Batu Sandungan Penegakan Hukum & Keadilan (Mengulas Catatan Akhir Tahun 2022 LBH Medan)
Release Press
Nomor : 24/LBH/RP/I/2023
LBH Medan, 30 Januari 2023, Sepanjang tahun 2022, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan menerima banyak pengaduan dari berbagai jenis kasus yang berkaitan atas pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) Hak Sipil dan Politik (SIPOL), Sumber Daya Alam (SDA) maupun kasus-kasus terhadap Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) di Sumatera Utara.
Pengaduan-Pengaduan tersebut disampaikan oleh berbagai macam kalangan yakni individu sebagai Tersangka atau Korban, maupun pengaduan oleh kelompok-kelompok masyarakat di Sumatera Utara.
Selain pengaduan langsung, guna mempermudah masyarakat melaporkan permasalahan hukum yang terjadi dan untuk mengetahui prosedur penanganan kasus, LBH Medan juga membuat akun Whatsapp khusus pengaduan.
Berdasarkan hasil rekapitulasi data pengaduan LBH Medan, sejak November 2021 hingga November 2022 Terdapat hampir 200 masyarakat menyampaikan pengaduannya melalui akun Whatsapp LBH Medan. Hal ini membuktikan bahwa permasalahan hukum yang terjadi setahun belakang ini sangat signifikan.
Berdasarkan data yang diinventarisasi secara manual, ada 24 pemohon bantuan hukum yang melakukan pengaduan langsung ke LBH Medan. Ada 2 yang menjalani tahapan konsultasi dan 22 diantaranya merupakan kasus yang didampingi secara lanjut baik dalam upaya litigasi, non-litigasi ataupun keduanya.
Berdasarkan hasil rekapitulasi pengaduan Organisasi Bantuan Hukum (OBH) masyarakat ke LBH Medan melalui sistem Simpensus 2022, tercatat sebanyak 32 pengaduan yang diterima oleh LBH Medan.
Namun jumlah pengaduan tersebut belum mencakup perhitungan secara keseluruhan dikarenakan Wibsite pendataan pengaduan melalui sistem Simpensus tidak dapat diakses (masalah teknis) sejak pertengahan tahun 2022. Sehingga mengakibatkan total pengaduan yang diterima LBH Medan pada 2022 tidak dapat tercatat secara keseluruhan.
LBH Medan mencatat jumlah pengaduan yang ditangani berdasarkan jenis kelamin (Gender) yaitu terdapat 13 orang berjenis kelamin perempuan dan 11 orang berjenis kelamin laki-laki dari 24 pemohon bantuan hukum yang datang. Sebagian besar perempuan tersebut merupakan korban kekerasan seksual yang juga dialami oleh Anak dibawah umur dan pekerja yang dipecat sepihak serta tidak mendapatkan hak-hak normatifnya sebagai pekerja.
Berdasarkan hasil catatan Divisi Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) LBH Medan yang dituliskan dalam Catatan Akhir Tahun 2022, pada tahun 2021 sebanyak 3 Kasus kekerasan seksual terhadap anak dan Tahun 2022 sebanyak 7 Kasus kekerasan seksual terhadap anak. Dalam Catahu 2022 LBH Medan mencatat sebanyak 5 Kasus kekerasan Seksual terhadap anak yang telah ditangani.
Dari berbagai kasus kekerasan seksual tersebut, LBH Medan menilai keberadaan Predator anak saat ini berada dimanapun dan terjadi dengan cara apapun seperti yang dialami anak inisial IPS (10) yang menjadi Korban Cabul oleh Hasan Basri atau “Opa” (70) yang melakukan perbuatan kejinya di toilet wanita Masjid Istiqlal Jalan Halat, Medan.
Kasus yang diproses oleh Unit PPA Polrestabes Medan ini menjadi salah satu atensi oleh Divisi LBH Medan. Pasalnya, dalam proses penegakan hukum Polrestabes Medan diduga berupaya menyelesaikan kasus ini melalui upaya Restorative Justice. Diketahui bahwa Unit PPA Satreskrim Polrestabes Medan selama berjalannya proses hukum kasus ini, Penyidik diduga tidak professional dengan tidak transparan atas tindak lanjut kasus tersebut bahkan mengenai Visum et Repertum (VerP). Anehnya, pasca Pelapor mengadukan kejanggalan tersebut ke Propam Polda Sumut, penegakan hukum baru dilanjutkan.
LBH Medan menilai kinerja Polri seperti ini adalah bentuk lemahnya penegakan hukum khususnya dalam mengimplementasikan cita-cita dari Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Jo. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
Menelisik Kasus terhadap pelanggaran Hak-Hak Sipil dan Politik (Sipol), dalam Catahu 2022 LBH Medan mencatat sebanyak 15 kasus baik pidana, perdata, maupun pelanggaran terhadap hak-hak buruh. Sebanyak 2 kasus menyangkut pengakuan dan jaminan hak atas pertanahan yang menimpa Mariapan dan Sejahtera Barus (73) yang memperjuangkan tanahnya atas dugaan okupasi oleh pihak PTPN II yang diduga bekerjasama dengan pihak BPN Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang an. Bastian Butar-Butar serta oknum TNI diduga an. Sagala.
Selain itu tercatat juga sebanyak 7 kasus Perselisihan Hubungan Industrial yang dialami sejumlah buruh di Sumatera Utara diantaranya yang oleh Dini Hartika (Karyawan PT. Naughty Gift And Accessories), Okta Rina Sari dan Sukma (Apoteker/Karyawan Apotik Istana I) yang pasca bebas murni dari proses hukum atas dugaan kelalaian memberikan obat, keduanya yang tidak lagi bekerja di Apotik Istana I karena menjalani proses hukum dibalik Rutan, kini memperjuangkan hak-hak normatifnya ke Pengadilan Hubungan Insustrial pada Pengadilan Negeri Medan.
Kemudian Divisi Sipil dan Politik (Sipol) LBH Medan mencatat sebanyak 6 kasus pelanggaran hak sipil baik Korban maupun terhadap Tersangka khususnya dibawah naungan wilayah hukum Kepolisian Daerah Sumatera Utara. Dari beberapa kasus tersebut, rata-rata pelanggaran yang terjadi, berdasarkan hasil rekapitulasi kasus diduga banyak dilakukan oleh APH di Polrestabes Medan terhadap hak atas perlindungan, jaminan dan kepastian hukum warga negara bahkan menyangkut hak atas perlakuan yang tidak diskriminatif dan hak untuk bebas dari praktik Penyiksaan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang HAM Jo. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 Tentang Pengesahan Konvenan Hak-Hak Sipil dan Politik Jo. Konvensi Menentang Penyiksaan oleh PBB dalam Resolusinya No. 39/46 tanggal 10 Desember 1984, khususnya terhadap kasus yang dialami Rudi Hardi yang menjadi atensi dalam penanganan kasus priode 2022.
Rudi Hardi (37), warga Medan Perjuangan yang merupakan seorang Ayah dari 3 orang anaknya (Balita) pada tanggal 27 Januari 2022 ditangkap dan ditahan oleh pihak Polrestabes Medan atas dugaan tindak pidana pencurian tanpa dilengkapi administrasi yang sah (Unprosedural). Berdasarkan hasil penelusuran fakta tim LBH Medan, penangkapan Rudi Hardi diduga disertai adanya praktik Penyiksaan sebagaimana telah dituliskan dalam Catahu 2022 LBH Medan, “diduga Rudi Hardi dimasukkan ke dalam 1 (satu) unit mobil kemudian mata dan leher dililit lakban serta dibekab bagian lehernya sementara kakinya menahan luka timah panas yang diduga akibat ditembak”.
Peristiwa ini dilakukan ketika Rudi Hardi dibawa ke Jalan Negara dan diduga ditahan sepihak oleh Pihak Polrestabes Medan selama 2 (dua) hari. Pasca penahanan 2 (dua) hari, Rudi Hardi dibawa ke Rs. Bhayangkara I Medan untuk menjalani pengobatan luka tembaknya dan selanjutnya dibawa ke Mako Polrestabes Medan. LBH Medan juga menemukan adanya dugaan praktik Penyiksaan dimana ketika Rudi Hardi tiba di Satreskrim Polrestabes Medan, ia mengalami sejumlah Penyiksaan yang berdasarkan penuturannya diduga dilakukan oleh Bripda Dio Danuarta Silalahi.
LBH Medan menilai, pelanggaran-pelanggaran terhadap Hak Sipil dan Politik seperti ini harus menjadi atensi bersama bagi semua lapisan masyarakat dan NGO serta khususnya Polda Sumut selaku pimpinan tertinggi Kepolisian di Daerah yang bertanggungjawab atas segala perilaku anggotanya agar dapat menindak dan mengevaluasi kinerja anggotanya dalam menjalankan penegakan hukum yang menghormati Hak Asasi Manusia.
Dalam Catahu 2022
LBH Medan, Divisi Sumber Daya Alam (SDA) LBH Medan juga mencatat beberapa pelanggaran atau tindakan yang berpotensi melanggar Hak Asasi Manusia yaitu sebanyak 5 kasus/ issue SDA di Sumatera Utara. Mulai dari kasus Pertanahan (Perdata) bahkan yang berpotensi kriminalisasi, pembangunan infrastruktur seperti upaya mitigasi banjir melalui pembangunan Drainase secara masih dan tidak beraturan dan kejahatan terhadap satwa melalui praktik sindikat perdagangan satwa lindung. Dalam Priode 2022, LBH Medan telah menyelesaikan kasus agrarian yang menimpa Ismailsyah Sembiring yang merupakan ahli Waris dari Teralpor an. Alm. Syahril Sembiring yang dilaporkan oleh Pelapor An. Ahmad Syukri Lubis atas dugaan tindak pidana Penyerobotan Tanah di Subdit IV Renakta Polda Sumut. Dalam kasus ini, LBH Medan menilai pihak Subdit IV Renakta Polda Sumut terlalu memaksakan hukum yang berpotensi kriminalisasi terhadap Ismailsyah selaku ahli waris Terlapor.
Pasca dibuatnya laporan polisi pada 19 April 2021, diketahui pada 17 Mei 2021 Terlapor telah meninggal dunia, sehingga berdasarkan Pasal 77 KUHAP “Hak Menuntut Gugur” lantaran Terlapor meninggal dunia. Namun ahehnya, Pihak Subdit IV Renakta Polda Sumut justru secara berulangkali menyampaikan undangan klarifikasi kepada Ismailsyah selaku ahli waris Terlapor, dan atas beberapa undangan klarifikasi tersebut, Ismailsyah bersikap kooperatif dengan mengindahkan undangan. Disisi lain, Ismailsyah mengalami kerugian materil akibat biaya transportasi yang timbul dan terlanggar haknya untuk memperoleh kepastian hukum. Sejak 19 April 2021 hingga terbitnya Surat Penghentian Penyelidikan Oleh Dirreskrimum Polda Sumut tertanggal 28 Juli 2022, terhitung 1 tahun 3 bulan Ismailsyah tidak mendapat kepastian hukum dan hal ini membuktikan bahwa penegakan hukum khususnya di Polda Sumut atas kasus-kasus pertanahan masih banyak yang menciderai kehormatan Hak Asasi Manusia.
LBH Medan juga menemukan ketidakcermatan Aparat Penegak Hukum (APH) saat melakukan advokasi terhadap perlindungan satwa liar yang dilindungi dalam proses pemantauan kasus di Pengadilan Negeri Lubuk Pakam Cabang Labuhan Deli. Thomas D Raider yang merupakan Terdakwa sindikat perdagangan satwa lindung mendapat vonis ringan dengan pertimbangan hukum Majelis Hakim yang dinilai cacat berfikir dimana Terdakwa Thomas hanya divonis 1 Tahun penjara, sementara hukuman ringan seperti ini juga terjadi terhadap kasus serupa yang dilakukan oleh Terdakwa Edi Alamsyah Putra yang divonis 8 Bulan Penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Binjai. Tidak hanya itu, kecacatan berfikir para APH ini juga terjadi dalam pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Padang Sidimpuan yang menolak gugatan Perbuatan Melawan Hukum yang diajukan LBH Medan terhadap dugaan eksploitasi satwa lindung oleh Mini Zoo milik PT. Nuansa Alam Nusantara (NAN) yang terletak di Gunung Tua.
Selama melakukan advokasi tersebut, Divisi SDA LBH Medan berhasil melakukan pemetaan aktor sindikat perdagangan satwa liar dilindungi dan mendapati adanya keterlibatan oknum-oknum secara terstruktur yang diduga dari Institusi Kepolisian, Kejaksaan, Hakim hingga keterlibatan 2 Oknum TNI AD diduga inisial TP dan DPA dari Batalyon Infanteri (Yonif) Raider 100/PS) dan (Batalyon Infanteri (Yonif) 125/Simbisa). Diketahui sejak berjalannya proses hukum terhadap Terdakwa Thomas D Raider, pihak Ditreskrimsus Polda Sumut diduga dengan sengaja melepaskan ke 4 (empat) rekan-rekan Terdakwa, dan dalam proses pemeriksaan di Pengadilan, LBH Medan juga mendapati kejanggalan diantaranya Jaksa yang bertanggunjawab perkara tersebut an. Eva Christine Sitepu diduga berulangkali mangkir sesuka hati dalam persidangan tanpa alasan yang jelas, dan Majelis Hakim yang diduga menunda persidangan dengan “kucing-kucingan” diduga menghindari pemantauan oleh Tim LBH Medan.
Disisi lain, Divisi SDA LBH Medan juga mencatat iklim proyek oleh Pemerintah khususnya Pemerintahan Kota Medan (Pemko Medan) dibawah kepemimpinan Walikota Bobby Nasution. Berbagai proyek yang mengatasnamakan mitigasi banjir, proyek Pemko Medan diduga melanggar hak asasi warganya baik dalam sektor kenyamanan berkendara, hak untuk memperoleh hidup yang layak bahkan hak untuk mendapatkan tempat tinggal. Salah satu catatan kelam Pemko Medan yang dituliskan dalam Catahu 2022 LBH Medan yaitu persoalan proyek mitigasi banjir pembangunan Drainase dan proyek pengendalian banjir Sungai Deli.
Kedua proyek tersebut menjadi persoalan, lantaran banyak reaksi masyarakat yang timbul atas pelaksanaan proyek Pemko Medan ini. Sejumlah Warga Kelurahan Kesawan yang bermukim dipinggiran sungai deli mendatangi menyampaikan pengaduannya ke LBH Medan lantaran diketahui Pemko Medan mewacanakan pembangunan proyek pengendalian banjir sungai deli yang berpotensi merenggut keberlangsungan hidup sejumlah warga yang sudah menetap secara turun temurun di Kelurahan Kesawan.
LBH Medan menilai, Pemko Medan terlalu ambisius menjalankan proyek semata dengan tidak memikirkan resiko yang timbul dari berbagai sektor sosial. Khususnya mitigasi banjir melalui wacana proyek pengendalian banjir sungai deli, LBH Medan mencermati persoalan banjir di Kota Medan terjadi karena berbagai faktor salah satunya ketersediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang mampu menyerap genangan. Berdasarkan Pasal 29 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 Tentang Penataan Ruang disebutkan bahwa proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30% dari luas wilayah kota, dan proporsi ruang terbuka hijau publik pada wilayah kota paling sedikit 20% dari luas wilayah kota. Disisi lain, hasil kajian LBH Medan menilai kebutuhan RTH di Kota Medan sampai dengan tahun 2030 adalah sebesar 2.152,86 Ha. Kota Medan sendiri justru hanya memiliki RTH seluas 5 (lima) Hektar (Ha) saja dari total luas kota sekitar 26.510 Hektar (Ha) dan jika perhitungkan secara keseluruhan maka Kota Medan kekurangan 4.000 Hektar untuk memenuhi 20% RTH publik sesuai dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan.
Dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan menyebutkan RTH merupakan ruang memanjang atau jalur atau mengelompok yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh tanaman secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.
Kekurangan Ruang Terbuka Hijau inilah yang berpotensi menyebabkan air hujan tidak dapat diserap oleh ruang yang cukup. Ditambah lagi, dengan kondisi RTH yang sedikit dari yang seharusnya. Pemerintahan Kota Medan terlalu sibuk menjalankan proyek yang diduga tidak tepat waktu dan sasaran. Salah satu contoh yaitu pembangunan proyek drainase di sekitaran wilayah Kota Medan. Proyek yang dikerjakan pada tahun 2022 ini, terlihat banyak mengganggu badan jalan yang mengakibatkan terjadinya banyak rekayasa arus lalu lintas di Kota Medan.
Berdasarkan versinya, Pemerintah Kota Medan menilai bahwa pembangunan drainase ini adalah solusi utama dan efektif dalam penanggulangan banjir Sungai Deli di Kota Medan. padahal luas Sungai Deli sendiri mencakup Tanah Karo (Hulu), Deli Serdang hingga Kota Medan (Hilir). Tentunya dengan kondisi geografis Sungai Deli tersebut, harusnya pemerintah Kota Medan menyadari bahwa penanggulangan banjir yang hingga saat ini masih sering terjadi tidak dapat dilakukan dengan keputusannya sendiri, melainkan harus ada upaya koordinasi dengan Pemerintahan Kabupaten/ Kota lain yang mencakup aliran Sungai Deli khususnya di wilayah hulu Sungai untuk sama-sama mencari solusi dalam penanggulangan banjir saat ini.
Demikian rilis pers ini disampaikan agar dapat dijadikan sebagai sumber pemberitaan. Terimakasih.
Narahubung :
ISMAIL LUBIS, SH., MH (0813 9798 8047)
IRVAN SAPUTRA, SH., MH (0821 6373 6197)
MUHAMMAD ALINAFIAH MTD, SH., M.Hum (0852 9607 5321)
MASWAN TAMBAK, SH (0895 1781 5588)