Pos

Kerangkeng Manusia Adalah Pelanggaran HAM Berat

Kerangkeng Manusia

LBH Medan, Press Release – Kasus kerangkeng manusia milik Bupati non-aktif Langkat, Terbit Rencana Perangin-angin (TRP) terkait dugaan perbudakan modern yang telah dilaporkan Perhimpunan Indonesia untuk Buruh Migran Berdaulat (Migrant Care) ke komnas HAM memasuki babak baru.

Berdasarkan hasil pemantauan dan penyelidikan yang dilakukan Komnas HAM mengungkap tabir adanya dugaan penyiksaan, kekerasan dan perlakuan yang merendahkan harkat dan martabat manusia.

Penyelidikan yang dipimpin komisioner Komnas HAM RI M. Choirul Anam telah memeriksa 48 orang saksi yang terdiri dari penyidik KPK, Terbit Perangin-angin, Penghuni, Mantan penghuni kerangkeng beserta keluarganya, kepala dan dokter puskesmas, serta staf pemerintah desa.

Hasil Pemantauan dan Penyelidikan menjelaskan bahwa kerangkeng tersebut sudah ada sejak tahun 2012 dan saat ini ada 57 orang penghuni kerangkeng. Jumlah tersebut dibagi menjadi dua kerangkeng yang berukuran 6×6 meter dengan masing-masing sejumlah 30 penghuni dan 27 penghuni.

Miris temuan Komnas HAM diduga ada 26 dugaan bentuk penyiksaan, kekerasan, dan perlakuan yang merendahkan martabat terhadap para penghuni kerangkeng seperti dipukuli, ditempeleng, ditendang, disuruh bergelantungan di kerangkeng seperti monyet (gantung monyet), dicambuk anggota tubuhnya dengan selang.

Dua kerangkeng manusia serupa penjara yang terbuat dari besi diduga digunakan sebagai penjara bagi para pekerja sawit yang bekerja di ladang. Mereka disebut bekerja sedikitnya 10 jam setiap harinya. Selepas bekerja, mereka dimasukkan ke dalam kerangkeng, sehingga tak memiliki akses keluar.

Dugaan kekerasan dan penyiksaan dilakukan dengan menggunakan sekurangnya 18 alat seperti tang, cabai, selang, palu dll. Kekejaman tersebut menggambarkan adanya Perbudakan modern yang berkedok rehabilitasi narkotika. Akibat tindak kekerasan yang terjadi sedikitnya diduga telah memakan 6 (enam) orang korban meninggal dunia.

Bahkan tidak hanya berhenti ditindakan kekerasan saja, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menemukan 25 fakta yang mendukung temuan dari Komnas HAM diduga adanya pengondisian masyarakat untuk mendukung keberadaan sel, tidak semua tahanan merupakan pecandu narkoba, tidak semua tahanan berasal dari Kabupaten Langkat, tidak ada aktivitas rehabilitasi dan pembatasan kunjungan.

Fakta baru diduga adanya keterlibatan oknum TNI dan Polri dalam tindak penyiksaan, kekerasan, dan perlakuan yang merendahkan martabat terhadap para penghuni kerangkeng.

Setidaknya ada 19 orang yang patut diduga sebagai pelaku kekerasan, diantaranya pengurus kerangkeng, penghuni lama, anggota ormas tertentu hingga keluarga Bupati,disinyalir pelanggaran HAM tersebut ditopang kekuatan uang dan kekuasaan Bupati Langkat.

LBH Medan sebagai lembaga yang konsern terhadap penegakan hukum dan Hak Asasi Manusia menduga tindakan yang dilakukan oleh Bupati Langkat dengan membuat kerangkeng manusia tersebut merupakan suatu bentuk pelanggaran HAM berat. Karena jika mengacu pada hasil temuan Komnas HAM dan LPSK, dugaan tindak penyiksaan atau kekerasan serta merendahkan harkat dan martabat manusia tersebut dilakukan secara terstruktur, sistematis dan sangat kejam ditambah lagi hal tersebut diduga dilakukan oleh Penguasa.

Seharusnya Bupati Langkat melindungi dan mensejahterakan rakyatnya, bukan malah sebaliknya yang mengakibatkan 6 orang meninggal dunia. Oleh karenanya LBH Medan menilai jika perkara a quo patut dibawa diadili di pengadilan HAM dan medorong LPSK memberikan Perlindungan maksimal kepada korban dan saksi karena diduga rentan mendapatkan intimidasi.

LBH Medan menduga tindakan Bupati yang juga melibatkan oknum TNI dan Polri dll, telah melanggar Pasal 1 Ayat (3), Pasal 27 Ayat (1), Pasal 28 A dan G Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Jo Pasal 4 UU 39 Tahun 1999, Pasl 7 huruf b UU Nomo 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, Pasal 3 DUHAM (Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia/ United Nations Declaration of Human Rights), Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998 Pengesahan Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Harkat dan Martabat Manusia, Pasal 6 Ayat (1) ICCPR (International Covenan Civil and Political Rights).

Narahubung :

IRVAN SAPUTRA, S.H., M.H (0821 6373 6197)

TRI ACHMAD TOMMY SINAMBELA, S.H (0823 8527 8480)

Editor : Rimma Itasari Nababan, S.H

 

Baca juga => https://lbhmedan.org/lbh-medan-mengecam-keras-dugaan-kekerasan-terhadap-pers-meminta-polres-madina-segera-menangkap-mengungkap-para-pelaku-otak-pelakunya/

https://news.detik.com/berita/d-6004524/8-tersangka-kerangkeng-bupati-langkat-tak-ditahan-lbh-medan-tidak-fair

Putusan Janggal, Bentuk Nyata Kriminalisasi Terhadap Istri Suwito Lagola

Putusan Janggal Istri Suwito Lagola

LBH Medan, Press Release – Sidang Putusan Herawaty (istri mantan juara tinju dunia Suwito Lagola) pada hari Selasa, 08 Februari 2022 oleh Pengadilan Negeri Stabat yang mana persidangan tersebut diketuai oleh As’ad Rahim Lubis, SH.MH sebagai hakim ketua majelis, Maria CN Barus, S.I.P, S.H,MH dan Dicki Irvandi, S.H,MH masing-masing sebagai hakim anggota.

Adapun Majelis Hakim menjatuhkan putusan terhadap istri mantan juara tinju dunia welter WBF, Suwito Lagola itu dengan amar putusan menyatakan Herawaty secara sah dan meyakinkan terbukti bersalah melakukan tindak pidana penipuan secara bersama-sama (378 jo 55 ayat (1) ke 1 KUHPidana), menghukum Terdakwa selama 2 (dua) tahun penjara dipotong masa tahanan dan memerintakan Terdakwa tetap dalam tahanan serta membebankan biaya sebesar Rp. 7500.

Berawal dari adanya dugaan tindak pidana Penipuan yang dilaporkan K (korban) pada tahun 2020 berdasarkan laporan polisi nomor: LP/103/II/2020/SU/LKT di Polres Lagkat, tertanggal 10 Februari 2020 atas dugaan tindak pidana penipuan yang telah terjadi pada tanggal 25 Juni 2018 (4 Tahun lalu). Herawaty dalam hal ini disangkakan turut serta melakukan tindak pidana (Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHPidana) terhadap perbuatan M dan S merupakan Terdakwa berkas terpisah. Dimana ketiganya diduga melakukan Penipuan terhadap K sehingga merugikan korban sebasar Rp. 150.000.000 (Seratus Lima Puluh Juta Rupiah).

Putusan Majelis Hakim dinilai sangat janggal dikarenakan diduga Hakim dalam perkara a quo mengabaikan fakta-fakta yang terungkap di persidangan, semisal banyaknya kebohongan yang diduga dilakukan M dan S pada saat pemeriksaa diantaranya mengatakan telah menerima uang seberas RP. 150.000.000 dari K. Padahal dipersidangan K dan saksi lainya yaitu E,D dan ST menyatakan jika uang tersebut telah dipotong 10 % terlebih dahulu oleh K sebagai uang administrai dan bunga perbulan dll. Serta hakim mengabaikan jika seyogyanya Herawaty tidak pernah menerima uang dari K. Majelis hakim juga mengabiakan jika perkara a quo merupakan perkara perdata.

Kejanggalan tersebut sangat nyata terlihat ketika majelis menjatuhkan putusan yang aneh dan bertentangan dengan hukum. Dimana majelis hakim menjatuhkan putusan penjara selama 2 Tahun terhadap Herawaty dan memutus masing-masing 1 Tahun dan 4 Bulan terhadap M dan S yang disangkakan Pelaku penipuan, sehingga hal ini menegaskan adanya kejanggalan atas putusan a quo.

LBH Medan menilai jika telah terjadi disparitas putusan dan pengabaian fakta-fakta yang terbukti dipersidangan. Perlu diketahui kejanggalan bukan hanya pada putusan saja namun sebelumnya terjadi pada tuntutan JPU. Adapun JPU menuntut Herawty dengan tuntutan 2 Tahun dan 6 Bulan Penjara.

Sedangakan M dan S dituntut JPU dengan 2 Tahun Penjara padahal mereka disangkan sebagai pelaku tindak pidana. LBH Medan dalam pledoinya dengan tegas meminta Herawaty sudah seharusnya diputus Lepas (Onslag) karena perkara a quo merupakan perkara perdata. Faktanya apa yang dituduhkan JPU adalah tidak benar karena Herawaty tidak pernah melakukannya. Sehingga menguatkan LBH Medan jika telah terjadinya Kriminalisasi terhadap istri mantan juara tinju dunia Suwito Lagola itu.

Berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung R.I No.07 Tahun 2012 Tentang Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan pada bagian Hasil Rumusan Rapat Kamar Pidana Mahkamah Agung R.I tertanggal 08 s/d 10 Maret 2012, menyatakan “Mohon perhatian untuk perbaikan sehingga tidak terjadi disparitas atau perbedaan dalam putusan baik yang menyangkut pembuktian maupun berbedaan pidana dalam Perkara dengan dakwaan dijunctokan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana harus diputus oleh satu Majelis, namun apabila perkara diterima berbeda waktunya, tidak menjadi alasan untuk dibedakan Majelisnya, agar tidak terjadi disparitas pidana”.

Hakim diduga melanggar Keputusan Bersama Ketua MA RI dan Ketua KY RI Nomor:047/KMA/SKB/IV/2009 tentang Kode Etik dan Perilaku Hakim dimana Hakim harus Bersikap Profesional sebagaimana diatur pada angka 10.4, “Hakim wajib menghindari terjadi kekeliruan dalam membuat keputusan, atau mengabaikan fakta yang dapat menjerat terdakwa atau para pihak atau dengan sengaja membuat pertimbangan yang menguntungkan terdakwa atau para pihak dalam mengadili suatu perkara yang ditanganinya. Maka atas kejanggalan putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Stabat tersebut Herawaty akan mengajukan Banding di Pengadilan Tinggi Medan.

LBH Medan menduga putusan tersebut telah melanggar Pasal 28D, Pasal 28I Ayat (2) UUD 1945, Pasal 3 Ayat (2) dan (3) UU 39 tahun 1999 Tentang HAM, Pasal 7 DUHAM dan Pasal 2 Ayat (1) UU No. 12 Tahun 2005 Tentang Pengesahan ICCPR, SEMA RI No.07 Tahun 2012 dan Keputusan Bersama Ketua MA RI dan Ketua KY RI Nomor : 047/KMA/SKB/IV/2009 tentang Kode Etik dan Perilaku Hakim.

 

Narahubung :

IRVAN SAPUTRA, S.H., M.H (0821 6373 6197)

TRI ACHMAD TOMMY SINAMBELA, S.H (0823 8527 8480)

 

Baca juga => https://lbhmedan.org/lbh-medan-minta-jaksa-agung-ri-tindak-tegas-kejaksaan-negeri-langkat-karena-diduga-melanggar-hak-asasi-manusia/

https://sumutpos.jawapos.com/hukum-kriminal/21/02/2022/dihukum-2-tahun-terkait-kasus-penipuan-istri-mantan-petinju-dunia-banding/

[Unduhan E-Book] Pemiskinan, Perubahan Iklim, dan Pelanggaran Hak Asasi Manusia

[Unduhan E-Book] Pemiskinan, Perubahan Iklim, dan Pelanggaran Hak Asasi Manusia

PHK Sepihak Maskinah

PHK Sepihak, Maskinah Berjuang Mendapatkan Hak

PHK Sepihak

LBH Medan, Artikel – Agenda mediasi atas Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak terhadap Maskinah oleh PT. Eletrika Medan Otomatik Abadi (PT. ELMOKA) hanya dihadiri oleh Maskinah dan kuasa hukumnya karena PT. Eletrika Medan Otomatik Abadi dan/atau kuasa hukumnya kembali mangkir dari surat panggilan. Awalnya mediasi dijadwalkan pada hari Rabu, 19 Januari 2022 pukul 09.00 WIB di Dinas Ketenagakerjaan Kota Medan dengan mediator Jones Parapat. Maskinah selaku pemohon datang dengan didampingi kuasa hukumnya. Namun sayangnya panggilan mediasi kedua ini juga kembali tidak dihadiri oleh PT. Eletrika Medan Otomatik Abadi dan/atau kuasa hukumnya. Agenda mediasi dalam tripartit ini merupakan panggilan kedua. Setelah sebelumnya upaya bipartite juga gagal karena pihak PT. Eletrika Medan Otomatik Abadi tidak hadir.

Perselisihan hubungan industrial ini bermula saat Maskinah di PHK sepihak oleh perusahaan. Maskinah merupakan karyawan yang bekerja sebagai office girl dan penjaga toko di PT. Eletrika Medan Otomatik Abadi yang beralamat Jl. Gaharu Komplek Jati Junction No. G 10 s/d G 11. Maskinah mulai bekerja sejak tanggal 17 Juni 2019 dengan gaji sebesar Rp1.500.000,00. Kemudian pada tahun 2020 sampai dengan 2021 mendapatkan gaji sebesar Rp1.600.000,00. Selama bekerja dari tahun 2019 hingga, Maskinah tidak mendapatkan cuti tahunan.

Pada tanggal 28 November 2021, Human Resource Development (HRD) PT. ELMOKA yang bernama Vivi Maria Hutapea menelepon Maskinah dan mengatakan bahwa Maskinah tidak perlu masuk kerja lagi dengan alasan pekerjaan Maskinah kurang baik berdasarkan pengaduan Silvia Aminyanco anak pemilik PT. Eletrika Medan Otomatik Abadi yang menyebutkan bahwa pekerjaan Maskinah dalam membersihkan kamar mandi kurang bersih dikarenakan masih ada rambut di kamar mandi.

Namun keesokan harinya yakni pada tanggal 29 November 2021, Maskinah tetap bekerja seperti biasa karena merasa tidak melakukan kesalahan. Dia kembali menanyakan secara langsung kepada HRD perihal pemecatan lisannya. Namun HRD menjawab, “ itulah pokoknya yang aku ceritai kayak tadi malam.” Vivi juga menolak saat Maskinah mencoba untuk meminta nomor Handphone anak pemilik perusahan untuk menanyakan terkait pemberhentian sepihak yang dihadapinya.

Maskinah merasa bahwa pemecatan dirinya tidak adil karena sebelumnya dia tidak pernah mendapatkan Surat Peringatan (SP) baik pertama,kedua maupun ketiga. Maskinah juga merasa adanya keganjilan karena pada tanggal 29 November 202, sudah langsung ada office girl baru yang menggantikannya. Selain itu BPJS Ketenagakerjaannya ditahan dan tidak mendapatkan pesangon.

 

Penulis : Rimma Itasari Nababan, S.H

Editor : Tri Achmad Tommy Sinambela, S.H

 

Baca juga => https://lbhmedan.org/perjuangan-mantan-kontributor-tvri-stasiun-sumut-dikabulkan-mahkamah-agung-r-i/

 https://medan.tribunnews.com/2022/01/12/berita-foto-4-tahun-perjuangan-devis-abuimau-karmoy-akhirnya-dikabulkan-mahkamah-agung-ri

Pernyataan Kasi Propam Polrestabes Medan & Kapolsek Medan Helvetia Terlalu Dini & Tidak Objektif

Pernyataan Kasi Propam Polrestabes Medan & Kapolsek Medan Helvetia Terlalu Dini & Tidak Objektif

LBH Medan, Press Release – Pernyataan Kasi Propam Polrestabes Medan & Kapolsek Medan Helvetia Terlalu Dini & Tidak Objektif.

Melansir dari berita online Kompas.Com tertanggal 17 Desember 2021 Kepala Seksi Propam Polrestabes Medan sudah mengetahui informasi dan pengaduan mengenai Pemerasan dan Penganiayaan diduga dilakukan anggota Polsek Medan Helvetia dari Eva (39) selaku istri dari Tersangka dugaan penadahan sepeda motor, Kasi Propam Polrestabes Medan Kompol Tomi mengatakan dalam konferensi pers di Polsek Medan Helvetia “belum ditemukan bukti atau tidak ada bukti Pemerasan dan Penyaniayaan. Artinya tidak bisa dibuktikan. harusnya penyidik yang aktif, tapi ini keluarganya yang aktif menjumpai penyidik supaya diringankan”.

Baca beritanya di : https://regional.kompas.com/read/2021/12/17/224237078/anggota-polsek-medan-helvetia-diduga-memeras-dan-aniaya-tersangka-ini?page=all

Kemudian Kasi Propam juga mengatakan sambil menyuruh Tersangka membuka masker “tidak ada tanda penganiayaan, katanya ditembak, ini masih berdiri, tidak ada bekas aniaya, bersih badannya, muka tidak ada lebam” lalu Kapolsek Medan Helvetia AKP Heri Sihombing mengatakan “Sampai sekarang, istrinya dirumah tak bisa diambil keterangan. Sudah kosong (rumahnya). Kita sampaikan keplingnya kan, itu aturannya. Surat itu ada, 1×24 Jam saya tanda tangan”.

LBH Medan selaku Penasehat Hukum Eva Susmar Munthe terhadap rangkaian peristiwa atas dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh personil Polsek Medan Helvetia, Klien a.n Eva sudah membuat pengaduan tertanggal 14 Desember 2021 dikirim ke Kapolda Sumut dan Kabid Propam Polda Sumut pada tanggal 15 Desember 2021, dari pengaduan tersebut pada hari kamis malam sekitar Pukul 20.00 Wib tanggal 16 Desember 2021 pihak Paminal Polda Sumut turun langsung untuk memeriksa Eva di Kantor LBH Medan.

Saat pemeriksaan yang dilakukan Paminal Polda Sumut Eva sudah memberikan keterangan sebagaimana yang dituangkan dalam Surat Pengaduan tertanggal 14 Desember 2021, hanya saja sampai hari ini belum ada tindaklanjut kembali dari pihak Paminal Polda Sumut.

Keesokan harinya pada hari Jumat sekitar pukul 14.00 Wib di kantor LBH Medan ada 2 orang yang mengaku dari Paminal Polrestabes Medan datang untuk memeriksa Eva Susmar Munthe. Lalu para saksi datang ke kantor LBH Medan, melihat salah satu saksi yang sedang sakit sehingga tidak memungkinkan dilakukan pemeriksaan secara langsung kemudian salah satu personil Propam Polda Sumut mengintrogasi melalu telpon sedangkan Paminal Polrestabes Medan sama sekali belum ada memeriksa para saksi.

Menyikapi pernyataan dari Kasi Propam Polrestabes Medan dalam konperensi persnya pukul 20.00 Wib hari Jumat tanggal 17 Desember 2021, LBH Medan selaku Penasehat Hukum Eva Susmar Munthe merasa Keberatan atas pernyataannya yang mana pihak Propam Polrestabes Medan belum memeriksa secara keseluruhan yaitu Terlapor, Pelapor dan Saksi-saksi sehingga  terlalu dini atau terlalu cepat memberikan pernyataan tersebut.

Kemudian menanggapi juga tentang tidak adanya penganiayaan terhadap suami Eva harusnya Kasi Propam memperhatikan mulai dari Penangkapan hingga hari ini memungkinkan saja luka-luka atau bagian tubuh yang bengkak dalam kurum waktu ± 8 hari sudah berangsur-angsur hilang.

Kemudian tentang pernyataan Kasi Propam Polrestabes Medan tidak adanya penembakan terhadap suami Eva tersebut. Bahwa didalam Surat Pengaduan tertanggal 14 Desember 2021 menjelaskan Eva dimintai sejumlah uang supaya Suami Eva tidak ditembak sehingga LBH Medan menilai pertanyaan Kasi Propam Polrestabes Medan sangatlah keliru, karena pada faktanya penembakan itu merupakan ancaman.

Lalu pernyataan dari Kapolsek Medan Helvetia mengenai Surat Penangkapan dan Penahanan juga sangat keliru dimana saat peristiwa Penangkapan hingga saat ini Eva maupun keluarganya tidak ada  menerima Surat Penangkapan dan Penahanan. Surat Penangkapan dan Penahanan itu diketahui oleh Eva pada tanggal 17 Desember 2021 dari Kepling artinya sudah lebih dari 7 hari surat tersebut diberitahukan dan itu melanggar hukum.

Bahwa benar Eva ada menghubungi Pendi Ginting dan Kompri Sembiring karena takut atas ancaman Pendi yangmana suami Eva akan di tembak kakinya jika tidak ada uang sebesar Rp. 2.000.000,-.

Demikian juga permintaan KOmpri sebesar Rp. 5.000.000,- untuk menghapus 1 Unit barang bukti dan apabila tidak diberikan akan berpengaruh pada hukuman suaminya. Ketakutan atas dua hal tersebutlah yang membuat Eva menghubungi, jadi jelas tindakan permintaan sejumlah Uang dan ancaman tersebutlah lebih dahulu ada kemudian Eva menghubungi.

LBH Medan menegaskan Surat Pengaduan Eva Susmar Munthe ditujukan kepada Kapolda Sumut dan Kabid Propam Polda Sumut sehingga apapun yang disampaikan oleh Kasi Propam Polrestabes Medan tidak dapat di terima. Proses pemeriksaan kami serahkan kepada Kabid Propam Polda Sumut.

Kemudian sangat disesalkan atas sikap Kasi Propam Polrestabes Medan yang memberikan pertanyaan dalam konferensi persnya karena pihak Paminal Polda Sumut saja yang sudah lebih dahulu memeriksa Eva hingga saat ini belum memberikan hasil apapun, dengan demikian LBH Medan meminta Pihak Propam Polda Sumut untuk segera menindaklanjuti pengaduan tersebut dengan Profesional.

 

Narahubung :

MASWAN TAMBAK, S.H (0895 1781 5588)

DONI CHOIRUL, S.H (0812 8871 0084)

BAGUS SATRIO, S.H (0857 6250 9653)

 

Baca juga => https://lbhmedan.org/lbh-medan-desak-kapoldasu-kapolrestabes-medan-segera-ungkap-dugaan-keterlibatan-anggota-kepolisian-atas-penyiksaan-hendra-syahputra/

Kapolrestabes Medan Diduga Istimewakan Eks Kepala & Bendahara Puskesmas Sei Mencirim

Kapolrestabes Medan Diduga Istimewakan Eks Kepala & Bendahara Puskesmas Sei Mencirim

LBH Medan, Press Release – 16 Desember 2021. Kapolrestabes Medan Diduga Istimewakan Eks Kepala & Bendahara Puskesmas Sei Mencirim.

Tiarmida Sianturi dan Riama Tambunan merupakan pensiunan Aparatur Sipil Negara (ASN) di Puskesmas Sei Mencirim Kabupaten Deli Serdang. Diduga menjadi korban tindak pidana Membuat Surat Palsu (Tanda tangan) sebagaimana diatur pada Pasal 263 KUHPidana, yang diduga dilakukan oleh Drg. SHH dan S selaku eks. Kepala dan Bendahara Puskesmas Sei Mencirim berdasarkan STPL Nomor : STPL/1074/IX/2018/SPKT tertanggal 28 di September 2018 atas nama Tiarmida Sianturi dan Laporan Polisi Nomor: LP/1386/X/2018/SPKT tertanggal 10 Oktober 2018 di polda Sumut tepatnya 3 (Tiga) Tahun lalu.

Terkait laporan korban, pihak Polda Sumut telah melimpahkannya ke Polrestabes Medan. Atas pelimpahan tersebut Polrestabes dalam hal ini unit Tipiter Reskrimum telah melakukan pemeriksaan terhadap korban, saksi dan telah menyita bukti surat terkait dugaan tindak pidana perkara a quo.

Pasca pemeriksaan unit Tipiter melakukan gelar perkara dan hasil gelar perkara Drg. SHH dan S ditetapkan sebagai Tersangka namun tidak ditahan dengan alasan para Tersangka bersikap koperatif dan merupakan ASN.

Tidak ditahanya Drg. SHH dan S serta berlarut-larutnya perkara (Undue Delay) atau 3 (Tiga) Tahun lamanya, membuat para korban sangat kecewa dan menduga jika Kapolrestabes Medan mengistimewakan Drg. SHH dan S serta menilai tidak adanya keadilan bagi korban. Diketahui jika perkara tersebut saat ini masih P-19 Kejaksaan Deli Serdang dan Belum ada kejelasan.

Adanya dugaan mengistimewakan Drg. SHH dan S korban telah melaporkannya ke Propam Polda Sumut berdasarkan Surat Tanda Penerimaan Laporan Nomor:STLP/94/X/2021/Propam dengan maksud mendapatkan keadilan dan meminta Propam Polda Sumut menindak tegas adanya pelanggaran Kode Etik di Polrestabes Medan.

LBH Medan menduga tidak ditahannya Drg. SHH dan S serta penaganan perkara yang berlarut-larut oleh pihak Polretabes Medan adalah bentuk Keistimewan terhadap para Tersangka dan pelanggaran HAM, serta bentuk ketidakadilan dan ketidakprofesionalan Polrestabes Medan dalam menangani perkara korban.

Hal ini jelas sangat merugikan korban dalam mencari keadilan dan kepastian hukum. LBH Juga menyoroti adanya dugaan diskriminasi ketika orang miskin/tidak mampu jadi Tersangka maka pihak kepolisian melakukan Penangkapan dan Penahanan namun berbanding terbalik jika Orang Kaya/Punya jabatan tertentu.

LBH Medan menduga Kapolrestabes Medan dan Jajarannya telah melanggar falsafah Negara Indonesia sila ke lima “Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia” serta melanggar Pasal 1 Ayat (3), Pasal 27 Ayat (1), Pasal 28D Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 138 KUHAP, Pasal 5 Undang-Undang 39 Tahun 1999, Pasal 2 UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian, Pasal 7 huruf e dan g Perkap No. 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pasal 7 Deklarasi Universal HAM (DUHAM), Pasal 26 UU No. 12 Tahun 2005 tentang pengesahan International covenant on civil and political rights (ICCPR) dan Progam PRESISI Kapolri.

 

Narahubung :

IRVAN SAPUTRA, S.H., M.H (0821 6373 6197)

DONI CHOIRUL, S.H (0812 8871 0084)

 

Baca juga => https://lbhmedan.org/dampingi-re-14-tahun-korban-pencabulan-ayah-kandung-lbh-medan-minta-kapolrestabes-medan-segera-tangkap-jps/

Hak Asasi Manusia Yang Harus Dijunjung Tinggi, Bukan Status & Jabatan !

Suara Rakyat Hak Asasi Manusia

LBH Medan, Suara Rakyat – Hak Asasi Manusia Yang Harus Dijunjung Tinggi, Bukan Status & Jabatan !

“Mereka berebut kuasa, mereka menentang senjata, mereka menembak rakyat, tapi kemudian bersembunyi di balik ketek kekuasaan. Apakah kita akan membiarkan para pengecut itu tetap gagah? Saya kira tidak, mereka gagal untuk gagah”- Munir Said Thalib

Sejarah HAM atau Hak Asasi Manusia, pertama kali dikemukakan pada abad ke-17 oleh seorang filsuf asal Inggris, bernama John Locke. Locke mengemukakan bahwa pada dasarnya setiap manusia mempunyai hak natural/alamiah (natural rights) yang sudah otomatis melekat pada setiap manusia. Pada abad tersebut, kurangnya hak-hak sipil pribadi yang dihormati sebagai hak yang alamiah dipunyai oleh setiap manusia, itulah mengapa perkembangan HAM tidak akan luput dari tiga peristiwa penting di dunia, yang bertitik pusat awalnya dari negara barat, yaitu peristiwa Magna Charta, Revolusi Amerika, dan Revolusi Prancis.

Hak Asasi Manusia yang telah dideklarasikan secara universal dan telah melewati beberapa perkembangan yang signifikan dalam penegakannya, untuk itu seperti yang jelas bersama-sama kita ketahui bahwa negaralah yang mempunyai kewajiban untuk melaksanakan, menghormati, menegakkan serta melindungi hak asasi bagi setiap rakyatnya.

Tak berhenti sampai hanya menghormati, negara juga berkewajiban  harus selalu berupaya untuk menindaklanjuti pelanggaran HAM yang dilakukan oleh para oknum-oknum yang bersembunyi di balik status dan jabatan.

Secara garis besar, HAM dapat didefinisikan sebagai kebebasan dan perlindungan dasar yang dimiliki setiap orang dari sejak saat lahir sampai meninggal. Hak Asasi Manusia telah secara otomatis melekat pada diri setiap insan manusia, yang tidak dapat di diskriminasi melalui kebangsaan, gender, suku, warna kulit, agama, orientasi seksual, keperrcayaan, jabatan serta status.

Hak Asasi Manusia diciptakan untuk secara jelas mengatur pemenuhan hak-hak dasar manusia, seperti makanan, pendidikan dan tempat tinggal yang layak. Hak Asasi Manusia juga yang telah mendorong gagasan perlindungan dari setiap manusia untuk kebebasan beragama, kebebasan berfikir, dan yang paling utama harus tetap dijunjung tinggi segala bentuk kebebasan berekspresi.

Memperingati Hari HAM sedunia tahun ini, apakah pelanggaran HAM semakin menurun atau malah semakin meningkat di Negara Indonesia yang seharusnya menjadi tempat demokrasi ternyaman saat ini?

Melansir dari Nasional.sindonews.com, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mendapatkan 2.331 kasus aduan dugaan pelanggaran HAM selama 2021. Jumlah tersebut merupakan hasil konversi dari 3.758 berkas yang diterima Komnas HAM sampai September 2021.

Baca beritanya di : https://www.sindonews.com/topic/17816/pelanggaran-ham

Pertengahan 2021, munculnya skenario pelemahan KPK melalui Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yang diduga ada unsur pelanggaran HAM di dalamnya. Proses alih status pegawai KPK yang diduga kuat sebagai salah satu bentuk penyingkiran kepada pegawai KPK dengan background tertentu serta adanya stigmatisasi taliban terhadap pegawai KPK yang belum dapat dibuktikan secara faktual dan hukum, ini adalah salah satu contoh pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pejabat negara.

Sebagaimana yang telah diungkapkan ke publik, terdapat jenis-jenis pertanyaan dalam asesmen TWK, yang merupakan pertanyaan dengan poin serta indikator penilaian yang  dianggap sebagai stigmatisasi dari jawaban mereka atas asesmen TWK tersebut (indikator penilaian : merah, kuning, hijau).

Pertanyaan ini merupakan salah satu bentuk masalah serius dalam HAM karena bernuansa kebencian, ada benar salah, mendiskriminasi, ada pelabelan tertentu, merendahkan martabat dan tidak menghormati perspektif gender.

Bentuk-bentuk pertanyaan maupun pernyataan yang terdapat karakteristik yang tidak sejalan dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia, sebagai contoh :

“Apakah anda sudah menikah atau belum?”

“Apakah hubungan pernikahan anda baik?”

“Apakah anda ingat bagaimana rasanya berhubungan badan?”

Pertanyaan-pertanyaan diatas adalah contoh dari beberapa pertanyaan dalam asesmen TWK KPK yang diduga telah mengambil hak-hak asasi manusia dan terlebih hak sebagai perempuan, yang mana pertanyaan tersebut tidak ada relevansi sama sekali dalam proses TWK yang dilakukan.

Bentuk pertanyaan diatas yang mengandung unsur pelabelan untuk seseorang, sama sekali tak mengindahkan sebuah bentuk dari kesetaraan, terlepas pegawai KPK sudah menikah atau belum ataupun kehidupan pernikahannya baik atau tidak, pertanyaan dengan indikator semacam itu sudah jelas melanggar Hak Asasi Manusia.

Terjadinya Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia masih tergolong tinggi. Hal-hal yang masih saja sering dilakukan tanpa sadar merebut hak-hak asasi orang lain, dianggap biasa. Status dan jabatan yang lebih tinggi dari orang lain membuat legal tindakan-tindakan yang bisa mencoreng hak-hak asasi manusia. Mengapa demikian?

Di Indonesia sendiri, pemerintah yang sering merasa dirinya menjadi status dan jabatan yang paling tinggi, membuat dirinya seakan akan buta, tuli dan anti kritik. Demokrasi yang mencakup dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat hanya analogi yang tak perlu dibuktikan, karena di Indonesia status dan jabatan seseorang lah yang membuat hak-hak sebagai manusia dapat terpenuhi dengan elegan.

Perlu ditekankan bahwa, hak asasi  adalah hak setiap manusia, tanpa terkecuali. Hak-hak yang harus dihormati sebagai imbalan telah menjalani kewajiban menghormati hak-hak orang lain pula. Sistem keberpihakan para pejabat negara, yang seolah tak akan pernah mau mengindahkan setiap hak asasi yang terus melekat pada setiap manusia, menjadi salah satu faktor terus meningkatnya pelanggaran HAM yang terjadi di negara demokrasi ini.

Para aparatur negara yang melabeli dirinya dengan sosok yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, acap kali berlebihan menggunakan kekuasaanya, yang disebut sebagai “saya sedang menjalankan tugas!”

Taufan Damanik, selaku Ketua Komnas HAM dalam rapat dengan Komisi III, di Senayan, Jakarta (4/10/2021) menjelaskan pengaduan terkait Polri sebagai salah satu bentuk Konkrit aparat penegak hukum, masih masuk kedalam klasifikasi pengaduan tertinggi yang diterima oleh Komnas HAM. Aspek pengaduan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Polri terkait dengan ketidakprofesionalan prosedur kepolisian hingga penyiksaan oleh aparat kepolisian terhadap warga sipil.

Contoh konkrit lainnya, adanya bentuk pelanggaran HAM yang dilakukan oleh aparatur Negara adalah kasus penangkapan sewenang-wenang mahasiswa Papua yang melaksanakan demonstrasi untuk memperingati Roma Agreement ke-59 atau mahasiswa dan para aktivis di Semarang yang mendapatkan tindakan represif dari aparat kepolisian ketika melancarkan aksi peringatan Hari Oligarki dan G30S/twk.

Dalam demonstrasi tersebut, yang merupakan bentuk kemerdekaan penyampaian pendapat yang sah, dengan dipertegas dalam instrument hukum HAM nasional maupun internasional, setidaknya terdapat 17 mahasiswa yang ditangkap secara sewenang-wenang dengan menggunakan alasan berupa Covid-19. Upaya-upaya intimidasi serta represifitas dari para aparat penegak hukum seperti hal biasa yang berulang-ulang tanpa menghormati hak-hak asasi yang melekat pada setiap manusia.

Tetaplah sebagai pengemban tugas yang baik dan melaksanakan sistem atas keberpihakan ideologis, namun hak asasi adalah hak setiap manusia. Para pejabat negara dan aparatur negara yang sedang menjalankan tugasnya, bukankah lebih baik untuk selalu beriringan dengan hak asasi manusia? Mengapa terus saja mengambil hak-hak manusia lain, yang status dan jabatannya dicap sebagai “jauh dibawah kalian”. Junjung tinggi hak asasi setiap manusia, bukan jabatan dan status.

 

Penulis : Novia Kirana (Mahasiswa Universitas Sumatera Utara)

Editor : Rimma Itasari Nababan, S.H

Kejaksaan Negeri Langkat Abaikan Perintah Majelis Hakim

Kejaksaan Negeri Langkat Abaikan Perintah Majelis Hakim, LBH Medan Layangkan Pengaduan Ke Jaksa Agung R.ILBH Medan, Press Release – Kejaksaan Negeri Langkat Abaikan Perintah Majelis Hakim, LBH Medan Layangkan Pengaduan Ke Jaksa Agung R.I

Pasca dinyatakan lengkapnya berkas perkara (P21) Herawaty yang merupakan istri mantan juara tinju dunia Kelas Welter World Boxing Federation (WBF) Suwito Lagola dan sekaligus korban dugaan kriminalisasi tindak pidana Penipuan dan/atau Penggelapan sebagaimana termaktub dalam Pasal 378 dan/atau 372 KUHPidana oleh Kejaksaan Negeri Langkat.

Pengadilan Negeri Stabat c.q Majelis Hakim perkara a quo Selasa, 14 Desember 2021 pukul 12:30 Wib, membuka sidang Herawaty dengan agenda pembacaan surat Dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum(JPU).

Setelah dibacakanya Surat Dakwaan oleh JPU Majelis Hakim menanyakan kepada LBH Medan selaku Penasehat Hukum (PH) Herawaty apakah mengajukan Eksepsi (Keberatan atas Dakwaan JPU)? Seketika itu LBH Medan melalui Martinu Jaya Halwa, SH menyampaikan kepada majelis hakim “Sampai saat ini JPU belum memberikan salinan berkas perkara lengkap kepada PH sebagaimana amanat Pasal 143 Ayat 4 KUHAP, maka kami memohon kepada Majelis Hakim untuk memerintahkan JPU memberikan salinan berkas tersebut” dan kami mengajukan Eksepsi.

Atas permintaan tersebut secara tegas Majelis Hakim memerintahkan JPU untuk memberikan berkas lengkap tersebut. LBH Medan juga meminta kepada majelis hakim untuk mengeluarkan Herawaty dari tahanan karena diduga penahanan Herawaty tidak berdasar hukum, sebagaimana yang diketahui masa penahanan oleh JPU telah lewat waktu dan JPU juga tidak memberikan Surat Perpanjangan Penahanan Herawaty.

Menyikapi hal tersebut, LBH Medan berdasarkan perintah majelis hakim mendatangi Kejaksaan Negeri Langkat untuk meminta berkas perkas lengkap tersebut, ketika berkomunikasi dengan Kasipidum, LBH Medan terkejut dengan perkataan Kasipidum yang menanyakan “Mana surat perintah dari pengadilan? Kami tidak ada dana, seketika itu LBH Medan menyampaikan tujuan kami kesini untuk mengambil berkas turunan perkara lengkap yang telah diperintahkan hakim. Namun kembali Kasipidum menjawab ya sudah, kalian sudah membuat rilis pers kemana mana”. akhirnya Kasipidum tersebut tidak memberikan apa yang telah di perintahkan Majelis Hakim.

LBH Medan menilai Kejaksaan Negeri Langkat tidak menaati aturaan hukum yang berlaku dan secara tidak langsung telah merendahkan marwah Pengadilan Negeri Stabat karena tidak melaksanakan peritah majelis hakim.

Oleh karena itu LBH Medan menduga jika perbuatan Kasipidum tersebut telah terstruktur mulai dari atasan hingga sampai bawahannya dimana sebelumnya JPU yang menangani perkara a quo juga menjawab dengan hal yang sama. LBH Medan sangat menyayangkan sikap Kejaksaan Negeri Langkat yang mengabaikan perintah hakim.

Oleh karena itu untuk memperbaiki kinerja Kejaksaan Negeri Langkat maka secara hukum LBH Medan telah melayangkan Pengaduan ke Jaksa Agung RI dan jajaranya seraya menindak tegas dan mengevaluasi kinerja Kejaksaan Negeri Langkat.

LBH Medan menduga tindakan Kejaksaan Negeri Langkat telah melanggar Pasal 28D, Pasal 28I Ayat (2) UUD 1945, Pasal 3 Ayat (2) dan (3) UU 39 tahun 1999 Tentang HAM, Pasal 7 DUHAM dan Pasal 2 Ayat (1) UU No. 12 Tahun 2005 Tentang Pengesahan ICCPR, Pasal 72 dan 143 ayat (4) KUHAP, Pasal 227 Ayat (1) dan (2) KUHAP, Kode surat yaitu P-37 dalam Surat Keputusan Jaksa Agung RI No. KEP-518/A/J.A/11/ 2001 tanggal 1 November 2001 tentang Perubahan Keputusan Jaksa Agung RI No. KEP-132/JA/11/1994 Tentang Administrasi Perkara Tindak Pidana (“SK Jaksa Agung”) dan Kode Etik Kejaksaan RI.

 

Baca juga => https://www.portibi.id/kejari-langkat-diduga-abaikan-perintah-majelis-hakim-lbh-medan-layangkan-pengaduan-ke-jaksa-agung-ri/

 

Narahubung :

IRVAN SAPUTRA, S.H., M.H (0821 6373 6197)

TRI ACHMAD TOMMY SINAMBELA, S.H. (0823 8527 8480)

Atas Nama Keamanan Bisnis Pengamanan Dilakukan

WALHI Sumatera Utara dan LBH Medan menyesali Pedoman Kerjasama Teknis (PKT) yang dilakukan antara institusi POLDA Sumatera Utara bersama perusahaan seperti PTPN-4, PT. Agincourt Resources, PT. Inalum, PDAM Tirtanadi, PT. Barumun Agro Sentosa, PT. Rimba Mujur Mahkota, PT. North Sumatera Hydro Energy, dan PTPN-2.LBH Medan, Press release – WALHI Sumatera Utara dan LBH Medan menyesali Pedoman Kerjasama Teknis (PKT) yang dilakukan antara institusi POLDA Sumatera Utara bersama perusahaan seperti PTPN-4, PT. Agincourt Resources, PT. Inalum, PDAM Tirtanadi, PT. Barumun Agro Sentosa, PT. Rimba Mujur Mahkota, PT. North Sumatera Hydro Energy, dan PTPN-2. WALHI Sumatera Utara dan LBH Medan menilai Pedoman Kerjasama Teknis yang dilakukan oleh institusi POLDA Sumatera Utara bersama perusahaan tersebut hanya akan semakin memperkuat posisi perusahaan untuk mendapatkan impunitas hukum.

Diketahui dampak dari ativitas perusahaan yang melakukan pedoman Kerjasama tersebut sampai saat ini telah banyak melahirkan konflik struktural dan berimplikasi terhadap kerusakan lingkungan hidup serta perampasan ruang hidup masyarakat. Selain itu, Pedoman Kerjasama Teknis (PKT) yang dilakukan oleh POLDA Sumatera Utara dan perusahaan akan berpotensi memunculkan praktik penyalahgunaan wewenang institusi kepolisian dengan menggunakan kekuatan atas nama pengamanan yang dilakukan untuk melakukan pengawalan terhadap aktivitas perusahaan, serta akan memunculkan potensi kejahatan korupsi yang terstruktur dan sistematis.

Alasan utama lainnya adalah Ketika institusi kepolisian melakukan hubungan Kerjasama dengan perusahaan, hal ini akan berpotensi menggangu netralitas kepolisian dalam melakukan perlindungan, pengayoman, penegakkan hukum, dan pelayanan kepada masyarakat serta akan menyebabkan hilangnya kontrol kekuatan masyarakat sipil kepada institusi kepolisian.

Selain itu, hubungan ini juga akan mendasari semakin luasnya kesempatan untuk melakukan tindakan korupsi. Sebagai dampak dari kebutuhan operasionalnya, banyak kegiatan kepolisian yang dirahasiakan. Jika institusi kepolisian sudah biasa dengan kerahasiaan atau tertutup pasti akan rentan terhadap tindakan korupsi. Korupsi yang jarang diperiksa dalam tubuh kepolisian, tentu akan memunculkan hilangnya integritas kepolisian terhadap publik, dan memperoleh kebencian terhadap publik.

Jika melihat fungsi kepolisian pada dasarnya kepolisian adalah institusi yang bertanggung jawab langsung dibawah presiden. Polri mengemban tugas-tugas kepolisian di seluruh wilayah Indonesia yaitu memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, dan memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat tentunya bukan kepada perusahaan.

Menurut UU. Nomor 2 Tahun 2002 tugas, fungsi, kewenangan, tentang kepolisian Republik Indonesia dalam Pasal 2 Fungsi Kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.

Dalam Pasal 4 juga mengatur bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya ketentraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.

Dalam pasal 5 ayat 1 juga menjelaskan bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum/ serta memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri. Serta dalam Pasal 13 Tugas Pokok Polri adalah Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, dan memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.

Melihat tingginya eskalasi konflik pengelolaan sumber daya alam di Sumatera Utara, ironis jika melihat institusi POLDA Sumatera Utara masih saja melakukan hubungan Kerjasama dengan perusahaan yang telah jelas banyak melakukan pelanggaran hak sipil politk dan hak ekonomi, sosial, dan budaya kepada masyarakat.

Apalagi diketahui diantara beberapa perusahaan yang melakukan pedoman Kerjasama teknis dengan POLDA Sumatera Utara tersebut sampai saat ini banyak memunculkan polemik dan ancaman terhadap perlindungan lingkungan hidup akibat dari ativitas perusahaannya seperti PT. North Sumatera Hydro Energy.

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sumatera Utara pernah menggugat Gubernur Sumatera Utara ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan terkait pemberian izin lingkungan untuk PT. NSHE. WALHI menilai, pembukaan kawasan hutan Batang Toru untuk proyek PLTA Batang Toru yang dikerjakan PT. NSHE, akan merusak habitat orangutan Tapanuli (Pongo tapanuliensis) dan mengancam lingkungan keseluruhan.

WALHI Sumatera Utara melihat ijin lingkungan PT. NSHE bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Salah satunya Undang-Undang tentang penerbitan ijin lingkungan, asas-asas pemerintahan yang baik, dan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup serta peraturan-peraturan lainnya.

Selain itu WALHI Sumatera Utara melihat terdapat potensi kerusakan lingkungan, konflik masyarakat, dan risiko punahnya orangutan akibat kehilangan dan fragmentasi habitat. WALHI Sumatera Utara juga melihat potensi bencana ekologis karena kawasan tersebut merupakan episentrum gempa bumi di Sumatera Utara, yang sangat dekat dengan patahan tektonik utama.

Selain itu ada juga PT. Agincourt Resources merupakan sebuah perusahaan pertambangan yang bergerak di bidang eksplorasi, penambangan, dan pengolahan mineral batangan emas dan perak. Tempat operasinya adalah di Tambang Emas Martabe di Sumatera yang merupakan pit tambang terbuka dan pengolahan konvensional mendukung produksi emas dan perak batangan. Luas wilayah Tambang Emas Martabe berdasarkan Kontrak Karya generaso ke 6 berlaku selama 30 tahun dengan Pemerintah Indonesia, dimana Kontrak Karya di tahun 1997 dengan luas wilayah adalah 6.560 km2.

Namun setelah beberapa kali pelepasan luas “Kontrak Karya” (KK), saat ini perusahaan memiliki luasan penambangan 130.252 hektar, atau 1.303 km². Area operasional berada di Kabupaten Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, Tapanuli Utara, dan Mandailing Natal.58 Hinga tanggal 30 Juni 2020, Sumber Daya Mineral PT. Agincourt Resources mencapai 7,6 juta ounce emas dan 66 juta ounce perak. PT. Agincourt Resources memulai produksi tanggal 24 Juli 2012.

Kapasitas operasi Tambang Emas Martabe diperkirakan melebihi 6 juta ton bijih per tahun untuk menghasilkan lebih dari 300.000 Ounce emas dan 2-3 juta ounce perak per tahun. Berdasarkan SK Menteri Kehutanan 579 tentang Penunjukan Kawasan Hutan Sumatera Utara, wilayah ‘Contract of Work‘ PT Agincourt tumpang tindih dengan Kawasan Hutan Lindung Batang Toru di Kabupaten Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah dan Tapanuli Selatan seluas 30.629 ha.

Tumpang tindih wilayah “Contract of Work” dengan hutan lindung Batang Toru menjadi kekhawatiran besar dan permasalahan serius yang bisa membahayakan ekosistem ini secara langsung maupun tidak langsung. Tumpang tindih wilayah “Contract of Work” PT Agincourt berada di bagian Blok Barat dari Ekosistem Batang Toru seluas 27.792 ha.

Dalam 15 tahun belakangan luas deforestasi yang disebabkan oleh PT. Agincourt dan mencapai 2.200 Ha kawasan. Kondisi ini diperparah oleh deforestasi sekitar lokasi tambang yang terjadi di kecamatan Batang Toru. Ini semua termasuk kehilangan hutan dalam Ekosistem Batang Toru.

Oleh karena itu, WALHI Sumatera Utara Bersama LBH Medan meminta agar intitusi POLDA Sumatera Utara lebih mempertimbangkan penyelamatan lingkungan hidup dan Hak Asasi Manusia serta tetap menjaga netralitas dan juga profesionalitas institusi kepolisian sesuai dengan esensi tugas, fungsi, dan wewenangnya. Bukan justru melakukan perjanjian Kerjasama dengan perusahaan-perusahaan yang telah nyata menjadi pelaku kerusakan lingkungan hidup dan perampasan sumber penghidupan rakyat.

 

Baca juga => https://lbhmedan.org/pt-smgp-berulang-kali-kebocoran-gas-izinnya-layak-dicabut/

https://waspada.id/medan/berpotensi-salahgunakan-wewenang-walhi-dan-lbh-kritik-kerjasama-poldasu-dengan-sejumlah-perusahaan/

Kejari Langkat Diduga Melanggar HAM Istri Suwito Lagola

Kejari Langkat Diduga Melanggar HAM Istri Suwito LagolaFilosofis Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sejatinya sebagai instrument untuk mengontrol aparat penegak hukum (Polisi, Jaksa, Hakim dan Penasehat Hukum) dalam melaksanakan kewajibanya. Hal ini menegaskan jika aparat penegak hukum dalam melaksanakan tugasnya wajib berpedoman pada KUHAP.

JPU Kejari Langkat sebagai aparat penegak hukum dalam diduga telah melanggar hak asasi Herawaty yang merupakan istri dari mantan juara tinju dunia Kelas Welter World Boxing Federation (WBF) Suwito Lagola yang telah mengharumkan nama bangsa dan Negara Indonesia khususnya Kabupaten Langkat.

Dugaan pelanggaran hak asasi manusia tersebut dikarenakan tidak diberikannya turunan Surat Pelimpahan Perkara Herwaty padahal hal tersebut merupakan haknya guna melakukan pembelaan di persidangan.

Sebagaimana telah secara tegas tertuang dalam Pasal 143 ayat 4 dan penejelasanya jo Pasal 72 dalam penjelasanya yang mengatakan “Turunan Surat Pelimpahan Perkara Beserta surat dakwaan disampaikan kepada Tersangka atau kuasanya atau Penasehat Hukumnya dan Penyidik, pada saat yang bersamaan dengan menyampaikan surat pelimpahan perkara tersebut kepengadilan Negeri”.

Yang dimaksud dengan surat pelimpahan perkara adalah Surat pelimpahan perkara itu sendiri lengkap beserta durat dakwaan dan berkas perkara jo. dalam tingkat penuntutan ialah semua berkas perkara termasuk surat dakwaan.

Mirisnya ketika Penasehat hukum Herawaty pada tanggal 08 Desember 2021, meminta secara langsung kepada JPU Kejari Langkat yang menangani perkara a quo diketahui bernama AH, SH mengatakan “Kami Tidak Ada Anggaran Untuk Memfotocopy Berkas Ini, Sayapun Tidak Mau Memberikan Uang Saya Pribadi Untuk Memfotocopy Berkas Ini. Jadi Kalian Minta saja fotocopinya Ke Panitera”.

Seharusnya perkataan tersebut tidak pantas diucapakannya sebagai aparat penegak hukum dalam melayani masyarakat. Tidak hanya itu perlakuan jaksa tersebut kembali tidak mencerminkan sebagai APH Sesuai Kode Etik jaksa dimana menuduh LBH Medan “membuat rusuh” dan mengatakan kepada staf diruangan tersebut “Rekam orang ini, mereka membuat rusuh” dan perlu diketaui juga jika sebelumnya pada Selasa, tanggal 07 Desember 2021, Herawaty seharusnya menjalani sidang pertama (Dakwaan) namun LBH Meminta untuk ditunda dikarenakan pemberitahuan sidang tersebut diberitahukan oleh Tamping bukan dari JPU Kejari Langkat serta tanpa surat panggilan.

Parahnya pemberitahuan tersebut pada saat hari yang bersamaan akan sidangnya Herawaty, padahal jauh Sebelumya LBH Medan telah menyampaikan jika akan sidang tolong untuk diberitahukan. Oleh karena itu perbuatan JPU telah bertentangan dengan padal 145 jo 146 KUHAP.

Atas kejadian tersebut LBH Medan meminta kepada Jaksa Agung RI untuk memerintahkan jajaran dibawahnya dalam hal ini Kejati dan Kejari untuk menaati aturan hukum secara baik dan benar. dalam hal ini memberikan apa yang menjadi hak Terdakwa yaitu surat turunan pelimpahan berkas perkara seraya menindak tegas Jaksa yang menyalahi aturan hukum yang berlaku.

Hal tersebut bukan tanpa dasar karena jauh sebelumnya LBH menemui hal yang sama dibeberapa kejaksaan khususnya di Sumut ketika meminta berkas tersebut beralasan yang sama dan selalu mengatakan “ Minta Aja di Pengadilan.” LBH Medan menilai jika Kejaksaan tersebut lari dari tanggung jawabnya.

LBH Medan menduga adanya pelanggaran terhadap Pasal 28D, Pasal 28I Ayat (2) UUD 1945, Pasal 3 Ayat (2) dan (3) UU 39 tahun 1999 Tentang HAM, Pasal 7 DUHAM dan Pasal 2 Ayat (1) UU No. 12 Tahun 2005 Tentang Pengesahan ICCPR, Pasal 72 dan 143 ayat (4) KUHAP, Pasal 227 Ayat (1) dan (2) KUHAP, Kode surat yaitu P-37 dalam Surat Keputusan Jaksa Agung RI No. KEP-518/A/J.A/11/ 2001 tanggal 1 November 2001 tentang Perubahan Keputusan Jaksa Agung RI No. KEP-132/JA/11/1994 Tentang Administrasi Perkara Tindak Pidana (“SK Jaksa Agung”) dan Kode Etik Kejaksaan RI.

 

Narahubung :

IRVAN SAPUTRA, S.H., M.H (0821 6373 6197)

TRI ACHMAD TOMMY SINAMBELA, S.H (0823 8527 8480)

 

Baca juga => https://lbhmedan.org/putusan-janggal-bentuk-nyata-kriminalisasi-terhadap-istri-suwito-lagola/ 

https://sumut.tintarakyat.com/headline/lbh-medan-minta-jaksa-agung-ri-tindak-tegas-kejaksaan-negeri-langkat-karena-diduga-melanggar-hak-asasi-manusia/