Polres Madina Harus Segera Tangkap Pelaku Kekerasan Pers Di Madina

Kekerasan Terhadap Pers

LBH Medan, Press Release – Tindak kekerasan terhadap Insan pers kembali terjadi, kali ini menimpa Jefri Barata Lubis yang merupakan wartawan sekaligus ketua Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Mandailing Natal (Madina).

Berdasarkan pemberitaan yang viral saat ini, kekerasan yang terjadi terhadap Jefri Barata Lubis di Lopo Mandailing Kopi, Desa Pidoli, Lombang, Kecamatan Panyabungan, Kabupaten Mandailing Natal (Madina) yang diketahui terekam CCTV dan menunjukkan wajah para pelaku kekerasan terhadap pers tersebut.

Diduga tindakan kekerasan yang dilakukan para pelaku tersebut merupakan suruhan Penambang Emas Tak Berizin (PETI), yang disinyalir resah atas pemberitaan Jefri Barata Lubis di media.

LBH Medan mengecam keras tindakan-tindakan kekerasan terhadap pers, secara tidak langsung tindakan tersebut telah membunuh demokrasi di negeri ini dan mengancam kerja-kerja pers.

Pers sebagai pilar demokrasi yang bertugas melakukan kegiatan jurnalistik dalam hal mencari, mengolah dan menyampaikan berita yang benar kepada masyarakat baik secara tulisan, suara, gambar dll. jelas dilindungi oleh undang-undang dalam hal ini UU Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.

Oleh karena itu, sudah barang tentu para pelaku dan otak pelaku tersebut harus ditindak tegas dan jika sebaliknya ada kekeliruan atau kesalahan dalam kerja-kerjanya maka ada wadah untukmengujinya. Bukan malah melakukan main hakim sendiri.

LBH Medan meminta Polres Mandailing Natal (Madina) harus dengan cepat, transparan, dan profesional dalam menangkap para pelaku dan mengungkap otak pelaku terkait kekerasan terhadap pers tersebut, agar terciptanya keadilan dan kepastian hukum terhadap insan pers khususnya Jefri Barata Lubis.

LBH Medan menduga tindakan kekerasan tersebut telah melanggar UUD 1945 Pasal 28 B Ayat (2), Pasal 28 I, KUHP, Pasal 4 UU Nomor 39 Tahun 1999 Tentang HAM, UU Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers, UU Nomor  5 Tahun 1998, UU Nomor 12 Tahun 2005 Tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR).

 

Narahubung :

IRVAN SAPUTRA, S.H., M.H (0821 6373 6197)

TRI ACHMAD TOMMY SINAMBELA, S.H (0823 8527 8480)

 

Baca juga => https://rri.co.id/gunung-sitoli/politik-hukum/hukum/1377561/kekerasan-terhadap-jurnalis-di-madina-polisi-didesak-tangkap-pelaku-bersama-otak-intelektual

https://lbhmedan.org/putusan-kasasi-belum-dilaksanakan-pn-medan-aanmaning-tegur-tvri-stasiun-sumut/

Kerangkeng Manusia Adalah Pelanggaran HAM Berat

Kerangkeng Manusia

LBH Medan, Press Release – Kasus kerangkeng manusia milik Bupati non-aktif Langkat, Terbit Rencana Perangin-angin (TRP) terkait dugaan perbudakan modern yang telah dilaporkan Perhimpunan Indonesia untuk Buruh Migran Berdaulat (Migrant Care) ke komnas HAM memasuki babak baru.

Berdasarkan hasil pemantauan dan penyelidikan yang dilakukan Komnas HAM mengungkap tabir adanya dugaan penyiksaan, kekerasan dan perlakuan yang merendahkan harkat dan martabat manusia.

Penyelidikan yang dipimpin komisioner Komnas HAM RI M. Choirul Anam telah memeriksa 48 orang saksi yang terdiri dari penyidik KPK, Terbit Perangin-angin, Penghuni, Mantan penghuni kerangkeng beserta keluarganya, kepala dan dokter puskesmas, serta staf pemerintah desa.

Hasil Pemantauan dan Penyelidikan menjelaskan bahwa kerangkeng tersebut sudah ada sejak tahun 2012 dan saat ini ada 57 orang penghuni kerangkeng. Jumlah tersebut dibagi menjadi dua kerangkeng yang berukuran 6×6 meter dengan masing-masing sejumlah 30 penghuni dan 27 penghuni.

Miris temuan Komnas HAM diduga ada 26 dugaan bentuk penyiksaan, kekerasan, dan perlakuan yang merendahkan martabat terhadap para penghuni kerangkeng seperti dipukuli, ditempeleng, ditendang, disuruh bergelantungan di kerangkeng seperti monyet (gantung monyet), dicambuk anggota tubuhnya dengan selang.

Dua kerangkeng manusia serupa penjara yang terbuat dari besi diduga digunakan sebagai penjara bagi para pekerja sawit yang bekerja di ladang. Mereka disebut bekerja sedikitnya 10 jam setiap harinya. Selepas bekerja, mereka dimasukkan ke dalam kerangkeng, sehingga tak memiliki akses keluar.

Dugaan kekerasan dan penyiksaan dilakukan dengan menggunakan sekurangnya 18 alat seperti tang, cabai, selang, palu dll. Kekejaman tersebut menggambarkan adanya Perbudakan modern yang berkedok rehabilitasi narkotika. Akibat tindak kekerasan yang terjadi sedikitnya diduga telah memakan 6 (enam) orang korban meninggal dunia.

Bahkan tidak hanya berhenti ditindakan kekerasan saja, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menemukan 25 fakta yang mendukung temuan dari Komnas HAM diduga adanya pengondisian masyarakat untuk mendukung keberadaan sel, tidak semua tahanan merupakan pecandu narkoba, tidak semua tahanan berasal dari Kabupaten Langkat, tidak ada aktivitas rehabilitasi dan pembatasan kunjungan.

Fakta baru diduga adanya keterlibatan oknum TNI dan Polri dalam tindak penyiksaan, kekerasan, dan perlakuan yang merendahkan martabat terhadap para penghuni kerangkeng.

Setidaknya ada 19 orang yang patut diduga sebagai pelaku kekerasan, diantaranya pengurus kerangkeng, penghuni lama, anggota ormas tertentu hingga keluarga Bupati,disinyalir pelanggaran HAM tersebut ditopang kekuatan uang dan kekuasaan Bupati Langkat.

LBH Medan sebagai lembaga yang konsern terhadap penegakan hukum dan Hak Asasi Manusia menduga tindakan yang dilakukan oleh Bupati Langkat dengan membuat kerangkeng manusia tersebut merupakan suatu bentuk pelanggaran HAM berat. Karena jika mengacu pada hasil temuan Komnas HAM dan LPSK, dugaan tindak penyiksaan atau kekerasan serta merendahkan harkat dan martabat manusia tersebut dilakukan secara terstruktur, sistematis dan sangat kejam ditambah lagi hal tersebut diduga dilakukan oleh Penguasa.

Seharusnya Bupati Langkat melindungi dan mensejahterakan rakyatnya, bukan malah sebaliknya yang mengakibatkan 6 orang meninggal dunia. Oleh karenanya LBH Medan menilai jika perkara a quo patut dibawa diadili di pengadilan HAM dan medorong LPSK memberikan Perlindungan maksimal kepada korban dan saksi karena diduga rentan mendapatkan intimidasi.

LBH Medan menduga tindakan Bupati yang juga melibatkan oknum TNI dan Polri dll, telah melanggar Pasal 1 Ayat (3), Pasal 27 Ayat (1), Pasal 28 A dan G Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Jo Pasal 4 UU 39 Tahun 1999, Pasl 7 huruf b UU Nomo 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, Pasal 3 DUHAM (Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia/ United Nations Declaration of Human Rights), Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998 Pengesahan Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Harkat dan Martabat Manusia, Pasal 6 Ayat (1) ICCPR (International Covenan Civil and Political Rights).

Narahubung :

IRVAN SAPUTRA, S.H., M.H (0821 6373 6197)

TRI ACHMAD TOMMY SINAMBELA, S.H (0823 8527 8480)

Editor : Rimma Itasari Nababan, S.H

 

Baca juga => https://lbhmedan.org/lbh-medan-mengecam-keras-dugaan-kekerasan-terhadap-pers-meminta-polres-madina-segera-menangkap-mengungkap-para-pelaku-otak-pelakunya/

https://news.detik.com/berita/d-6004524/8-tersangka-kerangkeng-bupati-langkat-tak-ditahan-lbh-medan-tidak-fair

Putusan Janggal, Bentuk Nyata Kriminalisasi Terhadap Istri Suwito Lagola

Putusan Janggal Istri Suwito Lagola

LBH Medan, Press Release – Sidang Putusan Herawaty (istri mantan juara tinju dunia Suwito Lagola) pada hari Selasa, 08 Februari 2022 oleh Pengadilan Negeri Stabat yang mana persidangan tersebut diketuai oleh As’ad Rahim Lubis, SH.MH sebagai hakim ketua majelis, Maria CN Barus, S.I.P, S.H,MH dan Dicki Irvandi, S.H,MH masing-masing sebagai hakim anggota.

Adapun Majelis Hakim menjatuhkan putusan terhadap istri mantan juara tinju dunia welter WBF, Suwito Lagola itu dengan amar putusan menyatakan Herawaty secara sah dan meyakinkan terbukti bersalah melakukan tindak pidana penipuan secara bersama-sama (378 jo 55 ayat (1) ke 1 KUHPidana), menghukum Terdakwa selama 2 (dua) tahun penjara dipotong masa tahanan dan memerintakan Terdakwa tetap dalam tahanan serta membebankan biaya sebesar Rp. 7500.

Berawal dari adanya dugaan tindak pidana Penipuan yang dilaporkan K (korban) pada tahun 2020 berdasarkan laporan polisi nomor: LP/103/II/2020/SU/LKT di Polres Lagkat, tertanggal 10 Februari 2020 atas dugaan tindak pidana penipuan yang telah terjadi pada tanggal 25 Juni 2018 (4 Tahun lalu). Herawaty dalam hal ini disangkakan turut serta melakukan tindak pidana (Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHPidana) terhadap perbuatan M dan S merupakan Terdakwa berkas terpisah. Dimana ketiganya diduga melakukan Penipuan terhadap K sehingga merugikan korban sebasar Rp. 150.000.000 (Seratus Lima Puluh Juta Rupiah).

Putusan Majelis Hakim dinilai sangat janggal dikarenakan diduga Hakim dalam perkara a quo mengabaikan fakta-fakta yang terungkap di persidangan, semisal banyaknya kebohongan yang diduga dilakukan M dan S pada saat pemeriksaa diantaranya mengatakan telah menerima uang seberas RP. 150.000.000 dari K. Padahal dipersidangan K dan saksi lainya yaitu E,D dan ST menyatakan jika uang tersebut telah dipotong 10 % terlebih dahulu oleh K sebagai uang administrai dan bunga perbulan dll. Serta hakim mengabaikan jika seyogyanya Herawaty tidak pernah menerima uang dari K. Majelis hakim juga mengabiakan jika perkara a quo merupakan perkara perdata.

Kejanggalan tersebut sangat nyata terlihat ketika majelis menjatuhkan putusan yang aneh dan bertentangan dengan hukum. Dimana majelis hakim menjatuhkan putusan penjara selama 2 Tahun terhadap Herawaty dan memutus masing-masing 1 Tahun dan 4 Bulan terhadap M dan S yang disangkakan Pelaku penipuan, sehingga hal ini menegaskan adanya kejanggalan atas putusan a quo.

LBH Medan menilai jika telah terjadi disparitas putusan dan pengabaian fakta-fakta yang terbukti dipersidangan. Perlu diketahui kejanggalan bukan hanya pada putusan saja namun sebelumnya terjadi pada tuntutan JPU. Adapun JPU menuntut Herawty dengan tuntutan 2 Tahun dan 6 Bulan Penjara.

Sedangakan M dan S dituntut JPU dengan 2 Tahun Penjara padahal mereka disangkan sebagai pelaku tindak pidana. LBH Medan dalam pledoinya dengan tegas meminta Herawaty sudah seharusnya diputus Lepas (Onslag) karena perkara a quo merupakan perkara perdata. Faktanya apa yang dituduhkan JPU adalah tidak benar karena Herawaty tidak pernah melakukannya. Sehingga menguatkan LBH Medan jika telah terjadinya Kriminalisasi terhadap istri mantan juara tinju dunia Suwito Lagola itu.

Berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung R.I No.07 Tahun 2012 Tentang Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan pada bagian Hasil Rumusan Rapat Kamar Pidana Mahkamah Agung R.I tertanggal 08 s/d 10 Maret 2012, menyatakan “Mohon perhatian untuk perbaikan sehingga tidak terjadi disparitas atau perbedaan dalam putusan baik yang menyangkut pembuktian maupun berbedaan pidana dalam Perkara dengan dakwaan dijunctokan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana harus diputus oleh satu Majelis, namun apabila perkara diterima berbeda waktunya, tidak menjadi alasan untuk dibedakan Majelisnya, agar tidak terjadi disparitas pidana”.

Hakim diduga melanggar Keputusan Bersama Ketua MA RI dan Ketua KY RI Nomor:047/KMA/SKB/IV/2009 tentang Kode Etik dan Perilaku Hakim dimana Hakim harus Bersikap Profesional sebagaimana diatur pada angka 10.4, “Hakim wajib menghindari terjadi kekeliruan dalam membuat keputusan, atau mengabaikan fakta yang dapat menjerat terdakwa atau para pihak atau dengan sengaja membuat pertimbangan yang menguntungkan terdakwa atau para pihak dalam mengadili suatu perkara yang ditanganinya. Maka atas kejanggalan putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Stabat tersebut Herawaty akan mengajukan Banding di Pengadilan Tinggi Medan.

LBH Medan menduga putusan tersebut telah melanggar Pasal 28D, Pasal 28I Ayat (2) UUD 1945, Pasal 3 Ayat (2) dan (3) UU 39 tahun 1999 Tentang HAM, Pasal 7 DUHAM dan Pasal 2 Ayat (1) UU No. 12 Tahun 2005 Tentang Pengesahan ICCPR, SEMA RI No.07 Tahun 2012 dan Keputusan Bersama Ketua MA RI dan Ketua KY RI Nomor : 047/KMA/SKB/IV/2009 tentang Kode Etik dan Perilaku Hakim.

 

Narahubung :

IRVAN SAPUTRA, S.H., M.H (0821 6373 6197)

TRI ACHMAD TOMMY SINAMBELA, S.H (0823 8527 8480)

 

Baca juga => https://lbhmedan.org/lbh-medan-minta-jaksa-agung-ri-tindak-tegas-kejaksaan-negeri-langkat-karena-diduga-melanggar-hak-asasi-manusia/

https://sumutpos.jawapos.com/hukum-kriminal/21/02/2022/dihukum-2-tahun-terkait-kasus-penipuan-istri-mantan-petinju-dunia-banding/

44 Tahun LBH Medan, Tetap Eksist & Konsisten

Perjuangan Mantan Kontributor TVRI Stasiun Sumut Dikabulkan MA R.I

Perjuangan Mantan Kontributor TVRI Sumut

LBH Medan, Press Release – Perjuangan Mantan Kontributor TVRI Stasiun Sumut, Devis Abuimau Karmoy Dikabulkan Mahkamah Agung R.I.

Selasa, 16 November 2021 Majelis hakim Mahakamah Agung RI dalam perkara Perdata Khusus yaitu Perselisihan Hubungan Industrial (PHI) telah memutus pekara kasasi Nomor: 1298 K/Pdt.Sus-PHI/2021, atas gugatan Perselisihan Hubungan Industrial (PHI) yang diajukan Devis Abuimau Karmoy sebagai Penggugat/Pemohon Kasasi terhadap pihak Televisi Republik Indonesia (TVRI) Stasiun Sumut sebagai Tergugat/Termohon Kasasi pada Mahkamah Agung R.I.

Devis Abuimau Karmoy adalah seorang jurnalis senior yang dahulunya bekerja sebagai kontributor berita di TVRI Stasiun Sumut sejak Oktober 2013 hingga Desember 2017. Namun diduga pada tanggal 20 Desember 2017 ia di-PHK secara sepihak oleh  TVRI Stasiun Sumut melalui Kepala Berita Harian saat itu atas nama Ranggini. Padahal berdasarkan Surat Perjanjian Kerja dengan Nomor : 48/II.4/SPK/TVRI/2016, kontrak tersebut baru akan berakhir pada tanggal 31 Desember 2017.

Terkait perselisihan tersebut Devis menduga Hak Asasinya telah dilanggar pihak TVRI Stasiun Sumut karena diberhentikan secara sepihak dan sewenang-wenang serta tanpa memberikan apa yang seharusnya menjadi haknya.

Oleh karena itu Devis mencari keadilan melalui gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada pengadilan Negeri Medan untuk membuktiakan apa yang telah dilakukan TVRI Stasiun Sumut telah melanggar aturan hukum yang berlaku dan Hak Asasi Manusia (HAM). Selama persidangan Devis telah memberikan bukti-bukti surat dan menghadirkan Saksi atas perkara a quo.

Perjuangan mantan kontributor TVRI Stasiun Sumut, Devis Abuimau Karmoy saat itu tidak mendapatkan hasil yang diharapkan dikarenakan Majelis Hakim Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Medan memutuskan menolak gugatan Devis Abuimau Karmoy dan menyatakan hubungan kerja antara Devis Abuimau Karmoy dengan TVRI Stasiun Sumut tidak pernah berakhir dan tetap berjalan sebagaimana biasanya.

LBH Medan menilai putusan Hakim tersebut sangat tidak berdasar dan tidak mempunyai rasa keadilan dimana hubungan antara Devis Abuimau Karmoy dengan TVRI Stasiun Sumut sudah tidak harmonis sehingga dalam bekerja tidak didapati kecocokan lagi.

Hal ini dikuatkan dengan adanya yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor : 939 K/Pdt.Sus-PHI/2020. Oleh karena itu LBH Menilai putus tersebut diluar dari apa yang dituntut (Asas Ultra Petita) oleh Devis. Yang mana seharusnya berdasarkan Pasal 178 ayat (3) Het Herziene Indonesisch Reglement (HIR) dan Pasal 189 ayat (3) Rbg hakim dilarang memutus melebihi apa yang dituntut (Petitum).

Atas putusan tersebut Devis kembali mencari Keadilan dengan mengajukan Permohonan Kasasi ke Mahkamah Agung RI. Perjuang Devis ternyata tidak sia-sia dimana Majelis Hakim Agung pada Mahkamah Agung R.I tingkat Kasasi,  yang di Ketuai oleh Dr. H. Panji Widagdo, S.H., M.H., dengan dua Hakim Anggota yaitu Dr. Sugeng Santoso PN, S.H., M.M., M.H., dan Dr. Andari Yuriko Sari, S.H., M.H. berpendapat lain dengan memutus membatalkan Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Medan nomor : 332/Pdt.Sus-PHI/2020/PN Mdn yang menolak gugatan Devis Abuimau Karmoy pada tingkat pertama dan mengabulkan permohonan Kasasi PHI dari Devis Abuimau Karmoy.

Atas putusan kasasi tersebut LBH Medan menilai Majelis Hakim Agung Mahkamah Agung R.I telah tepat dan memenuhi rasa keadilan dan kepastian hukum terhadap Devis Abuimau Karmoy.

LBH Medan berharap dengan adanya putusan kasasi yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) tersebut dapat menjadi pegangan bagi insan pers di seluruh Indonesia khususnya bagi mereka yang bekerja pada media publik milik negara, karena diketahui putusan kasasi ini merupakan yang pertama kali di Indonesia terkait gugatan PHI terhadap media publik milik Negara dan kedepanya tidak ada lagi insan Pers yang diberhentikan secara sewenag-wenang atau melanggar aturan hukum.

Diduga apa yang dilakukan TVRI Stasiun Sumut telah melanggar ketentuan Pasal 1 ayat (3), Pasal 27 ayat (2), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945,  Pasal 3 ayat (2), (3) UU No. 39 Tahun 1999 Tentang HAM, Pasal 26 UU No. 12 Tahun 2005 Tentang Ratifikasi ICCPR, Pasal 90 ayat (1), Pasal 156 ayat (2), (3), dan (4), Pasal 59 ayat (1), (2), (4), (5), (6), dan (7), dan Pasal 161 ayat (1) dan (3) UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Oleh karena itu LBH Medan meminta kepada TVRI Stasiun Sumut untuk segera melaksakankan Putusan Mahkamah Agung RI yang telah berkekuatan hukum tetap , sebagai bentuk ketaatan terhadap aturan hukum yang berlaku.

 

Narahubung :

IRVAN SAPUTRA, S.H., M.H (0821 6373 6197)

TRI ACHMAD TOMMY SINAMBELA, S.H (0823 8527 8480)

 

Baca juga => https://medan.tribunnews.com/2022/01/12/berita-foto-4-tahun-perjuangan-devis-abuimau-karmoy-akhirnya-dikabulkan-mahkamah-agung-ri

 

Kapolres Asahan & Batu Bara Harus Segera Tangkap 44 DPO

LBH Medan Pos Asahan - Tanjung Balai - Batu Bara Desak Kapolres Asahan & Batu Bara Segera Tangkap 44 DPO

LBH Medan, Press Release – LBH Medan Pos Asahan – Tanjung Balai – Batu Bara mendesak Kapolres Asahan & Batu Bara harus segera menangkap 44 DPO (Daftar Pencarian Orang).

Jumat, 31 Desember 2021, Negara Republik Indonesia telah secara tegas menjamin hak warga negaranya dalam mendapatkan Perlindungan dan Kepastian hukum sebagaimana tertuang dalam Pasal 28D Ayat (1) Undang-undang dasar 1945. Oleh karena itu kepolisian dalam hal ini POLRES ASAHAN dan POLRES BATU BARA serta Jajarannya sebagai reprensentatif pemerintah dalam Melindungi, Melayani, Mengayomi dan Melakukan Penegakan hukum serta Ketertiban dimasyarakat.

Bahwa sudah menjadi kewajiban Polres Asahan dan Batu Bara melakukan Penangkapan terhadap Tersangka yang telah ditetapkan Sebagai DPO (Daftar Pencarian Orang). Karena sudah barang tentu diduga 44 orang DPO tersebut sangat berbahaya dan meresahkan masyarakat khususnya Asahan dan Batu Bara.

Berdasarkan data yang dimiliki LBH MEDAN POS ASAHAN – TANJUNG BALAI – BATU BARA tercatat diduga DPO di POLRES ASAHAN dan POLRES BATU BARA serta Jajaranya yang saat ini belum ditahan dan ditangkap yaitu diantaranya:

A. Daftar Pencarian Orang (DPO) Polres Asahan

Daftar 44 DPO Polres Asahan & Batu Bara I

B. Daftar Pencarian Orang (DPO) Polres Batu Bara

Daftar 44 DPO Polres Asahan & Batu Bara II

Adanya data tersebut LBH M EDAN POS ASAHAN – TANJUNG BALAI – BATU BARA sebagai lembaga bantuan hukum yang konsern terhadap penegakan hukum dan HAM secara tegas Mendesak KAPOLRES ASAHAN dan BATU BARA untuk segara melakukan penangkapan terhadap para DPO yang saat ini masih berkeliaran.

Hal ini sudah seharusnya merupakan tanggu jawab hukum KAPOLRES ASAHAN dan BATU BARA sebagai pimpinan kepolisian tertinggi di Kabupaten Asahan dan Kabupaten Batu Bara. Ini juga dapat dilihat sebagai bentuk keseriusan KAPOLRES ASAHAN DAN BATU BARA dan jajarannya dalam Memberikan Rasa Aman, Ketertiban dan Penegakan hukum di Kabupaten Asahan dan Batu Bara.

LBH Medan Pos Asahan – Tanjung Balai – Batu Bara menilai jika para DPO tidak ditangkap dengan sesegera mungkin maka telah mencederai Hak Asasi Masyarakat dan dikhawatirkan menghilangkan barang bukti serta melakukan tindak pidana lainya. Sekaligus bertentangan dengan Kode Etik Kepolisian yang wajib menjalankan tugasnya secara Profesional , Proporsional dan Prosedural dan diduga tidak menjalakan program Kapolri yaitu PRESISI (Prediktif, Responsibilitas, Transparansi dan Berkeadilan).

Terkait banyaknya Daftar Pencarian Orang (DPO) ini, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan Pos Asahan – Tanjung Balai – Batu Bara, sebelumnya telah mengirimkan surat Nomor:11/LBH Medan Pos AS.TB.BB/XII/2021, Perihal Mohon Penjelasan dan Atensi tertanggal 17 Desember 2021, namun belum dibalas sampai saat ini.

LBH Medan Pos Asahan saat ini juga membuka Posko Pengaduan masyarakat terkait Daftar Pencarian Orang (DPO) yang tidak kunjung ditahan dan ditangkap oleh POLRES ASAHAN dan POLRES BATU BARA.

LBH Medan Pos Asahan – Tanjung Balai – Batu Bara menduga belum ditangkapnya Para DPO tersebut telah melanggar Pasal 1 Ayat (3), Pasal 27 Ayat (1), Pasal 28 D Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Jo Pasal 5 UU 39 Tahun 1999, UU No. 2 tahun 2002 tentang kepolisian, Pasal 17 Jo 21 KUHP yang menyatakan “perintah penangkapan dan penahanan terhadap seorang tersangka diduga keras melakukan tindak pidana dengan alat bukti yang cukup”, Pasal 7 Perkap Nomor: 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia, PP RI. No.2 Tahun 2003 tentang peraturan disiplin anggota Polri dan Pasal 7 Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia (DUHAM.)

 

Baca juga => https://sumut.suara.com/read/2022/02/24/120911/puluhan-dpo-diduga-belum-ditangkap-polisi-lbh-medan-meresahkan-dan-menghambat-investasi

 

Edy Rahmayadi Diduga Merendahkan Harkat & Martabat Choki Aritonang

Edy Rahmayadi diduga merendahkan harkat & martabat Choki Aritonang

LBH Medan, Press Release – Gubsu Edy Rahmayadi Diduga Merendahkan Harkat & Martabat Choki Aritonang.

Rabu, 29 Desember 2021, Sumatera Utara khusus kota Medan dihebohkan dengan beredarnya video Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi yang diduga merendahkan harkat dan martabat Choki Aritonang yang diketahui Pelatih Billiyar Tim PON Sumut saat penyerahan bonus kepada atlit dan pelatih berprestasi dalam Pekan Olahraga Nasional (PON) XX Papua di Aula Tengku Rizal Nurdin pada senin, 27 Desember 2021.

Perbuatan Edy Rahmayadi yang menjewer, menghina dan mengusir Choki Aritonang dikarenkan tidak tepuk tangan saat dirinya sedang memberikan kata sambutan/berbicara saat penyerahan bonus kepada atlit dan pelatih berprestasi dalam Pekan Olahraga Nasional (PON) XX Papua.

Adapun bentuk dugaan merendahkan harkat dan martabat yang dilakukan Edy Rahmayadi dengan mengatakan “Gak Cocok jadi pelatih ini”, dan menyebut Choki Aritonang dengan perkataan “Sontoloyo” yang dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya Konyol, Tidak Beres, Bodoh).

Perbuatan tersebut merupakan pelanggaran Hak Asasi Manusia. Dimana Undang-undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 pada Pasal 28G menyatakan “Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, martabat dan berhak untuk bebas dari perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia. Oleh karena itu tidak seorangpun boleh merendahkan harkat dan martabat manusia, termasuk Gubernur Sumatera Utara.

LBH Medan sebagai lembaga yang konsern terhadap penegakan hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) menilai apa yang telah dilakukan Edy Rahmayadi adalah suatu perbuatan yang sangat tidak pantas dilakukan seorang Kepala Daerah/ Pemimpin Sumut. Seharusnya sebagai pemimpin rakyat harus memberikan contoh yang baik bukan mempertontonkan kearogansianya kepada rakyat.

Terkait kejadian tersebut Edy Rahmayadi sudah seharusnya meminta maaf secara langsung kepada Choki Aritonang, Keluarganya dan Masyarakat Sumatera Utara. Hal ini merupakan bentuk tanggungjawab dan etika sebagai seorang pemimpin Sumatera Utara dan seraya memperbaiki sikap arogansinya dan memberikan pelayanan kepada masyarakat.

LBH Medan menduga perbuatan Edy Rahmayadi telah melanggar Pasal 28G, UUD 1945, Pasal 3 dan 9 UU 39 tahun 1999 Tentang HAM, Pasal 1 DUHAM dan Pasal 2 Ayat (1) UU No. 12 Tahun 2005 Tentang Pengesahan International Covenant On Civil And Political Rights (ICCPR) (Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil Dan Politik).

 

Narahubung :

IRVAN SAPUTRA, S.H., M.H (0821 6373 6197)

TRI ACHMAD TOMMY SINAMBELA, S.H (0823 8527 8480)

 

Baca juga => https://medan.kompas.com/read/2021/12/29/150156078/lbh-medan-kritik-edy-rahmayadi-soal-jewer-pelatih-biliar-dinilai-merendahkan?page=all

Pernyataan Kasi Propam Polrestabes Medan & Kapolsek Medan Helvetia Terlalu Dini & Tidak Objektif

Pernyataan Kasi Propam Polrestabes Medan & Kapolsek Medan Helvetia Terlalu Dini & Tidak Objektif

LBH Medan, Press Release – Pernyataan Kasi Propam Polrestabes Medan & Kapolsek Medan Helvetia Terlalu Dini & Tidak Objektif.

Melansir dari berita online Kompas.Com tertanggal 17 Desember 2021 Kepala Seksi Propam Polrestabes Medan sudah mengetahui informasi dan pengaduan mengenai Pemerasan dan Penganiayaan diduga dilakukan anggota Polsek Medan Helvetia dari Eva (39) selaku istri dari Tersangka dugaan penadahan sepeda motor, Kasi Propam Polrestabes Medan Kompol Tomi mengatakan dalam konferensi pers di Polsek Medan Helvetia “belum ditemukan bukti atau tidak ada bukti Pemerasan dan Penyaniayaan. Artinya tidak bisa dibuktikan. harusnya penyidik yang aktif, tapi ini keluarganya yang aktif menjumpai penyidik supaya diringankan”.

Baca beritanya di : https://regional.kompas.com/read/2021/12/17/224237078/anggota-polsek-medan-helvetia-diduga-memeras-dan-aniaya-tersangka-ini?page=all

Kemudian Kasi Propam juga mengatakan sambil menyuruh Tersangka membuka masker “tidak ada tanda penganiayaan, katanya ditembak, ini masih berdiri, tidak ada bekas aniaya, bersih badannya, muka tidak ada lebam” lalu Kapolsek Medan Helvetia AKP Heri Sihombing mengatakan “Sampai sekarang, istrinya dirumah tak bisa diambil keterangan. Sudah kosong (rumahnya). Kita sampaikan keplingnya kan, itu aturannya. Surat itu ada, 1×24 Jam saya tanda tangan”.

LBH Medan selaku Penasehat Hukum Eva Susmar Munthe terhadap rangkaian peristiwa atas dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh personil Polsek Medan Helvetia, Klien a.n Eva sudah membuat pengaduan tertanggal 14 Desember 2021 dikirim ke Kapolda Sumut dan Kabid Propam Polda Sumut pada tanggal 15 Desember 2021, dari pengaduan tersebut pada hari kamis malam sekitar Pukul 20.00 Wib tanggal 16 Desember 2021 pihak Paminal Polda Sumut turun langsung untuk memeriksa Eva di Kantor LBH Medan.

Saat pemeriksaan yang dilakukan Paminal Polda Sumut Eva sudah memberikan keterangan sebagaimana yang dituangkan dalam Surat Pengaduan tertanggal 14 Desember 2021, hanya saja sampai hari ini belum ada tindaklanjut kembali dari pihak Paminal Polda Sumut.

Keesokan harinya pada hari Jumat sekitar pukul 14.00 Wib di kantor LBH Medan ada 2 orang yang mengaku dari Paminal Polrestabes Medan datang untuk memeriksa Eva Susmar Munthe. Lalu para saksi datang ke kantor LBH Medan, melihat salah satu saksi yang sedang sakit sehingga tidak memungkinkan dilakukan pemeriksaan secara langsung kemudian salah satu personil Propam Polda Sumut mengintrogasi melalu telpon sedangkan Paminal Polrestabes Medan sama sekali belum ada memeriksa para saksi.

Menyikapi pernyataan dari Kasi Propam Polrestabes Medan dalam konperensi persnya pukul 20.00 Wib hari Jumat tanggal 17 Desember 2021, LBH Medan selaku Penasehat Hukum Eva Susmar Munthe merasa Keberatan atas pernyataannya yang mana pihak Propam Polrestabes Medan belum memeriksa secara keseluruhan yaitu Terlapor, Pelapor dan Saksi-saksi sehingga  terlalu dini atau terlalu cepat memberikan pernyataan tersebut.

Kemudian menanggapi juga tentang tidak adanya penganiayaan terhadap suami Eva harusnya Kasi Propam memperhatikan mulai dari Penangkapan hingga hari ini memungkinkan saja luka-luka atau bagian tubuh yang bengkak dalam kurum waktu ± 8 hari sudah berangsur-angsur hilang.

Kemudian tentang pernyataan Kasi Propam Polrestabes Medan tidak adanya penembakan terhadap suami Eva tersebut. Bahwa didalam Surat Pengaduan tertanggal 14 Desember 2021 menjelaskan Eva dimintai sejumlah uang supaya Suami Eva tidak ditembak sehingga LBH Medan menilai pertanyaan Kasi Propam Polrestabes Medan sangatlah keliru, karena pada faktanya penembakan itu merupakan ancaman.

Lalu pernyataan dari Kapolsek Medan Helvetia mengenai Surat Penangkapan dan Penahanan juga sangat keliru dimana saat peristiwa Penangkapan hingga saat ini Eva maupun keluarganya tidak ada  menerima Surat Penangkapan dan Penahanan. Surat Penangkapan dan Penahanan itu diketahui oleh Eva pada tanggal 17 Desember 2021 dari Kepling artinya sudah lebih dari 7 hari surat tersebut diberitahukan dan itu melanggar hukum.

Bahwa benar Eva ada menghubungi Pendi Ginting dan Kompri Sembiring karena takut atas ancaman Pendi yangmana suami Eva akan di tembak kakinya jika tidak ada uang sebesar Rp. 2.000.000,-.

Demikian juga permintaan KOmpri sebesar Rp. 5.000.000,- untuk menghapus 1 Unit barang bukti dan apabila tidak diberikan akan berpengaruh pada hukuman suaminya. Ketakutan atas dua hal tersebutlah yang membuat Eva menghubungi, jadi jelas tindakan permintaan sejumlah Uang dan ancaman tersebutlah lebih dahulu ada kemudian Eva menghubungi.

LBH Medan menegaskan Surat Pengaduan Eva Susmar Munthe ditujukan kepada Kapolda Sumut dan Kabid Propam Polda Sumut sehingga apapun yang disampaikan oleh Kasi Propam Polrestabes Medan tidak dapat di terima. Proses pemeriksaan kami serahkan kepada Kabid Propam Polda Sumut.

Kemudian sangat disesalkan atas sikap Kasi Propam Polrestabes Medan yang memberikan pertanyaan dalam konferensi persnya karena pihak Paminal Polda Sumut saja yang sudah lebih dahulu memeriksa Eva hingga saat ini belum memberikan hasil apapun, dengan demikian LBH Medan meminta Pihak Propam Polda Sumut untuk segera menindaklanjuti pengaduan tersebut dengan Profesional.

 

Narahubung :

MASWAN TAMBAK, S.H (0895 1781 5588)

DONI CHOIRUL, S.H (0812 8871 0084)

BAGUS SATRIO, S.H (0857 6250 9653)

 

Baca juga => https://lbhmedan.org/lbh-medan-desak-kapoldasu-kapolrestabes-medan-segera-ungkap-dugaan-keterlibatan-anggota-kepolisian-atas-penyiksaan-hendra-syahputra/

Kapolrestabes Medan Harus Segera Tangkap ‘JPS’ (Pelaku Cabul Anak Kandungnya)

LBH Medan Meminta Kapolrestabes Medan Harus Segera Tangkap ‘JPS’ Pelaku Cabul Anak Kandungnya RE (14) Tahun.

LBH Medan, Press Release – LBH Medan Meminta Kapolrestabes Medan Harus Segera Tangkap ‘JPS’ Pelaku Cabul Anak Kandungnya RE (14) Tahun.

17 Desember 2021. Pencabulan terhadap anak kembali terjadi, kali ini menimpa RE (14) Tahun. Mirisnya tindak pidana yang telah diatur dalam Pasal 81 Jo 76D Undang-undang Nomor: 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- undang No. 1 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak dilakukan oleh ayah kandungnya Jonson Princes Siagian(JPS).

RE, yang masih duduk di Sekolah Menengah Pertama (SMP) menjadi korban kebiadaban JPS pada bulan September Tahun 2020. perbuatan cabul tersebut dilakuan saat RE berada dirumahnya ketika sedang bermain Handphone pada siang hari, tiba-tiba JPS yang diketahui sebagai penjualan ikan pulang kerumah dan memaksa RE dengan cara menarik tanganya, kemudian membawa RE ke kamar mandi dan saat dikamar mandi perbuatan biadab tersebut dilakukan.

Pasca perbuatan cabul tersebut mengakibatkan RE tarauma berat dan tidak lagi mau pulang kerumah karena takut akan perbuatan JPS. Ironisnya November 2021, JSP kembali mencoba untuk mencabuli RE, namun perbutan bejat itu tidak berhasil karena saat itu ada orang lain yang mengetahui serta juga ketahuan oleh MM (ibu kandung) RE.

Diketahuinya perbuatan JPS, MM sangat kecewa dan tidak bisa membayangkan teganya JPS melakuan perbuatan bejatnya kepada RE. atas perbuatan tersebut MM dan RE melaporkannya ke Polrestabes Medan dengan Nomor: STTLP/2615/XII/2021/SPKT Polrestabes Medan/Polda Sumut, dengan maksud agar JPS mempertanggungjawabkan perbuatanya dan dihukum sesuai aturan yang berlaku.

Mei 2016, Pemerintah melalui Presiden Joko Widodo secara tegas telah menyatakan jika perbuatan Cabul adalah kejahatan luar biasa (Extra Ordinary Crime). Oleh karena itu penangananya harus luar biasa dan menitikberatkan hukuman yang berat kepada pelaku. Maka dari itu Kapolrestabes Medan harus segera melakukan penangkapan tehadap JPS yang saat ini masih berkeliaran.

LBH Medan selaku Kuasa Hukum RE, yang konsern terhadap penegakan hukum serta Perlindungan Hak Asasi Manusia Khusunya terhadap Perempuan dan Anak secara tegas meminta kepada Kapolrestabes Medan untuk segera menangkap JPS dan meminta Kepala Dinas Perempuan dan Anak Sumatera Utara untuk membantu memulihkan Psikologis RE dan memperhatikan kebutuhannya.LBH Medan menilai pencabulan tersebut telah memberikan dampak yang sangat buruk terhadap tumbuh kembang RE dan sangat berbahaya terhadap anak-anak lain jika JPS masih berkeliaran. Karena tidak menutup kemungkinan JPS melakukan perbuatan yang sama.

Bahwa sejalan dengan hal tersebut, LBH Medan menduga JPS telah melanggar Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28D, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM Pasal 2, Pasal 3 ayat (2), Pasal 17, UU No. 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Revisi Kedua UU Perlindungan Anak yang disebutkan “bahwa pelaku kekerasan seksual terhadap anak dipidana penjara 5 sampai dengan 15 tahun”. Pasal 76C Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak.

 

Narahubung :
IRVAN SAPUTRA, S.H., M.H (0821 6373 6197)
KHAIRIYAH RAMADHANI, S.H (0823 6186 3626)

Editor : Rimma Itasari Nababan, S.H

 

Baca juga => https://medan.tribunnews.com/2021/12/17/penjual-tuak-di-medan-rudapaksa-anak-kandungnya-aksi-ketiga-ketahuan-istrinya

Kapolrestabes Medan Diduga Istimewakan Eks Kepala & Bendahara Puskesmas Sei Mencirim

Kapolrestabes Medan Diduga Istimewakan Eks Kepala & Bendahara Puskesmas Sei Mencirim

LBH Medan, Press Release – 16 Desember 2021. Kapolrestabes Medan Diduga Istimewakan Eks Kepala & Bendahara Puskesmas Sei Mencirim.

Tiarmida Sianturi dan Riama Tambunan merupakan pensiunan Aparatur Sipil Negara (ASN) di Puskesmas Sei Mencirim Kabupaten Deli Serdang. Diduga menjadi korban tindak pidana Membuat Surat Palsu (Tanda tangan) sebagaimana diatur pada Pasal 263 KUHPidana, yang diduga dilakukan oleh Drg. SHH dan S selaku eks. Kepala dan Bendahara Puskesmas Sei Mencirim berdasarkan STPL Nomor : STPL/1074/IX/2018/SPKT tertanggal 28 di September 2018 atas nama Tiarmida Sianturi dan Laporan Polisi Nomor: LP/1386/X/2018/SPKT tertanggal 10 Oktober 2018 di polda Sumut tepatnya 3 (Tiga) Tahun lalu.

Terkait laporan korban, pihak Polda Sumut telah melimpahkannya ke Polrestabes Medan. Atas pelimpahan tersebut Polrestabes dalam hal ini unit Tipiter Reskrimum telah melakukan pemeriksaan terhadap korban, saksi dan telah menyita bukti surat terkait dugaan tindak pidana perkara a quo.

Pasca pemeriksaan unit Tipiter melakukan gelar perkara dan hasil gelar perkara Drg. SHH dan S ditetapkan sebagai Tersangka namun tidak ditahan dengan alasan para Tersangka bersikap koperatif dan merupakan ASN.

Tidak ditahanya Drg. SHH dan S serta berlarut-larutnya perkara (Undue Delay) atau 3 (Tiga) Tahun lamanya, membuat para korban sangat kecewa dan menduga jika Kapolrestabes Medan mengistimewakan Drg. SHH dan S serta menilai tidak adanya keadilan bagi korban. Diketahui jika perkara tersebut saat ini masih P-19 Kejaksaan Deli Serdang dan Belum ada kejelasan.

Adanya dugaan mengistimewakan Drg. SHH dan S korban telah melaporkannya ke Propam Polda Sumut berdasarkan Surat Tanda Penerimaan Laporan Nomor:STLP/94/X/2021/Propam dengan maksud mendapatkan keadilan dan meminta Propam Polda Sumut menindak tegas adanya pelanggaran Kode Etik di Polrestabes Medan.

LBH Medan menduga tidak ditahannya Drg. SHH dan S serta penaganan perkara yang berlarut-larut oleh pihak Polretabes Medan adalah bentuk Keistimewan terhadap para Tersangka dan pelanggaran HAM, serta bentuk ketidakadilan dan ketidakprofesionalan Polrestabes Medan dalam menangani perkara korban.

Hal ini jelas sangat merugikan korban dalam mencari keadilan dan kepastian hukum. LBH Juga menyoroti adanya dugaan diskriminasi ketika orang miskin/tidak mampu jadi Tersangka maka pihak kepolisian melakukan Penangkapan dan Penahanan namun berbanding terbalik jika Orang Kaya/Punya jabatan tertentu.

LBH Medan menduga Kapolrestabes Medan dan Jajarannya telah melanggar falsafah Negara Indonesia sila ke lima “Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia” serta melanggar Pasal 1 Ayat (3), Pasal 27 Ayat (1), Pasal 28D Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 138 KUHAP, Pasal 5 Undang-Undang 39 Tahun 1999, Pasal 2 UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian, Pasal 7 huruf e dan g Perkap No. 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pasal 7 Deklarasi Universal HAM (DUHAM), Pasal 26 UU No. 12 Tahun 2005 tentang pengesahan International covenant on civil and political rights (ICCPR) dan Progam PRESISI Kapolri.

 

Narahubung :

IRVAN SAPUTRA, S.H., M.H (0821 6373 6197)

DONI CHOIRUL, S.H (0812 8871 0084)

 

Baca juga => https://lbhmedan.org/dampingi-re-14-tahun-korban-pencabulan-ayah-kandung-lbh-medan-minta-kapolrestabes-medan-segera-tangkap-jps/