RILIS PERS
Medan, 4 Juli 2025. Dunia pendidikan kembali berduka, pasalnya Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara melalui Jaksa Penuntut Umum (JPU) Menuntut 5 Terdakwa tindak korupsi PPPK Langkat Tahun 2023 dengan 1 Tahun dan 6 Bulan Penjara, serta denda Rp. 50.000.000, subsider 3 Bulan Kurungan jika denda tersebut tidak dibayarkan.
JPU dalam tuntutannya secara tegas menyatakan para Terdakwa terbukti bersalah melanggar ketentuan Pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2021 Tentang Perubahan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) KUHP, berdasarkan agenda sidang tuntutan pada Kamis, 3 Juli 2025 di Ruang Cakra 9 Pengadilan Negeri Medan.
Ditengah gencarnya Kejaksaan Agung Republik Indonesia menunjukkan taringnya dalam pemberantasan korupsi dengan menjatuhkan tuntutan maksimal kepada para pelaku korupsi, justru berbanding terbalik dengan apa yang dilakukan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara terhadap para terdakwa (Kadis, Kepala BKD, Kasi dan Dua Kepala Sekolah) korupsi PPPK Langkat tahun 2023.
Alih-alih mengedepankan semangat Kajaksaan Agung terkait Teguhkan Komitmen Berantas Korupsi untuk Indonesia Maju Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) malah memberikan tuntutan sangat ringan terhadap para terdakwa kasus dugaan korupsi seleksi PPPK (formasi guru) Kab. Langkat Tahun 2023.
Tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang hanya 18 bulan (1, 6 Tahun) dan denda 50 juta rupiah subsider 3 bulan kurungan terhadap para terdakwa jelas telah mencederai rasa keadilan publik khususnya ratusan guru honorer yang menjadi korban.
Tidak hanya itu tuntutan tersebut menimbulkan pertanyaan besar di tengah masyarakat, terkesan tidak selaras dengan komitmen pemerintah dalam memberantas korupsi. Serta menciptakan preseden buruk dalam penegakan hukum tindak pidana korupsi di Sumut.
Tuntutan ringan terhadap para terdakwa bukan hanya mencoreng marwah institusi Kejatisu tetapi juga memberi Angin Segar bagi para calon koruptor yang berniat memperkaya diri dari uang rakyat. Bila pola tuntutan semacam ini terus dipertahankan, maka pemberantasan korupsi hanya akan menjadi jargon tanpa makna.
Menyikapi Tuntutan JPU tersebut, LBH Medan sebagai lembaga yang konsen terhadap penegakan hukum dan HAM serta merupakan Kuasa Hukum dari ratusan guru honorer Langkat yang menjadi korban menduga Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara telah Mempermainkan Hukum dan mencederai rasa keadilan terhadap ratusan guru serta masyarakat Sumut khusus Kab. Langkat.
Tidak hanya itu, LBH Medan menilai tuntutan JPU sangat ringan dan bertentangan dengan hukum yang berlaku. Bahkan tuntutan tersebut diduga dapat menjadi pemantik suburnya tindak pidana Korupsi di Sumut khusus Kab. Langkat sektor Pendidikan.
Berdasarkan fakta persidangan secara hukum, LBH Medan menilai jika tindakan para terdakwa diduga telah bertentangan dengan pasal 12 jo Pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 yang telah di ubah ke UU No. 20 Tahun 2021 Tentang Pemberantasan Tipikor Jo. Pasal 55 Ayat (1) KUHP. Tindakan para terdakwa dinilai telah dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).
Tindakan para Terdakwa merupakan kejahatan luar biasa (Extraordinary Crime), maka sudah seharusnya para terdakwa dipecat dan dihukum seberat-beratnya bukan malah sebaliknya. Hukuman seberat-beratnya bukan tanpa alasan, perbuatan para terdakwa khusus Kadis Pendidikan dan BKD langkat telah mengakibatkan ratusan guru honorer Langkat menjadi korban.
Sesuai pasal 12 UU No. 31 Tahun 1999 yang telah di ubah menjadi UU No. 20 Tahun 2021 Tentang Pemberantasan Tipikor tindak pidana yang dilakukan Para Terdakwa ancaman hukum minimal 4 Tahun, tetapi para Terdakwa hanya dituntut 1 Tahun dan 6 Bulan Penjara.
Hal ini jelas menimbulkan pertanyaan besar? parahnya selama proses persidangan LBH Menilai Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara tidak profesional dan diduga menutupi kasus ini semisal hingga sampai memasuki Persidangan Tuntutan JPU tidak menghadirkan Bupati Langkat padahal telah dipanggil secara patut.
Maka dari itu, LBH Medan menduga jika JPU telah mempermainkan hukum dengan menuntut para Terdakwa dengan sangat rendah. Bahkan tuntutannya lebih ringan dari pelaku pencurian biasa (Maling Ayam dll).
Tindakan JPU diduga bertentangan dengan Pasal 28 D Ayat (1) UUD 1945 Jo. Pasal 3 Ayat (2) UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi manusia, ICCPR telah diratifikasi dengan UU No. 12 Tahun 2005 Tentang Hak Sipil dan Politik pada Pasal 26 dan kode perilaku Jaksa di Pasal 5,6 dan 7 PERJA No. PER-014/A/JA/11/2012 Tentang Kode Perilaku Jaksa dan Asas-Asas Peradilan.