Pos

Turunan Berkas Perkara Lengkap dan Surat Dakwaan Harus Segera Diberikan Sebelum Persidangan, LBH Medan Meminta Jaksa Agung R.I Melakukan Pembinaan Terhadap JPU Di Daerah Hukum Kejatisu

Press Release

Nomor : 213/LBH/RP/VI/2023

LBH Medan, 26 Juni 2023, Pada tanggal 22 Juni 2023 telah digelar persidangan dengan No. Reg. Perkara : 1013/Pid.B/2023/PN Mdn, di ruang cakra 3 Pengadilan Negeri Medan, Terdakwa an. Muhammad Hafis alias Keling.  Ia didakwa melakukan pencurian terhadap 10 unit besi dengan menghancurkan cor penutup parit milik supermarket Yuki Simpang Raya Jl. Sisingamangaraja No.77 Kota Medan pada tanggal 03 & 05 Februari 2023 lalu.

 

Agenda persidangan itu lanjutan dari pemeriksaan saksi-saksi yang dihadirkan JPU pada tanggal 15 Juni 2023 lalu, untuk konfirmasi terhadap Terdakwa atas keterangan mereka dan dilanjutkan agenda keterangan Terdakwa. Namun sebelum dimulainya persidangan, JPU perkara ini inisial APFN menyampaikan kepada Majelis Hakim ingin memberikan turunan berkas perkara lengkap kepada LBH Medan/Penasehat Hukum dengan mengatakan “turunan berkas perkara ini sudah saya siapkan dan saya beri secara gratis/tanpa dipungut biaya fotocopy”.

 

Sekilas apa yang disampaikan JPU itu seolah-olah kooperatif demi kepentingan pembelaan bagi LBH Medan terhadap Terdakwa. Padahal sebelumnya telah berulang kali LBH Medan meminta turunan berkas perkara lengkap kepada JPU itu. Tepatnya sehari sebelum sidang pembacaan dakwaan, namun saat itu JPU berkata “minta di persidangan saja di depan Majelis Hakim”.

 

Kemudian meminta lagi saat sidang pembacaan dakwaan oleh JPU pada tanggal 08 Juni 2023 dan pemeriksaan saksi dari JPU pada tanggal 15 Juni 2023 lalu. Bahkan Ketua Majelis Hakim an. Sayed Tarmizi, S.H, M.H mengamini hal itu dengan menyatakan turunan berkas perkara lengkap itu memang sudah hak Penasehat Hukum dan Terdakwa untuk mendapatkannya.

 

Mirisnya JPU hanya memberikan sebagian dari Turunan Berkas Perkara yaitu BAP saksi-saksi, dan karena LBH Medan keberatan barulah JPU mau memberikan BAP Terdakwa namun tetap tidak mau memberikan turunan berkas perkara lainnya.

 

Permasalahan semacam ini telah beberapa kali dialami oleh LBH Medan diantaranya, oleh JPU Kejaksaan Negeri Binjai inisial ARP terhadap Terdakwa Doni Afrizal S. Pane, JPU Kejaksaan Negeri Langkat inisial AWMTS dan BSS terhadap Terdakwa Herawaty, dan JPU Kejaksaan Negeri Deli Serdang Cab. Labuhan Deli inisial EVS terhadap Terdakwa Ahmad Sofian.

 

Padahal turunan berkas perkara lengkap beserta surat dakwaan merupakan hak seorang Terdakwa yang harus segera diberikan oleh JPU, pada saat melimpahkan perkara ke Pengadilan Negeri yang pada saat bersamaan diberikan juga kepada Terdakwa atau Penasehat Hukumnya, dan Penyidik. Hal itu dilakukan guna memaksimalkan pembelaan terhadap Terdakwa oleh Penasehat Hukumnya.

 

Sehingga praktik selama ini dimana JPU baru memberikan surat dakwaan pada saat agenda sidang pembacaan dakwaan dan kebanyakan tidak mau memberikan turunan berkas perkara lengkap dengan hanya memberikan sebagiannya yaitu BAP Terdakwa dan saksi-saksi jelas telah melanggar ketentuan hukum acara pidana yaitu Pasal 143 ayat (4) KUHAP.

Hal itu juga berimplikasi terlanggarnya Hak Asasi Manusia dari seorang Terdakwa. Sebab setiap orang yang dituntut karena disangka melakukan tindak pidana berhak mendapatkan jaminan hukum yang diperlukan untuk pembelaannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dimaksud dalam hal ini mendapatkan turunan berkas perkara lengkap beserta surat dakwaan pada saat pelimpahan perkara ke Pengadilan Negeri sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (1) UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM Jo. Pasal 70 KUHAP Jo. Pasal 143 ayat (4) KUHAP.

 

Maka JPU yang melanggar ketentuan diatas, jelas telah melanggar Kode Perilaku Jaksa sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Peraturan Jaksa Agung R.I. Nomor : PER-014/A/JA/11/2012. Sebab JPU dalam menjalankan tugas profesinya berkewajiban untuk memastikan Terdakwa mendapatkan informasi dan jaminan atas haknya sesuai aturan perundangan-undangan dan hak asasi manusia sebagaimana penjelasan diatas.

 

Oleh karena itu LBH Medan meminta kepada Kejaksaan Agung R.I agar melakukan pembinaan dengan memberikan pemahaman esensi dari Pasal 143 ayat (4) KUHAP, dan menegaskan terhadap seluruh JPU khususnya di daerah hukum Kejaksaan Tinggi Sumut. Agar memberikan turunan berkas perkara lengkap beserta surat dakwaan pada saat bersamaan dilimpahkannya perkara ke Pengadilan Negeri bukan saat persidangan. Hal itu dilakukan guna permasalahan serupa tidak terulang kembali dan supaya terpenuhinya hak asasi manusia bagi Terdakwa.

 

Demikian rilis pers ini disampaikan agar dapat dijadikan sebagai sumber pemberitaan. Terimakasih.

 

Contact Person          :

IRVAN SAPUTRA                                        (0821 6373 6197)

TRI A.T. SINAMBELA                                (0823 8527 8480)

JPU Kejari Medan Hanya Tuntut 7 Tahun Terdakwa Pencabulan

JPU Kejari Medan

LBH Medan, Press Release – Terdakwa Pencabulan Dituntut 7 Tahun Penjara, LBH Medan Laporkan Kajari, Kasipidum & JPU Kejari Medan Ke Kejaksaan Agung RI.

Sidang tindak pidana Pencabulan dengan Terdakwa a.n AGH salah seorang Mahasiswa dari salah satu Universitas yang ada di Medan terhadap korban anak laki-laki a.n F, sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 82 ayat (1) Jo Pasal 76 E UU RI No. 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas UU RI No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, pada tanggal 14 Juni 2022 dimana sidang lanjutan tindak pidana tersebut dengan agenda tuntutan di Pengadilan Negeri Medan. JPU Kejari Medan a.n RY menuntut Terdakwa dengan 7 (Tujuh) Tahun Penjara.

Kasus dengan modus mengajak korban bermain game mobile legend, dimana terdakwa melalui permainan tersebut mengajak korban bermain bersama di kosnya yang beralamat di jalan Abdul Hakim Kec. Medan Baru. Kemudian korban yang diketauhi hobi bermain game on line mobil legend tanpa berpikir panjang datang ke kost Terdakwa dan seketika itu Terdakwa langsung melakukan aksinya mencabuli (Sodomi) korban.

Atas kejadian tersebut keluarga (Ibu) korban membuat laporan polisi di Polrestabes Medan dan seketika membawa Terdakwa untuk diserahkan kepada Kepolisian.Terkait laporan tesebut korban telah mengahadirkan Saksi-saksi dan bukti dugaan tindak pidana a quo di Pengadilan Negeri Medan.

LBH Medan sebagai Lembaga Bantuan Hukum yang konsern terhadap Penegakan Hukum dan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) menduga tindakan Kajari, Kasipidum melalui JPU a.n RY yang menuntut Terdakwa sangat rendah telah bertentangan dengan aturan hukum yang berlaku dan Surat Edaran: No. SE-001/J-A/4/1995 Tentang Pedoman Tuntutan Pidana serta tidak menjalankan program pemerintah yang mana notabenenya tahun 2016 secara tegas Presiden Jokowi telah menetapkan kekerasan seksual terhadap anak merupakan kejahatan luar biasa (Extra Ordinary Crime). oleh karenanya penangananya haruslah luar biasa, dalam hal ini menghukum berat pelaku kekerasan seksual terhadap anak.

LBH Medan menduga adanya kejanggalan yang nyata dalam tuntutan JPU a.n RY, hal tersebut dapat dilihat jelas ketika tuntutan JPU berbanding terbalik dengan tuntutan JPU pada Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara yang bersidang di Pengadilan Negeri Medan tahun 2021 perkara pencabulan yang dilakukan oleh oknum Kepsek atau Pendeta kepada siswanya menuntut Terdakwa dengan tuntutan selama 15 (Lima belas) tahun penjara.

Tidak hanya itu, sebagai pembanding lainya masih ditahun yang sama Jaksa Penuntut Umum Labuhan Deli telah menuntut terdakwa dalam tindak pidana pencabulan yang dilakukan oleh seorang kakek terhadap seorang anak perempuan yang berusia 4 tahun dituntut 12 (dua belas tahun) penjara serta diketahui Jaksa Meliani Marpaung, SH pada perkara Nomor: 19/Pid.Sus/2022 menuntut 13 (Tiga Belas) tahun penjara terhadap pelaku kekerasan seksual.

hal ini jelas membuat pertanyaan besar ada apa dengan Kejaksaan Negeri Medan dan apa yang menjadi pertimbangan JPU membuat disparitas tuntutan terhadap terdakwa a.n AGH selama 7 (Tujuh) tahun. Oleh karena itu tindak Kejaksaan negeri Medan telah mencederai keadilan Korban.

LBH Medan menilai tuntutan rendah JPU tersebut akan sangat berdampak terhadap keseriusan pemerintah menindak tegas pelaku kekerasan seksual terhadap anak dan tidak menuntup kemungkinan tidak memberikan efek jera kepada Terdakwa serta bisa berdampak kepada masyarakat yang diduga menilai pelaku kekerasan seksual terhadap anak hanya dihukum ringan.

Serta memberikan dampak yang sangat buruk terhadap tumbuh kembang anak (korban) dan berbahaya terhadap anak-anak khususnya yang ada di Kota Medan saat ini karena tidak tegasnya aparat penegak hukum dalam kasus kekerasan seksual terhada anak. oleh karana itu LBH Medan meminta kepada Majelis Hakim perkara a quo Pengadilan Negeri Medan untuk memutuskan perkara tersebut dengan seadil-adilnya.

Bahwa sejalan dengan hal tersebut, LBH Medan menduga Kajari, Kasipidum dan JPU a.n RY pada Kejaksaan Negeri Medan telah melanggar Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28D, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM Pasal 2, Pasal 3 ayat (2), Pasal 17, UU No. 35 Tahun 2014 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang no. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang disebutkan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak Pada Pasal 76C dan Surat Edaran: No. SE-001/J-A/4/1995 Tentang Pedoman Tuntutan Pidana pada bagian ke II Perkara Tindak Pidana Khusus angka III ”.

 

Narahubung :
IRVAN SAPUTRA, S.H., M.H (0821 6373 6197)
KHAIRIYAH RAMADHANI, S.H (0823 6186 3626)

 

Baca juga => https://telisik.id/news/kejari-medan-tuntut-terdakwa-sodomi-bocah-hanya-7-tahun-lbh-cederai-keadilan

Kekerasan Seksual Meningkat, Korban Semakin Sekarat

https://lbhmedan.org/kekerasan-seksual-meningkat-korban-semakin-sekarat/