Pos

REVIEW : Benarkah Polisi Sekarang Berbalik Menjadi Musuh Masyarakat?

“Kami berusaha supaya setiap tahun ada semacam refleksi penegakan hukum dan hak asasi manusia khususnya di Sumatera Utara berdasarkan perspektif LBH Medan yang tentunya berasal dari pengamatan dan pengaduan masyarakat,” tutur Ismail Lubis, S.H. selaku Direktur LBH Medan dalam pembukaan konferensi pers dan launching buku LBH Medan berjudul Batu Sandungan Penegakan Hukum dan Keadilan.

Adapun isu-isu yang dibahas diambil dari tiga divisi yang ada yaitu, Divisi Sipil dan Politik; Divisi SDA/Lingkungan; dan Divisi Perlindungan Perempuan & Anak. Jumlah kasus yang tercatat dalam CATAHU adalah sebanyak 24 kasus dimana 22 kasus berlanjut ke proses litigasi dan 2 kasus hanya sebatas konsultasi. Di antara 24 kasus, yang paling dominan adalah kasus pidana sebanyak 15 kasus disusul dengan kasus PHI sebanyak 5 kasus dan terakhir adalah kasus perdata sebanyak 4 kasus.

Pemaparan mengenai buku ini dimulai dari divisi Sipil dan Politik yang diketuai oleh Maswan Tambak, S.H. Beliau secara gamblang mengatakan bahwa bahkan sampai saat ini banyak isu sipil yang pelakunya adalah polisi, dimana aparat penegak hukum malah menjadi pelanggar hak sipil dan politik masyarakat. “Banyak kita temui ketika orang miskin menjadi korban dan melapor malah dipersulit dan kasus dibiarkan hingga bertahun- tahun,” ucap beliau seakan menegaskan bahwa penegakan hukum hanya berlaku bagi masyarakat berada. Dilanjut dengan pemaparan dari perwakilan Divisi Perlindungan Perempuan & Anak dimana korban kasus Kekerasan Seksual yang tercatat dalam buku tersebut mayoritas anakanak berusia 11-14 tahun dan ironisnya pelaku cenderung adalah orang yang dekat dengan korban seperti tetangga, keluarga, bahkan orang tua kandung mereka sendiri.

Kasus Kekerasan Seksual ini bisa dikatakan memiliki proses yang panjang karena harus dilakukan pelaporan, penyelidikan, penyidikan, serta proses kesehatan dimana korban yang berusia di bawah umur harus menjalani pemeriksaan. Isu yang terakhir dipaparkan dalam Konferensi kali ini adalah isu tentang lingkungan yang disampaikan oleh ketua Divisi SDA/Lingkungan yaitu Muhammad Alinafiah Matondang, S.H., M.Hum dimana isu yang terjadi tentu saja tentang lingkungan seperti contohnya penanganan banjir di kota Medan yang terjadi di beberapa wilayah seperti Belawan dikarenakan pasang air laut, ada juga wilayah yang banjir dikarenakan pembangunan infrastruktur yang tidak merata, sampah menumpuk yang dibiarkan dan yang paling parah adalah alih fungsi kawasan mangrove menjadi lahan sawit alias tindakan ilegal. Itulah beberapa penjelasan singkat mengenai isu-isu yang dibahas ketiga divisi pada Konferensi Pers Launching Buku LBH Medan 2022. Walaupun sempat terjadi kesalahan teknis pada SIMPENSUS (Sistem informasi dan Pendokumentasian Kasus) LBH Medan di pertengahan tahun 2022 yang mengakibatkan tidak semua kasus dapat tercatat secara keseluruhan namun dapat dipastikan semua kasus dan penyelesaian hukumnya dalam buku dipaparkan dengan jelas oleh masing-masing divisi.

Ada satu kalimat yang menarik atensi saya yaitu ketika ketua Divisi Sipil dan Politik secara tegas menyampaikan opininya mengenai polisi sebagai aparat penegak hukum yang seharusnya mengayomi masyarakat nyatanya malah menjadi oknum yang mempersulit masyarakat khususnya masyarakat miskin yang membutuhkan perlindungan. Saya sangat berharap agar kedepannya Kepolisian Republik Indonesia dapat mengembalikan kepercayaan masyarakat dengan bekerja lebih sungguh-sungguh untuk melindungi dan memperjuangkan hak-hak masyarakat tanpa pandang bulu serta saya berharap LBH Medan akan terus berkomitmen untuk menjadi organisasi masyarakat yang memberikan bantuan hukum terhadap masyarakat miskin, buta hukum, dan tertindas berlandaskan Hak Asasi Manusia.

 

Artikel ini ditulis oleh Ananda Geraldine

Mahasiswi PKL dari Fakultas Hukum Universitas Prima sebagai refleksi dari Konferensi Pers dan Launching Buku LBH Medan berjudul Batu Sandungan Penegakan Hukum dan Keadilan.

Editor : Rimma Itasari Nababan