Pos

PROYEK LAMPU “POCONG” TOTAL LOSS (GAGAL). LBH MEDAN MENDUGA WALIKOTA MEDAN “BUANG BADAN”

Whats-App-Image-2023-05-12-at-11-50-54

Realease Pers 

Nomor : 153/RP/LBH/V/2023

Medan 12 Mei 2023, Kota Medan dihebohkan dengan pernyataan Walikota Medan dalam konferensi Pers-nya beberapa waktu lalu terkait proyek lampu jalan “Pocong” yang diduga bernilai 25,7 Miliar merupakan proyek gagal (total loss). Dalam pernyataannya Walikota Medan menuntut agar “Pihak Ketiga/Kontraktor” segera mengembalikan uang sebesar 21 miliar rupiah yang telah dibayarkan Pemko Medan sebagaimana dibanyak pemberitaan yang beredar.

LBH Medan menduga keterangan pers Walikota Medan ini tidak mencerminkan sikap pemimpin yang bertanggung jawab dihadapan masyarakatnya dan diduga sebagai jurus “Buang Badan” terkait pertanggung jawaban moral dan hukum atas tindakan atau kebijakannya dalam proyek lampu jalan “pocong” yang diduga berpotensi menyebabkan kerugian uang Negara.

Seharusnya ini bukan semata-mata tanggung jawab pihak ketiga, melainkan tanggung jawab penuh pemerintah kota medan dalam hal ini Walikota Medan.

Bukan tanpa alasan, karena dalam pengerjaan proyek pemerintah yang notabenenya menggunakan uang rakyat (APBD), yang sedari awal pengerjaanya jelas melalui tahapan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan Walikota Medan. Oleh karena itu pernyataan Walikota Medan ini jelas sangat mengecewakan seakan-akan buang badan/lepas tanggung jawab.
Seharusnya sebagai seorang pemimpin, Walikota Medan harus meminta maaf dan bertanggung jawab atas buruknya kinerja pemerintah kota medan khususnya pengerjaan proyek lampu “pocong” ini.

Kemudian, Walikota Medan diduga terkesan menutupi informasi siapa “Pihak Ketiga” dimaksud sebagaimana pernyataannya dalam konferensi pers, dan pengamatan dilapangan diduga tidak ada plank proyek yang dipampang, sehingga masyarakat tidak dapat mengetahui informasi sumber, tahun dan besaran jumlah anggaran, jangka waktu pengerjaan, hingga pihak pelaksanaan pengerjaan proyek. Hal ini diduga telah melangggar prinsip Good Governance (Pemerintahan yang baik) dan Clear Governance (permerintahan yang bersih). Terkait pengerjaan proyek oleh pihak “ketiga”, LBH Medan menduga adanya kejanggalan dan kejagalan tersebut juga telah di hembuskan oleh KPPU (Komisi Pengawas Persangian Usaha) yang menduga adanya pesekongkolan dalam proses tender. Oleh karena itu sudah seharusnya aparat penegak hukum dalam hal ini Kajatisu dapat melakukan penyelidikan dan penyidikan terkait dugaan tindak pidana korupsi.

Dalam hal ini Walikota Medan juga diduga telah melanggar hak masyarakat atas keterbukaan informasi sebagaimana dimaksud Pasal 28 F UUD 1945 Jo. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Jo. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 Tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights (Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil dan Politik) Jo. Undang-Undang Nomor : 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik.

LBH Medan menilai jika Walikota Medan lambat merespon kritikan masyarakat, padahal jauh sebelum proyek lampu pocong ini dinyatakan total loss (gagal). Masyarakat kota Medan, mahasiswa, buruh dan LBH Medan telah berulang kali mengkritik proyek lampu jalan “pocong” yang sedari awal disadari tidak memberikan manfaat dan diduga hanya membuang-buang uang rakyat. Bahkan LBH Medan telah meminta dilakukannya Rapat Dengar Pendapat ke DPRD Kota Medan atas hal ini, namun tidak ada tindakan yang nyata dari DPRD Kota Medan terkait menjalankan fungsinya dalam melakukan pengawasan terhadap proyek ini.

LBH Medan juga menyayangkan sikap Ketua DPRD Kota Medan yang beberapa waktu lalu menyatakan kekecewaannya terhadap kinerja Walikota Medan terkait proyek lampu jalan “pocong” ini, namun ketika adanya pernyataan atau cuitan Walikota Medan terkait Ketua DPRD Kota Medan diduga sering “titip-titip”, membuat suara wakil rakyat tersebut hilang bak ditelan bumi. Hal tersebut jelas sangat disayangkan dan mengecewakan masyarakat, padahal hal tersebut merupakan tanggung jawabnya sebagai wakil rakyat.

Tidak hanya lampu jalan pocong, LBH Medan juga mengkritik proyek pemerintah Kota Medan lainnya seperti drainase, gapura, dan jembatan yang diduga tidak melalui perencanaan yang matang dan pengerjaannya tidak diawasi secara maksimal sehingga dapat dipastikan proyek sepenuhnya bermanfaat bagi masyarakat Kota Medan. Bahkan saat ini masyarakat juga tengah menyoroti proyek revitalisasi Lapangan Merdeka yang sebelumnya telah ada putusan pengadilan yang menetapkan sebagai situs cagar budaya. Dengan demikian diduga telah melanggar amanat Pasal 44 Undang-Undang Nomor : 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.

  1. Oleh karena itu, LBH Medan mendesak kepada :
    Kepala Kejaksaan Tinggi Sumut melakukan penyelidikan dan penyidikan atas adanya dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek lampu jalan “pocong” yang telah dinyatakan total loss (gagal) oleh Walikota Medan ;
  2. Ketua DPRD Kota Medan melaksanakan peran dan fungsinya sebagai lembaga pengawasan atas seluruh kinerja Walikota Medan dan menindaklanjuti seluruh pengaduan dan kritik masyarakat Kota Medan dengan baik dan benar atas kinerja Walikota Medan ;
  3. Walikota Medan sebagai kepala pemerintahan di Kota Medan memberikan akses informasi kepada masyarakat Kota Medan atas segala proyek yang dilaksanakan Pemko Medan sebagai amanat peraturan perundang-undangan yang berlaku;
  4. Walikota Medan untuk meminta maaf dan bertanggung jawab kepada masyarakat Kota Medan terkait buruknya kinerja pemeritah kota medan dalam proyek lampu “Pocong”.

Demikian realease Pers ini dibuat dan disampaikan dengan harapan dapat dijadikan bahan pemberitaan bagi rekan rekan pers. Atas perhatian dan kerjasamanya yang baik diucapkan terima kasih.

Narahubung :
1. Muhammad Alinafiah Matondang, SH., M.Hum. (0852-9607-5321)
2. Doni Choirul, SH. (0812-8871-0084)

KPK Harus Gerak Cepat Terkait Laporan Ketua IPW Atas Dugaan Tindak Pidana Korupsi Terhadap Wamenkumham, Dengan Tetap Mengedepankan Asas Praduga Tak Bersalah

Selamat-Menunaikan-Ibadah-Puasa-di-Bulan-Suci-Ramadhan-1443-Hijriyah-2

Rilis Pers
Nomor : 74/LBH/RP/III/2023

Masyarakat Indonesia saat ini sedang dihebohkan dengan adanya laporan dugaan tindak pidana korupsi dalam hal pemerasan dalam jabatan, gratifikasi ataupun lainya oleh ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso terhadap Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Berdasarkan beberapa pemberitaan media baik nasional maupun lokal diketahui pada hari selasa, 14 Maret 2023, Sugeng Teguh Santoso secara resmi melaporkan wamenkumham ke lembaga antirasua KPK atas adanya dugaan tindak pidana korupsi atau potensi tindak pidana korupsi karena diduga menerima aliran dana Rp 7 miliar melalui dua orang yang diketahui sebagai aspri (asisten pribadi) nya YAR dan YAM.

Dugaan aliran dana Rp 7 miliar tersebut terkait permintaan konsultasi hukum dan status pengesahan badan hukum yang dimohonkan seorang warga negara. dalam laporanya Sugeng Teguh Santoso menyampaikan adanya bukti-bukti terkait dugaan tindak pidana tersebut diantaranya empat bukti terkait kiriman dana/transfer, percakapan pendek (chat) yang menegaskan bahwa wamenkumham diduga mengakui YAR dan YAM merupakan asprinya terkonfirmasi sebagai orang yang disuruh atau terafiliasi dengan wamenkumham.

Terkait adanya laporan Sugeng Teguh Santoso tersebut diketahui dihari yang sama sekitar pukul 21.38 Wib, YAR telah melaporkan Sugeng Tegus Santoso atas dugaan tindak pidana pencemaran nama baik ke Bareskrim mabes polri, yang pada intinya menyampaikan jika apa yang dikatakan Sugeng Teguh Santoso tidak benar.

LBH Medan sebagai lembaga bantuan hukum yang konsern terhadap penegakan hukum dan hak asasi manusi (HAM) menilai jika laporan ketua IPW tersebut bukan merupakan isapan jempol belaka, oleh karenanya sebagai lembaga negara yang berfokus terhadap pencegahan dan penindakan tindak pidana korupsi sudah seharusnya secara hukum yang benar dengan tetap mengedepankan asas praduga tidak bersalah (presumption of innocence).

KPK harus bergerak cepat menindaklanjuti laporan tersebut sebagai bentuk pelaksanaan tugas KPK yang berpedoman pada enam asas, yaitu kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum, proporsionalitas dan penghormatan terhadap hak asasi manusia sebagaimana tertuang dalam pasal 5 UU KPK. Serta bentuk pertanggungjawaban KPK kepada publik sebagaimana yang telah diamanatkan undang-undang KPK Nomor 19 Tahun 2019 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dilain sisi LBH Medan menduga laporan balik YAR ke Bareskrim Mabes Polri terkait pencemaran nama baik yang diduga dilakukan oleh terhadap Sugeng Tegus Santoso merupakan bentuk ancaman atau tindakan menakut-nakuti masyarakat dan pelemahan terhadap semangat pemberantasan anti korupsi oleh masyarakat.

LBH Medan menilai ada tiga hal yang aneh terkait laporan YAR, pertama laporan tersebut terkesan dipaksaan dimana Sugeng Teguh Santoso melaporkan Wamenkumham bukan melaporkan YAR. Kedua laporan YAR merupakan respon/ketakutan yang berlebihan sehingga patut diduga menggambarkan adanya permasalah hukum yang mau dibentengi dengan laporan balik.

Ketiga, laporan YAR secara tidak langsung telah bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang menitik beratkan apabila masyarakat mengetahui atau mempunyai informasi dugaan tindak pidana korupsi maka bisa menyampaikanya secara lisan dan maupun tertulis serta disertai dokumen tertulis kepada pejabat yang berwenang.

Oleh karena itu LBH Medan menilai apa yang dilakukan oleh Sugeng Teguh Santosa telah tepat dan sesuai aturan hukum yang berlaku. Serta terkait permasalahan ini LBH Medan mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk tetap mengawal laporan tersebut demi terciptakan keadilan dan kepastian hukum sebagaimana yang telah dijamin oleh UUD 1945 jo UU 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Demikian Rilis Pers ini dibuat semoga dapat dipergunakan dengan baik, Terimakasih

Irvan Saputra, SH.,MH 0821 6373 6197
Marselinus Duha, SH 0853 5990 1921

Pelemahan KPK, Nyata Di Depan Mata!

Pelemahan KPK, Nyata Di Depan Mata!Upaya pemberantasan korupsi di Indonesia masih menjadi hal yang hangat untuk dibahas. Pada tanggal 29 Desember 2003 menjadi tonggak sejarah baru Indonesia dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi dengan berdirinya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Hal ini dibentuk melihat pentingnya upaya pemberantasan korupsi yang telah “mendarah daging” di Indonesia.

Pada usia menginjak 16 tahun, KPK telah menjadi tonggak penegakan hukum pemberantasan korupsi di Indonesia. Banyak kasus mega korupsi di Indonesia yang telah berhasil diungkap, meskipun memang masih banyak kasus yang juga belum terungkap secara jelas dan tuntas atau dengan kata lain masih mangkrak misalnya kasus BLBI, Centuri, Hambalang, Jiwasraya, dan masih banyak kasus lainnya.

Dalam perjalanannya, KPK banyak mendapat serangan dari pihak-pihak yang risih dengan adanya KPK tersebut. Masih segar di ingatan soal kasus Cicak vs Buaya dimana terdapat upaya kriminalisasi pimpinan KPK Bibit dan Chandra. Meski demikian semuanya itu dengan dukungan publik yang masif masih bisa dibendung dan KPK masih bisa dipertahankan hingga berumur 16 tahun.

Namun pada tahun 2019 tepatnya saat era pemerintahan Joko Widodo–Ma’aruf Amin, di usianya yang ke 17 tahun KPK telah “dibajak” oligarki dengan sistematis. Kekuatan politik berhasil melakukan upaya pelemahan terhadap lembaga anti rasuah tersebut.

Salah satu indikator yang dapat dengan mulusnya perubahan Undang-undang KPK menjadi Undang-undang No. 19 Tahun 2019 Tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Perubahan UU tersebut mendapat gelombang penolakan dari masyarakat. Namun pemerintah dan DPR tutup telinga. Jalan untuk mengesahkan RUU KUHP pun dipermulus. Berbagai upaya yang pada hakikatnya untuk melemahkan KPK juga dilakukan dengan menempatkan pimpinan KPK yang dianggap “bermasalah” oleh publik dan akhirnya diperparah lagi dengan penyingkiran pegawai KPK yang dianggap kredibel dan juga telah banyak terlibat dalam pengungkapan kasus-kasus korupsi besar.

Provinsi Sumatera Utara sendiri masih tergolong provinsi yang tingkat korupsinya tinggi. Masih segar di ingatan kita Gubernur Sumatera Utara  2 dua kali berturut-turut di tangkap KPK dengan tuduhan kasus korupsi dan yang lebih ganasnya kasus korupsi mantan Gubernur Sumatera Utara yakni Gatot Puji Nugroho yang telah menyeret hampir seluruh anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara pada periode tersebut dan secara peringkat, Provinsi Sumatera Utara saat ini masih dalam peringkat ke 2 (dua) provinsi terkorup di Indonesia, sehingga Sumatera Utara sangat berkepentingan dalam menyoroti upaya pemberantasan korupsi khususnya upaya pelemahan KPK ini.

Melihat realita di atas, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan telah melakukan penelusuran sederhana terkait dampak pelemahan KPK terhadap penegakan hukum korupsi di pengadilan tindak pidana korupsi pada Pengadilan Negeri Medan (PN Medan), hal ini dilihat dari direktori putusan korupsi PN Medan dari tahun 2018 s/d tahun 2020 dengan diagram sebagai berikut :

Diagram 1. Jumlah perkara korupsi yang diperiksa oleh pihak Pengadilan Negeri Medan

Melihat diagram diatas tren jumlah kasus korupsi yang masuk di Pengadilan Negeri Medan ditahun 2016 berjumlah 136 kasus, tahun 2017 berjumlah 129 kasus dan  2018 masih tinggi yakni berjumlah 128 kasus dan ironisnya ditahun 2019 telah menurun drastis menjadi 86 kasus dan tahun 2020 berjumlah 83 kasus.

Diagram 2. Jumlah Kasus Korupsi yang ditangani KPK di Sumatera Utara.

Berdasarkan direktori PN Medan, begitu juga jika kita melihat jumlah kasus korupsi yang ditangani KPK di Sumatera Utara dimana ditahun 2018 berjumlah 23 Kasus dan ironisnya ditahun 2019 dan 2020 menurun drastis masing masing 7 Kasus.

Berdasarkan hasil penelusuran di atas, dapat kita lihat bagaimana penanganan kasus korupsi di Sumatera Utara menurun drastis ditahun 2019 dan tahun 2020 baik itu yang masuk di pengadilan Negeri Medan maupun yang ditangani KPK sendiri sehingga jelas kinerja KPK di Sumatera Utara khususnya dalam hal penindakan kini semakin melemah dan pelemahan KPK saat ini nyata adanya dan telah berhasil dilakukan oleh pihak penguasa yang kemudian memberikan angin segar bagi pelaku korupsi di Indonesia khususnya di Sumatera Utara.

Sebelum KPK benar-benar tumbang dan padam, seharusnya Presiden menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang untuk membatalkan Undang-undang No. 19 Tahun 2019 agar kembali ke Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Selain itu lembaga kejaksaan dan kepolisian juga diminta untuk meningkatkan kinerja dalam penanganan kasus dugaan tindak pidana korupsi di Sumatera Utara.

 

Penulis : ISMAIL LUBIS, S.H., M.H

Editor : RIMMA ITASARI NABABAN, S.H

 

Baca juga => https://lbhmedan.org/jalan-mudah-memberikan-pemahaman-anti-korupsi/

KANTOR DARURAT PEMBERANTASAN KORUPSI DI SUMATERA UTARA

https://redaksi.waspada.co.id/v2021/2021/09/organisasi-masyarakat-sipil-buka-kantor-darurat-pemberantasan-korupsi-di-sumut/