Warga Kesuma Laporkan Direktur PT. NDP Atas dugaan Pengerusakan Rumah dan Sekolah ke Polda Sumut


Release Press

Nomor : 201/LBH/RP/VI/2023

LBH Medan mendampingi masyarakat kesuma dalam membuat laporan polisi ke POLDA SUMUT atas dugaan tindak pidana pengrusakan rumah warga dan sekolah PAUD SAPTA KURNIA. yang diduga dilakukan oleh Direktur PT. Nusa Dua Property (NDP) dkk.
Pengerusakan itu terjadi pada tanggal 31 Mei 2023 di Jalan Kesuma Dusun XV, dalam Laporan Polisi Nomor : LP/B/698/VI/2023/SPKT/POLDA SUMUT. Direktur PT. NDP dkk diduga melanggar Pasal 170 Jo. 406 KUHPidana.

Akibat pengrusakan tersebut warga tidak bisa lagi menempati rumah dan puluhan anak-anak tidak bisa bersekolah.
Pembongkaran paksa itu sangat menyakitkan dimana diantara bangunan rumah milik masyarakat itu terdapat PAUD SAPTA KURNIA yang merupakan tempat Pendidikan bagi anak-anak usia dini dalam hal belajar untuk mencapai dan mengejar cita-cita mereka kelak dewasa nanti.

Sehingga dengan dibongkarnya PAUD tersebut, anak-anak usia dini kehilangan tempat pendidikannya dan merusak psikologis anak, dikarenakan pengrusakan yang diduga dilakukan pada saat jam belajar oleh Satpol PP Deli Serdangm,Polisi dan Bahkan dihadiri TNI.

Diketahui perumahan milik masyarakat yang dibongkar paksa oleh Satpol PP dkk diduga berada di lahan 35 Ha untuk dijadikan perumahan elit Kota Mega Deli Metropolitan.
Masyarakat kesuma sangat kecewa atas sikap kejam pihak PT. NDP bahkan parahnya tidak memberikan ganti rugi kepada pihak masyarakat yang rumahnya dibongkar secara paksa padahal telah menempatinya selama puluhan tahun (59 Tahun).

Sebelumnya telah terjadi negosiasi atas ganti rugi atau tali asih yang akan diberikan oleh pihak PT. NDP, namun belum tercapai kesepakatan pihak PT. NDP langsung membongkar rumah dan menggusur masyarakat dengan kejam.

LBH Medan menilai Penghancuran tersebut diduga demi kepentingan pembangunan perumahan mewah Kota Deli Mega Politan seluas 8000 Ha di Kab. Deli Serdang dan untuk memenuhi kebutuhan segelintir orang bukan untuk masyarakat dan dengan tidak mempedulikan dampak negative masyarakat luas.

LBH Medan menilai tindakan PT. NDP telah melanggar HAM dalan hal Hak sipil politik dan ekonomi, sosial budaya.
LBH Medan juga menyangkan pihak Pemkab Deli Serdang yang tidak menunjukkan sikap peduli terhadap masyarakatnya yang terdampak dan menngamini tidakan PT. NDP hal tersbut ditandai dengan terlibanta Satpol PP dalam penghancuran rumah dan sekolah Paud tersebut.

Oleh karena itu LBH Medan menilai pihak terkait dalam hal ini baik Pemkab Deli Serdang maupun pihak PT. NDP, Polisi, Dishub, Satpol PP, dan Satpam PTPN II diduga telah melanggar ketentuan Pasal 1 ayat (2), Pasal 28A, dan Pasal 28H ayat (4), Pasal 31 ayat (1) UUD 1945. Jo. Pasal 12 UU No. 39 Tahun 1999 Tentang HAM, Jo. UU No. 11 Tahun 2005 Tentang Pengesahan Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial Dan Budaya, Jo. UU No. 12 Tahun 2005 Tentang Pengesahan Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil Dan Politik, Jo. Pasal 9 ayat (1) UU No. 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak dan melalui rilis ini LBH Medan meminta Komnas HAM untuk dapat memberikan perlindungan pada warga kesuma yang terdampak atas penghancuran tersebut.

Demikianlah Rilis ini diperbuat dengan harapan dapat dipergunakan dengan baik.

Contact Person :
Irvan Saputra : 0821-6373-6197
Doni Choirul : 0812-8871-0084

PT. NDP & Aparat Robohkan Rumah & Sekolah, Warga & Anak Sekolah Terlunta-lunta

Press Release
Nomor : 174/LBH/RP/VI/2023

LBH Medan, Jum’at, bisa 02 Juni 2023. Pada hari rabu tanggal 31 Mei 2023 sekitar pukul 11.00 wib, Perumahan milik masyarakat sebanyak 8 (delapan) rumah yang terletak di Jalan Kesuma Desa Sampali Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang. Dibongkar paksa oleh pihak Satpol PP Deli Serdang dengan alat berat.

Sejumlah aparat baik dari Kepolisian dan TNI turut hadir dalam pembongkaran tersebut, yang mana pembongkaran itu diduga atas Permohonan PT. NDP (Nusa Dua Properti) anak perusahaan PTPN 2.

Pembongkaran paksa itu sangat menyakitkan dimana diantara bangunan rumah milik masyarakat itu terdapat PAUD SAPTA KURNIA yang merupakan rumah atau tempat Pendidikan bagi anak-anak usia dini dalam hal belajar untuk mencapai dan mengejar cita-cita mereka kelak dewasa nanti.

Sehingga dengan dibongkarnya PAUD itu, anak-anak usia dini kehilangan tempat pendidikannya dan hancur mental anak-anak tersebut. Sebab pada saat jam belajar disitu pula lah Satpol PP Deli Serdang atau pihak PT. NDP (Nusa Dua Property) melakukan pembongkaran secara paksa tanpa dasar yang jelas atau tanpa putusan pengadilan.

Perumahan milik masyarakat yang hari ini dibongkar paksa oleh Satpol PP diduga berada di lahan 35 Ha untuk dijadikan perumahan elit Kota Mega Deli Metropolitan. Hal itu bisa kita lihat bersama dari masyarakat yang sebelumnya digusur. Dan sekarang telah berdiri property atau bangunan milik pengembang. Kemudian dikuatkan adanya pernyataan atau statement dari pihak PT. NDP (Nusa Dua Property) itu sendiri.

Parahnya masyarakat yang rumahnya dibongkar paksa oleh Satpol PP Deli Serdang atau PT. NDP (Nusa Dua Property) belum menerima sepeserpun ganti rugi dari pihak PT. NDP.

Masyarakat sangat kecewa atas sikap kejam pihak PT. NDP yang belum atau tidak memberikan ganti rugi kepada pihak masyarakat yang rumahnya dibongkar secara paksa. Walaupun sebelumnya telah terjadi negosiasi atas ganti rugi atau tali asih yang akan diberikan oleh pihak PT. NDP, namun belum tercapai kesepakatan pihak PT. NDP langsung membongkar rumah dan menggusur masyarakat.

Jika ditelisik surat dari Satpol PP Deli Serdang Nomor : 503/459, Perihal Surat Peringatan III tertanggal 26 Mei 2023 yang ditujukan kepada 8 (delapan) rumah milik masyarakat. Merupakan asset atau lahan milik PTPN 2 dengan Nomor SHGU : 152/Sampali diduga keliru. Sebab SHGU Nomor : 152/Sampali telah berakhir (eks).

Hal itu diduga diungkapkan langsung oleh pihak PTPN 2 melalui kuasa hukumnya berdasarkan adanya gugatan Perdata Reg No : 17/Pdt.G/2023/PN.Lbp tertanggal 4 Mei 2023. Pada pokoknya menerangkan sesungguhnya lahan Perkebunan Sampali seluas 35 Ha merupakan bagian dari tanah HGU dengan Nomor : 5382/Sampali tertanggal 6 Januari 2022.

LBH Medan menilai Penghancuran dan penggusuran ini sangat kuat dugaan demi kepentingan pembangunan perumahan mewah Kota Deli Mega Politan seluas 8000 Ha di Kab. Deli Serdang dan untuk memenuhi kebutuhan lahan seluas ini diduga sebahagian atau seluruhnya menyulap lahan Eks HGU seolah-olah lahan HGU PTPN-II dengan tidak mempedulikan dampak negative bagi hak sipil, politik, ekonomi dan sosial masyarakat. Hal ini dapat dikategorikan sebagai bentuk pelanggaran HAM termasuk hak atas pendidikan bagi anak.

Padahal segala daya dan upaya telah dilakukan oleh masyarakat Kesuma Sampali ini baik pada tingkat eksekutif dan legislatif, namun dirasakan tidak berpihak ke masyarakat. Sehingga patut diduga Pemerintahan Kab. Deli Serdang telah dibungkam dan berkonspirasi untuk merampas lahan masyakat demi memenuhi hasrat pemodal membangun perumahan mewah di Kab. Deli Serdang.

Oleh karena itu LBH Medan menilai pihak terkait dalam hal ini baik Pemkab Deli Serdang maupun pihak PT NDP telah melanggar ketentuan Pasal 1 ayat (2), Pasal 28A, dan Pasal 28H ayat (4), Pasal 31 ayat (1) UUD 1945. Jo. Pasal 12 UU No. 39 Tahun 1999 Tentang HAM, Jo. UU No. 11 Tahun 2005 Tentang Pengesahan Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial Dan Budaya, Jo. UU No. 12 Tahun 2005 Tentang Pengesahan Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil Dan Politik, Jo. Pasal 9 ayat (1) UU No. 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak.

Demikianlah Rilis ini diperbuat dengan harapan dapat di publikasikan atau disiarkan kepada khalayak ramai agar seluruh rakyat Indonesia dapat melihat dan mendengar atas adanya dugaan perlakuan yang semena-mena dilakukan oleh PT. NDP (Nusa Dua Property) anak perusahaan PTPN2 dan kepada Negara dapat melindungi masyarakatnya yang terdzolimi.

Hormat Kami
Masyarakat Kesuma Desa Sampali

Contact Person :
Irvan Saputra : 0821-6373-6197
Mhd. Alinafiah Matondang : 0852-9607-5321

Alasan PAD, Petugas Dishub Kota Medan Diduga Mengganggu Kenyamanan dan Akses keadilan Masyarakat di LBH Medan

Whats-App-Image-2023-05-26-at-18-08-26

RILIS PERS
Nomor : 169/LBH/RP/V/2023

Kamis 25 Mei 2023 Petugas Dinas Perhubungan Kota Medan membuat riuh didepan kantor LBH Medan karena melarang kendaraan parkir diatas trotoar bagi personil LBH Medan sehingga membuat pelayanan bantuan hukum kepada masyarakat terganggu dan tidak nyaman.

Pelarangan ini dinilai tidak prosedural karena hanya beralasan kendaraan terparkir diatas trotoar tanpa ada sosialisasi meluas ke masyarakat sebelumnya dan tanpa dilengkapi surat tugas bagi petugas. Setelah terjadi adu argumentasi dengan personil LBH Medan, ternyata pelarangan ini agar personil LBH Medan dan masyarakat pencari keadilan parkir dilokasi yang telah disediakan guna menambah Pendapatan Asli Daerah Kota Medan pada sektor Perparkiran.

Patut diketahui 45 tahun LBH Medan berkantor di Jl. Hindu No. 12 Medan, masyarakat dari segala penjuru dan pelosok sumatera utara dari kalangan Mahasiswa, Buruh, Petani, Nelayan, Kelompok Rentan, Disabilitas dan Miskin Kota serta organisasi masyarakat sipil lainnya dan rekan-rekan pers yang datang untuk kepentingan urusan hak dan kepentingan hukum dan hak asasi mayarakat selalu memarkirkan kendaraan nya didepan kantor lbh medan, namun sekarang terganggu dengan adanya penyempitan jalan dan pelarangan parkir oleh Dinas Perhubungan Kota Medan.

LBH Medan menilai tidak prosedurnya pelarangan parkir ini diduga bentuk serangan pihak Pemko Medan terhadap LBH Medan yang menyuarakan aspirasi rakyat mengkoreksi kinerja dan tanggung jawab Pemko Medan atas proyek yang ada diantaranya lampu “Pocong”, drainase, jembatan dan gapura. Dan dugaan ini diperkuat tidak adanya jalan akses keluar masuk yang dibuat didepan kantor LBH Medan saat pengerjaan proyek drainase dan trotoar tersebut oleh Pemko Medan.

Tindakan arogansi pihak Pemko Medan melalui petugas Dishub Kota Medan ini dinilai sikap anti kritik dan diduga usaha pembungkaman atas suara masyarakat mengkritik kinerja Walikota Medan yang dinilai buruk. Oleh karenanya patut lah tindakan ini disinyalir melanggar Undang-Undang No 39 tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Jo. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang pengesahan Hak Sipil dan politik.

Pelarangan parkir ini juga dinilai bentuk ketidakpekaan Pemko Medan kepada masyarakat miskin yang mengadukan nasibnya ke LBH Medan karena sudah susah karena masalah hukum yang ada kemudian ditambah susah karena harus keluarkan uang parkir untuk pendapatan Pemko Medan dan dapat dikategorikan bentuk penghalangan hak akses keadilan bagi terhadap masyarakat sebagaimana Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum.

Ketidakpekaan Pemko Medan diperkuat dengan tidak adanya Peraturan Daerah Pemko Medan tentang Penyelenggaraan Bantuan Hukum Cuma-Cuma bagi masyarakat miskin Kota Medan sebagaimana yang diatur Pasal 19 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum.

Untuk itu, dengan ini LBH Medan mendesak kepada Pemko Medan, agar :
1. Menyampaikan klarifikasi pelarangan parkir tersebut kemasyarakat Kota Medan.
2. Tidak menghalangi dan mengurangi akses keadilan masyarakat Sumatera Utara dalam mengakses bantuan hukum ke LBH Medan.
3. Tidak melakukan upaya pembukaman aspirasi masyarakat khususnya di Kota Medan dalam menyuarakan penilaian kinerja buruk Pemko Medan.
4. Meminta maaf kepada masyarakat Kota Medan atas ketidaknyamanan yang ditimbulkan saat adanya penyelenggaraan pelayanan bantuan hukum di LBH Medan.
5. Segera mengajukan dan membahas Rancangan Peraturan Daerah Pemko Medan Tentang Penyelenggaraan Bantuan Hukm Cuma-Cuma bagi Miskin Kota Medan.

Demikian rilis pers ini dibuat dan disampaikan dengan harapan dapat dijadikan bahan pemberitaan bagi rekan-rekan pewarta. Atas kerjasamanya yang baik kami ucapkan terima kasih.
LEMBAGA BANTUAN HUKUM MEDAN

Narahubung :
1. Muhammad Alinafiah Matondang (0852-9607-5321)
2. Tri Achmad Tommy Sinambela (0823-8527-8480)

DUGAAN MARAKNYA JUAL BELI TUNTUTAN DI KEJAKSAAN NEGERI ASAHAN DAN BATU BARA, LBH MEDAN DESAK KAJAGUNG RI COPOT KAJARI ASAHAN DAN BATU BARA

Rilis Pers
Nomor : 168/LBH/RP/V/2023

Belum lagi bergeming pasca viralnya kasus dugaan seorang oknum Kejaksaan Negeri Batu Bara inisial EKT. Dimana jaksa tersebut diduga memeras ibu seorang Terdakwa dugaan tindak pidana narkotika.

Adapun hal itu dilakukan guna meringankan tuntutan terhadap Terdakwa. Belum jelasnya tindakan etik dan proses hukumnya jaksa EKT hingga saat ini.

Kembali masyarakat dihebohkan dengan adanya dugaan jual beli tuntutan di Kejaksaan Negeri Batu Bara yang mengakibatkan stigma negatif masyarakat terhadap instansi kejaksaan RI di daerah hukum Kejaksaan Tinggi Sumut.

Setali tiga uang atas kasus Jaksa EKT tersebut, sebagaimana berdasarkan sumber pemberitaan dari medan.tribunnews.com pada 22 Mei 2023 lalu. Diduga 10 oknum Jaksa di Kejari Asahan menyalahgunakan jabatan dengan diduga melakukan praktik jual-beli tuntutan dengan cara memeras para Terdakwa dimana para jaksa tersebut diantaranya berinisial 1. BT, 2.CS, 3. ER, 4.HM, 5.NF, 6.GN, 7.RP, 8.FS, 9.RH dan 10. S.

Hal tersebut dilakukan dengan menawarkan keringanan tuntutan terhadap para Terdakwa sebagaimana yang dilakukan oleh Jaksa EKT.

Adapun jual-beli tuntutan yang dilakukan oleh 10 oknum Jaksa tersebut kebanyakan terhadap Terdakwa kasus narkoba dan pencurian. Diduga biaya jual beli tuntutan tersebut berkisar Rp3 Juta hingga Rp60 Juta, bahkan meminta 1 unit mobil avanza.

Kasus ini mulai terkuak setelah aksi demo sekelompok masyarakat di Kejari Asahan yang mengatasnamakan dirinya Barisan Rakyat Anti Korupsi (Bara Api). Mereka menyebut bahwa Kejari Asahan sarang suap dan tukang peras Terdakwa sebagaimana pemberitaan Tribun Medan. Bahkan salah seorang peserta aksi dalam mengekspresikan kekecewaannya hingga nekat memecahkan gelas kaca ke kepalanya hingga mengeluarkan darah.

LBH Medan menilai dugaan jual beli tuntutan yang diduga dilakukan oleh 10 oknum Jaksa Kejari Asahan itu jelas tidak dibenarkan. Apabila benar maka jelas telah melanggar kode perilaku Jaksa dan dugaan tindak pidana pemerasan.

Kode Perilaku Jaksa telah secara tegas dan jelas menyebutkan Jaksa dilarang untuk memberikan atau menjanjikan sesuatu, meminta, menerima hadiah dan/atau keuntungan dalam bentuk apapun terhadap pribadinya.

Kemudian dilarang memperoleh finansial secara langsung maupun tidak langsung, serta larangan melakukan permufakatan secara melawan hukum dengan para pihak yang terkait dalam penanganan perkara. Hal itu jelas diatur dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a, b, c, & d Peraturan Jaksa Agung Nomor :Per–014/A/Ja/11/2012 Tentang Kode Perilaku Jaksa.

Selain itu, dugaan jual beli tuntutan dengan cara memeras tersebut diduga merupakan tindak pidana korupsi. Hal itu jelas telah melanggar ketentuan Pasal 12 huruf e UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dinyatakan “Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri”.

Adapun ancaman pidana terhadap Jaksa yang diduga melakukan pemerasan sebagaimana pasal 12 huruf e diatas yaitu dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidanapenjara paling singkat 4 (empat) tahundan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua- ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Oleh karena itu LBH Medan sebagai lembaga yang konsern terhadap penegakan hukum dan hak asasi manusia (HAM) patut secara hukum mendesak Kepala Kejaksaan Agung RI untuk mencopot Kepala Kejaksaan Negeri Asahan dan Batu Bara dikarenakan ketika anggotanya bermasalah maka sudah barang tentu menjadi tanggung jawab moral pimpinan instansi tersebut.

Seraya memerintakan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara agar mengusut pemasalahan ini secara objektif, tuntas dan transparan terhadap Jaksa Kejari Batu Bara EKT dan 10 orang Oknum Jaksa Kejari Asahan.

Baik secara etik maupun dugaan pidananya hal tersebut guna meminta komitmen Kepala Kejasaan RI Bpk. Dr. ST. Baharuddin, SH.,MH yang mengatakan “Tidak segan Mencopot, Mendemosi dan Mempidanakan Jaksa yang bermain dengan perkara” (16/1/2023) Kompas.

LBH Medan meminta Jaksa Agung Republik Indonesia agar “bersih-bersih” atau melakukan Reformasi di tubuh Kejaksaan RI khususnya Kejaksaan di daerah hukum Kejatisu dan mendesak para jaksa untuk taat melaporkan LHKPN-nya guna bentuk preventif dugaan tindak pidana korupsi. Karena diduga kasus ini hanyalah contoh kecil yang telah terkuak ke publik.

Apabila hal tersebut tidak dilakukan maka LBH Medan menilai kedepannya tidak menutup kemungkinan hal tersebut terjadi kembali di tubuh Kejaksaan sehingga dapat mencoreng instansi Kejaksaan RI di mata masyarakat.

Reformasi di tubuh Kejaksaan juga demi menjaga nama baik dan motto dari Kejaksaan Agung yaitu Tri Krama Adhyaksa yang artinya “kesetiaan yang bersumber pada rasa jujur, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, terhadap diri pribadi dan keluarga, maupun kepada sesama manusia”.

Contact Person :
Irvan Saputra, S.H, MH (0821-6373-6197)
Tri A. T. Sinambela, S.H (0823-8527-8480)

PROYEK LAMPU “POCONG” TOTAL LOSS (GAGAL). LBH MEDAN MENDUGA WALIKOTA MEDAN “BUANG BADAN”

Whats-App-Image-2023-05-12-at-11-50-54

Realease Pers 

Nomor : 153/RP/LBH/V/2023

Medan 12 Mei 2023, Kota Medan dihebohkan dengan pernyataan Walikota Medan dalam konferensi Pers-nya beberapa waktu lalu terkait proyek lampu jalan “Pocong” yang diduga bernilai 25,7 Miliar merupakan proyek gagal (total loss). Dalam pernyataannya Walikota Medan menuntut agar “Pihak Ketiga/Kontraktor” segera mengembalikan uang sebesar 21 miliar rupiah yang telah dibayarkan Pemko Medan sebagaimana dibanyak pemberitaan yang beredar.

LBH Medan menduga keterangan pers Walikota Medan ini tidak mencerminkan sikap pemimpin yang bertanggung jawab dihadapan masyarakatnya dan diduga sebagai jurus “Buang Badan” terkait pertanggung jawaban moral dan hukum atas tindakan atau kebijakannya dalam proyek lampu jalan “pocong” yang diduga berpotensi menyebabkan kerugian uang Negara.

Seharusnya ini bukan semata-mata tanggung jawab pihak ketiga, melainkan tanggung jawab penuh pemerintah kota medan dalam hal ini Walikota Medan.

Bukan tanpa alasan, karena dalam pengerjaan proyek pemerintah yang notabenenya menggunakan uang rakyat (APBD), yang sedari awal pengerjaanya jelas melalui tahapan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan Walikota Medan. Oleh karena itu pernyataan Walikota Medan ini jelas sangat mengecewakan seakan-akan buang badan/lepas tanggung jawab.
Seharusnya sebagai seorang pemimpin, Walikota Medan harus meminta maaf dan bertanggung jawab atas buruknya kinerja pemerintah kota medan khususnya pengerjaan proyek lampu “pocong” ini.

Kemudian, Walikota Medan diduga terkesan menutupi informasi siapa “Pihak Ketiga” dimaksud sebagaimana pernyataannya dalam konferensi pers, dan pengamatan dilapangan diduga tidak ada plank proyek yang dipampang, sehingga masyarakat tidak dapat mengetahui informasi sumber, tahun dan besaran jumlah anggaran, jangka waktu pengerjaan, hingga pihak pelaksanaan pengerjaan proyek. Hal ini diduga telah melangggar prinsip Good Governance (Pemerintahan yang baik) dan Clear Governance (permerintahan yang bersih). Terkait pengerjaan proyek oleh pihak “ketiga”, LBH Medan menduga adanya kejanggalan dan kejagalan tersebut juga telah di hembuskan oleh KPPU (Komisi Pengawas Persangian Usaha) yang menduga adanya pesekongkolan dalam proses tender. Oleh karena itu sudah seharusnya aparat penegak hukum dalam hal ini Kajatisu dapat melakukan penyelidikan dan penyidikan terkait dugaan tindak pidana korupsi.

Dalam hal ini Walikota Medan juga diduga telah melanggar hak masyarakat atas keterbukaan informasi sebagaimana dimaksud Pasal 28 F UUD 1945 Jo. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Jo. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 Tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights (Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil dan Politik) Jo. Undang-Undang Nomor : 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik.

LBH Medan menilai jika Walikota Medan lambat merespon kritikan masyarakat, padahal jauh sebelum proyek lampu pocong ini dinyatakan total loss (gagal). Masyarakat kota Medan, mahasiswa, buruh dan LBH Medan telah berulang kali mengkritik proyek lampu jalan “pocong” yang sedari awal disadari tidak memberikan manfaat dan diduga hanya membuang-buang uang rakyat. Bahkan LBH Medan telah meminta dilakukannya Rapat Dengar Pendapat ke DPRD Kota Medan atas hal ini, namun tidak ada tindakan yang nyata dari DPRD Kota Medan terkait menjalankan fungsinya dalam melakukan pengawasan terhadap proyek ini.

LBH Medan juga menyayangkan sikap Ketua DPRD Kota Medan yang beberapa waktu lalu menyatakan kekecewaannya terhadap kinerja Walikota Medan terkait proyek lampu jalan “pocong” ini, namun ketika adanya pernyataan atau cuitan Walikota Medan terkait Ketua DPRD Kota Medan diduga sering “titip-titip”, membuat suara wakil rakyat tersebut hilang bak ditelan bumi. Hal tersebut jelas sangat disayangkan dan mengecewakan masyarakat, padahal hal tersebut merupakan tanggung jawabnya sebagai wakil rakyat.

Tidak hanya lampu jalan pocong, LBH Medan juga mengkritik proyek pemerintah Kota Medan lainnya seperti drainase, gapura, dan jembatan yang diduga tidak melalui perencanaan yang matang dan pengerjaannya tidak diawasi secara maksimal sehingga dapat dipastikan proyek sepenuhnya bermanfaat bagi masyarakat Kota Medan. Bahkan saat ini masyarakat juga tengah menyoroti proyek revitalisasi Lapangan Merdeka yang sebelumnya telah ada putusan pengadilan yang menetapkan sebagai situs cagar budaya. Dengan demikian diduga telah melanggar amanat Pasal 44 Undang-Undang Nomor : 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.

  1. Oleh karena itu, LBH Medan mendesak kepada :
    Kepala Kejaksaan Tinggi Sumut melakukan penyelidikan dan penyidikan atas adanya dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek lampu jalan “pocong” yang telah dinyatakan total loss (gagal) oleh Walikota Medan ;
  2. Ketua DPRD Kota Medan melaksanakan peran dan fungsinya sebagai lembaga pengawasan atas seluruh kinerja Walikota Medan dan menindaklanjuti seluruh pengaduan dan kritik masyarakat Kota Medan dengan baik dan benar atas kinerja Walikota Medan ;
  3. Walikota Medan sebagai kepala pemerintahan di Kota Medan memberikan akses informasi kepada masyarakat Kota Medan atas segala proyek yang dilaksanakan Pemko Medan sebagai amanat peraturan perundang-undangan yang berlaku;
  4. Walikota Medan untuk meminta maaf dan bertanggung jawab kepada masyarakat Kota Medan terkait buruknya kinerja pemeritah kota medan dalam proyek lampu “Pocong”.

Demikian realease Pers ini dibuat dan disampaikan dengan harapan dapat dijadikan bahan pemberitaan bagi rekan rekan pers. Atas perhatian dan kerjasamanya yang baik diucapkan terima kasih.

Narahubung :
1. Muhammad Alinafiah Matondang, SH., M.Hum. (0852-9607-5321)
2. Doni Choirul, SH. (0812-8871-0084)

TIDAK CUKUP HANYA SANKSI ETIK, AKBP ACHIRUDDIN HASIBUAN HARUS DIPECAT & DIPIDANA

Selamat-Menunaikan-Ibadah-Puasa-di-Bulan-Suci-Ramadhan-1443-Hijriyah-8

Rilis Pers
Nomor : 135/LBH/RP/IV/2023

Medan 26 April 2023, Kasus Mario Dandy yang menghebohkan Indonesia belum selesai, kini kota Medan di hebohkan dengan adanya video viral yang beredar mirip dengan kasus Mario Dandy. Masyarakat kota Medan saat ini sedang memperbincangkan video viral terkait adanya dugaan tindak pidana penganiayaan yang diduga dilakukan oleh Aditya Hasibuan (Tersangka) yang merupakan anak perwira menengah berpangkat Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Achiruddin Hasibuan diketahui saat itu sebagai Kabag Bin Ops Direktorat Narkoba Polda Sumut.

Dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh Aditya terhadap korban Ken Admiral (Korban) terjadi pada tanggal 22 Desember 2022, hal tersebut diketahui berdasarkan Laporan Polisi Nomor : 3895/12/2022. Adapun kejadian itu bermula ketika tersangka bersama teman-temannya diduga menghentikan mobil yang tengah dikemudikan oleh korban. Saat korban membuka kaca mobilnya, keduanya sempat berbincang, namun tak lama kemudian diduga tersangka langsung melayangkan pukulan kepada korban.

Korban yang saat itu sedang bersama keponakan dan pacarnya, langsung menutup kaca mobil dan memacu kendaraannya, namun diduga teman-teman tersangka berusaha menghadang, dan pada saat itulah tersangka menendang spion mobil korban hingga patah. Khawatir dimarahi orangtuanya karena kerusakan pada mobilnya, korban pun mengajak kelima temannya mendatangi rumah tersangka untuk meminta ganti rugi.

Bukannya mendapatkan ganti kerugian, ketika korban dan teman-temannya menyampaikan tujuan kedatangan mereka, diduga AKBP Achiruddin justru memerintahkan seorang pria berkaus putih untuk mengambil senjata api laras panjang di dalam rumah. Saat pria itu keluar rumah sambil menenteng senjata yang diminta oleh Achiruddin, dari belakangnya tersangka berjalan mengikuti, dan langsung menerjang korban. Diduga Achiruddin sambil menodongkan senjata laras panjangnya justru meminta teman-teman korban tak ikut campur saat anaknya itu melakukan tindak pidana penganiayaan terhadap korban hal ini diketahui sebagaimana pemberitaan mediakompas.

Parahnya terlihat jelas di video tersebut perwira menengah itu bukan melerainya, tetapi hanya membiarkan dan menonton tersangka yang melakukan penganianyan secara brutal. Bahkan diduga sempat menghadang seorang anak yang hendak merelai kejadian tersebut. LBH Medan menilai apa yang dilakukan AKBP bukan hanya dugaan pelanggaran kode etik semata. Tetapi diduga telah melakukan tindak pidana yaitu ancaman pembunuhan sebagaimana diatur dalam pasal 338 jo 340 KUHP terhadap korban dan teman-teman.

LBH Medan sangat menyayangkan kejadian ini terjadi. Seharusnya sebagai aparat penegak hukum sudah barang tentu mengetahui aturan hukum, bukan malah melanggar hukum. Mirisnya hal ini dilakukan seorang perwira menengah yang sudah sepatutnya menjadi contoh masyarakat dan anggotanya. Berdasarkan keterangan Kabid Propam Polda Sumut Kombes Pol. Dudung mengatakan jika AKBP tersebut telah ditempatkan ditempat khusus karena diduga melanggar pasal 13 huruf M peraturan Kepolisian Nomor 7 Tahun 2022 Tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik.

Perlu diketahui berdasarkan pemantauan LBH Medan diduga AKBP tersebut sering memamerkan kekayaannya/gaya hidup mewah (flexing) dengan salah satunya diduga menunjukan menggunakan moge dalam hal ini diduga Harley Davidson oleh karena itu hal ini harus juga diusut layakanya kasus Mario Dandy degan orang tuanya Rafael Alun Trisambodo agar tidak ada terjadinya Diskriminasi atas penegakan hukum. padahal hal tersebut jelas telah dilarang dalam profesi polri yaitu dalam Etika Kepribadian. sebagai mana diatur dalam pasal 13 Huruf G angka 2 dilarang memamerkan kekayanya/gaya hidup mewah (flexing).

Oleh karena itu LBH Medan menilai apa yang diduga dilakukan oleh AKBP Achiruddin sudah sepatutnya mendapatkan sanksi tegas yaitu pemecatan/Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH). Dan tidak cukup hanya itu perbuatan tersebut dinilai telah melanggar ketentuan pidana. maka sudah seharusnya diproses secara hukum pidana dan diadili demi tegaknya hukum. Dalam hal ini LBH Medan juga menyampaikan siap untuk mendamping korban untuk tegaknya hukum dan keadilan.

LBH Medan menilai hal ini harus dilakukan oleh polri karena apa yang dilakukan AKBP Achiruddin kembali telah mencoreng institusi polri. Padahal Kapolri dalam sedang genjar-genjarnya melakukan revolusi/perbaikan di tubuh polri agar lebih baik dan kembali mendapatkan kepercayaan (trust) dimasyarakat. Namun kembali dicoreng dengan kejadian tersebut.

LBH Medan menduga apa yang dilakukan AKBP Achiruddin dan anaknya diduga telah melanggar UUD 1945 padal 1 angka 3, 28, UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, DUHAM, ICCPR Jo Pasal 338 Jo 340 KUHPidana. Oleh karena itu dalam kasus ini LBH Medan meminta :

  1. Meminta KPK untuk melakukan pemeriksaan harta kekayaan AKBP dan melakukan gratifikasi.
  2. Meminta LPSK melakukan Perlindungan thd saksi dan korban.
  3. Mendesak Poldasu agar serius menangani perkara ini bila perlu Mabes polri melakukan pengawasan secara langsung bila perlu mengambil alih pemeriksaan.
  4. Meminta kepada Komnas HAM agar melakukan pengawasan dan pemantauan terhadap perkara ini.
  5. Mendesak Mabes Polri/Poldasu untuk memeriksa penyidik yang memeriksa perkara ini dikarenakan adanya dugaan terlalu lama melakukan proses pemeriksaan thd perkara ini

Demikian Rilis Pers ini disampaikan, semoga dapat digunakan dengan sebaiknya.

Irvan Saputra : 0821 6373 6197
Marselinus Duha : 0853 5990 1921

Ketidakhadiran Kapolri, Kapolda Sumut, Kajagung R.I & Menteri Keuangan R.I Dalam Sidang Praperadilan Ganti Kerugian Merupakan Bentuk Ketidaktaatan Hukum

Ketidakhadiran-Kapolri-Kapolda-Kajagung-R-I-Menteri-Keuangan-Dalam-Sidang-Praperadilan-Ganti-Kerugia

Rilis Pers
Nomor : 132/LBH/RP/IV/2023

LBH Medan 22 April 2023, Pengadilan Negeri Medan tanggal 18 April 2023 menyidangkan Permohonan Praperadilan Ganti Kerugian yang diajukan Okta Rina Sari dan Sukma Rizkiyanti Hasibuan yang diwakili kuasanya LBH Medan terhadap Kapolri sebagai Termohon I, Kapolda Sumut sebagai Termohon II, Kapolrestabes Medan sebagai Termohon III, Kasat Reskrim Polrestabes Medan sebagai Termohon IV, Kepala Kejaksaan Agung R.I sebagai Temohon V, Kejati Sumut sebagai Termohon VI, Kejari Medan sebagai Termohon VII, Kasi Pidum Kejaksaan Negeri Medan sebagai Termohon VIII dan Menteri Keuangan R.I sebagai Turut Termohon.

Persidangan yang dipimpin oleh Hakim Tunggal Sayed Tarmizi, SH.,MH dan didampingi Panitra Pengganti bernama Risna Oktaviyani Lingga, SH.,MH di ruang Cakra 3 dinyatakan dibuka dan terbuka untuk umum. Namun ketika hakim memeriksa para pihak, sangat disayangkan Kapolri, Kapoldasu, Kajagung R,I & Menteri Keuangan tidak hadir padahal telah dipanggil secara patut dan sah.

LBH Medan sangat meyangkan ketidakhadiran Kapolri, Kapolda, Kajagung R,I & Menteri Keuangan. Hal ini jelas menggambarakan ketidaktaatan akan hukum yang berlaku, Padahal sebagai aprat penegak hukum atau reprensentatif pemerintah, seharusnya para Termohon tersebut memberikan contoh yang baik kepada masyarakat khususnya kepada Okta dan Sukma yang saat ini mencari keadilan.

LBH Medan menduga adanya standart ganda yang diterapakan para Termohon, semisal ketika para Termohon a quo memanggil masyarakat secara tegas mengatakan harus menaati aturan hukum dan menghadiri panggilan tersebut.

Namun disisil lain ketika para Termohon yang diyakini tahu ataupun paham hukum malah sebaliknya tidak menghadiri panggilan telah dilayangkan Pengadilan Negeri Medan.

Hal jelas menjadikan preseden buruk hukum di Indonesia. Oleh karena itu LBH Medan secara tegas meminta para Termohon untuk hadir pada sidang lanjutan yang akan digelar pada tanggal 09 Mei 2023.

Ada pun yang menjadi dasar para Pemohon mengajukan Permohonan Praperdilan Ganti Kerugian ini berdasarkan ketetuan Pasal 95 KUHAP. Dimana sebelumnya para Pemohon merupakan karyawan Apotik Istana I Kota Medan kemudian ditetapkan Tersangka oleh pihak Polrestabes Medan, ditahan oleh pihak Kejari Medan selama 4 bulan, didakwa dengan Pasal 360 ayat (1) atau ayat (2) KUHPidana, diadili di Pengadilan Negeri Medan dan mendapat Putusan Bebas kemudian JPU mengajukan Kasasi namun MA R.I menolak Kasasi tersebut sehingga proses hukum yang sedang dihadapi sudah berkekuatan Hukum Tetap (Inckrah).

Melihat sikap Negara dalam hal ini Kapolri, Kapolda Sumut, Kejagung R.I dan Menteri Keuangan R.I yang tidak hadir dan tidak pula memberikan alasan ketidakhadiranya dalam persidangan Praperadilan tersebut, telah sangat merugikan Okta & Sukma dalam mencari keadilan.

Serta diduga para Termohon telah melanggar Hak Asasi Manusia dan asas penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yaitu Pasal 28 D ayat (1), Pasal 28 I UUD 1945 Jo. Pasal 4, Pasal 17, Pasal 18 UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Jo. Pasal 8, Pasal 10 ICCPR Jo.Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11 DUHAM Jo. Pasal 6 UU No. 11 Tahun 2005 Tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya Jo. Pasal 2 UU No. 48 tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.

Demikian Rilis Pers ini disampaikan, semoga dapat digunakan dengan sebaiknya.

Irvan Saputra : 0821 6373 6197
Doni Choirul : 0812 8871 0084

Belasan Pengaduan Masyarakat Di Sumut Diduga Diabaikan, LBH Medan Laporkan Ketua Komisi III & VII DPR R.I Atas Dugaan Pelanggaran Kode Etik Ke Mahkamah Kehormatan Dewan DPR R.I

Selamat-Menunaikan-Ibadah-Puasa-di-Bulan-Suci-Ramadhan-1443-Hijriyah-6

Rilis Pers

Nomor : 117/LBH/RP/IV/2023

(Lembaga Bantuan Hukum Medan, 11 April 2023). Pada tanggal 04 April 2023 LBH Medan melayangkan surat Pengaduan terhadap Ketua Komisi III & VII DPR R.I dengan surat nomor : 114/LBH/PP/IV/2023 tertanggal 04 April 2023, yang ditujukan kepada Ketua Majelis Kehormatan Dewan DPR R.I. Adapun yang menjadi dasar atas pengaduan tersebut yaitu kurun waktu 2021-2022, total 12 (Dua belas) surat sudah dilayangkan diantaranya pengaduan, mohon penjelasan dan mohon keadilan atas masyakarat terkait permasalahan hukum melalui LBH Medan yaitu 11 (Sebelas) diantaranya ditujukan ke Komisi III DPR R.I dan 1 (Satu) ditujukan ke Komisi VII DPR R.I.

 

Namun dari ke-12 surat tersebut diduga hingga saat ini belum ada satupun tindak lanjut yang dilakukan oleh Komisi III & VII DPR R.I, sehingga diduga ke-2 (dua) Komisi DPR R.I tersebut telah abai atas keluhan masyarakat yang berharap terhadap Wakil Rakyat-nya agar dapat membantu mereka untuk memperoleh keadilan. Mengenai ke-12 surat yang telah dilayangkan oleh masyarakat terkait permasalahan hukum melalui LBH Medan yang dituju ke Komisi III & Komisi VII DPR R.I

 

Padahal bukanlah permasalahan yang remeh-temeh bahkan dinilai harusnya menjadi atensi bagi DPR R.I, dimana diantaranya yaitu terdapat beberapa Polsek khususnya di Kota Medan yang belum mengadakan ruang tahanan terhadap anak padahal telah diamanatkan oleh UU dikarenakan maraknya kasus terhadap anak dan merupakan bentuk perlindungan terhadap anak yang berkonflik dengan hukum, dugaan okupasi yang diduga dilakukan oleh oknum TNI AD Kodam I/BB terhadap warung dan lahan milik Alm. Kartono di binjai, dugaan kriminalisasi yang dialami oleh Herawaty (istri dari Suwito Lagola/Mantan juara tinju dunia kelas welter WBF) dan Kejahatan Terhap Anaknya Drajat Lagola dan diduga maraknya DPO yang berkeliaran di wilayah hukum Polda Sumut serta  dugaan korban kekerasan seksual terhadap anak yang dilakukan oleh ayah kandungnya.

 

LBH Medan sangat menyayangkan atas dugaan abainya Komisi III & VII DPR R.I yang notabenenya merupakan wakil rakyat yang seharusnya bekerja untuk kepentingan rakyat. Bahkan abainya Komisi III DPR R.I ini tak sejalan dengan pernyataan salah seorang anggota Komisi III DPR R.I inisial AD yang menyatakan “Saya mewakafkan diri dengan Rakyat Pak” sebagaimana dilansir dari Postingan Video Shorts akun You Tube TribunMedanTV.

 

Oleh karena itu diduga hal itu hanyalah gimmik belaka dan sangat berbanding terbalik dengan eksistensi mereka yang diketahui belakangan khususnya Komisi III DPR R.I dengan berbagai agenda Rapat yang beberapa bulan terakhir viral di media sosial diantaranya dengan Kapolri Listyo Sigit, Ketua KPK R.I Firli Bahuri, dan yang baru-baru ini dengan Menkopolhukam R.I Mahfud MD.

 

LBH Medan menilai dengan abainya Komisi III & VII DPR R.I atas ke-12 surat masyarakat yang dilayangkan kepada mereka melalui LBH Medan tersebut, maka diduga adanya perlakukan diskriminasi yang menyebabkan terlanggarnya Hak Asasi Manusia terhadap masyarakat yang bermohon untuk memperoleh keadilan melalui Komisi III & VII DPR R.I, padahal seharusnya semua orang sama di depan hukum dan berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum sebagaimana ketentuan  Pasal 28 D ayat (1) UUD 1945 Jo. Pasal 7 Deklarasi Universal HAM Jo. Pasal 17 UU No. 39 Tahun 1999 Tentang HAM Jo. Pasal 26 UU No. 12 Tahun 2005 Tentang Pengesahan Internasional Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR).

 

Kemudian LBH Medan juga menilai abainya Komisi III & VII DPR R.I atas pengaduan masyarakat tersebut diduga telah melanggar Kode Etik DPR R.I dikarenakan seharusnya DPR R.I berkewajiban menampung, menindaklanjuti, menyampaikan dan memperjuangkan aspirasi dan pengaduan masyarakat sebagaimana amanat Pasal 81 huruf (j) UU No. 17 Tahun 2014 Tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD Jo. Pasal 5 ayat (3) Peraturan DPR R.I No. 1 Tahun 2015 Tentang Kode Etik DPR R.I.

 

Oleh karena itu dengan dilayangkannya surat pengaduan yang ditujukan kepada Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan DPR R.I, atas adanya dugaan pelanggaran kode etik yang diduga dilakukan oleh Komisi III & VII DPR R.I dengan tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana Pasal 81 huruf (j) UU No. 17 Tahun 2014 Tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD Jo. Pasal 5 ayat (3) Peraturan DPR R.I No. 1 Tahun 2015 Tentang Kode Etik DPR R.I. Maka dari itu LBH Medan meminta agar Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan DPR R.I segera memproses pengaduan dugaan pelanggaran kode etik tersebut agar kiranya dapat memberikan sanksi yang tegas terhadap Ketua Komisi III & VII DPR R.I sebagaimana ketentuan Pasal 237 ayat (1) UU No. 17 Tahun 2014 Tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, dan seraya memerintahkan Komisi III & VII DPR R.I agar segera menindaklanjuti ke-12 pengaduan masyarakat yang mencari keadilan tersebut.

 

Demikian rilis pers ini dibuat. Atas perhatian dan kerjasamanya yang baik, kami ucapkan terimakasih.

 

Contact Person :

Mhd Alinafiah Matondang, S.H., M.Hum (Wakil Direktur)   : 0852 9607 5321 (wa)

Tommy Sinambela, S.H (Staf Advokasi & Kampanye)             : 0823 8527 8480 (wa)

PROYEK PEMBANGUNAN LAMPU JALAN “LAMPU POCONG”, DRAINASE & LAINNYA MENUAI KRITIK MASYARAKAT, LBH MEDAN AJUKAN RAPAT DENGAR PENDAPAT (RDP) KEPADA KETUA DPRD KOTA MEDAN

Selamat-Menunaikan-Ibadah-Puasa-di-Bulan-Suci-Ramadhan-1443-Hijriyah-5

Rilis Pers
Nomor : 88/LBH/RP/IV/2023

LBH Medan 07 April 2023, Menindaklanjuti pernyataan dari Ketua DPRD Kota Medan Bpk Hasyim, S.E dalam beberapa hari lalu di pemberitaan Online, intinya menyatakan kekecewaan terhadap kinerja pemerintahan Kota Medan tentang Proyek Pembangunan lampu jalan hingga saat ini belum dapat diselesaikan dengan baik, diketahui proyek tersebut menggunakan dana APBD Kota Medan tahun 2022 sebesar Rp. 25,7 Miliar.

LBH Medan telah menelusuri fakta dilapangan masih banyak pembangunan lampu jalan yang bulum diselesaikan bahkan terdapat beberapa yang belum terpasang. Sehingga terkesan proses pengerjaannya diduga dilakukan dengan cara tidak profesional atau tidak diperhitungkan dengan baik, bahkan ada pembangunan lain yang tidak dapat diselesaikan dengan baik seperti pembangunan drainase, diketahui dari beberapa pemberitaan Online pembangunan drainase dianggarkan sekira Rp. 500 Miliar, namun fakta dilapangan saat ini drainase-drainase tersebut belum diselesaikan sehingga tidak berfungsi secara maksimal, Masih banyak lagi pembangunan di Kota Medan yang belum diselesaikan, bahkan proses pengerjaannya terkesan tidak diperhitungkan dengan baik.

Menyikapi permasalahan pembangunan di kota Medan, pada tanggal 04 April 2023 LBH Medan telah mengirimkan Surat Nomor 111/LBH/S/IV/2023 perihal Permohonan Rapat Dengar Pendapat (RDP) kepada wakil rakyat yakni Ketua DPRD Kota Medan, guna meminta pertanggungjawaban Walikota Medan sebagai pimpinan tertinggi di pemerintahan Kota Medan agar mengkontrol seluruh proses pengerjaan pembangunan di Kota Medan serta menyampaikan secara transparansi alokasi pendanaan secara jujur dan benar ke publik, memastikan APBD tepat sasaran sebab pendanaan untuk pengerjaan pembangunan di kota Medan menggunakan APBD yang berasal dari uang rakyat yang tidak sedikit jumlahnya.

Prinsipnya pengerjaan proyek pembangunan insprastuktur kota Medan harus dapat di pertanggungjawabkan dan dilaksanakan secara profesional, jujur dan trasnparan, karena berdasarkan UUD 1945 Jo. UU No 39 Tahun 1999 Tentang HAM merupakan hak rakyat untuk mendapatkan manfaat, kesejeahteraan dan transparansi atas kerja pemerintah yakni Walikota Medan.

Oleh karena itu DPRD Kota Medan sebagai wakil rakyat sudah seharusnya memperjuangkan melalui tugas dan fungsinya yaitu legislasi, anggaran dan pengawasan dan sudah sepatutnya Ketua DPRD Kota Medan menyuarakan aspirasi rakyat tentang kritikan proyek “lampu pocong” drainase dan lainnya maka dari itu sepatutnya harus di tindaklanjuti dengan baik agar terwujudnya prinsip Good Governance dan Clear Governance.

Maka dari itu LBH Medan mendorong DPRD Kota Medan untuk mengawasi kinerja dari proyek pembangunan di kota Medan, dan perlu kiranya kemudian saat RDP perlu melibatkan instansi-insatansi terkait seperti Badan Keuangan (BPK), Inspektorat kota Medan guna menghindari dugaan tindak pidana korupsi atau penyalahgunaan kewenangan lainnya, sebagaimana amat Pasal 6 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 Tentang Badan Pemeriksaan Keuangan Jo. Pasal 365 Undang-Udang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD Jo. Pasal 3 Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 107 Tahun 2017 Tentang Pedoman Nomenkaltur Inspektorat daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota.

Demikian Rilis Pers ini dibuat semoga dapat diperguanakan dengan baik, Terimkasih

Doni Choirul : 0812 8871 0084
Marselinus Duha : 0853 5990 1921

Dugaan Bisnis Lahan Yang Korbankan Hak Pendidikan

Selamat-Menunaikan-Ibadah-Puasa-di-Bulan-Suci-Ramadhan-1443-Hijriyah-4

Rilis Pers
Nomor : 86/LBH/RP/III/2023

(Lembaga Bantuan Hukum Medan, 21 Maret 2023), Propinsi Sumatera Utara merupakan salah satu propinsi dengan konflik agraria tertinggi di Indonesia yang tidak kunjung terselesaikan yang sebagaimana juga diakui oleh Gubernur Sumut pada Rapat Terbatas (Ratas) di Kantor Presiden pada Senin, 11 Juli 2022 lalu. Konflik agraria di Sumut juga didominasi antara masyarakat dengan PTPN II yang merupakan Badan Usaha Milik Negara.

Saat ini konflik antara masyarakat dengan PTPN II diduga semakin membesar dengan adanya rencana pembangunan Kota Deli Megapolitan dengan luas lahan sekitar 8000 Ha yang kesemuanya berlokasi di Kabupaten Deli Serdang termasuk pada lokasi penggusuran para pensiunan PTPN-II Bapak Masidi, dkk yang menempati rumah dinas di Jl. Sumarsono-Helvetia. Berdasarkan rekomendasi Panitia B Plus yang dibentuk oleh Gubernur Sumatera Utara saat itu terdapat 6 (enam) golongan tuntutan tidak diperpanjangnya HGU PTPN-II seluas 5.873 Ha salah satunya adanya tuntutan Para Pensiunan atas lahan dan rumah yang ditempati yang bila difahami tuntutan ini dikarenakan tidak adanya pemberian Santunan Hari Tua dan lainnya setelah pensiun dari pihak PTPN-II.

Namun sepertinya tidak ada keseriusan bagi Gubernur Sumatera Utara untuk menyelesaikan konflik agraria antara Para Pensiunan di Helvetia dengan PTPN-II ini oleh sebab ternyata Gubernur Sumut melaksanakan Peletakan Batu Pertama (Ground Breaking) perumahan Kota Deli Megapolitan yang diselenggarakan oleh pihak PTPN-II saat itu. Dan sejauh ini berdasarkan pemberitaan media online terbitan 13 Maret 2023 yang LBH Medan dapatkan “KPK Dalami Peralihan Aset Proyek Citraland Megapolitan Helvetia Medan”.

Beberapa waktu lalu LBH Medan menerima 1 (satu) bundel berkas tertanggal 20 Februari 2023 dengan perihal “Permohonan Percepatan Penyelesaian Permasalahan Tanah Ex. HGU PTPN II dahulu PTPN IX dan permasalahan perumahan pensiunan karyawan PTPN 2 dahulu PTPN IX, Jalan Kesuma Dusun XV Desa Sampali Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang, secara Yuridis dan manusiawi”. Dan sebagai tindak lanjut surat masyarakat ini LBH Medan telah melakukan peninjauan lapangan dan wawancara kepada para penghuni rumah dinas dan salah satunya kepada Sdri. (istri Saptaji) yang selama ini memanfaatkan rumah dinas untuk membantu program pemerintah dengan menyelenggarakan Pendidikan untuk Anak Usia Dini.

Berdasarkan hasil peninjauan lapangan dan wawancara serta dihubungkan dengan dokumen yang diterima, diketahui bahwa benar saat ini benar para pensiunan dan keluarga pensiuanan karyawab PTPN-II tengah berkonflik dengan pihak PTPN-II atas lahan dan rumah dinas yang apabila dianalisis terdapat kesamaan pola dengan yang dialami para pensiunan karyawan PTPN-II Bapak Masidi, dkk di Helvetia yang diduga lahan yang diklaim sebagai HGU 152 oleh PTPN-II merupakan sebahagian lahan eks HGU PTPN-II seluas 5.873 Ha yang akan digunakan untuk pembangunan perumahan mewah Kota Deli Megapolitan.

Selain klaim sebagai HGU Nomor 152, PTPN-II hingga saat ini telah melakukan berbagai macam upaya untuk mengusir para pensiuanan karyawan PTPN-II ini dari lahan tanpa melaksanakan kewajibannya terhadap para pensiunan dan keluarganya penghuni rumah dinas termasuk dengan adanya peringatan hukum dari Satpol PP Kabupaten Deliserdang yang seolah-olah para penghuni telah melakukan pelanggaran Perda dengan melakukan pembangunan rumah tanpa izin, intimidasi dari pihak Okp, menggiring opini yang bertujuan memecah belah dan berpotensi konflik horizontal antara sesama penghuni rumah dinas dan termasuk pengaduan kepada Dinas Pendidikan Kabupaten Deli Serdang terhadap PAUD yang diselenggarakan oleh penghuni rumah dinas agar pendidikan bagi anak ini dapat ditutup dan dibubarkan.

LBH Medan menilai ada upaya-upaya pelanggaran hak pendidikan bagi anak atas konflik ini dengan permintaan penutupan PAUD Sapta Kurnia dan LBH Medan meminta kepada Kepala Dinas Pendidikan Kab. Deli Serdang agar tidak terlibat dalam konflik ini dan bertindak hati-hati atas adanya permintaan penutupan PAUD dari PTPN-II yang berpotensi melanggar hak pendidikan anak sebagaimana amanat dari Pasal 31 Ayat (1) UUD 1945 dan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Jo. Pasal 9 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

LBH Medan menilai permintaan penutupan PAUD tersebut tidak dapat dilaksanakan karena PAUD telah dinyatakan memenuhi syarat dan verifikasi izin pendirian oleh Dinas Pendidikan, sehingga dapat terselenggara hingga saat ini. Oleh karenanya izin pendirian tersebut telah diakui secara sah dan prosedural berdasarkan ketentuan Pasal 6 dan 7 Permendikbud No. 84 Tahun 2014 Tentang Pendirian Satuan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan permintaan penutupan PAUD oleh PTPN-II atas konflik lahan dan/atau klaim lahan sepihak ini tidak masuk akal dan justru terkesan bentuk perampasan hak pendidikan bagi anak, karena merujuk pada ketentuan Pasal 18 Ayat (1) Permendikbud No. 84 Tahun 2014 tersebut dijelaskan bahwa penutupan PAUD hanya dapat dilakukan apabila tidak ada lagi penyelengaraan kegiatan layanan PAUD dan satuan PAUD tidak berdasarkan hasil evaluasi. Dan hingga saat ini PAUD masih terselenggara dengan baik walaupun banyak pihak yang berupaya melakukan penutupan atau intimidasi.

Sebagai upaya penyelesaian konflik agraria seperti ini agar tidak berkelanjutan, LBH Medan meminta bentuk keseriusan Gubernur Sumut untuk menyelesaikan persoalan lahan di Sumut khususnya terhadap masyarakat yang berkonflik dengan PTPN-II dengan membuka informasi daftar nominatif dan dokumen lahan Eks HGU PTPN-II yang ada pada dirinya kepada masyarakat luas juga bagi BPN untuk membuka informasi dan data HGU PTPN-II karena merupakan informasi Publik guna menyelesaikan konflik selama ini. Selain itu meminta kepada KPK untuk menindaklanjuti dengan serius dugaan peralihan aset PTPN-II ke PT. Citraland Megapolitan tidak hanya di Helvetia akan tetapi pada 8000 Ha yang menjadi lahan pembangunan Kota Deli Megapolitan.

Demikian rilis pers ini diperbuat, kami ucapkan terimakasih.

Narahubung :
Muhammad Alinafiah Matondang, SH., M.Hum : 0852 9607 5321 (wa)
Bagus Satrio, SH : 085762509653 (wa)
Tri Achmad Tommy Sinambela, SH : 0823 8527 8480 (wa)