sawit yang dilakukan melalui akses jalan tersebut. Staf Legal PT Socfindo Indonesia, Jonni Sitanggang mengatakan banyak aksi pencurian tandan kelapa sawit membuat jumlah produksi PT Socfindo menurun. PT Socfindo memutus jalan warga dengan menggali lubang sedalam dua meter.
Penggalian lubang sudah dilakukan PT Socfindo di beberapa lokasi di areal HGU. Dengan adanya pemutusan akses jalan ini, warga akhirnya tidak bisa melintas sehingga mereka harus pergi memutar arah untuk menuju ke desa lainnya dan perjalanan yang ditempuh kini lebih jauh. Pemutusan ini menuai protes warga yang mengeluhkan karena jalan yag diputus merupakan jalan alternatif yang sudah puluhan tahun menjadi penghubung antara Desa Sei Rejo dengan Desa Sei Rampah tersebut sudah puluhan tahun dilalui warga sebagai jalur alternatif untuk memangkas jarak perjalanan.
Selain itu jalan yang diputus tersebut seyogyanya merupakan zona aman dan mempermudah perjalanan karena tidak melalui Jalan Lintas Sumatera yang banyak dilalui kendaraan roda empat ke atas sehingga sering dijadikan akses khususnya oleh anak sekolah menuju SMA Negeri Sei Rampah
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan sebagai lembaga yang konsern dalam penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) menilai jika tindakan perusahaan merupakan tindakan sewenang-wenang dan menciderai hukum serta keadilan. Dalam Bagian 1 Pasal 1 International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights atau Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya yang telah diratifikasi oleh Indonesia melalui Undang-undang Nomor 11 Tahun 2005 mengatakan bahwa hak pemanfaatan terhadap lingkungan alam tidak boleh menciderai hak orang lain.
Pasal 6 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria atau yang lebih sering dikenal dengan UUPA juga mengatur bahwa semua hak atas tanah berfungsi sosial. Sehingga untuk mewujudkan fungsi sosialnya, penggunaan tanah tidak boleh hanya mengutamakan kepentingan pribadi pemilik hak namun juga mempertimbangkan kepentingan sosial masyarakat dan negara.
Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah dalam Pasal 28 Huruf b menyatakan dengan tegas bahwa Pemegang hak guna usaha dilarang mengurung atau menutup pekarangan atau bidang Tanah lain dari lalu lintas umum, akses publik, dan/atau jalan air. Sejalan dengan hal itu Pasal 74 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dalam menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam, perseroan wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan tersebut.
Oleh karena itu LBH Medan menilai tindakan pemutusan akses jalan yang dilakukan oleh PT Socfindo telah mengakibatkan terganggunya mobilitas warga dan terdampak pada kegiatan sosial dan perekonomian warga yang harus menempuh perjalanan yang lebih jauh. Sehingga pihak PT Socfindo seharusnya membuka kembali akses jalan dan mengambalikan fungsi sosial atas lahan yang ditutup.
Demikian rilis ini diperbuat, kami ucapkan terima kasih..

CP :
Maswan Tambak : 0895 1781 5588 (wa)

Sumber foto berita : https://waspada.co.id/wp-content/uploads/2022/10/Socfindo-Desa-Firdaus.jpg

RELEASE PRESS Nomor :266 /LBH/RP/IX/2022 “KOMISI INFORMASI PROVINSI SUMUT (KIP-SU) SIDANGKAN PERMOHONAN SENGKETA INFORMASI PUBLIK TERKAIT DATA DAFTAR PENCARIAN ORANG (DPO) DI SUMUT, YANG DIAJUKAN LBH MEDAN TERHADAP KAPOLDA SUMUT.”

LBH Medan Kamis 29 September 2022, Komisi Informasi Provinsi Sumatera Utara (KIP-SU) Melayangkan panggilan Sidang Sengketa Informasi Publik atas Permohonan Penyelesaian Sengketa Informasi Publik yang di ajukan LBH Medan terhadap Kapolda Sumut terkait dugaan tidak diberikannya data DPO oleh Polda Sumut dan jajaranya.

Berdasarkan surat panggilan sidang Nomor: 01/IX/KIP-SU-RLS/2022 tertanggal 19 September 2022, KIP-SU secara resmi dan berdasar hukum memanggil LBH Medan selaku Pemohon Sengketa Informasi Pubik dan Kapolda Sumut selaku Termohon.

Adapun panggilan tersebut guna mengikuti persidangan sengketa informasi publik yang terdaftar dengan nomor register: 48/ KIP-SU/S/2022, yang dilakasanakan pada hari Kamis, tanggal 29 September 2022, Pukul 11. 00 Wib s/d selesai di jln. Alfalah No. 22, Kel. Suka Maju, Kec. Medan Johor, 20146 dengan Agenda Sidang Ajudikasi Nonlitigasi.

Permohonan tersebut berawal dari adanya data DPO yang dimiliki LBH Medan sebanyak 62 (enam puluh dua) orang diantaranya di Polda Sumut 3 (tiga) orang, Polrestabes Medan 1 (satu) orang, Polres Batubara 25 (dua puluh lima) orang, Polres Asahan 19 (sembilan belas) orang, Polresta Deli Serdang 2 (dua) orang, Polsek Percut Sei Tuan 1 (satu) orang, Polsek Medan Timur 1 (satu) orang, Polsek Sunggal 9 (sembilan), Polsek Patumbak 1 (satu) orang, yang diduga sampai saat ini belum di tangkap dan ditahan.

Bahwa perlu diketahui sebelum diajukannya permohonan sengketa informasi publik a quo, LBH Medan telah berulang- ulang kali meminta secara resmi/ melalui surat data DPO kepada Kapolda Sumut dan Jajaranya, namun data tersebut tidak kunjung diberikan. Padahal data tersebut merupakan Informasi Publik yang seyogiyanya wajib diberikan.

Oleh karena itu melalui sidang a quo, LBH Medan secara tegas meminta kepada Kapolda Sumut dan jajaranya untuk memberikan data DPO Sumut, guna mendorong pemerintah dan DPR untuk membuat regulasi yang tegas dan efektif dalam menyelesaikan persoalan DPO, serta mendesak Polda Sumut segara menangkap para DPO tersebut agar memberikan Kepastian hukum terhadap para korban dan memberikan keamanan bagi Masyarakat khususnya Sumatera Utara.

Agar kedepannya tidak ada lagi DPO yang bertahun-tahun bahkan puluhan tahun Belum tertangkap dan/atau tertangkap sebagai contoh: Harun Masiku, Edy Tansil, Djoko chandra Maria Pauline dll.

LBH Medan menduga tindakan Polda Sumatera Utara tidak/belum memberikan data DPO, yang sejatinya merupakan data Publik telah melanggar Pasal 1 Ayat (3), Pasal 27 Ayat (1), Pasal 28 D Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Jo Pasal 5 UU 39 Tahun 1999, Pasal 17 Jo 21 KUHP, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik Jo Peraturan Komisi Informasi Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2021 Tentang Standar Layanan Informasi Publik Tentang Keterbukaan Informasi Publik, Pasal 7 Perkap Nomor : 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Pasal 7 Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia (DUHAM).

Demikian Rilis Pers ini disampaikan, agar kiranya Release Press ini dapat digunakan sebagai sumber pemberitaan
Terimakasih.

Cp :
Irvan Saputra, S.H., M.H. (0821-6373-6197)
Alma A’ Di, S.H. (0812-6580-6978)